Tax Accounting
DOI: 10.21070/ijler.v19i2.1069

Corporate Governance and Firm Size Fail to Influence Tax Avoidance in Indonesia


Tata Kelola Perusahaan dan Ukuran Perusahaan Tidak Mempengaruhi Penghindaran Pajak di Indonesia

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

tax avoidance corporate governance firm size multiple linear regression Indonesia Stock Exchange

Abstract

This study examines the influence of corporate governance and firm size on tax avoidance among manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange from 2016 to 2019. Using a sample of 10 companies selected through purposive sampling, the research employed multiple linear regression analysis. The findings reveal that neither corporate governance nor firm size significantly impact tax avoidance, with significance levels of 0.669 and 0.069, respectively. These results suggest that these factors do not play a crucial role in tax avoidance strategies in the examined companies, providing insights for policymakers and stakeholders in understanding tax planning behaviors.

Highlights:

1. No significant impact of corporate governance on tax avoidance.
2. Firm size non-influential on tax avoidance strategies.
3. Limited role of these factors in Indonesian manufacturing firms.

Keywords: tax avoidance, corporate governance, firm size, multiple linear regression, Indonesia Stock Exchange

Pendahuluan

Pajak adalah suatu kontribusi wajib kepada negara oleh orang pribadi atau badan dan merupakan sumber pendanan penting bagi perekonomian Indonesia dengan tidak mendapatkan timbak balik secara langsung, bersifat memaksa, dan pemungutannya dilakukan berdasarkan undang-undang. Pemerintah Indonesia memberi wewenang dan kewajiban pada wajib pajak untuk menghitung, membayar serta melaporkan penghasilan kena pajaknya melalui self assessment system yang diterapkan[1].

Penggunaan self assessment system di Indonesia dapat memberi keuntungan kepada wajib pajak untuk mengkalkulasi pajaknya seminimal mungkin sehingga beban pajak yang ditanggung menjadi kecil. Ketentuan pungutan pajak telah diatur oleh Undang-Undang seperti yang dinyatakan dalam Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen III. Pasal tersebut berbunyi “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”[2].

Pemerintah menggunakan pajak untuk melaksanakan pembangunan nasional dalam rangka mencapai kesejahteraan umum di berbagai sektor kehidupan[3]. Wajib pajak di Indonesia dapat dibagi menjadi dua, yaitu wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan. Namun, pajak bukanlah merupakan iuran yang sifatnya sukarela tetapi iuran yang dapat dipaksakan sehingga kesalahan dalam memenuhi kewajiban pajaknya dapat memberatkan wajib pajak yang bersangkutan[1]. Pelaksanaan pemungutan pajak oleh pemerintah, tidaklah selalu mendapat sambutan baik dari perusahaan. Perusahaan berusaha untuk membayar pajak serendah mungkin memenuhi kewajiban pajak yang harus dibayarkan dengan melakukan praktik penghindaran pajak karena pajak akan mengurangi pendapatan atau laba bersih, sedangkan bagi pemerintah menginginkan pajak setinggi mungkin guna untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan.

Usaha pengurangan pembayaran pajak secara legal disebut penghindaran pajak (tax avoidance), sedangkan usaha pengurangan pembayaran pajak secara ilegal disebut tax evasion[3]. Penghindaran pajak sebagai suatu tindakan untuk melakukan pengurangan atau meminimalkan kewajiban pajak dengan hati-hati mengatur sedemikian rupa untuk mengambil keuntungan dari celah-celah dalam ketentuan hukum pajak.

Meskipun penghindaran pajak dilakukan secara legal, pemerintah tetap tidak menginginkan hal tersebut terjadi. Oleh karena itu, isu penghindaran pajak merupakan suatu permasalahan yang kompleks dan unik karena di satu sisi penghindaran pajak diperbolehkan secara hukum, namun di sisi lain pemerintah tidak menginginkannya. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah berusaha keras untuk menetapkan batas yang jelas antara penghindaran pajak dan penggelapan pajak. Selain itu, pemerintah juga berupaya mencegah agar wajib pajak tidak terjebak dalam penafsiran yang salah akibat peraturan perpajakan yang baru muncul.

Penghindaran pajak di Indonesia bisa di lihat melalui rasio pajak (tax ratio) Negara Indonesia. Rasio pajak menunjukkan kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan pendapatan pajak atau menyerap kembali PDB dari masyarakat dalam bentuk pajak[3]. Salah satu upaya pemerintah meningkatkan tax ratio adalah dengan kebijakan-kebijakan yang bisa mendorong pengusaha dalam negeri berkembang dan memajukan usahanya[2]. Pemerintah memberikan insentif pajak berupa fasilitas PPh bagi wajib pajak badan dalam negeri yang berupa Perseroan Terbuka[2].

Pada era globalisasi ini, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya penghindaran pajak terhadap suatu perusahaan di antaranya yaitu, corporate governance dan ukuran perusahaan,. Perusahaan – perusahaan go public di Indonesia tentunya sudah menerapkan Corporate Governance di dalam Bursa Efek Indonesia (BEI). Sejalan dengan penelitian Darmawan (2014) yang menyatakan bahwa Corporate Governance berpengaruh positif terhadap Tax Avoidance dimana hal ini terjadi dikarenakan penerapan Corporate Governance dalam perusahaan dapat mencegah agent (Wajib Pajak) untuk melakukan usaha yang agresif dalam pengelolaan beban pajak perusahaan[4].

Komite audit (audit committee) telah menjadi elemen umum dalam susunan corporate governance perusahaan publik. Sejalan dengan penelitian Hutapea (2018) yang menyatakan bahawa GCG yang diproxikan dengan komite audit berpengaruh terhadap tax avoidance[5]. Sejalan dengan penelitian Asri dan Suwardana (2016) yang memyatakan bahwa Komite audit berpengaruh terhadap tax avoidance[1]. Tidak sejalan dengan hasil penelitian Purbowati (2021) yang membuktikan jika GCG tidak berpengaruh terhadap tax avoidance[6]. Tidak sejalan dengan hasil penelitian Swingly dan Sukartha (2015) yang membuktikan jika Komite audit tidak berpengaruh terhadap tax avoidance[7].

Faktor berikutnya yang mempengaruhi tax avoidance adalah ukuran perusahaan. Perusahaan besar akan menjadi sorotan pemerintah, sehingga akan menimbulkan kecenderungan bagi para manajer perusahaan untuk berlaku agresif atau patuh. Sejalan dengan hasil penelitian wardani dan puspitawati (2022) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap tax avoidance[8]. Tidak sejalan dengan hasil penelitian Pravitasari dan Khoiriawati (2022) yang membuktikan jika Ukuran Perusahaan tidak berpengaruh terhadap tax avoidance[9].

Alasan memilih perusahaan manufaktur sebagai sampel perusahaan adalah karena sektor manufaktur memiliki jumlah terbesar dibandingkan dengan sektor yang lainnya serta permasalahan dalam perusahaan manufaktur lebih kompleks sehingga diharapkan akan lebih mampu menggambarkan keadaan perusahaan di Indonesia. Penelitian ini mengembangkan penelitian sandy dan lukviarman (2015) Pengaruh Corporate Governance Terhadap Tax Avoidance, yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah dengan menambahkan variabel Ukuran Perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Tax Avoidance.

Metode

Pendekatan Penelitian

Secara umum, tujuan dari penelitian adalah untuk mengungkap kebenaran dan mencari solusi untuk suatu permasalahan atau objek yang diteliti. Untuk mencapai hasil penelitian yang diinginkan, diperlukan penggunaan metode yang tepat dan relevan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kuantitatif, di mana peneliti menggunakan populasi dan sampel tertentu sebagai pendekatan penelitiannya. Sugiyono (2017:8) menjelaskan bahwa metode penelitian kuantitatif adalah sebagai berikut:

"Suatu metode penelitian dengan berlandaskan filsafat positivisme, digunakan untuk menelit suatu populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan”[10].

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Galeri Investasi Bursa Efek Indonesia Universitas Muhammadiyah Sidoarjo lantai 3 Gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang beralamat di jalan Mojopahit No. 666 B, Sidowayah, Celep, Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur kode pos 61271.

Definisi Operasional, Identifikasi Variabel dan Indikator Variabel

Dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti ini ada dua jenis variabel yang digunakan, yaitu variabel independen (variabel bebas) dan variabel dependen (variabel terikat).

1. Definisi Operasional

Operasionalisasi variabel digunakan untuk menentukan jenis dan indikator dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Selain itu, proses ini juga bertujuan untuk menentukan cara pengukuran masing-masing variabel sehingga pengujian hipotesis menggunakan alat bantu statistika dapat dilakukan dengan benar. Berikut ini adalah operasionalisasi variabel yang digunakan dalam penelitian ini:

I.Corporate Governance (X1)

II.Ukuran Perusahaan (X2)

III.Tax Avoidance (Y)

a. Variabel Independen

Sugiyono (2015:39) mendefinisikan variabel independen adalah sebaga berikut:

“Variabel ini sering sering disebut sebagai variabel stimulus, predictor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia, variabel bebas sering disebut sebagai faktor penentu. Variabel bebas adalah variabel yang memiliki pengaruh atau menjadi penyebab perubahan atau timbulnya variabel dependen”[11].

b. Variabel Dependen

Menurut Sugiyono (2015:39) variabel dependen sebagai berikut: “Variabel terikat merupkan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas”. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat atau dependen (Y) adalah Tax Avoidance

2. Identifikasi Variabel

a.Corporate Governace

Corporate Governance, yang diwakili oleh kepemilikan institusional, memiliki dampak positif pada tingkat kepatuhan dan kinerja manajemen perusahaan. Semakin besar kepemilikan institusional di perusahaan, semakin kuat pengaruh dan dorongan dari institusi keuangan tersebut dalam mengawasi manajemen.

Hal ini mengakibatkan dorongan yang lebih besar bagi perusahaan untuk mematuhi peraturan perpajakan. Investor institusional memiliki peran dalam pengambilan keputusan, yang secara otomatis mendorong manajemen untuk mematuhi peraturan yang ditetapkan pemerintah. Sebagai hasilnya, perusahaan menjadi patuh terhadap pajak.

b.Ukuran Perusahaan

Menurut Hartono (2008:254) ukuran perusahaan merupakan, “Besar kecilnya perusahaan dapat diukur dengan total aktiva besar harta perusahaan dengan menggunakan penghitungan nilai logaritma total aktiva”[12].

c.Tax Avoidance

Menurut Dyreng et, al. (2010) Tax Avoidance adalah: “Tax Avoidance is any form of activity that gives effect to the tax obligation, whether activities are allowed by tax or special activities that reduce taxes. Tax Avoidance is usually done by exploiting the weaknesses of the tax law and not violate the tax law”[13].

3. Indikator variabel

Figure 1.Tabel Indikator

Populasi dan Sampel

1. Populasi

Sugiyono (2017:80) Mengemukakan bahwa populasi sebagai berikut:

“Populasi merupakan definisi dari wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penulis untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.

Populasi yang menjadi fokus penelitian ini adalah perusahaan bidang manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2016-2019. Total populasi terdiri dari 52 perusahaan, namun tidak semua perusahaan dalam populasi tersebut akan menjadi objek penelitian. Oleh karena itu, diperlukan pengambilan sampel yang lebih lanjut.

Pemilihan sampel

Keterangan Jumlah Perusahaan
Jumlah populasi perusahaan manufaktur sektor industri barang dan konsumsi yang terdaftar di BEI selama periode 2016-2019Jumlah perusahaan yang mengalami kerugian dalam laporan keuangan selama periode 2016- 2019Jumlah perusahaan tidak mengungkapkan informasi lengkap berkaitan dengan variabel penelitian 2016-2019 52(8)(34)
Jumlah sampel perusahaan 10
Jumlah sampel selama periode 201 6 -201 9 (4 tahun) 40
Table 1. Tabel Pemilihan Sampel

Teknik Analisis

Pada penelitian kuantitatif, analisis data merupakan proses yang dilakukan setelah data terkumpul dari semua responden. Dalam analisis data, langkah-langkah yang dilakukan meliputi klasifikasi data berdasarkan variabel dan jenis respons, penyajian data setiap variabel yang akan menjadi sampel dalam penelitian, pengolahan data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menggunakan rumus-rumus ilmiah untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan, serta melakukan perhitungan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah. Pada penelitian yang tidak melibatkan rumusan hipotesis, langkah terakhir tersebut tidak diperlukan. Dalam penelitian kuantitatif, analisis data menggunakan metode statistik.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis regresi linear berganda dengan bantuan perangkat lunak SPSS untuk menguji hipotesis yang diajukan. Sebelum dilakukan uji regresi, dilakukan analisis deskriptif terlebih dahulu[15]. Hasil statistik deskriptif dari analisis ini memberikan gambaran mengenai variabel penelitian, termasuk nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata, dan deviasi standar yang terdapat dalam tabel tabulasi. Selain itu, dalam analisis regresi juga dilakukan uji asumsi klasik, seperti uji normalitas.

1.Analisis Deskriptif Statistik

Analisis deskriptif adalah suatu metode statistik yang digunakan untuk menggambarkan atau memberikan gambaran tentang data yang telah terkumpul, tanpa membuat kesimpulan yang berlaku secara umum atau generalisasi. Dalam analisis deskriptif, data disajikan melalui tabel, grafik, diagram lingkaran, pictogram, serta perhitungan modus, median, dan mean sebagai ukuran pusat data.

Selain itu, analisis deskriptif juga mencakup perhitungan desil, persentil, perhitungan penyebaran data menggunakan rata-rata standar deviasi, serta perhitungan persentase untuk memberikan gambaran lebih lengkap.

2.Uji Asumsi Klasik

Pengujian regresi linier berganda dalam penelitian ini dapat dilakukan setelah model dari penelitian ini lolos dari asumsi klasik. Syarat yang harus dipenuhi adalah data didistribusikan secara normal, tidak mengandung multikolonieritas, dan heteroksidas. Untuk itu Sebelum melakukan pengujian regresi berganda, dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji heterokedastisitas, multikolonieritas, uji autokorelasi dan uji heteroksedastisitas sebelum melakukan uji hipotesis. Berikut adalah penjelasan uji asumsi klasik yang digunakan :

a.Uji Normalitas

Pada pengujian normalitas, tujuannya adalah untuk menguji apakah variabel pengganggu atau residual dalam model regresi memiliki distribusi yang mendekati normal. Model regresi yang baik memiliki asumsi distribusi data yang normal. Memastikan normalitas adalah penting karena hal ini akan menjamin validitas analisis statistik selanjutnya dan keberlakuan kesimpulan yang diambil. Dalam penelitian ini, uji normalitas dilakukan menggunakan Uji Statistik Kolmogorov-Smirnov dengan tingkat signifikansi >0,50, yang menunjukkan bahwa data memiliki distribusi yang mendekati normal. Jika nilai signifikansi <0,50, maka dapat disimpulkan bahwa data tidak memiliki distribusi normal. Jika asumsi normalitas dilanggar, maka uji statistik yang dilakukan tidak dapat dianggap valid, terutama jika sampel yang digunakan relatif kecil.

b.Uji Multikolonieritas

Uji multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah terdapat korelasi antara variabel bebas (independen) dalam model regresi. Pada model regresi yang baik, tidak seharusnya terdapat korelasi antara variabel independen. Jika terdapat korelasi antara variabel independen, maka variabel tersebut tidak bersifat ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang tidak saling berkorelasi, dengan nilai korelasi antar variabel independen sama dengan nol.

Untuk mengidentifikasi keberadaan multikolinieritas dalam regresi, digunakan nilai tolerance dan faktor inflasi varian (VIF). Tolerance digunakan untuk mengukur sejauh mana variabilitas variabel independen terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Untuk menentukan keberadaan multikolinieritas, digunakan nilai toleransi > 0,10 atau VIF < 10.

c.Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya (t-1) dalam model regresi. Autokorelasi terjadi ketika observasi yang berurutan dalam rentang waktu saling terkait. Pada model regresi yang baik, tidak terdapat autokorelasi. Uji autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan Uji Durbin-Watson (DW test), yang memberikan kriteria untuk mengambil keputusan apakah terdapat autokorelasi, sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut ini:

Pengambilan keputusan ada tidak nya autokorelasi (tabel)

Hipotesis Nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl
Tidak ada autokorelasi positif No decision dl<d<du
Tidak ada korelasi negative Tolak 4-dl<d<4
Tidak ada korelasi negative No decision 4-du<d<4-dl
Tidak ada autokorelasi positif atau Negative Tidak ditolak du<d<4-du
Table 2.

d.Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah terdapat perbedaan varians residual antara pengamatan satu dengan pengamatan lainnya dalam model regresi. Jika varians residual tetap antara pengamatan-pengamatan, maka disebut homoskedastisitas, sedangkan jika terdapat perbedaan varians, disebut heteroskedastisitas.

Untuk mendeteksi keberadaan heteroskedastisitas, dalam penelitian ini digunakan uji Glejser. Uji ini meregresikan nilai residual absolut terhadap variabel independen. Jika nilai signifikansi >0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas.

Pengujian Hipotesis

Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh dari variabel-variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial, maka dilakukan Uji Parsial (Uji t), Uji Simultan (Uji F) dan Uji Koefisien Determinan (R2).

1. Analisis Regresi Linier Berganda

Menurut (Ghozali, 2011), dalam analisis regresi, selain mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih, analisis regresi juga dapat mengindikasikan arah hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Variabel dependen diasumsikan sebagai random/stokastik, yang berarti memiliki distribusi probabilitas. Sementara itu, variabel independen diasumsikan memiliki nilai yang tetap (dalam pengambilan sampel yang berulang). Dalam penelitian ini, digunakan metode analisis regresi linear berganda untuk menguji hipotesis yang diajukan. Formulasi analisis regresi linear berganda adalah sebagai berikut:

Y = α + β1X1+ β1X2+ e

Keterangan:

Y = Tax Avoidance

α = Konstanta

β= Koefisien regresi

X1= Corporate Governance

X2= Ukuran Perusahaan

e = error

2. Uji Parsial

Uji Parsial T pada dasarnya mengindikasikan sejauh mana pengaruh individual dari satu variabel penjelas atau independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan tingkat signifikansi 0,05 (𝛼 = 5%). Keputusan untuk menerima atau menolak hipotesis didasarkan pada kriteria berikut:

a.Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan).

b.Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan).

3.Uji Koefisien Determinasi

Pada Uji Koefisien Determinasi (R2), esensinya adalah mengukur sejauh mana model mampu menjelaskan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi berada dalam rentang antara nol dan satu. Nilai R2 yang rendah menunjukkan bahwa kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen terbatas. Sedangkan nilai yang mendekati satu menandakan bahwa variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang diperlukan untuk memprediksi variabel-variabel dependen.

Hasil dan Pembahasan

Hasil Penelitian

Penelitian ini memanfaatkan dua variabel independen yang terdiri dari corporate governance, dan ukuran perusahaan. Informasi rinci mengenai setiap variabel dalam penelitian ini dapat ditemukan dalam tabel berikut.

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
X1 Corporate Governance 40 .05 .08 .5874 .21296
X2 Ukuran Perusahaan 40 25.80 32.20 28.9829 1.94464
Y Tax Avoidance 40 .18 .83 .6260 .19158
Valid N (listwise) 40
Table 3. Tabel Deskriptif Statistik

Berdasarkan hasil uji deskriptif statiskik pada tabel 3, dapat digambarkan distribusi data yang didapat oleh peneliti adalah :

Variabel independen corporate governance, memiliki mean sebesar 0.5874 dengan standar deviasi sebesar 0.21296. Rentang nilai tingkat hutang berkisar dari 0.05 hingga 0.80, dengan nilai terendah dan tertinggi.

Variabel independen ukuran perusahaan, memiliki mean sebesar 28.9829 dengan standar deviasi sebesar 1.94464. Rentang nilai ukuran perusahaan berkisar dari 25.80 hingga 32.20, dengan nilai terendah dan tertinggi

Variabel dependen tax avoidance, memiliki mean sebesar 0.6260 dengan standar deviasi sebesar 0.19158. Rentang nilai tax avoidance berkisar dari 0.18 hingga 0.83, dengan nilai terendah dan tertinggi.

Uji normalitas digunakan untuk mengevaluasi apakah suatu model regresi memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Suatu model regresi dianggap baik jika memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Dalam penelitian ini, uji normalitas dilakukan menggunakan analisis Kolmogorov-Smirnov dengan tingkat signifikansi lebih dari 0,05, yang menunjukkan bahwa data memiliki distribusi normal. Hasil uji normalitas dalam penelitian ini telah disajikan dalam tabel berikut

Unstandardized Residual
N 40
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation ,18289141
Most Extreme Differences Absolute ,183
Positive ,134
Negative -,183
Kolmogorov-Smirnov Z 1158
Asymp. Sig. (2-tailed) ,137
Table 4. Uji Normalitas

Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan hasil uji Kolmogorov-Smirnov menggunakan Unstandardized Residual, di mana nilai probabilitas yang tercantum pada Asymp.Sig (2-tailed) adalah 0.137. Hal ini menunjukkan bahwa nilai Asymp.Sig (2-tailed) lebih besar dari tingkat signifikansi 0.05 (0.137 > 0.05), yang mengindikasikan bahwa populasi tersebut dapat dianggap memiliki distribusi normal.

b.Uji Multikolonieritas

Uji multikolinieritas digunakan untuk mengevaluasi apakah terdapat korelasi antara variabel bebas (independen) dalam model regresi. Suatu model regresi dianggap baik jika tidak terdapat korelasi antara variabel independen. Dalam penelitian ini, uji multikolinieritas dilakukan dengan menggunakan uji tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF), di mana nilai tolerance yang lebih besar dari 0.10 dan nilai VIF yang lebih kecil dari 10 dianggap memenuhi syarat. Hasil uji multikolinieritas telah ditampilkan dalam tabel berikut:

Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
X1 Corporate Governance 0,994 1,006
X2 Ukuran Perusahaan 0,994 1,006
a. Dependent Variable: Y Tax Avoidance
Table 5. Uji Tolerance dan VIF

Berdasarkan tabel 5 Hasil uji tolerance untuk setiap variabel independen menunjukkan nilai sebagai berikut: corporate governance sebersar 0.994 dan ukuran perusahaan sebesar 0.994. Sementara itu, hasil uji VIF untuk masing-masing variabel independen adalah sebagai berikut: corporate governance sebesar 1.006 dan ukuran perusahaan sebesar 1.006. Berdasarkan hasil ini, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi antara variabel independen yang digunakan.

c.Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk mengevaluasi adanya korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan periode sebelumnya (t-1) dalam model regresi yang digunakan. Autokorelasi dapat terjadi ketika observasi yang berurutan sepanjang waktu saling terkait. Suatu model regresi dianggap baik jika tidak terdapat korelasi di dalamnya. Dalam penelitian ini, uji korelasi dilakukan menggunakan uji Durbin-Watson. Hasil uji autokorelasi telah ditampilkan dalam tabel berikut:

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 ,298a ,089 ,039 ,18777 ,659
a. Predictors: (Constant), Ukuran Perusahaan, Corporate Governance
b. Dependent Variable: Tax Avoidance
Table 6. Tabel Durbin Watson

Berdasarkan tabel 6, hasil uji Durbin-Watson (D-W) menunjukkan nilai sebesar 0,659, yang menunjukkan bahwa tidak ada autokorelasi. Setelah membandingkan nilai D-W dengan nilai tabel Durbin-Watson untuk tingkat signifikansi 5%, jumlah sampel 40 (n=40), dan jumlah variabel independen 2 (k=2), diperoleh nilai dU=1,6000, dL=1,3908, 4-dU=2,4000, dan 4-dL=2,6092. Berdasarkan analisis, diperoleh bahwa 1.9243 < 1.990 < 2.0757, yang berarti kriteria uji Durbin-Watson diterima dan menunjukkan bahwa tidak ada autokorelasi.

d.Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengevaluasi apakah terdapat perbedaan varian residual antara pengamatan dalam model regresi. Jika varian antar pengamatan tetap sama, disebut sebagai homoskedastisitas, sedangkan jika berbeda, disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang menghasilkan homoskedastisitas atau tidak ada heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini menggunakan Uji Glejser. Jika nilai Sig. lebih besar dari 0,05 atau 5%, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas telah ditampilkan dalam tabel berikut:

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 1,434 0,452 3,174 0,003
X1 Corporate Governance 0,061 0,142 0,068 0,431 0,669
X2 Ukuran Perusahaan -0,029 0,16 -2,295 -1,876 0,069
Dependent Variable: Tax Avoidance
Table 7. Uji Glejser

Hasil uji Glejser pada tabel 7 menunjukkan bahwa variabel corporate governance dan ukuran perusahaan memiliki nilai Sig di atas 0,05 atau 5%. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas dalam model regresi tersebut.

a. Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi linear berganda dilakukan untuk menentukan koefisien regres dan menguji hipotesis yang telah diajukan apakah diterima atau ditolak. Pengujian hipotesis didasarkan pada tingkat signifikansi sebesar 0,05 atau 5%. Hasil dari uji regresi linear berganda disajikan dalam tabel berikut:

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 1,434 0,452 3,174 0,003
X1 Corporate Governance 0,061 0,142 0,068 0,431 0,669
X2 Ukuran Perusahaan -0,029 0,16 -2,295 -1,876 0,069
Dependent Variable: Tax Avoidance
Table 8. Uji regresi linier berganda

Dari hasil uji regresi linier berganda tabel 8, dapat di tarik kesimpulan bahwa :

Y= + β 1X1 - β 2X2 + e

Y= 1.434 + 0.061 X1 - 0,029 X2 + e

Koefisien regresi untuk variabel corporate governance terhadap tax avoidance adalah 0,061. Ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu persen dalam ukuran perusahaan akan diikuti oleh peningkatan sebesar 0,061 dalam tax avoidance.

Koefisien regresi untuk variabel ukuran perusahaan terhadap tax avoidance adalah -0,029. Ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu persen dalam ukuran perusahaan akan diikuti oleh peningkatan sebesar -0,029 dalam tax avoidance.

Nilai konstanta dalam persamaan diperoleh sebesar 1.434. Hasil ini menunjukkan bahwa ketika variabel Corporate Governance (X1), Ukuran Perusahaan (X2), tax avoidance (Y) akan tetap 1.434.

b. Uji Parsial (uji t)

Hasil uji statistik t ditampilkan dalam tabel berikut untuk mengetahui apakah setiap variabel independen memiliki pengaruh signifikan terhadap Tax Avoidance.

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) 1,434 0,452 3,174 0,003
X1 Corporate Governance 0,061 0,142 0,068 0,431 0,669
X2 Ukuran Perusahaan -0,029 0,16 -2,295 -1,876 0,069
a. Dependent Variable: Tax Avoidance
Table 9. Uji partial

Berdasarkan hasil uji partial di tabel 9 masing – masing variabel terhadap tax avoidance menunjukan bahwa:

Variabel pertama dalam penelitian ini adalah corporate governance yang tercantum pada Tabel 4.7, memiliki nilai t hitung sebesar 0.431. Nilai ini lebih besar daripada nilai t tabel yaitu 2,02619 dan memiliki nilai Sig. sebesar 0,669. Dengan nilai Sig. yang lebih besar dari α = 0,05, dapat disimpulkan bahwa corporate governance tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.

Variabel kedua dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan yang tercantum pada Tabel 4.7, memiliki nilai t hitung sebesar -1.876. Nilai ini lebih besar daripada nilai t tabel yaitu 2,02619 dan memiliki nilai Sig. sebesar 0,069. Dengan nilai Sig. yang lebih besar dari α = 0,05, dapat disimpulkan bahwa corporate governance tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.

b. Uji Koefisien Determinan (R2)

Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengukur sejauh mana variabel independen dapat menjelaskan variasi dalam variabel dependen. Hasil uji koefisien determinasi ditampilkan dalam tabel berikut ini :

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 ,298a ,089 ,039 ,18777 ,659
a. Predictors: (Constant), Corporate Governance, Ukuran Perusahaan
b. Dependent Variable: Tax Avoidance
Table 10. Uji R

Berdasarkan tabel 10, didapatkan nilai koefisien determinasi yang ditunjukkan oleh R Square sebesar 0,089 (8,9%). Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen mampu menjelaskan sebesar 8,9% variasi dalam variabel dependennya. Dengan demikian, terdapat 91,1% (100% - 8,9%) variasi dalam variabel dependen yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel-variabel lainnya.

Dengan nilai R sebesar 0,298, dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi sebesar 29,8% antara corporate governance dan ukuran perusahaan dengan tax avoidance. Nilai ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel-variabel tersebut dengan tax avoidance memiliki tingkat kekuatan yang cukup rendah.

Pembahasan

1. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Tax Avoidance

Berdasarkan hasil perhitungan Uji T menggunakan SPSS, variabel Corporate Governance (X1) mendapatkan nilai t hitung sebesar 0,431 dan t tabel sebesar 2,02619 dengan tingkat signifikansi 0,669. Karena nilai t hitung lebih kecil daripada t tabel (0,431 < 2,02619) dengan tingkat signifikansi 0,669 > 0,05, dapat disimpulkan bahwa variabel Corporate Governance (X1) tidak memiliki pengaruh terhadap variabel Tax Avoidance (Y). sejalan dengan hasil penelitian Purbowati (2021) yang membuktikan jika Good Corporate Governance tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.

Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah investor institusional dalam struktur pemegang saham perusahaan, praktik Tax Avoidance akan semakin berkurang. Investor institusional adalah investor dari luar perusahaan yang tidak terafiliasi dengan perusahaan tersebut, dan mereka cenderung mematuhi peraturan yang ditetapkan pemerintah sehingga menghindari tindakan Tax Avoidance.

Investor institusional yang memiliki kepemilikan saham yang signifikan dalam struktur pemegang saham perusahaan memiliki kekuasaan dalam pengambilan keputusan kebijakan, terutama dalam hal kebijakan perpajakan perusahaan. Temuan ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Desai dan Dhammapala (2006) telah membuktikan bahwa kebijakan dalam pengelolaan beban pajak pada perusahaan dipengaruhi oleh penerapan Corporate Governance.

2. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Tax Avoidance

Ukuran perusahaan menggambarkan sejauh mana perusahaan tersebut besar atau kecil berdasarkan besarnya aset yang dimiliki. Ukuran perusahaan juga mencerminkan tingkat kegiatan operasional yang dilakukan, di mana manajemen cenderung melakukan efisiensi dalam hal perpajakan.

Namun, berdasarkan hasil perhitungan Uji T menggunakan SPSS, variabel Ukuran Perusahaan (X2) mendapatkan nilai t hitung sebesar -1.876 dan t tabel sebesar 2,02619 dengan tingkat signifikansi 0,359. Karena nilai t hitung lebih besar daripada t tabel ( -1.876 < 2.02619) dan tingkat signifikansi 0,069 > 0,05, dapat disimpulkan bahwa variabel Ukuran Perusahaan (X2) tidak memiliki pengaruh terhadap variabel Tax Avoidance (Y). Sejalan dengan hasil penelitian Pravitasari dan Khoiriawati (2022) yang membuktikan jika Ukuran Perusahaan tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.

Hal ini berarti bahwa semakin besar aset yang dimiliki perusahaan, tidak berarti perusahaan tersebut akan melakukan praktik Tax Avoidance untuk meningkatkan laba dan kegiatan operasionalnya, yang sesuai dengan temuan penelitian yang dilakukan oleh Nailatul dan Izzah (2016) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap Tax Avoidance.

Simpulan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan dan menganalisis dampak dari corporate governance dan ukuran perusahaan terhadap tax avoidance pada perusahaan manufaktur di sektor industri barang dan konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2016-2019. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, beberapa kesimpulan dapat diambil sebagai berikut:

1. Corporate Governance memiliki dampak terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan Tax Avoidance pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2016-2019. Hal ini terkonfirmasi dengan tingkat signifikansi sebesar 0,669, yang melebihi nilai 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis 2 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara corporate governance dan tax avoidance ditolak ( H1 ditolak).

2. Ukuran Perusahaan tidak mempengaruhi keputusan perusahaan dalam melakukan Tax Avoidance pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2016-2019. Hal ini terverifikasi dengan tingkat signifikansi sebesar 0,069, yang melebihi nilai 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis 2 yang menyatakan adanya hubungan antara Ukuran Perusahaan dan tax avoidance ditolak (H2 ditolak).

References

  1. I. Asri and I. Suardana, “E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana Pada Penghindaran Pajak Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana ( Unud ), Bali , Indonesia email : idaayutrisnayudiasri@yahoo.co.id Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana ( Unud ), Bali , Indonesia A,” Pengaruh Proporsi Komis. Indep. Kom. Audit. Prefer. Risiko Eksek. dan Ukuran Perusah. Pada Penghindaran Pajak, vol. 16, pp. 72–100, 2016.
  2. I. Wiguna and I. Jati, “Pengaruh Corporate Social Responsibility , Preferensi Risiko Eksekutif , Dan Capital Intensity Pada Penghindaran Pajak Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana ( Unud ), Bali , Indonesia Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana ( Unud ), Bal,” Pengaruh Corp. Soc. Responsib. Prefer. Risiko Eksekutif, dan Cap. Intensity Pada Penghindaran, vol. 21, pp. 418–446, 2017.
  3. H. Darmawan, “Pengaruh Penerapan Corporate Governance , Leverage , Return On Assets , Dan Ukuran Perusahaan Pada Penghindaran Pajak I Gede Hendy Darmawan,” Pengaruh Penerapan Corp. Governance, Leverage, Return Assets, Dan Ukuran Perusah. Pada Penghindaran Pajak, vol. 1, pp. 143–161, 2014.
  4. C. Coker et al., “No Subjective Health Centered Home Elderly on Health Related Indicator Covariance Structure AnalysisTitle,” Transcommunication, vol. 53, no. 1, pp. 1–8, 2018.
  5. R. C. Hutapea, “Analisis Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Tax Avoidance di Indonesia (Studi Empiris Pada Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI 2014-2016),” J. Ilim. Mahasiwa FEB Univ. Brawijaya, vol. 7, no. 1, pp. 1–16, 2018.
  6. R. Purbowati, “Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Tax Avoidance (Penghindaran Pajak),” JAD J. Ris. Akunt. Keuang. Dewantara, vol. 4, no. 1, pp. 59–73, 1970.
  7. R. O. W. Putri and E. Indriani, “Pengaruh Kepemilikan Saham Eksekutif, Kompensasi Eksekutif dan Preferensi Risiko Eksekutif Terhadap Penghindaran Pajak,” J. Akunt., vol. 7, no. 1, pp. 64–75, 2020.
  8. D. K. Wardani and D. M. Puspitasari, “Ukuran perusahaan terhadap penghindaran pajak dengan umur perusahaan sebagai variabel moderasi,” Kinerja, vol. 19, no. 1, pp. 89–94, 2022.
  9. H. A. Pravitasari and N. Khoiriawati, “Pengaruh ukuran perusahaan, capital intensity dan sales growth terhadap penghindaran pajak,” Fair Value J. Ilm. Akunt. dan Keuang., vol. 4, no. 10, pp. 4498–4509, 2022.
  10. S. N. Fadilah, L. Rachmawati, and M. Dimyati, “Pengaruh Komite Audit, Dewan Komisaris Independen Dan Intensitas Modal Terhadap Penghindaran Pajak Di Perusahaan Keuangan,” JIAI (Jurnal Ilm. Akunt. Indones., vol. 6, no. 2, pp. 263–290, 2021.
  11. A. Wicaksana and T. Rachman, “主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析Title,” Angew. Chemie Int. Ed. 6(11), 951–952., vol. 3, no. 1, pp. 10–27, 2018.
  12. R. Handayani, “Pengaruh Return on Assets (ROA), Leverage dan Ukuran Perusahaan Terhadap Tax Avoidance Pada