Ilma Zulfiana Rosfian (1), Nur Ravita Hanun (2)
Background: Consumer boycotts linked to the Israel–Palestine conflict have created financial pressure on several Indonesian companies, prompting the need to assess their financial resilience. Specific Background: Despite widespread public action, limited studies investigate how boycotts influence bankruptcy risk using financial ratio models. Gap: Previous research applies Altman Z-Score in various sectors, yet none focuses on boycott-affected firms within a social–political context. Aim: This study analyzes bankruptcy prediction among Indonesia Stock Exchange companies allegedly affected by consumer boycotts during 2019–2023 using the Altman Z-Score model. Results: Findings show heterogeneous financial conditions: food and beverage companies such as FAST, MAPB, and PZZA experienced declining Z-Scores indicating distress, while ADES, ULTJ, and MTDL maintained strong financial stability. All four ratios (WCTA, RETA, EBITTA, MVEBVL) exhibit significant positive contributions to Z-Score, confirming their relevance in predicting financial resilience. Novelty: This research integrates Altman Z-Score with signaling and agency theory to explain how managerial decisions and market perceptions shape corporate stability during boycott pressures. Implications: The results provide practical insights for investors, managers, and policymakers in evaluating risk exposure and developing strategies to strengthen corporate resilience under socio-political disruptions.
Highlights:• Companies show varied financial resilience under consumer boycott• Altman Z-Score identifies vulnerable and stable firms accurately• Working capital, retained earnings, EBIT, and equity strength drive stability
Keywords: Altman Z-Score, Bankruptcy Prediction, Consumer Boycott, Financial Ratios, Indonesia Stock Exchange
Setelah pandemi Covid-19, perusahaan menghadapi tantangan baru berupa boikot produk akibat memburuknya situasi kemanusiaan di Gaza setelah serangan Israel pada 7 Oktober 2023, yang meningkatkan solidaritas global, termasuk di Indonesia . Berbagai kelompok masyarakat, termasuk organisasi keagamaan dan aktivis, merespons krisis ini dengan menggalang seruan boikot terhadap produk yang diduga mendukung genosida Israel di Jalur Gaza . Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 mendukung perjuangan Palestina dan menghimbau konsumen Muslim di Indonesia untuk menghentikan pembelian produk dari produsen yang berpihak pada Israel . Fatwa MUI yang berlaku mulai 8 November 2023 didasarkan pada publikasi daftar produk pro-Israel oleh Gerakan Boycott Divestment Sanctions (BDS) Indonesia, yang telah aktif sejak 2019 untuk mengajak masyarakat memboikot produk perusahaan besar yang mendukung serangan Israel terhadap Palestina, dengan harapan memberikan tekanan pada perusahaan-perusahaan tersebut . Informasi mengenai perusahaan yang berkontribusi dengan Israel diperoleh dari media terpercaya seperti Kompas.Id, Tempo.Co, Detik.com, dan sumber reputasi baik lainnya untuk memastikan validitas informasi. Perusahaan tersebut berpotensi mengalami dampak signifikan, seperti penurunan saham, pendapatan, dan perpindahan pelanggan ke merek alternatif, yang diharapkan dapat mendorong perubahan kebijakan dan praktik bisnis agar tidak dianggap mendukung konflik . Perselisihan antara Israel dan Palestina mengancam perekonomian global, dengan analisis teks yang digunakan dalam berbagai studi, termasuk media sosial dan berita tradisional . Berita tentang konflik ini semakin penting bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Perusahaan yang terkait dengan Israel dihadapkan pada tantangan untuk mempertahankan kinerja keuangan di tengah boikot, yang berdampak pada penurunan penjualan hingga 40% di sektor ritel dan restoran, serta mempengaruhi ekonomi Indonesia .
Figure 1. Gambar 1. Historical Harga Saham UNVR per 27 November 2023 Sumber : RTI Business
Pada gambar 1. menunjukkan grafik saham PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) mengalami penurunan signifikan sebesar 64% dalam lima tahun terakhir, dipengaruhi oleh aksi boikot, dengan harga saham tercatat di angka 3.280 pada minggu kedua November 2023. Selain itu, PT Fast Food Indonesia Tbk. (FAST) juga terdampak, dengan penurunan saham sebesar 5,70% pada bulan yang sama . Penurunan harga saham berdampak pada PT Akasha Wira Internasional Tbk. (ADES), yang turun 7% dalam dua bulan terakhir, mencapai Rp8.725 per lembar pada 15 November 2023. PT Erajaya Swasembada Tbk. (ERAA) juga terpengaruh oleh boikot terhadap produk terkait Israel, termasuk iPhone. Selain itu, penolakan pembelian produk komputer Hewlett Packard (HP) yang dipasarkan oleh PT Metrodata Electronics Tbk. (MTDL) berpotensi mempengaruhi kinerja finansial MTDL, mengingat perangkat keras HP digunakan oleh militer Israel . PT Map Boga Adiperkasa Tbk. (MAPB) adalah bagian dari MAP Group yang mengelola berbagai merek makanan dan minuman terkenal dari luar negeri. Beberapa merek yang dikelola termasuk Starbucks, Burger King, Pizza Express, Krispy Kreme, Cold Stone Creamery, Godiva, dan Genki Sushi, yang dapat ditemukan di berbagai mal dan pusat perbelanjaan di Indonesia . PT Sarimelati Kencana Tbk. (Pizza Hut di Indonesia) terdampak aksi boikot, yang menyebabkan penurunan laba perusahaan. Pada tahun 2022, margin laba bersih tercatat sebesar -0,6% akibat kerugian, sehingga perusahaan tidak menghasilkan laba bersih. Situasi serupa berlanjut pada tahun 2023, dengan margin laba bersih mencapai -2,7% .
Aksi boikot produk Israel dapat menyebabkan kesulitan keuangan serius bagi perusahaan. Penting bagi pengurus, investor, dan pihak terkait untuk mengenali tanda-tanda awal kesulitan keuangan agar dapat mencegah kebangkrutan . Kebangkrutan menunjukkan perusahaan berada di titik terburuk kesulitan keuangan. Analisis kebangkrutan pada laporan keuangan bertujuan mengidentifikasi indikasi awal kemungkinan kebangkrutan, sehingga perusahaan dapat mengambil langkah pencegahan . Perusahaan dapat memprediksi kebangkrutan menggunakan rasio keuangan, salah satunya melalui metode Altman Z-Score. Metode ini menggabungkan berbagai rasio keuangan untuk mengukur kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan berdasarkan nilai-nilai tertentu .
Metode Z-Score yang ditemukan oleh Altman pada tahun 1968 memiliki kelebihan dibandingkan metode lain dalam memprediksi kebangkrutan. Metode ini menganalisis berbagai aspek, seperti kemampuan perusahaan membayar hutang jangka pendek, menghasilkan keuntungan, dan melunasi semua hutang . Prosesnya sederhana, di mana perusahaan hanya perlu memasukkan angka-angka keuangan ke dalam rumus untuk menghasilkan nilai akhir yang disebut Z-Score, yang diperoleh dari penjumlahan beberapa rasio keuangan yang dikalikan dengan angka tertentu . Model Z-Score dipilih sebagai metode untuk memprediksi kondisi financial distress karena kemudahan penggunaannya, tingkat akurasi yang tinggi, serta penggunaan rasio yang mencerminkan kombinasi antara faktor internal dan eksternal perusahaan . Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya menunjukkan bahwa Perusahaan yang berisiko mengalami kebangkrutan atau kesulitan keuangan telah dikenali bahwa Z-Score sebagai metode yang efektif. Tingkat akurasi ini dievaluasi melalui berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa model ini mampu memprediksi kebangkrutan dengan tingkat kesalahan yang lebih rendah dibandingkan dengan metode lainnya . Model Altman Z-Score yang digunakan untuk memprediksi kemungkinan kebangkrutan suatu perusahaan, telah terbukti efektif dalam memberikan hasil yang akurat dengan menunjukkan keakuratan hingga 95% . Model Altman Z-Score memiliki tiga jenis: Original, Revisi, dan Modifikasi. Model Modifikasi menggunakan empat rasio keuangan yaitu modal kerja terhadap total aset, laba ditahan terhadap total aset, EBIT terhadap total aset, dan nilai buku ekuitas terhadap nilai buku utang untuk menganalisis kebangkrutan. Rasio-rasio ini digunakan untuk menganalisis potensi kebangkrutan perusahaan. Fleksibilitas model memungkinkannya untuk digunakan di beragam tipe perusahaan, termasuk sektor manufaktur dan non-manufaktur, serta perusahaan terbuka maupun tertutup .
Penelitian ini mengadopsi teori sinyal dan teori keagenan. Teori sinyal mendeteksi masalah keuangan melalui sinyal dalam laporan keuangan, seperti penurunan laba atau peningkatan hutang. Teori keagenan menjelaskan risiko kebangkrutan akibat perbedaan kepentingan dan asimetri informasi antara manajemen dan pemilik, di mana pengawasan yang lemah dapat meningkatkan manipulasi informasi yang mengancam keberlangsungan perusahaan. Penelitian yang dilakukan peneliti sebelumnya berdasarkan perhitungan menggunakan metode Altman Z-Score, PT Acset Indonusa Tbk. dan PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk. berada dalam kondisi keuangan yang mengkhawatirkan. PT Acset Indonusa Tbk. memiliki nilai Z-Score yang lebih rendah karena lemahnya indikator X2 dan X3. Meskipun PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk. menunjukkan nilai yang lebih baik, kedua perusahaan tetap terindikasi memiliki risiko kebangkrutan tinggi, karena nilai Z-Score keduanya berada di bawah ambang batas aman 1,8 . Studi serupa telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dalam temuan penelitiannya menunjukkan bahwa nilai Z-Score PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk. dari tahun 2017 hingga 2021 berada di atas ambang Zona Aman, yang mengindikasikan kondisi keuangan yang stabil. Namun, kinerja keuangannya menunjukkan kecenderungan menurun, yang jika tidak ditangani dapat mengakibatkan masalah keuangan dan berisiko mengarah pada kebangkrutan . Penelitian sejenis juga dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang menyatakan bahwa PT Kalbe Farma Tbk. menunjukkan nilai Z-Score yang stabil di atas 2,90 selama periode 2011-2019, yang mengindikasikan bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang sehat. Nilai Z-Score tertinggi tercatat pada tahun 2014 dengan angka 6,18, sementara nilai terendah terjadi pada tahun 2011 sebesar 2,971, meskipun tetap berada dalam kategori aman. Kinerja keuangan perusahaan yang baik ditopang oleh tiga faktor utama: pertumbuhan penjualan, tingginya nilai total aset, dan stabilnya modal kerja . Penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya menunjukkan bahwa PT. Astra International dari tahun 2016 hingga 2020, perusahaan ini berada dalam kategori berpotensi bangkrut pada triwulan I, sementara pada triwulan II masuk dalam area abu-abu. Di sisi lain, PT. Mandom Indonesia menunjukkan kondisi yang sehat atau aman pada kedua triwulan tersebut. PT. Gudang Garam juga berada dalam area abu-abu pada triwulan I dan II. Sementara itu, PT. Sri Rejeki Isman tergolong sebagai perusahaan yang berpotensi bangkrut pada kedua triwulan tersebut .
Hingga saat ini, belum ada penelitian yang secara khusus mengkaji dampak boikot konsumen terkait konflik Israel-Palestina terhadap prediksi kebangkrutan perusahaan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data dari sumber kredibel seperti Kompas.com dan Detik.com untuk memastikan validitas informasi. Fokus penelitian adalah analisis prediksi kebangkrutan menggunakan model Altman Z-Score pada perusahaan yang terdampak boikot di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama 2019-2023. Kebaruan penelitian terletak pada penekanan dampak boikot yang berkaitan dengan isu sosial-politik, serta adaptasi model Altman Z-Score untuk analisis ini. Penelitian ini juga mengintegrasikan teori sinyal dan teori keagenan untuk memberikan kerangka teoritis yang komprehensif, diharapkan dapat memberikan wawasan baru bagi akademisi, praktisi, dan investor mengenai dampak sosial-politik terhadap kesehatan finansial perusahaan.
Pengembangan Hipotesis
Working Capital to Total Assets (X1) Berpengaruh Terhadap Prediksi Kebangkrutan Perusahaan
Berdasarkan penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa rasio Working Capital to Total Assets berdampak positif pada Financial Distress di kalangan perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghindari kesulitan keuangan . Faktor utamanya adalah keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan modal kerja yang cukup untuk memenuhi kewajiban jangka pendek, membiayai operasional harian, dan menjalankan bisnis secara efisien. Pengeluaran-pengeluaran yang diperlukan dapat tertutup berkat ketersediaan aset lancar yang memadai
H1 : Working Capital to Total AssetsBerpengaruh Positif Terhadap Prediksi Kebangkrutan Perusahaan
Retained Earnings to Total Assets (X2) Berpengaruh Terhadap Prediksi Kebangkrutan Perusahaan
Rasio ini mengukur profitabilitas kumulatif, di mana umur perusahaan berpengaruh signifikan. Perusahaan yang lebih lama beroperasi cenderung memiliki akumulasi laba ditahan yang lebih besar, sementara perusahaan muda biasanya menunjukkan rasio rendah, kecuali jika mereka memperoleh laba besar di awal. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa rasio Retained Earnings to Total Assets memiliki korelasi kuat dengan risiko kebangkrutan perusahaan manufaktur di Indonesia. Rasio ini merupakan indikator penting untuk memprediksi kesulitan keuangan perusahaan. Hasil dari Analisis diskriminan telah menunjukkan bahwa rasio Retained Earnings to Total Assets berkontribusi positif terhadap distress keuangan perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia .
H2 : Retained Earnings to Total Assets Berpengaruh Positif Terhadap Prediksi Kebangkrutan Perusahaan
Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets (X3) Berpengaruh Terhadap Prediksi Kebangkrutan Perusahaan
Variabel rasio earnings before interest and tax to total assets memiliki pengaruh positif terhadap financial distress. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis 3, yang menyatakan bahwa rasio tersebut berpengaruh positif terhadap financial distress, "diterima” . Dari studi lain yang telah dilakukan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada variabel yang menyimpang (outlier data). Oleh karena itu, rasio Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets dianggap memenuhi syarat untuk analisis diskriminan. Selain itu, output menunjukkan bahwa nilai Wilks' Lambda dari variabel independen lebih besar dari α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen memiliki pengaruh positif terhadap Financial Distress.
H3 : Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets Berpengaruh Positif Terhadap Prediksi Kebangkrutan Perusahaan
Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities (X4) Berpengaruh Terhadap Prediksi Kebangkrutan Perusahaan
Rasio Market Value Equity terhadap Total Liabilities menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban menggunakan modal sendiri, serta menunjukkan beban utang dibandingkan dengan modal yang dimiliki. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan melunasi semua kewajiban, baik jangka pendek maupun jangka panjang, jika perusahaan dilikuidas . Prediksi kebangkrutan perusahaan dipengaruhi secara signifikan oleh rasio Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities. Dalam model Altman Z-Score, rasio ini ditunjukkan sebagai X4 yang memiliki pengaruh positif terhadap financial distress. Nilai X4 yang lebih tinggi mengindikasikan risiko kebangkrutan yang lebih rendah. Sebuah nilai X4 yang tinggi menunjukkan bahwa ekuitas perusahaan jauh lebih besar dibandingkan dengan total kewajibannya. Hal ini berarti perusahaan lebih mampu menutupi utang dan menghindari financial distress .
H4 : Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities Berpengaruh Positif Terhadap Prediksi Kebangkrutan Perusahaan
Kerangka Konseptual
Figure 2. Gambar 2. Kerangka Konseptual
Pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, yang berpijak pada filosofi positivisme. Dalam pelaksanaannya, penelitian dilakukan terhadap populasi atau sampel yang telah ditentukan, menggunakan instrumen penelitian untuk mengumpulkan data. Pengujian hipotesis yang telah ditetapkan dilakukan melalui analisis data statistik . Dalam penelitian ini, digunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif. Dengan demikian, peneliti menganalisis objek penelitian melalui data numerik. Data sekunder yang diperoleh peneliti melalui perantara atau sumber lain sebagai informasi tambahan digunakan dalam penelitian ini. Data sekunder ini berasal dari buku, jurnal, laporan keuangan, situs resmi, dan sumber lain yang memiliki tingkat kredibilitas yang baik . Sumber data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan yang berafiliasi dengan Israel pada tahun 2019 hingga 2023 yang berasal dari www.idx.co.id situs web resmi Bursa Efek Indonesia. Dalam hal ini, data dalam laporan keuangan yang dipakai adalah laporan laba rugi dan laporan posisi keuangan.
Penelitian menggunakan empat variabel independen berupa rasio keuangan yang terdiri dari Working Capital to Total Asset, Retained Earnings to Total Asset, Earnings Before Interest and Tax to Total Asset, dan Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities yang merupakan variabel independen. Sedangkan untuk variabel dependennya adalah prediksi kebangkrutan.
Definisi Operasional Variabel
Working Capital to Total Assets(X1), Untuk menilai kapasitas perusahaan dalam melunasi utang jangka pendek dengan menggunakan aset yang dimiliki, digunakan sebuah rasio. Modal kerja sendiri dapat dihitung dengan mengurangkan kewajiban lancar dari aset lancar. Berikut adalah indikator-indikatornya :
Figure 3.
Retained Earnings to Total Assets (X2), Pengukuran efisiensi penggunaan aset dalam menghasilkan laba operasional perusahaan dilakukan menggunakan sebuah rasio khusus. Nilai rasio yang tinggi mencerminkan optimalisasi penggunaan aset dan pengurangan risiko kesulitan keuangan, sedangkan nilai rendah menandakan kondisi sebaliknya. Apabila pemegang saham biasa mengizinkan perusahaan melakukan reinvestasi atas laba yang tidak dibagikan sebagai dividen, maka terbentuklah laba ditahan. Perhitungan rasio ini menggunakan rumus spesifik :
Figure 4.
Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets (X3), Efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dari aset-asetnya sebelum dikurangi biaya bunga dan pajak digambarkan oleh rasio ini. Perhitungan rasio ini dapat dilakukan dengan menggunakan rumus tertentu :
Figure 5.
Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities (X4), Untuk menilai kapasitas perusahaan dalam pemenuhan kewajiban keuangannya berdasarkan nilai pasar saham, digunakan sebuah rasio khusus. Perhitungan nilai pasar ekuitas dilakukan dengan mengkalkulasikan jumlah saham yang beredar dikalikan harga pasar per lembar sahamnya. Adapun nilai buku utang merupakan hasil penjumlahan dari kewajiban lancar dan kewajiban jangka panjang. Terdapat rumus spesifik untuk menghitung rasio ini :
Figure 6.
Prediksi Kebangkrutan (Y), perkiraan kondisi di mana perusahaan tidak mampu melunasi seluruh kewajiban finansialnya dengan aset yang tersedia. Metode ini berfungsi sebagai sistem peringatan dini untuk mencegah potensi kegagalan finansial perusahaan. Prediksi kebangkrutan ini diukur menggunakan nilai Altman Z-Score Modifikasi :
Z = 6, 56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4
Dalam penelitian ini, populasi yang diteliti adalah perusahaan yang terdaftar di BEI dan yang mendukung Israel maupun yang berafiliasi dengan Israel seperti McDonald's, Starbucks, Pepsi, Coca-Cola, Nestlé, Unilever, Kraft, Fanta, KFC, Burger King, dan Pizza Hut. Untuk menentukan sampel, peneliti menggunakan metode purposive sampling dengan seleksi pengambilan sampel sebagai berikut:
Metode Pengumpulan Data
Teknik dokumentasi dipilih sebagai metode untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, di mana prosesnya melibatkan pengumpulan informasi dari berbagai dokumen finansial perusahaan. Data yang dihimpun berasal dari laporan keuangan termasuk neraca dan laporan laba rugi, dengan rentang waktu dari tahun 2019 hingga 2023.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan dengan pengumpulan data dari laporan perusahaan yang berkaitan dengan variabel penelitian, kemudian menghitung rasio sesuai rumus yang telah ditetapkan. Selanjutnya, menganalisis dan membahas prediksi financial distress perusahaan dengan menggunakan metode Altman Z-Score, yang bertujuan untuk menetapkan kategori atau menilai tingkat kesehatan keuangan perusahaan secara komprehensif. Analisis data dilakukan menggunakan teknik pengolahan data melalui program SPSS. Dimulai dengan Uji Statistik Deskriptif untuk menganalisis karakteristik sampel data, selanjutnya dilakukan Uji Normalitas dan Uji Hipotesis.
Hasil analisis Z-Score Altman pada tabel 3. Menunjukkan bahwa 10 perusahaan publik Indonesia selama periode 2019-2023 menunjukkan kondisi keuangan yang bervariasi. Beberapa perusahaan seperti PT. Ultrajaya Tbk (ULTJ), PT. Akasha Wira International Tbk (ADES), dan PT. Metrodata Electronics Tbk (MTDL) konsisten mempertahankan kondisi keuangan yang sehat dengan Z-Score tinggi selama 5 tahun berturut-turut. Sebaliknya, PT. Fast Food Tbk (FAST) mengalami penurunan drastis dari status sehat di 2019 menjadi bangkrut selama empat tahun berikutnya. PT. Unilever Indonesia Tbk (UNVR) juga menunjukkan tren penurunan, dari sehat menjadi rawan bangkrut. Dampak pandemi COVID-19 terlihat jelas pada tahun 2020, di mana banyak perusahaan mengalami penurunan tajam, terutama di sektor makanan dan minuman seperti FAST, MAPB, dan PZZA. PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (INDF) dan PT. Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) menunjukkan kemampuan untuk pulih setelah mengalami penurunan. Secara keseluruhan, industri elektronik dan air minum tampak lebih tahan terhadap guncangan ekonomi dibandingkan dengan industri makanan cepat saji dan ritel.
Uji Analisis Deskriptif
Tabel hasil uji analisis deskriptif pada tabel 4. menunjukkan kondisi keuangan lima variabel yang dianalisis dari 45 perusahaan. WCTA memiliki nilai minimum -3,82 dan maksimum -0,23, dengan rata-rata -1,3822, menunjukkan variasi yang besar. RETA berkisar antara -2,19 hingga -0,07, rata-rata -1,1964. EBITTA menunjukkan rentang dari -0,10 hingga 0,36, dengan rata-rata 0,1435, mencerminkan sebagian besar perusahaan memiliki laba positif. EBVL bervariasi antara 0,10 dan 7,99, rata-rata 1,8852. Z-Score memiliki rentang 0,90 hingga 15,53, rata-rata 6,2175, menunjukkan bahwa banyak perusahaan dalam kondisi keuangan baik, meskipun ada yang berisiko tinggi. Analisis ini memberikan wawasan tentang variasi kondisi keuangan yang dapat mempengaruhi prediksi kebangkrutan.
Uji Normalitas
Uji normalitas pada tabel 5. dilakukan menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test pada sampel sebanyak 45 menunjukkan hasil yang signifikan dengan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,069. Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan, di mana nilai signifikansi harus lebih besar dari 0,005 untuk tidak menolak hipotesis nol, hasil ini mengindikasikan bahwa data berdistribusi normal. Dengan demikian, tidak ada bukti yang cukup untuk menyatakan bahwa data tidak mengikuti distribusi normal.
Uji Heteroskedastisitas
Figure 7. Sumber : Output SPSS Ver. 23
Hasil uji heteroskedastisitas pada tabel 6. dapat diinterpretasikan dengan memperhatikan pola sebaran titik pada grafik. Dalam konteks ini, jika titik-titik pada grafik menyebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu, maka dapat disimpulkan bahwa data memenuhi asumsi normalitas. Titik-titik tersebut tersebar merata tanpa adanya pola yang jelas, seperti pengelompokan atau tren tertentu, maka ini mengindikasikan bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model yang digunakan.
Uji Multikolonieritas
Hasil uji pada tabel 7. menunjukkan bahwa semua nilai VIF lebih kecil dari 10 dan nilai Tolerance lebih besar dari 0,1, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi yang digunakan tidak mengalami masalah multikolinieritas. Hal ini memberikan keyakinan bahwa estimasi koefisien regresi adalah stabil dan dapat diandalkan, serta interpretasi dari setiap variabel independen dalam model adalah valid.
Uji Autokorelasi
Hasil yang diperoleh dari tabel 8. uji autokorelasi dengan menggunakan metode Durbin-Watson menunjukkan bahwa nilai Durbin-Watson (DW) yang diperoleh adalah 1,534. Nilai ini mengindikasikan bahwa tidak ada autokorelasi yang terjadi pada residual, karena nilai DW tersebut berada dalam rentang antara -2 dan +2. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa model regresi yang digunakan telah memenuhi asumsi klasik yang diperlukan untuk analisis yang valid dan dapat diandalkan.
Uji T
Hasil uji T dalam tabel 9. menunjukkan bahwa semua variabel independen memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen dalam model regresi. WCTA memiliki koefisien 1,308, t-statistic 7,276, dan p-value 0,000, menunjukkan pengaruh positif yang sangat signifikan. RETA dengan koefisien 0,892, t-statistic 4,227, dan p-value 0,000 juga menunjukkan kontribusi signifikan. EBITTA, dengan koefisien 6,721, t-statistic 3,409, dan p-value 0,002, menunjukkan pengaruh positif yang signifikan. MVEBVL memiliki koefisien 1,196, t-statistic 14,960, dan p-value 0,000, menandakan pengaruh yang sangat signifikan. Secara keseluruhan, semua variabel independen menunjukkan nilai p di bawah 0,05, yang mengindikasikan bahwa mereka secara signifikan mempengaruhi variabel dependen dalam model ini.
Uji Koefesien Determinasi
Hasil uji koefisien determinasi pada tabel 10. biasanya dinyatakan dengan nilai R-squared (R²), memberikan gambaran tentang seberapa besar proporsi variasi dalam variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen dalam model regresi. Nilai R² yang diperoleh adalah 0,976, ini berarti bahwa 97,6% variasi dalam variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen yang dimasukkan dalam model, sementara 2,4% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam analisis. Nilai R² yang tinggi menunjukkan bahwa model regresi memiliki kemampuan yang baik dalam menjelaskan hubungan antara variabel-variabel tersebut.
Dampak Adanya Aksi Boikot Konsumen
Dari analisis data, terlihat bahwa beberapa perusahaan mengalami perubahan kondisi keuangan yang signifikan selama periode 2019-2023, terutama setelah aksi boikot konsumen. PT Fast Food Tbk (FAST) mengalami penurunan drastis dari kondisi sehat di 2019 (Z-Score 4,062) menjadi kondisi bangkrut di tahun-tahun berikutnya, dengan penurunan tajam pada 2020 (Z-Score 0,898) dan mencapai titik terendah pada 2023 dengan Z-Score negatif (-1,698). Tren ini menunjukkan dampak serius dari perubahan pola konsumsi dan kemungkinan pengaruh boikot terhadap operasional perusahaan. Produk utama FAST, seperti KFC dan Taco Bell, yang merupakan makanan cepat saji, tidak mampu bertahan di tengah perubahan tersebut. PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) juga menunjukkan tren penurunan dari status sehat di 2019-2020 menjadi status rawan bangkrut dari 2021-2023, dengan nilai Z-Score yang terus menurun dari 2,947 pada 2019 menjadi 1,412 pada 2023, mengindikasikan tekanan berkelanjutan terhadap fundamental keuangan perusahaan. UNVR menawarkan berbagai produk konsumen yang sangat dikenal, termasuk Bango (kecap), Buavita (jus), AXE (deodorant), Dove (perawatan tubuh), dan Lux (sabun), yang juga terpengaruh oleh perubahan perilaku konsumen. Selain itu, PT Map Boga Adiperkasa Tbk (MAPB) dan PT Sarimelati Kencana Tbk (PZZA) yang bergerak di sektor makanan dan minuman juga mengalami penurunan signifikan setelah 2019, dengan kondisi keuangan berada pada zona bangkrut selama beberapa tahun. MAPB menawarkan berbagai merek terkenal seperti Starbucks, Burger King, dan Krispy Kreme, yang juga terpengaruh oleh aksi boikot. Sementara itu, PZZA, yang dikenal dengan Pizza Hut, mengalami penurunan yang serupa, di mana produk makanan cepat saji mereka tidak mampu bertahan di tengah tekanan pasar. Di tengah tekanan akibat boikot, beberapa perusahaan menunjukkan ketahanan keuangan yang tinggi. PT Akasha Wira International Tbk (ADES) konsisten mempertahankan Z-Score tinggi, bahkan meningkat dari 3,650 pada 2019 menjadi 11,083 pada 2023, yang mengindikasikan fundamental keuangan yang sangat kuat. ADES memproduksi air mineral kemasan, yang merupakan kebutuhan pokok sehari-hari, sehingga permintaannya tetap stabil terlepas dari sentimen boikot. PT Ultrajaya Tbk (ULTJ) dengan produk yang terkenalnya yaitu ultramilk juga menunjukkan ketahanan luar biasa dengan Z-Score tertinggi di antara semua perusahaan sampel, mencapai 15,527 pada 2023, menunjukkan bahwa sektor air minum dalam kemasan memiliki resiliensi tinggi terhadap fenomena boikot konsumen. ULTJ memproduksi susu UHT dan berbagai minuman sehat yang kaya akan nutrisi, menjadikannya kebutuhan penting bagi keluarga. Selain itu, PT Metrodata Electronics Tbk (MTDL) di sektor elektronik juga konsisten mempertahankan kondisi keuangan yang sehat dengan Z-Score di atas 5,7 selama periode penelitian. MTDL menyediakan solusi teknologi informasi dan infrastruktur digital, termasuk laptop Hewlett Packard (HP) dan layanan cloud, yang telah menjadi kebutuhan fundamental bagi operasional bisnis, khususnya setelah pandemi COVID-19 yang mempercepat transformasi digital.
Industri makanan cepat saji dan ritel makanan (FAST, MAPB, PZZA) cenderung lebih rentan terhadap dampak boikot konsumen dibandingkan dengan sektor lain yang sejalan dengan penelitian. Sebaliknya, industri minuman (ADES, ULTJ) dan elektronik (MTDL, ERAA) menunjukkan ketahanan yang lebih baik. Tahun 2020 menjadi titik balik bagi banyak perusahaan dalam sampel, yang mengindikasikan dampak ganda dari pandemi COVID-19 dan kemungkinan munculnya gerakan boikot konsumen. Beberapa perusahaan seperti FAST, MAPB, dan PZZA mengalami penurunan drastis pada tahun tersebut. Namun, perusahaan seperti ADES, MTDL, dan ULTJ tetap mampu mempertahankan kondisi keuangan yang sehat, menunjukkan kemampuan adaptasi dan ketahanan bisnis yang lebih baik. Faktor penyebab kebangkrutan ini meliputi dampak boikot konsumen yang memberikan sinyal negatif kepada pasar, berkontribusi pada penurunan Z-Score dan kondisi keuangan perusahaan, serta perubahan pola konsumsi yang lebih sehat dan meningkatnya kesadaran konsumen terhadap produk yang mereka konsumsi. Selain itu, pandemi COVID-19 pada tahun 2020 menjadi titik balik yang memperburuk kondisi keuangan banyak perusahaan, termasuk yang bergerak di sektor makanan dan minuman, dengan penutupan sementara dan penurunan permintaan yang signifikan. Dampak dari kebangkrutan ini sangat luas, termasuk merusak reputasi perusahaan dan mengurangi kepercayaan investor, yang dapat menyebabkan penurunan nilai saham dan kesulitan dalam mendapatkan pendanaan di masa depan. Kebangkrutan juga sering kali mengakibatkan pemutusan hubungan kerja, berdampak pada ekonomi lokal dan meningkatkan tingkat pengangguran, serta memaksa perusahaan untuk melakukan restrukturisasi guna mencoba kembali ke jalur yang sehat, yang bisa melibatkan pengurangan biaya, penjualan aset, atau perubahan strategi bisnis. Investor dapat mengetahui hasil Z-Score dan memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan menganalisis laporan keuangan, menggunakan formula Z-Score yang melibatkan rasio keuangan penting, serta memantau tren Z-Score dari waktu ke waktu. Selain itu, membandingkan Z-Score perusahaan dengan rata-rata industri juga membantu investor menilai posisi relatif perusahaan dalam sektor yang sama. Dengan memahami dan menganalisis Z-Score, investor dapat membuat keputusan investasi yang lebih baik dan menghindari perusahaan yang berisiko tinggi untuk bangkrut, menjadikannya alat penting dalam manajemen risiko investasi.
Ketiga perusahaan yang tetap stabil di tengah era boikot yaitu ADES, ULTJ, dan MTDL menunjukkan karakteristik unik yang meningkatkan ketahanan bisnis mereka. Salah satu faktor utama adalah posisi produk mereka sebagai kebutuhan dasar yang sulit disubstitusi. ADES menghasilkan air mineral kemasan yang merupakan kebutuhan pokok sehari-hari, sehingga permintaannya tetap stabil terlepas dari sentimen boikot. Serupa dengan itu, ULTJ memproduksi susu UHT dan minuman sehat yang mengandung susu segar alami berkualitas tinggi yang kaya akan berbagai manfaat dari seluruh nutrisi yang terdapat di dalamnya, menjadikannya relatif kebal terhadap fluktuasi permintaan akibat sentimen konsumen. Sementara itu, MTDL menyediakan solusi teknologi informasi dan infrastruktur digital yang telah menjadi kebutuhan fundamental bagi operasional bisnis, khususnya setelah pandemi COVID-19 yang mempercepat transformasi digital. Ketiga perusahaan ini juga memiliki identitas lokal yang kuat, dengan ADES memposisikan diri sebagai produk air mineral dari pegunungan Indonesia, ULTJ secara konsisten mempromosikan dirinya sebagai perusahaan susu nasional yang mendukung peternak lokal, dan MTDL membangun reputasi sebagai perusahaan teknologi lokal yang memahami kebutuhan spesifik pasar Indonesia. Mereka juga melakukan diversifikasi portofolio yang efektif. ADES mengembangkan lini produk premium dan varian rasa, ULTJ memperluas rangkaian produknya mencakup berbagai jenis minuman untuk berbagai segmen pasar, dan MTDL beroperasi di beragam segmen teknologi dari hardware hingga layanan cloud. Kombinasi dari produk esensial, identitas lokal yang kuat, dan diversifikasi produk yang strategis menjadi kunci utama keberhasilan mereka mempertahankan kinerja keuangan yang sehat di tengah tekanan boikot konsumen.Penelitian sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh , , , dan mengindikasikan bahwa boikot konsumen dapat berdampak signifikan pada kinerja keuangan perusahaan, terutama di sektor yang sangat bergantung pada citra merek dan loyalitas pelanggan. Temuan ini sejalan dengan analisis yang menunjukkan penurunan Z-Score menunjukkan bahwa manajemen mungkin tidak berhasil dalam memenuhi harapan pemangku kepentingan, termasuk konsumen dan investor. Ketidakmampuan untuk merespons dengan baik terhadap sentimen konsumen dapat mengakibatkan kerugian finansial yang besar seperti halnya pada perusahaan PT. Fast Food Tbk (FAST), PT. Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT. Map Boga Adiperkasa Tbk (MAPB) dan PT. Sarimelati Kencana Tbk (PZZA) setelah terjadinya aksi boikot, yang mencerminkan efek negatif terhadap kondisi keuangan mereka.
Pengaruh Working Capital to Total Assets Terhadap Prediksi Kebangkrutan
Berdasarkan hasil uji T yang dilakukan dalam penelitian ini, diketahui bahwa variabel Working Capital to Total Assets (WCTA) memiliki nilai koefisien sebesar 1,308, nilai t-statistic sebesar 7,276, dan p-value sebesar 0,000, yang berarti bahwa variabel ini berpengaruh positif dan signifikan terhadap prediksi kebangkrutan perusahaan yang diukur menggunakan model Altman Z-Score. WCTA berfungsi sebagai sinyal positif bagi investor dan pemangku kepentingan lainnya. Semakin tinggi rasio modal kerja terhadap total aset, maka semakin kecil kemungkinan perusahaan mengalami kebangkrutan. Rasio ini menunjukkan seberapa besar porsi aset perusahaan yang tersedia dalam bentuk modal kerja untuk mendukung operasional dan memenuhi kewajiban jangka pendek . Temuan ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh yang juga menyimpulkan bahwa WCTA memiliki pengaruh positif terhadap financial distress pada perusahaan konstruksi di Indonesia. Selain itu, hasil ini memperkuat temuan dalam studi , yang menegaskan bahwa ketersediaan modal kerja yang memadai mencerminkan manajemen keuangan yang sehat, serta meningkatkan kemampuan perusahaan dalam menghadapi tekanan likuiditas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat modal kerja yang tinggi cenderung lebih stabil secara finansial dan lebih mampu menghindari risiko kebangkrutan, khususnya dalam menghadapi tekanan eksternal seperti boikot konsumen . Temuan ini juga sejalan dengan teori Keagenan, yang menekankan pentingnya hubungan antara manajemen dan pemilik perusahaan. Ketersediaan modal kerja yang tinggi mencerminkan keputusan manajerial yang baik dalam mengelola sumber daya perusahaan. Manajemen yang mampu menjaga tingkat modal kerja yang sehat menunjukkan bahwa mereka berkomitmen untuk memenuhi kepentingan pemangku kepentingan, termasuk pemilik dan konsumen. Dalam situasi di mana perusahaan menghadapi boikot, manajemen yang efektif dalam mengelola modal kerja dapat membantu perusahaan untuk tetap stabil dan menghindari risiko kebangkrutan.
Pengaruh Retained Earnings to Total Assets Terhadap Prediksi Kebangkrutan
Berdasarkan hasil uji T dalam tabel 9, variabel Retained Earnings to Total Assets (RETA) memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap prediksi kebangkrutan perusahaan, dengan koefisien regresi 0,892, t-statistik 4,227, dan p-value 0,000, yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini mengirimkan sinyal positif kepada investor dan pemangku kepentingan bahwa perusahaan memiliki akumulasi laba ditahan yang baik, yang mencerminkan kesehatan finansial dan kemampuan untuk mengatasi risiko kebangkrutan Ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu satuan pada rasio RETA akan meningkatkan Z-Score sebesar 0,892 satuan, yang mencerminkan perbaikan kondisi keuangan dan penurunan risiko kebangkrutan. Semakin tinggi rasio RETA, semakin baik posisi keuangan perusahaan dalam menghindari kebangkrutan, terutama bagi perusahaan yang terdampak boikot konsumen, yang memiliki akumulasi laba ditahan yang baik relatif terhadap total aset. Temuan ini sejalan dengan penelitian dan yang menyatakan bahwa rasio Retained Earnings to Total Assets memiliki korelasi kuat dengan risiko kebangkrutan perusahaan dan merupakan indikator penting dalam memprediksi kesulitan keuangan. Temuan ini juga sejalan dengan teori Keagenan dimana ketersediaan laba ditahan yang tinggi mencerminkan keputusan manajerial yang baik dalam mengelola keuntungan perusahaan. Manajemen yang mampu mempertahankan dan menginvestasikan laba ditahan dengan bijak menunjukkan komitmen untuk memenuhi kepentingan pemangku kepentingan, termasuk pemilik dan konsumen. Dalam konteks boikot, manajemen yang efektif dalam mengelola laba ditahan dapat membantu perusahaan untuk tetap stabil dan mengurangi risiko kebangkrutan, karena mereka memiliki cadangan finansial yang dapat digunakan untuk menghadapi tantangan.
Pengaruh Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets Terhadap Prediksi Kebangkrutan
Variabel Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets (EBITTA) terbukti memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap prediksi kebangkrutan perusahaan. Hasil analisis menunjukkan bahwa EBITTA memiliki koefisien sebesar 6,721 dengan nilai t-statistic 3,409 dan p-value 0,002 yang berada jauh di bawah tingkat signifikansi 0,05. Koefisien positif tersebut mengindikasikan bahwa semakin tinggi rasio EBITTA, semakin tinggi pula nilai Z-Score yang mengartikan risiko kebangkrutan yang lebih rendah. Hal ini sejalan dengan hipotesis penelitian yang diajukan bahwa EBITTA berpengaruh positif terhadap prediksi kebangkrutan. Rasio EBITTA menggambarkan efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dari aset-asetnya sebelum dikurangi biaya bunga dan pajak . Rasio ini berfungsi sebagai sinyal positif bagi investor dan pemangku kepentingan, menunjukkan bahwa perusahaan efektif dalam menghasilkan keuntungan dari asetnya. Ketika perusahaan mampu menunjukkan kinerja operasional yang baik, hal ini dapat meningkatkan kepercayaan pasar dan mengurangi persepsi risiko, terutama dalam situasi di mana perusahaan menghadapi tekanan eksternal seperti boikot konsumen. Koefisien yang relatif besar pada variabel ini menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba operasional menjadi faktor yang sangat penting dalam menentukan kondisi keuangan perusahaan. Perusahaan yang mampu memanfaatkan asetnya secara efektif untuk menghasilkan laba memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap risiko financial distress, terutama bagi perusahaan yang menghadapi situasi khusus seperti dampak dari aksi boikot konsumen. EBITTA juga mencerminkan keputusan manajerial yang baik dalam mengelola aset dan menghasilkan laba. Manajemen yang mampu memanfaatkan aset secara efektif untuk menghasilkan laba operasional menunjukkan komitmen untuk memenuhi kepentingan pemangku kepentingan, termasuk pemilik dan konsumen. Studi yang dilakukan oleh , dan mendukung hasil ini, menunjukkan bahwa nilai Wilks' Lambda untuk variabel independen lebih besar dari α = 0,05, yang mengindikasikan bahwa EBITTA berpengaruh positif terhadap financial distress.
Pengaruh Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities Prediksi Kebangkrutan
Berdasarkan hasil uji t yang ditampilkan dalam penelitian ini, diketahui bahwa variabel Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities (MVEBVL) memiliki koefisien sebesar 1,196 dengan nilai t-statistic sebesar 14,960 dan nilai signifikansi (p-value) 0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa MVEBVL berpengaruh positif dan signifikan terhadap prediksi kebangkrutan perusahaan yang diukur dengan model Altman Z-Score. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa semakin tinggi nilai MVEBVL, maka semakin besar nilai ekuitas pasar yang dimiliki perusahaan dibandingkan dengan total kewajibannya. Hal ini mengirimkan sinyal positif kepada investor dan pemangku kepentingan bahwa perusahaan memiliki kekuatan finansial yang baik untuk memenuhi kewajibannya. Ketika perusahaan menunjukkan nilai pasar ekuitas yang tinggi, ini dapat meningkatkan kepercayaan investor dan kreditor, serta mengurangi persepsi risiko kebangkrutan, terutama dalam situasi di mana perusahaan menghadapi tekanan eksternal seperti boikot konsumen. MVEBVL mencerminkan keputusan manajerial yang baik dalam mengelola struktur modal perusahaan. Ketersediaan ekuitas pasar yang lebih besar dibandingkan dengan kewajiban menunjukkan bahwa manajemen telah berhasil dalam menciptakan nilai bagi pemegang saham dan menjaga keseimbangan antara utang dan ekuitas. Dalam konteks boikot, perusahaan yang memiliki rasio MVEBVL yang tinggi dapat lebih mudah memenuhi kewajiban finansialnya, sehingga mengurangi risiko kebangkrutan dan menunjukkan komitmen manajemen untuk memenuhi kepentingan pemangku kepentingan. Dengan demikian, perusahaan memiliki kemampuan lebih besar dalam memenuhi kewajibannya dan risiko mengalami financial distress menjadi lebih kecil. Rasio ini mencerminkan kekuatan modal sendiri perusahaan dalam menutupi seluruh utangnya apabila terjadi likuidasi. Semakin besar nilai pasar ekuitas dibandingkan nilai buku kewajiban, semakin baik posisi keuangan perusahaan di mata investor dan kreditor . Temuan ini juga konsisten dengan studi sebelumnya seperti yang dikemukakan oleh , dan , yang menyatakan bahwa rasio MVEBVL merupakan indikator yang efektif dalam mendeteksi risiko kebangkrutan pada perusahaan, terutama dalam konteks tekanan keuangan akibat faktor eksternal seperti boikot konsumen.
Analisis periode 2019-2023 menunjukkan bahwa boikot konsumen berdampak signifikan pada kondisi keuangan beberapa perusahaan, seperti PT Fast Food Tbk, PT Unilever Indonesia Tbk, PT Map Boga Adiperkasa Tbk, dan PT Sarimelati Kencana Tbk yang mengalami penurunan status hingga rawan atau bangkrut, terutama setelah pandemi COVID-19. Sebaliknya, perusahaan seperti PT Akasha Wira International Tbk, PT Ultrajaya Tbk, dan PT Metrodata Electronics Tbk mampu mempertahankan ketahanan finansial berkat produk esensial, identitas lokal kuat, dan diversifikasi portofolio. Model Altman Z-Score mengonfirmasi bahwa manajemen modal kerja yang baik, laba ditahan yang kuat, laba operasional efektif, dan nilai pasar ekuitas yang tinggi berkontribusi pada ketahanan perusahaan menghadapi tekanan eksternal. Penelitian ini memiliki keterbatasan pada periode pengamatan yang singkat dan belum memasukkan faktor non-finansial serta variabel eksternal lain seperti pandemi dan inflasi. Oleh karena itu, disarankan agar penelitian selanjutnya memperpanjang periode pengamatan, melakukan studi komparatif, mengintegrasikan model prediksi kebangkrutan lain, memasukkan variabel non-finansial, serta menambah analisis kualitatif dan mengembangkan model yang disesuaikan dengan tekanan sosial-politik seperti boikot konsumen.
Ucapan Terima Kasih
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya yang selalu memberikan dukungan, doa, dan semangat tanpa henti selama proses penyusunan skripsi ini. Kasih sayang dan motivasi dari Bapak dan Ibu menjadi sumber kekuatan terbesar bagi saya. Tidak lupa, saya juga berterima kasih kepada teman-teman saya yang selalu memberikan dorongan, bantuan, dan keceriaan sehingga perjalanan menyelesaikan skripsi ini menjadi lebih ringan dan menyenangkan. Kebersamaan dan support kalian sangat berarti bagi saya.
[1] A. Jaelani and Y. Nursyifa, “Perilaku Konsumen Islam Terhadap Boikot Produk Israel,” 2024.
[2] “Aksi Boikot Produk Terafiliasi Israel Dorong Masyarakat Beralih ke Produk Lokal,” Tempo.
[3] E. Mardeson and H. Mardesci, “Fenomena Boikot Massal (Cancel Culture) di Media Sosial: The Phenomenon of Cancel Culture on Social Media,” Jun. 2022.
[4] M. Fadillah, A. Jam, and M. Muchran, “Dampak Pemboikotan Produk yang Berafiliasi Israel pada Kinerja Keuangan yang Terdaftar di BEI (Tahun 2023),” Jun. 2024.
[5] H. Novanti, “Tantangan dan Peluang: Analisis Dampak Boikot Terhadap Kinerja Saham Perusahaan yang Terlibat Kontroversi Isu Israel,” Yudishtira Journal: Indonesian Journal of Finance and Strategy Inside, 2023, doi: 10.53363/yud.v3i3.85.
[6] I. Prawira, R. E. Irawan, and K. Karen, “Objektivitas Tiga Media Siber Indonesia: Studi Konten Berita Konflik Israel–Palestina,” JWP (Jurnal Wacana Politik), vol. 6, no. 2, p. 95, Oct. 2021, doi: 10.24198/jwp.v6i2.35073.
[7] J. S. Putra, R. Saaulia, and S. Adnis, “Yasser Arafat dan Konflik Palestina–Israel (Tinjauan Sejarah),” Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, vol. 10, no. 1, pp. 1–12, May 2020, doi: 10.15548/khazanah.v10i1.265.
[8] M. Puspadini, “Nasib Terkini Saham yang Terimbas Boikot Israel,” CNBC Indonesia, Nov. 2023.
[9] A. Pujiastuti, “Mengungkap Dampak Boikot Terhadap Nilai Pasar Perusahaan,” Dec. 2023.
[10] M. Handayani, “Gerakan Boikot Produk Pendukung Israel Terhadap Perdagangan Saham di Indonesia,” Jurnal Akademi Akuntansi Indonesia Padang, vol. 4, no. 1, pp. 106–114, Jul. 2024, doi: 10.31933/z7bftz98.
[11] S. N. Daniel, “Analisis Kinerja Keuangan PT Sarimelati Kencana Tbk Tahun 2022–2023,” Jun. 2024. [Online]. Available: www.jurakunman.stiesuryanusantara.ac.id
[12] F. Fenoria, “Boikot Produk Israel Meningkat, Usaha dan Bisnis Indonesia Berpotensi Kena Dampak.”
[13] S. W. Ningsih, “Analisis Rasio Keuangan Terhadap Financial Distress Dengan Nilai Perusahaan Sebagai Variabel Intervening Pada Perusahaan Properti dan Real Estate Tbk,” Jurnal Manajerial Bisnis, vol. 6, no. 2, pp. 136–146, Mar. 2023, doi: 10.37504/jmb.v6i2.510.
[14] Sardiyo, I. M. Kesuma, A. Andrinaldo, and N. Triwulan, “Analisis Prediksi Kebangkrutan pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia,” Jurnal Media Ekonomi (JURMEK), vol. 28, Mar. 2023.
[15] G. S. J. Kurniawan Rahmad, “Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Berdasarkan Model Altman Z-Score: Studi Kasus PT BFI Finance Indonesia Tbk Periode 2016–2020,” Jurnal Mahasiswa Akuntansi Poltekba, 2021.
[16] E. Susilawati, “Analisis Prediksi Kebangkrutan dengan Model Altman Z-Score pada Perusahaan Semen di Bursa Efek Indonesia Periode 2012–2018,” FAIRVALUE: Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Keuangan, vol. 2, Jul. 2019. [Online]. Available: https://www.cnbcindonesia.com/market/20180719130047-17-24349/industri-semen-
[17] V. Silvianti and S. Aslamiyah, “Analysis of Bankruptcy Prediction Using the Altman Z-Score Method for the 2019–2022 Period: Case Study at PT X in East Java,” 2024. [Online]. Available: http://journal.yrpipku.com/index.php/msej
[18] D. R. A. Tamudia, J. Morassa, and H. R. N. Wokas, “Working Capital to Total Assets, Retained Earnings to Total Assets, Earnings Before Interest and Tax to Total Assets, Book Value of Equity to Total Debt Terhadap Financial Distress: Studi Perusahaan Konstruksi di BEI 2017–2021,” 2022.
[19] P. Renalita and S. Tanjung, “Comparative Analysis of Altman Z-Score, Springate, Zmijewski and Ohlson Models in Predicting Financial Distress,” EPRA Int. J. Multidisciplinary Research, 2020, doi: 10.36713/epra2013.
[20] S. Sembiring and C. Sinaga, “Analisis Akurasi Model Altman, Grover, Springate, Zmijewski Dalam Memprediksi Financial Distress: Studi Perusahaan Ritel BEI,” JRAK, vol. 8, no. 2, pp. 299–311, Sep. 2022.
[21] M. Kinanti, D. P. Anggraini, and R. Kusumastuti, “Prediksi Kebangkrutan Menggunakan Altman Z-Score: Studi Kasus PT Acset Indonusa Tbk dan PT Nusa Kontruksi Enjiniring Tbk,” MAKREJU, vol. 1, no. 3, pp. 1–14, Aug. 2023, doi: 10.55606/makreju.v1i1.1597.
[22] M. Zaky, “Analisis Financial Distress Menggunakan Altman Z-Score untuk Memprediksi Kebangkrutan PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) Periode 2017–2021,” Apr. 2022.
[23] R. Aini, A. Idris, and R. Ayuanti, “Analisis Prediksi Kebangkrutan Menggunakan Altman Z-Score,” Competitive Jurnal Akuntansi dan Keuangan, vol. 6, 2022.
[24] K. D. Setyaningrum, A. D. R. Atahau, and I. M. Sakti, “Analisis Z-Score Untuk Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan Manufaktur Masa Pandemi COVID-19,” Jurnal Riset Akuntansi Politala, vol. 3, no. 2, pp. 74–87, Dec. 2020, doi: 10.34128/jra.v3i2.62.
[25] V. D. Anisa, “Analisis Variabel Kebangkrutan Terhadap Financial Distress dengan Metode Altman Z-Score,” 2019.
[26] J. Muclish and S. Alang, “Comparison Analysis of Bankruptcy Prediction Models Using Springate and Altman Z-Score at PT Gajah Tunggal Tbk,” Jurnal Bisnis dan Manajemen, vol. 8, no. 2, pp. 11–21, 2021. [Online]. Available: http://e-journal.stie-aub.ac.id
[27] A. Kurniadi, “Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Financial Distress Perusahaan Manufaktur di BEI,” Jurnal Ilmiah Manajemen Kesatuan, vol. 9, no. 3, pp. 495–508, Dec. 2021, doi: 10.37641/jimkes.v9i3.511.
[28] N. Hikmah and K. Mutmainah, “Determinants of Bankruptcy Prediction Using Altman Z-Score,” JEBE, vol. 3, no. 1, 2021. [Online]. Available: www.idx.co.id
[29] M. Ali, T. Hariyati, M. Y. Pratiwi, and S. Afifah, “Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Penerapannya,” 2022.
[30] Karlingsih, “Analisis Financial Distress Dengan Altman Z-Score,” Competitive Jurnal Akuntansi dan Keuangan, vol. 5, 2021.
[31] R. Sumolang, “Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Properti Terdaftar di BEI dengan Altman Z-Score,” Productivity, 2021.
[32] M. Wulansari, “Analisis Kinerja Keuangan dengan Altman Z-Score dan Springate pada Industri Otomotif BEI,” Jurnal Manajemen dan Bisnis, vol. 3, Jan. 2022.
[33] S. Tania, L. N. Pratiwi, and B. Laksana, “Prediksi Kebangkrutan Menggunakan Altman Z-Score Modifikasi pada PT Inti (Persero),” Indonesian Journal of Economics and Management, vol. 1, no. 3, pp. 628–633, Jul. 2021.
[34] R. M. Suatin, “Produk Susu Nestle Diboikot, Ini 6 Referensi Susu Lokal Asli Buatan Indonesia,” Jun. 2024.
[35] A. I. Alifya et al., “Analisis Dampak Gerakan Boikot Produk Pro-Israel Terhadap Penjualan Starbucks dan Kopi Lokal di Indonesia,” Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi, Jun. 2024. [Online]. Available: http://jurnal.kolibi.org/index.php/neraca
[36] I. Solihah, M. Huda, V. Yani, and F. Rahmawati, “Aksi Boikot Produk Berafiliasi Israel dan Kinerja Keuangan PT Unilever Indonesia,” EKOMA: Jurnal Ekonomi, vol. 4, no. 3, Mar. 2025. [Online]. Available: www.idx.co.id
[37] R. T. Ariska, M. Arief, and Prasetyo, “Gender Diversity and Financial Ratios on Financial Distress in Manufacturing Companies,” International Journal of Economics, Business and Accounting Research, vol. 5, 2021. [Online]. Available: www.idx.co.id
[38] D. R. A. Tamudia, J. Morassa, and H. R. N. Wokas, (duplicate of [18]), 2022.
[39] Y. Ramadhan and Marindah, “Financial Distress Analysis in an Indonesian Textile Company,” 2021, doi: 10.18502/kss.v5i5.8846.
[40] C. Randi, M. Ihsan, and A. Hendrani, “Mendeteksi Financial Distress Perusahaan Ritel Go Public di Indonesia Menggunakan Model Grover,” Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Keuangan, vol. 5, no. 4, 2022. [Online]. Available: https://journal.ikopin.ac.id/index.php/fairvalue
[41] A. A. Toly, R. Permatasari, and E. Wiranata, “Financial Ratio (Altman Z-Score) and Bankruptcy Prediction in the Indonesian Manufacturing Sector 2016–2018,” 2020. [Online]. Available: www.idx.co.id
[42] Karlingsih, “Analisis Financial Distress Menggunakan Model Altman Z-Score,” Competitive Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 2021.
[43] G. D. Natalia and E. Sulistyowati, “Kinerja Keuangan dan Potensi Kebangkrutan Perusahaan Manufaktur Masa Pandemi COVID-19,” 2020. [Online]. Available: www.news.detik.com