The general background waste management is a critical issue for sustainable community development, particularly in rural areas where resources are often constrained. Specific background in Wedoroklurak Village, effective waste management practices have become increasingly necessary due to rising waste production and its environmental impacts. Knowledge Gap: Although there is considerable literature on community-based waste management, there is limited research examining the specific roles of village governments in facilitating effective waste management strategies. Aims this study to analyze the roles of the village government in waste management, particularly its functions as a facilitator, mobilizer, and regulator. Results: The research findings reveal that the village government has successfully served as a facilitator by providing essential infrastructure, such as waste disposal facilities and educational resources for residents. Moreover, it has acted as a mobilizer by encouraging community participation through training programs. However, the government’s regulatory role has been inadequate, primarily relying on informal agreements rather than formal regulations. Novelty this study contributes valuable insights into the governance of waste management in rural contexts, emphasizing the need for more robust regulatory frameworks. Implications the findings suggest that strengthening regulatory measures can significantly improve waste management practices and promote sustainable environmental health in rural communities.
Highlights:
Keywords: Waste Management, Government, Community, Facilitator, Mobilizer
Sampah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik domestik (rumah tangga) maupun industri. Dalam Undang-undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang ke lingkungan. Ditinjau dari sumbernya, sampah berasal dari beberapa tempat, yakni pertama, Sampah dari pemukiman penduduk pada suatu pemukiman biasanya sampah dihasilkan oleh suatu keluarga yang tinggal di suatu bangunan atau asrama. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya organik, seperti sisa makanan atau sampah yang bersifat basah, kering, abu plastik dan lainnya. Kedua, Sampah dari tempat-tempat umum dan perdagangan tempat tempat umum adalah tempat yang dimungkinkan banyaknya orang berkumpul dan melakukan kegiatan. Tempat-tempat tersebut mempunyai potensi yang cukup besar dalam memproduksi sampah termasuk tempat perdagangan seperti pertokoan dan pasar. Jenis sampah yang dihasilkan umumnya berupa sisa-sisa makanan, sayuran dan buah busuk, sampah kering, abu, plastik, kertas, dan kaleng-kaleng serta sampah lainnya. Kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari sampah dan dalam kegiatannya manusia senantiasa menghasilkan sampah baik sampah organik maupun non organik. Menurut Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2022, dari 202 kab/kota se Indonesia menyebut bahwa total timbunan sampah nasional mencapai angka 21.1 juta ton [1]. Dari total produksi sampah nasional tersebut, 65.71% (13.9 juta ton) dapat terkelola, sedangkan sisanya 34,29% (7,2 juta ton) belum terkelola dengan baik. Indonesia termasuk ke dalam 10 negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Banyaknya penduduk yang tinggal di sebuah negara tentunya akan menumpulkan sejumlah persoalan, diantaranya adalah produksi sampah dan pengolahannya.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga menyebutkan bahwa produksi sampah di Indonesia mencapai 175.000 ton per hari. Rata-rata satu orang penduduk Indonesia menyumbangkan sampah sebanyak 0.7kg per hari, dan jika dikalkulasi dalam skala tahunan, Indonesia menghasilkan sampah sebanyak 64 juta ton. Dalam hal ini merupakan jumlah yang sangat besar namun bukan jumlah yang patut untuk dibanggakan. Salah satu kontributor penyumbang terbesar sampah adalah di kota-kota metropolitan dan kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Jogjakarta dan Surabaya. Pihak KLHK menerangkan bahwa sumber sampah yang paling dominan berasal dari rumah tangga (48%), 24% sampah berasal dari pasar tradisional dan 9% berasal dari kawasan komersial. Sisanya berasal dari fasilitas publik, sekolah, kantor, jalan dan sebagainya [2]. Jenis sampah yang paling banyak dihasilkan adalah sampah organik yaitu sisa makanan dan tumbuhan, kemudian plastik dan kertas. Pemerintah Indonesia berperan dalam pengolahan sampah melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam undang undang tersebut disebutkan bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Paradigma baru dalam pengelolaan sampah sebagai sumber daya yang memiliki nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan perlu dikembangkan secara maksimal. Pemanfaatan sampah tersebut diantaranya digunakan sebagai sumber energi, pembuatan pupuk kompos maupun bahan baku industri. Pada 28 Oktober 2018, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Perpres Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga yang menjadi peta jalan menuju Indonesia Bersih Sampah 2025. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib membiayai penyelenggaraan pengelolaan sampah, pembiayaan tersebut berasal dari APBN dan APBD. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat memberikan kompensasi kepada masyarakat sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah. Kompensasi yang dimaksud berupa relokasi, pemulihan lingkungan, biaya kesehatan, pengobatan, dan kompensasi dalam bentuk lain, sehingga masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Peran masyarakat antara lain pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah, perumusan kebijakan pengelolaan sampah, dan/atau pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan.
Salah satu inisiatif terbesar yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam mengatasi sampah adalah melalui program “ Indonesia Bebas Sampah 2025”. Program ini bertujuan untuk mengurangi sampah plastik hingga di tempat pembuangan ahir pada tahun 2025. Selain itu Pemerintah Indonesia telah membuat langkah strategis untuk mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai. Hal ini dibuktikan dengan pemerintah telah membuat larangan penggunaan kantong plastik gratis di toko-toko modern seperti supermarket maupun minimarket. Cara ini telah banyak membantu mengurangi jumlah sampah. Sebagai wujud dukungan terhadap hal tersebut, Pemerintah Indonesia memberikan dukungan untuk pengembangan industri daur ulang plastik melalui kebijakan dan bantuan modal. Kegiatan tersebut tidak hanya dapat mengurangi sampah, namun juga berkontribusi dalam membuka lapangan kerja baru serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat [3].
Pemerintah DKI Jakarta juga menerapkan Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2021 Tentang Bank Sampah, yang bisa menjadi acuan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat soal pemilahan sampah. Selain itu DKI Jakarta juga turut menerapkan 3R yaitu reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali) dan recycle (mendaur ulang). Pemerintah DKI Jakarta juga sudah menerapka n regulasi Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019 Tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan dan Pasar Rakyat. Untuk menggugah penduduk Jakarta agar lebih memperhatikan sampahnya sebelum membuang, DLH DKI Jakarta turut menggandeng anggota PKK untuk mengedukasi dan memberikan sosialisasi pada masyarakat, Berdasarkan laman Antaranews 5/6/2023. Dilansir dari Antaralampung 26/10/2022 Pemprov Lampung memperkuat peran bank sampah dalam upaya penanganan sampah dan pemeliharaan kebersihan lingkungan di wilayahnya. Pemerintah Provinsi Lampung membentuk bank sampah di tiap daerah ditujukan untuk meningkatkan upaya pengelolaan sampah secara mandiri dalam masyarakat. Bank sampah bisa mengumpulkan dari warga dan menyalurkan sampah yang sudah dipilah ke pengolah sampah yang akan menjadikannya sebagai produk bernilai ekonomi. Di tempat lain, Pemerintah Kota Pekalongan melakukan upaya untuk mengurangi jumlah sampah dan meningkatkan pengolahan sampah di Kota Pekalongan, salah satunya rencana membangun Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Komunal guna menggerakkan warga untuk mengelola sampah. Hal ini dilakukan sebagai pola pendekatan pengelolaan sampah pada skala komunal atau kawasan dengan melibatkan peran aktif masyarakat melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat, dikutip dari laman pekalongankota.go.id 9/3/2022 [4].
Pemerintah Sidoarjo juga melakukan upaya pengolahan sampah, salah satunya dengan mendorong tiap tiap desa mempunyai TPS mandiri di lingkungannya. Diharapkan dengan adanya TPS di tiap desa, dapat meminimalisir jumlah sampah yang di bawa ke TPA Jabon. Dikutip dari halaman infopublik.id 16/10/2021, Pemerintah Sidoarjo juga fokus menangani sampah melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Sidoarjo, Pemkab Sidoarjo menerapkan kebijakan bahwa Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jabon sudah tidak lagi menerima sampah yang belum dipilah. TPA Jabon hanya menerima sampah residu atau yang tidak bisa diolah lagi untuk mengurangi volume dan memaksimalkan pengolahan di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST). Pemerintah Sidoarjo juga memperkuat standar pemilahan sampah di 7 TPST Kawasan dan sebanyak 113 TPST Desa. Tidak hanya itu, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo juga berencana membangun dua TPST Kawasan baru di Kecamatan Sukodono dan Kecamatan Sedati untuk mengoptimalkan pengolahan sampah. Kesungguhan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam pengelolaan sampah ini dibuktikan dengan adanya Perbup 116 dan 117 tahun 2022 terkait biaya pengangkutan sampah, diharapkan dengan adanya perbup ini, pengolahan sampah yang menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi pemerintah dapat terselesaikan [5].
Desa Wedoroklurak merupakan salah satu desa di kabupaten sidoarjo, desa ini memiliki luas 22 ha dengan jumlah penduduk sebanyak 4515 jiwa. Sama dengan pemerintahan di atasnya, pemerintah Desa Wedoroklurak juga berkomitmen untuk mengatasi permasalah sampah di wilayahnya, pemerintah Desa Wedoroklurak memberi perhatian pada pengolahan sampah, tujuan utama pemerintah desa dalam pengolahan sampah ini adalah agar Desa Wedoroklurak bisa mandiri dalam hal pengolahan sampah. Langkah nyata pemerintah Desa Wedoroklurak dalam pengentasan permasalahan sampah adalah penyertaan anggaran untuk pengembangan sarana dan prasarana dalam hal penanganan sampah. Sampai saat ini Pemerintah Desa Wedoroklurak bergerak nyata dalam hal penanganan sampah, antara lain : mengalihfungsikan sebagian Tanah Kas Desa untuk di manfaatkan menjadi TPS, membangun gedung untuk di manfaat kan menjadi tempat pengolahan sampah. Kedua, Pemerintah Desa Wedoroklurak juga membentuk unit Bumdes yang menangani pengolahan sampah. Dan yang terakhir, Pemerintah Desa memberikan penyuluhan kepada warga masyarakat terkait penanganan dan pengolahan sampah [6].
Adapun proses pengolahan sampah dimulai dari pengambilan sampah di tiap-tiap rumah oleh petugas angkut, kemudian sampah-sampah tersebut dibawa ke TPST Merpati Putih Desa Wedoroklurak. Sesampainya di TPST ada kegiatan pengolahan sampah, yang mana sampah tersebut akan menjalani pemilahan. Pemilahan yang dilakukan menggunakan mesin conveyor dan mesin pemilah untuk memilah sampah yang memiliki nilai jual seperti plastik, kardus, kaca, kertas plastik kertas dll. sehingga sampah residu yang tidak memiliki nilai jual seperti sterefoam, pampers, dahan kayu dapat di sisihkan untuk dikelola lebih lanjut. Adapun sampah yang bernilai jual kemudian melalui proses press untuk dijual, sedangkan sampah residu dikirim ke TPA Griyo Mulyo Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo sebagai tempat pembuangan akhir. Sampai dengan saat ini TPST Merpati Putih sendiri mampu memperkerjakan 12 orang warga desa Wedoroklurak sebagai bentuk pemberdayaan dan menciptakan lapangan kerja. Dari 12 pekerja tersebut, 7 diantaranya sebagai pengangkut sampah dari rumah-rumah warga ke TPST, 5 orang pekerja lainnya sebagai pemilah sampah. Tidak menutup kemungkinan, jika area TPST diperluas maka akan mampu menerima sampah untuk dipilah lebih banyak lagi sehingga dapat meningkatkan pendapatan asli desa dan menciptakan lapangan kerja baru untuk warga. Pemerintah Desa Wedoroklurak sendiri sudah mengalokasikan sebagaian APBDes nya untuk pengelolaan sampah. Pengalokasian APBDes untuk pengelolaan sampah dapat dilihat pada tabel berikut ini :
No | Tahun | Anggaran | Alokasi |
---|---|---|---|
1 | 2018 | Rp 41.363.050 | Penyiapan lahan TPS dan pembelian tong sampah |
2 | 2019 | Rp 157.148.709 | Pembangunan TPS dan pembelian bak Sampah |
3 | 2020 | Rp 23.940.663 | Betonisasi lantai TPS |
4 | 2021 | Rp 210.026.890 | Pembangunan atap TPS dan pembelian mesin conveyor |
5 | 2023 | Rp 12.233.900 | Lanjutan pembangunan atap TPS |
Berdasarkan Tabel 1. Pemerintah Desa Wedoroklurak sudah memberikan perhatian khusus pada bidang pengolahan sampah yang dimulai pada tahun 2018 dengan menganggarkan dana sebesar Rp. 41.363.050 (empat puluh satu juta tiga ratus enam puluh tiga lima puluh rupiah ) dari APBdes yang digunakan untuk penyiapan lahan tps dalam bentuk pembuatan pondasi bangunan TPST . Selanjutnya pada tahun 2019 Pemerintah Desa Wedoroklurak menganggarkan Kembali pagu sebesar Rp. 157.148.709 (seratus lima puluh tujuh seratus empat puluh delapan tujuh ratus sembilan rupiah ) dimana anggaran tersebut digunakan untuk pembangunan gedung TPST dan pembelian bak sampah. Pada tahun 2020 pemerintah Desa Wedoroklurak menganggarkan dana sebesar Rp. 23.940.663 ( Dua puluh tiga juta sembilan ratus empat puluh ribu enam ratus enam puluh tiga rupiah ) untuk pembangunan lantai TPST. Kemudian pada tahun 2021 pemerintah desa menganggarkan dana sebesar Rp. 210.026.890 (Dua ratus sepuluh juta dua puluh enam ribu delapan ratus sembilan puluh rupiah ) untuk di belanjakan sarana dan prasarana berupa mesin conveyor, mesin pemilah dan atap TPST. Dan pada tahun 2023 pemerintah desa masih tetap menganggarkan sebesar Rp 12.233.900 ( dua belas juta dua ratus tiga puluh tiga ribu sembilan ratus rupiah ) untuk pengembangan TPST berupa finishing atap TPST.
Dari hasil analisis dan wawancara, terdapat beberapa permasalahan pada peran Pemerintah Desa Wedoroklurak dalam hal pengelolaan sampah antara lain Pertama, Pemerintah Desa Wedoroklurak kurang mengalokasikan anggaran pengolahan sampah di APBDesnya setiap tahun, mengingat volume sampah yang setiap hari terus menerus bertambah namun tidak diikuti dengan dukungan sarana dan prasarana yang memadai, seperti tidak tersedianya alat incinerator yang berfungsi untuk pembakaran sampah residu, kurang luasnya area TPST, luas TPST juga berpengaruh pada proses pengelolaan sampah. TPST yang luas dibutuhkan dalam proses pengolahan sampah, yang salah satu fiungsinya adalah sebagai tempat menyimpanan hasil pilah sampah Kedua, Pemerintah Desa juga mengalami kesulitan untuk merubah pola hidup masyarakat yang apatis terhadap kelestarian lingkungan. Masyarakat sudah terlalu lama dalam kebiasaan yang abai terhadap kelestarian lingkungan, sehingga perlu upaya extra oleh pemerintah Desa dalam mengubah pola hidup masyarakat terhadap kelestarian lingkungan. Ketiga, Pemerintah Desa Wedoroklurak sampai saat ini belum mempunyai kebijakan yang mengatur warga desa terkait sampah, di butuhkan aturan yang dapat di jadikan dasar oleh semua pihak dalam pengelolaan sampah di Desa Wedoroklurak.
Untuk mengetahui bagaimana Peran Pemerintah Desa Terhadap Pengelolaan Sampah di Desa Wedoroklurak Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo, penulis menggunakan indikator dari teori peran Edy Suhardono (2016:38) beliau menyatakan bahwa peran merupakan patokan yang membatasi apa yang mesti dilakukan seseorang dalam menduduki jabatan, dalam konteks ini Pemerintah Desa berperan mencakup tiga hal, yaitu: Pertama, Fasilitator adalah tindakan pemerintah desa dalam penyedia fasilitas sarana dan prasarana yang mendukung proses pemerintahan dan Pembangunan. Kedua, Mobilisator adalah pemerintah desa yang mengarahkan atau menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan sebuah pembangunan untuk kepentingan bersama. Ketiga, Regulator adalah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan pembangunanan (menerbitkan peraturan-peraturan dalam rangka efektivitas dan tata tertib admnistrasi pembangunan) [7].
Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hilda Permatasai ( 2022 ) yang berjudul “Peran Pemerintah Batu Dalam Pengolahan Sampah Domestik”. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara, observasi dan dokumentasi. Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui gambaran proses pengelolaan sampah domestik di Kota Batu, (2) untuk memberikan evaluasi peran pemerintah dalam proses pengelolaan sampah domestik di Kota Batu dan (3) untuk mengetahui gambaran strategi dalam pengelolaan sampah domestik di kota Batu. Dan hasil penelitian ini adalah ini adalah pertama, proses pengelolaan sampah dengan dioperasionalkan sarana dan prasarana sanitary landfill dengan melakukan proses Pencatatan sampah, Pemilahan sampah organic dan anorganik yang kemudian diproses sesuai dengan jenis sampah tersebut. Kedua, peran pemerintah dalam pengelolaan sampah dengan melakukan pemantauan secara rutin ke TPA dan mengadakan adanya program kerja yang dilakukan pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Dan yang ketiga, strategi yang dilakukan sesuai dengan Kebijakan Strategi Nasional Pengembangan Pengelolaan Persampahan diuraikan bahwa penanganan dan pengurangan sampah berbasis rumah tangga dengan menerapkan 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle) [8].
Selain itu Tri Kharisma Jati ( 2022 ) yang berjudul “Peran Pemerintah Boyolali Dalam Pengelolaan Sampah Lingkungan Permukiman Perkotaan”. Penelitian ini menggunakan metode teknik pengumpulan data telaah dokumen dan kuesioner. Serta dilakukan dengan teknik analisis statistik deskripstif. Penelitian ini bertujuan menganalisis bentuk peran pemerintah dalam lingkungan permukiman perkotaan. Dan hasil penelitian ini adalah ini adalah pemerintah sebagai regulator dan service provider dalam pengelolaan sampah lingkungan permukiman perkotaan masing masing adalah sebesar 80% dan 61,67%. Besaran peran tersebut diperoleh dari skoring regulasi untuk peran pemerintah sebagai regulator dan penilaian masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam pelayanan pengelolaan sampah. Peran pemerintah sebagai regulator dalam pengelolaan sampah dilihat dari regulasi-regulasi pengelolaan sampah seperti kebijakan, strategi, program, dan peraturan daerah. Sedangkan peran pemerintah sebagai service provider dalam pengelolaan sampah adalah bantuan-bantuan yang diberikan pemerintah pada kegiatan pelayanan pengelolaan sampah dari sampah timbul hingga hilang [9].
Pada penelitian ketiga yang dilakukan oleh Muhammad Ali Nurdin, Meriwijaya,Yendra Erison ( 2023 ) yang berjudul “Peran Pemerintah Desa Dalam Pengelolaan Sampah Di Desa Sempu Kecamatan Limpung Kabupaten Batang Tahun 2020”. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, dokumentasi. Selanjutnya data yang didapatkan akan dilakukan analisis mendalam secara deskriptif kualitatif dan diuraikan secara narasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui peran pemerintah desa dalam peningkatan kebersihan lingkungan di Desa Sempu Kecamatan Limpung Kabupaten Batang. Dan hasil penelitian ini adalah Pertama, telah ada upaya dari Pemerintah Desa Sempu Kecamatan Limpung dalam peningkatan kebersihan lingkungan. Kedua, telah ada partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan kebersihan lingkungan. Ketiga, telah adanya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Desa Sempu Kecamatan Limpung. Keempat, Pemerintah Desa Sempu telah merencanakan pemanfaatan teknologi dan TPA untuk pengelolaan sampah [10].
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menurut Strauss dan Corbin dalam Cresswell,J. (1998:24) penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan sebuah informasi yang tidak dapat diperoleh melalui teknik statistik atau pengukuran. Pendekatan Kualitatif menekankan unsur manusia sebagai instrument penelitian, dengan menekankan unsur manusia sebagai instrument penelitian. Maka akan mempermudah penyesuaian dengan kenyataan yang terjadi dilapangan [11]. Dengan menggunakan metode kualitatif ini, penulis akan terjun langsung ke lapangan untuk meneliti objek kajiannya dan mengadakan interaksi langsung dengan narasumber yang telah ditentukan guna mendapatkan informasi yang mendalam mengenai Peran Pemerintah Desa terhadap Pengelolaan Sampah. Alasan menggunakan pendekatan kualitatif adalah penelitian dapat menghasilkan data deskriptif berupa ucapan dan pengamatan. Penelitian kualitatif digunakan untuk memahami data yang telah dihasilkan dari survei yang ada di lapangan. Penelitian ini dilakukan dengan juga menggunakan pendekatan deskriptif agar penulis dapat menganalisis dan mendeskripsikan pengamatan kejadian di lokasi penelitian, sehingga bisa dapat menarik kesimpulan.
Lokasi penelitian ini berada di Desa Wedoroklurak Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo karena desa ini merupakan salah satu desa yang mempunyai TPST sehingga dapat dijadikan sumber penelitian. Adapun fokus penelitian ini adalah bagaimana peran Pemerintah Desa Wedoroklurak terhadap pengelolaan sampah, Faktor apa saja yang mempengaruhi pengelolaan sampah di Desa Wedoroklurak, Selain itu juga untuk mengetahui permasalahan-permasalahan pengeloaan sampah yang ada di Desa Wedoroklurak guna meningkatkan kesejahteraan Masyarakat dan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PAD). Serta langkah-langkah apa saja yang telah ditempuh oleh pemerintah desa dan langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan untuk mewujudkan kesejahteraan Masyarakat dan kebersihan lingkungan dalam pengelolaan sampah di masa yang akan datang.
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang mana tidak terlalu tertuju pada angka dan nilai dalam pengukuran variablenya serta tidak melakukan pengujian menggunakan data statistik, Adapun sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder [12]. Data primer tersebut merupakan data yang diperoleh langsung dari objek penelitian atau responden yang ada hubungannya langsung dengan objek yang diteliti. Pada penilitian kali ini data primer yang dipakai penulis bersumber pada Kepala Desa, Ketua BPD, Ketua Bumdes, Koordinator TPST dan Ketua RT sebagai informannya. Selanjutnya data sekunder diperolah dari sejumlah orang yang telah melakukan penelitian berdasarkan sumber-sumber yang telah ada. Data tersebut bisa diperoleh dari beberapa jurnal-jurnal penelitian terdahulu tentang peran Pemerintah Desa terhadap pengelolaan sampah.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis dapatkan dari analisis data primer seperti observasi dan wawancara serta sumber data sekunder seperti dokumen resmi dan buku yang berhubungan dengan peran pemerintah Desa Wedoroklurak dalam urusan pengelolaan sampah. Sebelum melanjutkan ke pembahasan, perlu di ingat kembali bahwa penekanan penelitian ini adalah peran pemerintah desa wedoroklurak dalam pengelolaan sampah dalam upaya menyelesaiakan masalah sampah secara mandiri. Wujud dari peran pemerintah tersebut dapat berupa Fasilitator, Mobilisator dan Regulator.
1. Fasilitator
Fasilitator menurut Edy Suhardono adalah seseorang yang berperan untuk membantu kelompok atau individu dalam proses pembelajaran atau diskusi. Peran fasilitator adalah menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran, memastikan setiap peserta terlibat aktif, dan memfasilitasi alur komunikasi yang efektif [13]. Mereka juga bertugas menjaga agar diskusi tetap fokus pada tujuan dan membantu peserta mencapai kesimpulan atau solusi bersama. Pengelolaan sampah merupakan salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh banyak desa di Indonesia. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi, volume sampah yang dihasilkan terus meningkat. Desa, sebagai unit pemerintahan terkecil, memiliki peran penting dalam mengelola sampah untuk menjaga kebersihan lingkungan dan kesehatan masyarakat. Wewenang desa dalam pengelolaan sampah mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap kebijakan serta program pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Kewenangan desa dalam pengelolaan sampah diatur oleh berbagai regulasi, termasuk Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan peraturan daerah yang relevan. Desa memiliki hak untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan berdasarkan prakarsa masyarakat, adat istiadat, dan kondisi sosial budaya setempat. Hal ini mencakup penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah, seperti tempat pembuangan sementara, program daur ulang, serta edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang baik. Desa Wedoroklurak berupaya untuk mandiri dalam pengelolaan sampah. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa Wedoroklurak, Hj. Lami Hartini,beliau menjelaskan bahwasanya :
“Sampah merupakan salah satu masalah yang serius dan menjadi prioritas Desa Wedoroklurak, dan salah satu cara menyelesaikannya adalah dengan tidak bergantung pada pihak lain, mandiri, dengan begitu, masalah pengelolaan sampah di desa wedoroklurak dapat di selesaikan sendiri dengan lebih cepat tanpa harus mengandalkan pihak lain. Pemerintah Desa sudah mengalokasikan sebagian APBdes untuk mengelolah sampah, pemerian tong sampah, penuatan TPST dan pembelian conveyor sudah kami berikan”.
Hal senada juga di sampaikan oleh Ketua BPD Wedoroklurak selaku mitra dari Pemerintah Desa Wedoroklurak, dengan hasil wawancara sebagai berikut :
“Badan Permusyawaratan Desa Wedoroklurak sangat mendukung Pemerintah Desa Wedoroklurak dalam penanganan sampah yang saat ini dilaksanakan, karena sering kali ketika kami mengikuti beberapa forum perkumpulan di lingkungan, sampah merupakan salah satu hal yang sering ditanyakan masyarakat selain banjir. Aspirasi tersebut sudah kami sampaikan ke Pemerintah Desa Wedoroklurak, dan kami apresiasi tanggapan dari Kepala Desa Wedoroklurak dengan langkah langkah yang di ambil dengan memberikan fasilitas kepada Bumdes selaku pengelola sampah”
Dari wawancara di atas dapat diketauhi bahwasanya sampah merupakan salah satu masalah utama yang di keluhkan oleh warga Desa Wedoroklurak. Dan dapat diketauhi juga bahwa pemerintah desa wedoroklurak tergerak setelah BPD menyampaikan aspirasi aspirasi yang diterima ketika ikut di forum perkumpulan lingkungan. Berikut dokumentasi permasalahan sampah yang belum tertangani dengan baik :
Pada gambar 1 merupakan salah dua dokumentasi dari pemerintah desa Wedoroklurak, 2 gambar tersebut merupakan perbandingan ketika sampah di desa Wedoroklurak tidak dikelola dengan baik dan ketika sampah sudah di tangani dengan baik. Titik yang menjadi tempat pembuangan sampah oleh warga ketika Desa Wedoroklurak ketika belum mempunyai tempat pengelolaan sampah (tps), lokasi kumuh tersebut terletak di Dusun Kedungmulyo Rt 06 Rw 02 Desa Wedoroklurak, yang berjarak 150 meter dari kantor Desa Wedoroklurak.
Peran Pemerintah Desa Wedoroklurak sebagai fasilitator di mulai pada tahun 2018, dengan memberikan fasilitas fasiltas untuk menunjang pengelolaan sampah di Desa Wedoroklurak. Rincian pengadaan barang oleh Pemerintah Desa Wedoroklurak untuk menunjang pengelolaan sampah di desa wedoroklurak dapat dilihat di tabel berikut :
No | Tahun | Jenis Barang | Volume | Kondisi |
---|---|---|---|---|
1 | 2018 | Tong sampah | 354 tong | Baik |
2 | 2019 | Bak Sampah | 1 buah | Baik |
3 | 2019 | TPST | 10 m x 20 m | Baik |
4 | 2022 | Mesin Conveyor | 1 paket | Baik |
Tabel 2 merupakan rekapitulasi peran Pemerintah untuk memfasilitasi pengolahan sampah di desa wedoroklurak. Dimilai tahun 2018, pemerintah desa wedoroklurak membagikan 354 tong untuk di bagikan ke warga Desa Wedoroklurak di Rw 1 dan Rw 2. Pada tahun 2019 pemerintah desa wedoroklurak kembali menganggarkan di APBdes nya untuk penanganan sampah yang berupa pengadaan bak sampah. Di tahun 2019- 2021 Pemerintah Desa Wedoroklurak fokus pada pembangunan TPST, dan yang terakhir di tahun 2022, pemerintah desa Wedoroklurak kembali menganggarkan di APBdes nya untuk pembelian mesin conveyor dan mesin pemilah. Berikut dokomentasinya :
Dari gambar 2 di atas, terlihat bahwa Pemerintah Desa Wedoroklurak berperan sebagai pihak yang memfasilitasi dan mendukung pelaksanaan kebijakan dan program pembangunan oleh masyarakat. Sebagai fasilitator, pemerintah Desa Wedoroklurak tidak bertindak sebagai pelaksana utama, tetapi lebih berperan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif dan memberikan sarana dan prasarana yang diperlukan agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif dan efektif dalam kegiatan yang di jadikan tujuan oleh pemerintah Desa Wedoroklurak. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah Desa Wedoroklurak adalah dengan membagikan tong sampah, sebagai upaya untuk menarik minat dan mengubah mindset masyarakat Desa Wedoroklurak untuk lebih peduli terhadap lingkungannya masing-masing. Dengan adanya pembagian tong sampah ini, diharapkan perilaku warga masyarakat dapat berubah, dan lebih bersemangat untuk menjaga kebersihan lingkungannya. Pembelian conveyor juga dilakukan pemerintah desa untuk menunjang pengolahan sampah di desa wedoroklurak.
Dari gambar 3 Peran sebagai fasilitator Pemerintah Desa Wedoroklurak dalam pengelolaan sampah sudah cukup baik. Dengan menyediakan sarana atau fasilitas untuk pengelolaan sampah yang menjadi salah satu masalah utama di Desa Wedoroklurak. TPST dengan lebar 10, panjang 32 meter serta disediakanya mesin confeyor dan mesin pemilah sampah, merupakan salah satu upaya pemerintah desa wedoroklurak dalam hal penanganan sampah. Hal ini berbading lurus dengan peran pemerintah sebagai fasilitator dalam teori Edy Suhardono. Pendekatan fasilitator ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sri Hadiatmi (2011) yang berjudul "Pendukung Keberhasilan Pengelolaan Sampah Kota", yang menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan dalam pengelolaan sampah. Pemerintah Daerah juga memainkan peran penting sebagai komponen penentu kebijakan dengan membuat peraturan yang mewajibkan setiap kelurahan atau Pemerintah Desa memiliki tempat sebagai pusat pengelolaan sampah dan memfasilitasinya.
2. Mobilisator
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif menganalisis dan mendeskripsikan Peran pemerintah desa sebagai mobilisator dalam pengelolaan sampah sangat penting untuk mencapai lingkungan yang bersih dan sehat. Sebagai mobilisator, pemerintah desa bertugas untuk menggerakkan seluruh elemen masyarakat, baik individu maupun kelompok, untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sampah. Ini mencakup penyediaan fasilitas pengelolaan sampah, kampanye kesadaran lingkungan, serta kebijakan yang mendukung upaya pengurangan, daur ulang, dan pengolahan sampah. Kesuksesan pemerintah sebagai mobilisator dalam pengelolaan sampah sangat tergantung pada komitmen dan konsistensi dalam pelaksanaan kebijakan [14]. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap kebijakan yang dibuat dapat diterapkan secara efektif di lapangan dan didukung oleh masyarakat luas. Edukasi dan kampanye kesadaran lingkungan juga harus terus ditingkatkan untuk mengubah perilaku masyarakat dalam mengelola sampah. Dengan demikian, peran pemerintah sebagai mobilisator tidak hanya terbatas pada pembuatan kebijakan, tetapi juga dalam menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk bersama-sama menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan.Pemerintah desa wedoroklurak dituntut harus berperan aktif ditengah-tengah masyarakat untuk memotivasi dan mendorong masyarakat untuk terlibat langsung dalam program pemerintah desa yang sudah tersusun dalam apbdes desa wedoroklurak.. Sebagai mana disampaikan oleh Kepala Desa Wedoroklurak :
“ Langkah kami dalam menangani sampah sudah cukup terukur, kami juga mencoba menyelesaikan masalah di sumbernya, dengan cara memberikan edukasi kepada warga masyarakat melalui program pelatihan penanganan sampah, hal ini bertujuan untuk merubah cara pandang masyarakat terkait sampah. Kami juga mencoba membuat kebiasaan baru kepada masyarakat untuk lebih perhatian kepada lingkungannya, dengan cara kerja bakti rutin tiap 2 bulan sekali”
Hal yang sama juga di sampaikan oleh salah satu Ketua Rt di wilayah Desa Wedoroklurak, Bapak Aladi, dengan hasil wawancara sebagai berikut :
“ Pemerintah Desa Wedoro klurak beberapa kali mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungannya. Hal ini saya sambut dengan baik, karena masyarakat memang perlu di kordinir untuk memperhatikan lingkungannya. Warga sudah mulai apatis terhadap lingkungannya, sehingga himbauan himbauan dari Pemerintah memang di perlukan, untuk bisa menggerakkan kembali masayarakat untuk peduli kepada lingkungannya”
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketauhi bahwa langkah pemerintah Desa Wedoroklurak dalam menangani sampah dalam bentuk kegiatan pelatihan kepada masyarakat tentang kepedulian terhadap lingkungan inisiasi Kepala Desa Wedoroklurak dan ketua Rt di Desa Wedoroklurak. Karena langkah yang di ambil pemerintah Desa Wedoroklurak di anggap menyelesaikan masalah di sumber utamanya, berikut merupakan dokumentasi dari kegiatan kegiatan pemerintah desa Wedoroklurak sebagai mobilisator :
Pada gambar 4. menunjukkan peran pemerintah desa sebagai mobilisator dalam penanganan sampah di Desa Wedoroklurak. Dalam kegiatan tersebut Pemerintah Desa Wedoroklurak menggerakkan masyarakat untuk diberikan edukasi terkait pengelolaan sampah. Kegiatan tersebut di ikuti sebagian anggota Lembaga Kemasyarakatan Desa Wedoroklurak, seperti Ketua Rt, Ketua Rw, kader PKK dan segenap anggota Karang Taruna. Dalam kegiatan tersebut, peserta pelatihan di edukasi terkait tata cara pengelolaan untuk mengurangi sampah, mulai dari pemilahan, penjualan hasil pilah, serta pemanfaatan maggot untuk mengurangi sampah organiknya.
Pada gambar 5. membuktikan peran pemerintah Desa Wedoroklurak sebagai Mobilisator. Dalam surat edaran tersebut, Pemerintah Desa Wedoroklurak mengajak masyarakat Desa Wedoroklurak untuk turut serta dalam aksi peduli lingkungan. Dalam surat tersebut Pemerintah Desa Wedoroklurak mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan yang bersih, kegiatan tersebut mencakup pembersihan lingkungan dari sampah, pembersihan saluran drainase serta penanaman tanaman di sepanjang jalan desa untuk menambah keasrian lingkungan. Dalam Pendekatan mobilisator ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Alifiah Tri Setya Cahyandari ( 2022 ) yang berjudul "Peran Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan Urusan Wajib Lingkungan Hidup", yang menekankan pentingnya peran Pemerintah dalam memberi teladan atau menjadi role model dalam pelestarian lingkungan hidup.
3. Regulator
Pemerintah desa memiliki peran krusial sebagai regulator dalam pengelolaan sampah di tingkat lokal. Sebagai regulator, pemerintah desa bertanggung jawab untuk merumuskan dan menerapkan peraturan yang mengatur pengelolaan sampah di wilayahnya. Ini mencakup pembuatan peraturan desa atau kesepakatan bersama yang mengatur tata cara pengolahan sampah, serta penetapan sanksi bagi warga yang tidak mematuhi aturan pengelolaan sampah [15]. Dengan adanya regulasi yang jelas, diharapkan masyarakat akan lebih disiplin dalam mengelola sampah mereka. Selain membuat peraturan, pemerintah desa juga berperan dalam mengawasi pelaksanaan peraturan tersebut. Pengawasan ini bisa dilakukan oleh petugas kebersihan desa atau melalui sistem pelaporan oleh masyarakat melalui Rt dan Rw. Pemerintah desa perlu memastikan bahwa fasilitas pengelolaan sampah seperti tempat pembuangan sementara (TPS) dan tempat pengolahan sampah tersedia dan berfungsi dengan baik. Dengan demikian, sampah dapat dikelola secara teratur dan tidak menumpuk di lingkungan sekitar, yang dapat menimbulkan masalah kesehatan dan estetika. Dalam menjalankan perannya sebagai regulator, pemerintah desa juga harus aktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang baik dan benar [16]. Program sosialisasi dan pelatihan mengenai pemilahan sampah, pengomposan, dan daur ulang perlu rutin dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat. Hal ini di sampaikan oleh kepala Desa Wedoroklurak, Hj. Lami Hartini :
“Peraturan memang di perlukan dalam banyak hal. Aturan membuat semua orang menjadi tertib. Saat ini memang belum ada Peraturan Desa terkait penanganan sampah, tapi dalam waktu dekat, peraturan desa yang mengatur tentang sampah akan segera dibuat dan disahkan, tujuannya dari dibuat aturan tersebut adalah, semua warga dapat berjalan tertib dan seragam dalam hal penanganan sampah. Untuk saat ini, aturan terkait pembuangan sampah masih mengacu pada kesepakatan Rt Rt yang dibyuat pada tahun 2018”
Hal yang sama juga di utarakan oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa Wedoroklurak, Bapak Achmad Solichin :
“dalam beberapa bulan kedepan, Pemerintah Desa Wedoroklurak dan BPD akan membuat peraturan Desa yang mengatur banyak hal. Salah satunya adalah peraturan desa yang mengatur tentang kebersihan lingkungan, yang didalam nya berisi penanganan sampah di desa wedoroklurak”
Berdasarkan wawancara di atas dapat diketauhi bahwa pemerintah Desa Wedoroklurak belum mempunyai peraturan yang mengatur tentang pengolahan sampah. Dalam menangani sampah Pemerintah Desa Wedoroklurak masih mengacu pada kesepakattan ketua Rt di tahun 2018. Berikut dokumen yang menjadi tata tertib dalam pengambilan pengelolaan sampah di desa wedoroklurak :
Pada gambar 6. menunjukkan sebuah dokumen yang menjadi tata tertib pengolahan sampah di desa wedoroklurak yang di gunakan sampai pada saat ini. Dokumen tersebut di buat dan disepakati oleh 10 Rt dan Pemerintah Desa wedoroklurak pada tahun 2018. Tata tertib ini di buat dengan tujuan untuk memberi aturan kepada masyarakat agar dapat berjalan tertib dan seragam. Dari dokumen ini dapat disimpulkan bahwa peran pemerintah desa wedoroklurak sebagai regulator atau pembuat aturan sudah di penuhi. Pendekatan regulator ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sri Nurhayati Qodriyatun ( 2015 ) yang berjudul “ Bentuk Lembaga Yang Ideal Dalam Pengelolaan Sampah Di Daerah” yang menekankan institusi pengolah sampah di daerah perlu memisahkan antara regulator dan operator, sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan efesien dan efektif.
Berdasarkan indikator pada pengukuran Peran Pemerintah Desa Wedorokluirak dalam pengolahan sampah, dilihat dari indikator fasilitator, mobilisator, dan regulator. Maka dapat ditarik sebuah kesimpulan sebagai berikut: pertama, Pemerintah Desa Wedoroklurak sebagai fasilitator Pemdes Wedoroklurak telah menjadi fasilitator warga Desa Wedoroklurak dengan menyediakan sarana dan prasarana berupa penyediaan tong sampah dan TPST beserta mesinnya. Kedua, Pemerintah Desa sebagai mobilisator, dimana peran Pemerintah Desa selaku mobilisator sudah menggerakkan masyarakat untuk lebih peduli dengan lingkungannya. Pemberian edukasi dan pelatihan pengeloaan sampah serta pemberian instruksi kepada masyarakat untuk kerja bakti merupakan salah satu implementasi Pemerintah Desa sebagai mobilisator. Dan yang ketiga, peran sebagai regulator, dalam hal ini Pemerintah Desa Wedoroklurak belum maksimal ketika menjalankan peran sebagai regulator, saat ini pemerintah Desa Wedoroklurak masih mengacu pada kesepakatan yang dibuat di tahun di 2018, idealnya Desa Wedoroklurak mempunyai peraturan desa sebagai peraturan tertinggi yang ada di desa.