This study analyzed the most effective employee retention strategies for the shopping center industry in Surabaya, a major city in ASEAN. The research involved interviewing 13 employees with at least one year of experience in shopping centers across different areas of the city. The research approach used was qualitative. Based on employee perspectives, the factors that could help shopping center companies develop an effective employee retention strategy are salaries, bonuses & incentives, insurance, career paths, job plans, training, and employee facilities. The study aimed to develop an employee retention strategy model that can be used by shopping centers in Surabaya.
Highlights:
Keyword:
Employee Retention Strategy, Shopping Center Industry, Surabaya, Qualitative Research, Factors
Perkembangan shopping center atau pusat perbelanjaan di Indonesia saat ini berjalan pesat sejalan dengan perkembangan perekonomian di Indonesia. Ketua Umum DPP Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Handaka Santosa menyebut bahwa keberadaan shopping center tidak bisa dianggap sebelah mata karena mampu menjadi salah satu gerbong untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebuah negara Sebagai salah satu gerbong penarik pertumbuhan ekonomi, pusat belanja menarik penyerapan tenaga kerja, banyak suplier, dan pelaku usaha sebagai pemasok ataupun pabrikan [1]. Walaupun sempat terseok-seok ketika pandemi Covid-19, tingkat okupansi shopping center telah berangsur-angsur membaik dan kembali normal semenjak pemerintah memberlakukan berbagai pelonggaran aktivitas masyarakat. Proyeksi Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), rata-rata tingkat okupansi pusat perbelanjaan pada tahun 2022 akan lebih baik dari tahun sebelumnya (2021) yakni menjadi sekitar 70% hingga 80%, walaupun pada angka ini belum menyamai level saat kondisi normal sebelum pandemi yakni berkisar antara 80% sampai dengan 90% [2].
Kota Surabaya merupakan salah satu kota yang memiliki jumlah shopping center atau pusat perbelanjaan di Indonesia pada angka yang cukup banyak. Sebagai ibukota provinsi Jawa Timur sekaligus kota metropolitan terbesar kedua, tentunya hal tersebut merupakan hal yang wajar. Di antara shopping center di Surabaya yang cukup dikenal masyarakat luas antara lain Pakuwon Mall, Pakuwon City Mall, Tunjungan Plaza (1-5), Grand City Mall Surabaya, Ciputra World Surabaya, Royal Plaza Surabaya, Surabaya Town Square, Galaxy Mall Surabaya, Delta Plaza dan shopping center lainnya yang berjumlah puluhan. Dengan semakin banyaknya shopping center atau pusat perbelanjaan tentunya diharapkan semakin banyaknya pula tenaga kerja yang dilibatkan [3], sehingga jumlah pengangguran di kota Surabaya dapat berkurang.
Selain memiliki fungsi dalam penyerapan tenaga kerja dan pengentasan pengangguran, keberadaan puluhan shopping center di kota Surabaya juga dapat dijadikan kesempatan dalam mengoptimalkan penerimaan daerah [4]. Selain banyak dikunjungi oleh masyarakat lokal, tidak sedikit para pengunjung shopping center di kota Surabaya yang berasal dari kota-kota tetangga bahkan dari luar provinsi. Tentunya berbagai dampak positif dari kehadiran shopping center di Surabaya dapat tercapai jika kegiatan operasionalnya berjalan dengan baik. Hal inilah yang menjadi tugas bagi para stakeholder, khususnya bagi pengelola shopping center. Mereka kudu mampu mengelolanya secara efektif dan efisien. Salah satu faktor yang sering menjadi sorotan dalam pengelolaan sebuah organisasi bisnis atau perusahaan adalah sering keluar masuknya karyawan. Employee turnover atau keluar masuknya karyawan dianggap dapat mempengaruhi pengeluaran perusahaan dalam membiayai perekrutan karyawan baru (inefisiensi) dan juga dapat mengakibatkan ketidakstabilitasan operasional perusahaan [5]. Mempertahankan karyawan merupakan faktor vital dalam rangka perusahaan mencapai kinerja yang optimal, efek dari employee turnover dapat menyebabkan dampak negatif terhadap standar produksi kerja, pelayanan pelanggan hingga profitabilitas [6]. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis terkait strategi employee retention yang tepat dan sesuai dengan kondisi industri shopping center yang berada di kota Surabaya sehingga didapatkan model employee retention strategy pada industri shopping center kota Surabaya.
Bagaimana perusahaan mempertahankan karyawan biasa disebut sebagai employee retention atau retensi karyawan, di mana sebagai kemampuan perusahaan dalam mempertahankan karyawan yang potensial agar tetap bertahan atau loyal di perusahaan tersebut yang juga bertujuan untuk meminimalisir employee turnover atau keluar masuknya karyawan. Employee retention yang tepat dapat menjadi proses yang mampu mendorong karyawan untuk tetap bertahan di sebuah organisasi atau perusahaan [7]. Bagi banyak perusahaan, mempertahankan karyawan yang memiliki potensi adalah hal yang lebih baik dibandingkan dengan mencari karyawan baru. Merekrut dan mempekerjakan orang baru yang berpengetahuan (berkompetensi) untuk sebuah pekerjaan itu adalah sesuatu yang penting bagi perusahaan. Namun employee retention dianggap lebih penting daripada melakukan hal tersebut. Banyak perusahaan meremehkan biaya yang timbul akibat pergantian karyawan kunci [8]. Tentunya jika itu terjadi, maka perusahaan mengalami inefisiensi dalam pengelolaan bisnisnya.
Employee retention atau retensi karyawan adalah sebuah proses di mana karyawan didorong untuk tetap bertahan bekerja di sebuah perusahaan dalam jangka waktu semaksimum mungkin [9]. Employee retention dirancang dalam rangka mengoptimalkan tingkat produktivitas kerja dengan strategi berupa menarik, mengembangkan, mempertahankan & memanfaatkan orang-orang dengan keterampilan dan bakat (kompetensi) yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan bisnis saat ini dan masa depan [10]. Sehingga dapat disimpulkan bahwa employee retention merupakan strategi dan usaha perusahaan untuk mempertahankan karyawan potensial agar tujuan organisasi atau perusahaan dapat tercapai dengan optimal. Penerapan strategi employee retention yang tepat merupakan aspek yang vital dan krusial bagi organisasi atau perusahaan. Apabila kebijakan employee retentionnya buruk, maka berpotensi meningkatkan employee turnover intention yang kemudian dapat mengakibatkan terjadinya employee turnover [11][12]. Dari sisi karyawan, turnover intention bisa disebabkan oleh aspek internal dan eksternal. Salah satu faktor internalnya adalah work-family conflict [13], sedangkan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi employee turnover intention adalah strategi employee retention yang dterapkan pengelola perusahaan atau organisasi [14]. Terdapat hubungan yang terikat antara employee retention dengan turnover intention, penelitian yang dilakukan Sebuah penelitian di perusahaan yang berlokasi di Jawa Barat menemukan bahwa turnover intention dapat mengalami penurunan apabila employee retentionnya baik dan begitu pula sebaliknya jika employee retention baik maka turnover intention memiliki kecenderungan untuk menurun [15]. Sebagaimana bisa dilihat pada tabel 1.
No. | Strategi | Peneliti dan Tahun Penelitian |
1. | Management | Mosadeghrad (2013) [16] |
2. | Training | Jehanzeb et al (2013) [17] |
3. | Rewards and Benefits | Nazir et al (2016) [18] |
4. | Work Environment | Copanitsanou et al (2017)[19] |
Pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif. Pendekatan kualitatif berupa wawancara (penggalian data) kepada para informan yang terdiri dari karyawan yang bekerja pada shopping center di kota Surabaya dengan pengalaman kerja minimal 1 tahun terkait faktor-faktor apa saja yang dapat dijadikan pertimbangan pengelola shopping center dalam menetapkan strategi employee retentionnya dari perspektif karyawan. Setelah itu dilakukan analisis untuk menemukan faktor-faktor pembentuk employee retention serta dimensinya pada industri shopping center di kota surabaya dari perspektif karyawan. Lokasi penelitian ini berada di kota Surabaya dengan objek penelitian yaitu karyawan-karyawan yang bekerja pada shopping center di kota Surabaya. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah Nonprobability Sampling-Purposive Sampling. Adapun jumlah informan yang dilibatkan adalah sebanyak 13 orang yang berkarir di shopping center di berbagai area kota Surabaya.
Pada proses penggalian data, informan atau narasumber harus memiliki kriteria yang telah ditentukan, yaitu karyawan-karyawan yang bekerja pada shopping center di kota Surabaya dengan pengalaman kerja minimal 1 tahun. Adapun jumlah informan yang terlibat sebanyak 13 orang yang berkarir di shopping center di berbagai area kota Surabaya, yaitu Surabaya Barat, Surabaya Selatan, Surabaya Pusat dan Surabaya Timur. Pada tabel 1 tertera identitas informan yang diwawancarai guna mendapatkan faktor-faktor dominan apa saja yang dapat membentuk employee retention pada karyawan industri shopping center di kota Surabaya dari perspektif karyawan itu sendiri. Sebagaimana bisa dilihat pada tabel 2.
No. | Inisial Nama | Wilayah Surabaya | Lama Berkarir(Tahun) | Dep./Bagian |
1. | ET | Barat | 27 | Teknik |
2. | SN | Barat | 05 | Pemasaran |
3. | PN | Barat | 04 | Operasional |
4. | ID | Selatan | 20 | Keuangan |
5. | TDM | Selatan | 15 | Keuangan |
6. | HS | Selatan | 06 | Pemasaran |
7. | DDG | Selatan | 03 | Pemasaran |
8. | MH | Pusat | 12 | Keuangan |
9. | SP | Pusat | 27 | Teknik |
10. | CS | Pusat | 12 | Operasional |
11. | SW | Timur | 03 | Teknik |
12. | BG | Timur | 24 | Operasional |
13. | BT | Timur | 26 | Operasional |
Berdasarkan penggalian data melalui wawancara yang telah dilakukan, para informan menyampaikan terkait kebijakan apa saja yang sudah diberikan dengan baik oleh pengelola shopping center di mana mereka bekerja agar perusahaan memiliki employee retention yang kuat, serta aspek apa saja yang menurut mereka penting namun belum diterapkan oleh perusahaan.
Mayoritas informan menyebutkan bahwa gaji yang mereka dapatkan sudah dianggap baik dan cukup sehingga mereka tetap bertahan di perusahaan shopping center di mana mereka berkarir saat ini. Sebagaimana disampaikan oleh MH, “gaji yang saya dapatkan cukup untuk hidup sebagaimana kebutuhan sehari-hari”. “Perusahaan di mana saya bekerja sekarang memberikan gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bahkan ketika WFH waktu pandemi kemarin juga gaji yang saya terima tetap” ucap SN, informan lainnya. HS, karyawan di sebuah shopping center di Surabaya selatan juga menyampaikan gaji yang dia terima membuatnya merasa aman. “Saat ini perusahaan (saya bekerja) menerapkan gaji sesuai aturan pemerintah dan itu membuat saya merasa aman dalam keuangan” kata HS. BG juga menjelaskan bahwa di tempat dia bekerja, gaji yang diberikan paling minim upah minimum kota (UMK) dan secara umum di atas UMK. Selain besaran gaji, hal yang penting lainnya adalah sistem penggajian yang dilakukan. “Salah satu alasan saya bertahan di tempat kerja sekarang ini (27 tahun) adalah pembayaran gajinya yang tepat waktu, bahkan di waktu pandemi kemarin gaji juga dibayar tepat waktu” ujar SP. Apa yang dikatakan oleh SP juga senada dengan pendapat SW di mana gaji yang dia dapatkan tidak pernah telat. Beberapa informan juga menyebutkan bahwa alasan lainnya yang membuat mereka bertahan di perusahaan yang terkait aspek gaji yaitu kenaikan gaji yang berkala. “Kenaikan gaji yang kami dapatkan itu tiap tahun dari perusahaan” kata ID. Sependapat dengan ID, BT juga memaparkan bahwa kenaikan gaji secara berkala itu adalah hal yang penting. Gaji adalah bagian dari kompensasi finansial yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya [20]. Penelitian yang dilakukan pada sebuah industri perbankan menunjukkan bahwa atribut kompensasi berupa gaji secara signifikan mempengaruhi employee retention dengan nilai signifikansi sebesar 0,005 [21]. Gaji yang cukup dinilai mampu meningkatkan employee retention melalui kepuasan kerja [22].
“Di tempat saya, perusahaan mengeluarkan bonus atau kita sering sebut sebagai gaji ke 13. Dengan seperti itu membuat karyawan tambah betah dan nyaman, termasuk saya” ET menjelaskan. TDM juga menyampaikan jika perusahaannya memberlakukan kebijakan adanya bonus yang diberikan setiap tahun, hal tersebut tentunya membuat dia merasa betah untuk tetap berkarir di perusahaan tersebut. ID juga menambahkan selain adanya kenaikan gaji berkala, bonus juga dia dapatkan setiap tahun juga. Bonus dikenal sebagai bagian dari kompensasi langsung, yang merupakan sejumlah uang yang diterima secara langsung sebagai imbalan atas capaian prestasi kerja yang tinggi untuk jangka waktu tertentu, dan apabila prestasi yang dicapai sedang menurun, maka tidak ada pemberian bonus [20]. Pemberian bonus yang dilakukan secara berkala, dapat berfungsi sebagai motivasi bagi karyawan dalam menjalankan aktivitas kerjanya [23]. Sebuah penelitian yang dilakukan pada perusahaan ritel di Bali menunjukkan bahwa kebijakan terkait bonus mampu menciptakan rasa puas dan nyaman karyawan, sehingga diharapkan karyawan dapat bertahan bekerja di perusahaan tersebut [24]. Selain bonus, pemberian insentif juga merupakan strategi yang dapat dipertimbangkan perusahaan khususnya pada industri shopping center agar mereka memiliki employee retention yang kuat. “Jika mencapai target dalam satu bulan, kami mendapat insentif dari perusahaan dalam jumlah yang menurut saya cukup banyak. Hal tersebut bagi saya merupakan daya tarik tersendiri (tetap berkarir), karena bisa menambah income” kata DDG. Insentif adalah sejumlah uang yang diterima secara langsung setiap bulan atau minggu atau kurun waktu tertentu untuk karyawan tetap atau tidak tetap sebagai imbalan sesuatu hal yang dikerjakan berdasarkan keterampilan kinerja atau capaian prestasi kerjanya. Insentif juga dapat sianggap sebagai tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu di mana yang telah mencapai prestasi diatas prestasi standar [20]. Insentif terbukti mampu menjadi bagian dari strategi dalam rangka menguatkan employee retention [25].
Asuransi adalah sebuah entitas yang memberikan manfaat perlindungan atas kerugian finansial terhadap berbagai resiko kehidupan manusia yang kemungkinan terjadi tanpa diduga [26]. Salah satu resiko yang bisa saja terjadi dan lumrah dialami oleh karyawan adalah kecelakaan kerja dan sakit. “Hal yang menurut saya penting adalah adanya skema tunjangan kesehatan yang sesuai, di perusahaan saya berada sekarang selain mengakomodasi BPJS Kesehatan bagi karyawannya, selain itu ada kebijakan tambahan terkait perlindungan kesehatan yaitu berupa medical reimbushment” TDM menjabarkan. “Menurut saya penting terkait keberadaan kebijakan perusahaan dalam menjamin kesehatan karyawannya agar aman dan nyaman dalam bekerja, adanya (keanggotaan) BPJS salah satunya” tambah MH. Keberadaan asuransi berupa BPJS bagi karyawan juga SW anggap penting, karena hal tersebut juga sesuai aturan pemerintah. HS juga menambahkan bahwa dengan perusahaan mengakomodasi karyawannya menjadi peserta BPJS, dia merasa lebih nyaman dalam bekerja. Pada kanal resmi BPJS Kesehatan, Andayani Budi Lestari sebagai Kepala BPJS Kesehatan Divre IV menjelaskan bahwa perusahaan wajib dan harus mengikutsertakan pegawai mereka untuk mengikuti program jaminan sosial BPJS, selain karena sesuai Undang-Undang No 24 tahun 2011 tentang BPJS juga untuk kebaikan perusahaan itu sendiri [27]. Dalam sebuah artikel berita, Fauziyah selaku Menteri Ketenagakerjaan Ida juga menyampaikan bahwa perusahaan dapat dijatuhi sanksi pidana apabila tak mendaftarkan karyawannya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan [28]. Dengan adanya asuransi seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dapat menciptakan rasa aman karyawan dalam bekerja [29]. Asuransi kesehatan dapat menjadi bagian dari strategi kompensasi yang bisa diberikan kepada karyawan dalam rangka meningkatkan employee retention perusahaan [30].
Secara dominan, banyak informan yang memaparkan bahwa salah satu yang menjadi alasan mereka bertahan berkarir dan mencari nafkah di perusahaan yang berada pada industri shopping center saat ini adalah adanya kesempatan untuk mendapatkan posisi atau jabatan yang lebih baik. Sebagaimana pada tabel 4, mayoritas informan berkarir lebih dari 10 tahun bahkan ada yang 20 puluh tahun lebih tanpa pindah ke perusahaan lain. BG salah satu informan yang menempati jabatan yang cukup strategis di perusahaannya tersebut menjelaskan bahwa salah satu alasan dia bertahan hingga 24 tahun adalah jenjang karir yang diberikan oleh perusahaan. “Jenjang karir yang jelas dan terstruktur, dengan adanya penilaian kinerja” ungkap BG. BT dan CP yang juga telah menjadi karyawan di perusahaan yang sama mereka masing-masing selama 10 tahun lebih juga menjelaskan bahwa salah satu alasan tetap bertahan ialah adanya jenjang karir yang nyata. “Perusahaan mempunyai peluang karir yang bisa dilakukan dengan promosi jabatan, kemudian seiring perusahaan berkembang perusahaan juga membutuhkan talenta-talenta profesional yang baru” ucap SP, informan yang sudah 27 tahun berkarir di tempat dia bekerja saat ini. ID juga menambahkan “Di perusahaan saya bekerja saat ini memiliki jenjang karir yang jelas, dan hal tersebut sesuai dengan kemampuan masing-masing individu (karyawannya)”. Bukan hanya pendapat informan dengan masa kerja puluhan tahun yang menganggap pentingnya jenjang karir yang jelas dan nyata, SN informan yang baru berkarir selama 5 tahun juga menganggap jenjang karir adalah hal yang dianggap penting dan diharapkan oleh karyawan dalam karir mereka. “Saya mengapresiasi kebijakan perusahaan terkait kebijakan jenjang karir yang mereka jalankan. Perusahaan memberikan jenjang karir yang sangat bagus bagi karyawan. Bahkan di masa sekarang di mana susah menjadi karyawan tetap, perusahaan ini (tempat SN bekerja) masih mengangkat karyawan sebagai karyawan tetap” SN menjelaskan. Penerapan pengembangan karir yang baik bagi karyawan terbukti mampu menciptakan kepuasan kerja mereka [31]. Dengan terciptanya kepuasan kerja karyawan dapat mempengaruhi tingkat employee retention yang perusahaan miliki [32].
PN, salah satu informan yang bekerja di bagian operasional sebuah shopping center di Surabaya barat menjelaskan bahwa di perusahaan dia bekerja memiliki sistem kerja yang terstruktur. “Sistem kerja di perusahaan saya bekerja sudah terstruktur dan jelas, karena melibatkan banyak orang (karyawan) dan banyak aspek (bagian)” ucap PN. “Struktur organisasi di tempat saya (bekerja) juga jelas sehingga pembagian kerja di masing-masing bagian cukup jelas dan tidak tumpang tindih, tentunya karyawan tidak menjadi bingung ketika bekerja” BT menambahkan. Desain pekerjaan ialah susunan serangkaian tugas, kewajiban dan tanggung jawab yang melekat pada individu dalam melakukan pekerjaan mereka. Desain pekerjaan dianggap sebagai hal yang penting dan vital karena berfungsi sebagai acuan dalam penyelesaian pekerjaan secara efisien, ekonomis, andal dan aman yang dapat berdampak pada kepuasan dan pencapaian individu itu sendiri [33]. Hal tersebut sesuai dengan apa yang disampaikan oleh MH, “Dengan adanya standar operasional prosedur yang jelas, saya bisa mengikuti SOP perusahaan dengan baik”. DDG, salah satu informan lainnya juga menyebutkan bahwa salah satu hal yang membuat dia senang bekerja saat ini adalah jam kerja yang pasti dan jarang lembur. Salah satu faktor utama yang mampu mempengaruhi tingkat employee retention adalah sifat atau rancangan dari tugas dan pekerjaan dari perusahaan yang diberikan kepada karyawan [34].
“Jika bicara pelatihan yang diberikan perusahaan di tempat kerja saya saat ini, bisa dibilang cukup ya cukup, karena setiap naik jabatan ada pelatihan yang diberikan. Namun untuk pelatihan karyawan baru itu yang tidak ada, setelah interview langsung kerja. Menurut saya seharusnya diberikan pelatihan dengan rentang waktu tertentu agar lebih mudah beradaptasi nantinya ketika mulai kerja dan tidak terlalu mengganggu karyawan yang senior” HS menjelaskan. Pelatihan yang tepat dapat membantu karyawan, terlebih karyawan baru, dalam melakukan aktivitas kerja mereka [29]. Pelatihan dapat digunakan sebagai variabel pendukung yang efektif bagi karyawan dalam rangka meningkatkan kinerja mereka [35]. Bagi informan lainnya yang lebih lama berkarir di industri shooping centre seperti ET, dia menganggap bahwa pelatihan dan pengembangan adalah hal yang harus tetap diberikan oleh perusahaan kepada karyawan walaupun karyawan tersebut sudah senior. “Perusahaan di mana saya berkarir sekarang masih sering mengundang trainer untuk masalah teknis. Dengan demikian akan semakin menambah ilmu dan wawasan karyawan baik untuk karyawan yang masih baru atau yang sudah senior” jelas ET. Pendapat ET tersebut sama dengan yang disampaikan oleh PN bahwa di tempat bekerja saat ini mampu memberikan banyak pengetahuan baru terkait pengelolaan sebuah shopping center. SP juga menambahkan bahwa pelatihan juga bisa berupa mentoring yaitu di mana pimpinan menjadi sosok yang dijadikan panutan, teladan, juga memberikan ilmu untuk bertahan dan berkembang bersama. Dengan program pelatihan dan pengembangan yang efektif dianggap mampu menguatkan employee retention perusahaan [36]. Penelitian yang dilakukan pada sebuah perusahaan di Kota Surabaya pada tahun 2019 lampau membuktikan bahwa pelatihan dan pengembangan yang diberikan perusahaan kepada karyawan dapat mempengaruhi tingkat employee retention perusahaan secara positif dan signifikan [37].
Fasilitas merupakan pemberian kompensasi secara tidak langsung atau non-finansial di luar gaji. Fasilitas bisa berupa kendaraan, ruang kerja khusus atau kantor, rekreasi yang dibiayai perusahaan, tempat parkir khusus dan lainnya [20]. ET menyebutkan bahwa perusahaan dia berkarir sering mengadakan kegiatan rekreasi dan itu menambah keakraban antar rekan. “Di perusahaan saya berkarir sering mengadakan gathering, dengan acara tersebut menambah keakraban antar rekan sehingga suasana kerja nyaman” kata ET. TDM juga memaparkan bahwa salah satu fasilitas yang disediakan perusahaan untuk diberikan kepada karyawan adalah kegiatan outing, dan hal tersebut adalah kegiatan yang menyenangkan baginya. Program rekreasi berupa employee gathering merupakan hal yang cukup efektif untuk diterapkan guna menjadi media dalam rangka menjalin komunikasi antar karyawan dan peningkatan kebersamaan antara karyawan dengan pimpinan atau manajemen [38]. Hubungan komunikasi yang sesuai dan baik antara karyawan dengan pimpinan merupakan bagian dari leader-member exchange yang efektif dalam rangka menciptakan kepuasan, kinerja dan komitmen karyawan terhadap perusahaan atau organisasi [39]. Selain fasilitas karyawan berupa rekreasi, HS juga menuturkan bahwa pentingnya perusahaan memperhatikan fasilitas lain yang dapat mendukung aktivitas kerjanya, yaitu adalah akses parkir khusus. “Seperti yang kita tahu kalau di shopping center itu pengelolaan tempat parkirnya umumnya menggunakan jasa ketiga dan itu berbayar setiap keluar-masuk. Juga sering kali di waktu tertentu sangat ramai dan sesak sehingga kita para karyawan kesulitan memarkirkan kendaraan. Di tempat saya bekerja dulu ada akses parkir khusus bagi karyawan, tapi saat ini sudah tidak ada lagi. Ya itu sangat saya sesalkan dan menurut saya perusahaan perlu mempertimbangkan untuk diberlakukan lagi kebijakan akses parkir khusus bagi karyawan. Baik berupa parkir berlangganan tiap bulan dan lahan parkir khusus karyawan” HS menerangkan. Hal ini sebagaimana bisa dilihat pada tabel 3.
No. | Faktor | Dimensi |
1. | Gaji | Besaran atau nominal gaji sesuai UMR atau lebih besar.Pembayaran gaji tepat waktu.Kenaikan gaji berkala |
2. | Bonus & Insentif | Besaran atau nominal bonus pantas dan layak.Pemberian bonus berkala.Besaran atau nominal bonus sesuai prestasi kerja.Insentif diberikan ketika mencapai prestasi kerja. |
3. | Asuransi | Adanya BPJS Kesehatan.Adanya BPJS Ketenagakerjaan.Adanya asuransi tambahan lainnya. |
4. | Jenjang Karir | Jenjang karir terstruktur.Jenjang karir berdasarkan penilaian yang jelas.Jenjang karir diterapkan dengan baik dan nyata.Promosi diberikan sesuai kemampuan masing-masing karyawan. |
5. | Rancangan Pekerjaan | Deskripsi pekerjaan yang jelas.Standar operasional prosedur yang jelas.Jam kerja yang jelas dan meminimalisir jam lembur. |
6. | Pelatihan | Pelatihan diberikan kepada karyawan baru dengan durasi waktu tertentu.Pelatihan diberikan ketika promosi atau naik jabatan.Pelatihan dilakukan berkala terkait aspek teknis.Pelatihan berupa mentoring dari senior atau pimpinan. |
7. | Fasilitas Karyawan | Rekreasi atau gathering dilaksanakan rutin.Rekreasi atau gathering lebih mengedepankan keakraban hubungan antar sesama karyawan juga dengan pimpinan.Akses parkir khusus karyawan berupa parkir berlangganan di mana pembayaran tiap bulan.Akses parkir khusus karyawan berupa lahan parkir khusus. |
Pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif. Pendekatan kualitatif berupa wawancara (penggalian data) kepada para informan yang terdiri 13 informan yang merupakan karyawan yang bekerja dan berkarir pada industri shopping center di kota Surabaya kota yang tersebar di Surabaya Barat, Surabaya Selatan, Surabaya Pusat dan Surabaya Timur dengan pengalaman kerja minimal 1 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model employee retention strategy pada industri shopping center kota surabaya berupa faktor-faktor apa saja yang dapat dijadikan pertimbangan pengelola shopping center dalam menetapkan strategi employee retentionnya dari perspektif karyawan. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain gaji, bonus & insentif, asuransi, jenjang karir, rancangan pekerjaan, pelatihan, dan fasilitas karyawan. Adapun faktor gaji meliputi besaran atau nominal gaji sesuai UMR atau lebih besar, pembayaran gaji tepat waktu dan kenaikan gaji berkala. Faktor bonus & insentif meliputi besaran atau nominal bonus pantas dan layak, pemberian bonus berkala, besaran atau nominal bonus sesuai prestasi kerja dan insentif diberikan ketika mencapai prestasi kerja. Faktor asuransi meliputi adanya BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan dan asuransi tambahan lainnya. Faktor jenjang karir meliputi jenjang karir yang terstruktur, jenjang karir berdasarkan penilaian yang jelas, jenjang karir diterapkan dengan baik dan nyata dan promosi diberikan sesuai kemampuan masing-masing karyawan. Faktor rancangan pekerjaan meliputi deskripsi pekerjaan yang jelas, standar operasional prosedur yang jelas dan jam kerja yang jelas serta meminimalisir jam lembur. Faktor pelatihan meliputi pelatihan diberikan kepada karyawan baru dengan durasi waktu tertentu, pelatihan diberikan ketika promosi atau naik jabatan, pelatihan dilakukan berkala terkait aspek teknis dan pelatihan berupa mentoring dari senior atau pimpinan. Dan faktor fasilitas karyawan meliputi rekreasi atau gathering dilaksanakan rutin, rekreasi atau gathering lebih mengedepankan keakraban hubungan antar sesama karyawan juga dengan pimpinan. akses parkir khusus karyawan berupa parkir berlangganan di mana pembayaran tiap bulan dan akses parkir khusus karyawan berupa lahan parkir khusus.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Budi Endarto, SH., M.Hum., selaku Rektor Universitas Wijaya Putra; Bapak Dr. Nugroho Mardi Wibowo, SE., M.Si., selaku Ketua LPPM Universitas Wijaya Putra; Ibu Dr. Woro Utari, SE., MM., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Wijaya Putra; Ibu Dwi Lesno Panglipursari, SE., MM., selaku Ketua Program Studi Manajemen Universitas Wijaya Putra, para informan serta segenap pihak yang telah membantu dan mendukung penelitian ini.