Labor Law
DOI: 10.21070/ijler.v13i0.740

Critical Review on New Indonesia Law on Labour Rights


Telaah Kritis terhadap Undang-Undang Indonesia Terbaru tentang Perlindungan Hak Tenaga Kerja

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Labor Legal Protection Warranty

Abstract

After the promulgation of Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation on November 2, 2020, many academics and practitioners considered material and formal defects who studied this issue. 2003 concerning Employment. So that the problems that arise related to the legal protection of workers' rights according to the Employment Copyright Act of labor clusters in the perspective of the East Java FSPMI, this is very far from the meaning of legal protection for workers. The purpose of this study is to examine the basic reasons for trade unions/labor unions in rejecting Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation (employment clusters). The method used in this research is socio-legal which examines the perception and behavior of humans and legal entities that occur in the field, which emphasizes the importance of empirical observation, observation and analytical steps. The conclusion of this research is that when the Employment Copyright Law is enacted, there are still many shortcomings and weaknesses that tend to be detrimental to Workers/Labourers which of course has the potential to create new problems in industrial relations between employers and workers. Taking into account these conditions, it is clear that the position of workers/labourers does not have legal protection and there is a guarantee of justice in terms of protection of job security, protection of income certainty and protection of social security, this is far from the ideals of the spirit of labor law to provide protection for all workers and their families.

Pendahuluan

Persoalan mengenai ketenagakerjaan masih menjadi topik pembicaraan yang selalu menjadi permasalahan bagi sebagian warga negara Indonesia. Perlindungan terhadap pekerja/buruh khususnya terkait jaminan kepastian pekerjaan,perlindungan jaminan pendapatan atau upah layak bagi pekerja/buruh dan perlindungan jaminan sosial atau jaminan kesehatan. Ketiga perlindungan jaminan tersebut semakin diturunkan kualitasnya setelah Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja di Sahkan oleh Pemerintah.[1] Klaster ketenagakerjaan banyak disorotan karena banyak pasal-pasal yang diubah,dihapus maupun disisipi,sekitar ada empat Undang-Undang terutama Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Di sisi lain ada juga kelompok masyarakat yang mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi,Ada pula sebagian masyarakat meminta kepada DPR RI untuk melakukan Legislatif Review. Semua itu memperlihatkan bahwa kehadiran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja tidak diharapkan oleh beberapa kelompok masyarakat.Tidak hanya materi atau isi dari Undang-Undang Cipta Kerja yang dipermasalahkan namun proses penyusunannya pun juga dipersoalkan.[2]. Hal ini merupakan persoalan yang serius dalam sistem hukum negara kita, dalam hal dampak buruknya dari diundangkannya Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja kluster ketengakaerjaan dengan berkurangnya jaminan perlindungan bagi hak pekerja. Dari sinilah pekerja mulai melihat adanya sebuah ketidakadilan bagi golongan masyarakat pekerja sehingga mendorong sekelompok pekerja/buruh untuk melakukan uji materi.[3]

Menurut Muh Sjaiful (Februari 2021) Dalam Penelitiannya yang berjudul “Problematika Normatif Jaminan Hak-Hak Pekerja Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja” Menyimpulkan bahwa pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, begitu banyak problematika normatif, yakni belum memberikan perlindungan jaminan hak-hak pekerja, misalnya penetapan upah dan besaran pesangon pekerja,Cuti,jaminan kesehatan. Undang-Undang Cipta lapangan Kerja,pada faktanya pengaruh ekonomi liberaal menjadi basis undang-undang tersebut lahir sehingga Inilah yang menuai protes penolakan sebagian besar masyarakat terhadap undang-undang cipta lapangan kerja tersebut. [4]

Omnibus Law Undang-Undang No.11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja terdapat beberapa substansi yang mengubah,menghapus dan menambahi substansi yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan mengenai Potensi hilangnya upah minimum, Potensi hilangnya pesangon, Outsourcing disemua jenis pekerjaan, Pekerja kontrak tanpa batasan, Waktu kerja yang eksploitatif, Tenaga kerja asing kasar potensi bebas masuk ke Indonesia, Potensi hilanganya jaminan sosial, PHK semakin mudah, Hilangnya sanksi pidana untuk pengusaha nakal. Hal ini dapat disimpulkan menurut penulis bahwa Omnibus Law Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Kluster Ketenagakerjaan) tidak memberikan kepastian kerja,kepastian pendapatan dan kepastian jaminan sosial. Bahkan mereduksi atau mengurangi hak-hak pekerja yang sudah ada.

Dengan adanya latar belakang diatas, maka penulis memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui bahwa keberadaan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja Kluster Ketenagakerjaan masih banyak kekurangan dan bahkan cenderung merugikan bagi Pekerja/Buruh atas perubahan pasal-pasal tersebut, berpotensi membuat masalah baru pada hubungan industrial antara pengusaha dan pekerja sehingga hal ini membuat buruh/pekerja makin jauh dari kepastian perlindungan hukum.

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sosio legal, yaitu metode penelitian yang mengkaji persepsi dan perilaku manusia dan badan hukum orang yang terjadi di lapangan,yang menekankan pada pentingnya langkah-langkah observasi, pengamatan dan analitis yang bersifat empiris.[4] Pemilihan jenis penelitian sosio legal dalam penelitian ini digunakan karena permasalahan penelitian tidak hanya dapat diselesaikan dengan pendekatan secara normatif saja, Dan juga dalam penelitian ini harus dapat melihat kondisi hukum yang berjalan di masyarakat yaitu pengamatan langsung melalui penelitian lapangan, sehingga dapat mengungkap permasalahan yang menjadi substansi dalam kajian penulisan ini.[5]

Metode pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan Yuridis Sosiologis. Pendekatan yuridis sosiologis adalah mengkonsepsi dan mengidentifikasi hukum sebagai petunjuk yang riil dalam sistem kehidupan yang nyata,hal ini untuk memperoleh pengetahuan hukum secara empiris.[6] Atau dengan kata lain yakni suatu penelitian yang di lakukan pada suatu kondisi atau keadaan sebenarnya yang terjadi di masyarakat dengan maksud untuk mengetahui untuk menemukan fakta dan data yang terkumpul kemudian dilalukan identifikasi masalah yang pada endingnya untuk menemukan penyelesaian masalah tersebut.[7]

Jenis sumber data yang dipakai penulis untuk mengumpulkan data penelitian yakni sumber data primer yang berasal dari data observasi lapangan. [8] Dengan diperoleh memalui wawancara langsung dengan narasumber Ketua umum Jazuli S.H. dan Sekretaris umum Pujianto S.H. , M.H. selaku Pimpinan Organisasi Serikat Pekerja dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Provinsi Jawa Timur. Kemudian sumber data sekunder yang terdiri atas jurnal-jurnal hukum,buku-buku yang ditulis olrh para ahli hukum,yurisprudensi yang berkaitan dengan topik penelitian. [9] antara lain :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen ke IV.

2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

7. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

8. Kepmenakertrans No. 235/men/2003 Tentang Jenis jenis Pekerjan yang membahayakan kesehatan dan keselamatan.

9. Pendapat Hukum ( legal opini ) Dr.M. Hadi Shubhan S.H. M.H. C.N “Implikasi Yuridis Pemberlakuan UU 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Beserta Beberapa Peraturan Pemerintah Sebagai Peraturan Organik”

10. Jurnal Panorama Hukum Fajar Kurniawan dan Wisnu Aryo Dewanto“ Problema Pembentukan RUU Cipta Kerja Dengan Konsep Omnibus Law Pada Klaster Ketenagakerjaan Pasal 89 Angka 45 Tentang Pemberian Pesangon Kepada Pekerja Yang di PHK”.

Peneliti melakukan analisis terhadap dimana sumber data yang diperoleh pada penelitian ini berupa karya ilmiah bersumber dari perundang-undangan dan buku-buku juga pemaparan realitas dengan penggambaran umum tentang fakta dan penelitian atas realitas tersebut,teknik pengumpul data yang digunakan wawancara langsung kepada narasumber.[10] Pengolahan sumber data yang dilakukan oleh penulis adalah dengan cara metode induktif hal ini bedasar pada peristiwa-peristiwa yang terjadi secara alamiah[11]

Hasil dan Pembahasan

1. Hak-Hak Pekerja Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Cipta Kerja.

Hukum ketenagakerjaan memiliki filosofi pemikiran guna memberikan perlindungan keadilan bagi pihak pekerja dan pihak pengusaha,terutama pihak pekerja sebagai pihak yang lemah dan keadilan sosial dalam hubungan kerja memiliki persamaan dan perbedaan yang cukup besar antara pihak pekerja dan pihak pengusaha.[12] Jika dikaitkan dengan hukum ketenagakerjaan di Indonesia dan utamanya asas adil yang termuat dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, bahwa yang dimaksud dengan adil adalah negara memiliki kewajiban untuk melindungi hak-hak pekerja yang mana hal itu merupakan kewajiban dari pengusaha untuk memberikannya.[13]

Hasil temuan penelitian ini diperoleh dengan dari wawancara secara langsung dengan informan dalam hal ini pimpinan federasi serikat pekerja metal indonesia (fspmi) wilayah jawa timur. Peneliti juga menemukan hasil penelitian dari memakai teknik observasi atau mengkaji pasal-pasal mana saja yang dianggap oleh buruh / pekerja yang telah mereduksi ketentuan normatif sebelumnya.[14]

Adapun hasil temuan dari penelitian ini berdasar pada sumber data yang ada antara lain :

  1. Bahwa mulai proses penyusunan lanjut pembahasan sampai dengan diputuskannya dalam rapat-rapat paripurna DPR RI kurang menampung aspirasi pekerja/buruh secara maksimal dan terkesan terburu-buru dalam segala prosesnya.
  2. Bahwa Omnibus Law Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang telah diundangkan banyak sekali pasal-pasal yang mereduksi ketentuan sebelumya Undang-Undang Ketenagakerjaan, diantaranya :

Upah Minimum

Bahwa Undang-Undang Cipta Kerja Kluster Ketenagakerjaan Gubernur hanya berkewajiban menetapkan upah minimum kabupten/kota (UMK) dan menetapkan upah minimum provinsi (UMP), kemudian untuk upah minimum sektoral provinsi(UMSP) dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) akan dihilangkan. Jika dilihat dari ketetapan yang ada maka tidaklah tepat jika Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja diberlakukan karena yang awalnya bagi pekerja yang sudah menerima UMK dan atau UMSK akan dipaksa mendapatkan UMP jelas ini lebih buruk bagi pekerja/buruh terkait pendapatan/upah yang didapat.

Pesangon Pekerja Dikurangi

Bahwa Dalam Undang-Undang Cipta Kerja pesangon hanya mendapatkan satu kali bahkan uang penggantian hak hanya sebesar 15%.dalam Pasal 156 Ayat (4) huruf c Undang-Undang Ketenagakerjaan juga dihilangkan. Hal ini menunjukkan bahwa Omnibus Law Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sama sekali tidak memberikan kesejahteraan bagi pekerja/buruh.

PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu)

Bahwa Dalam Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja tidak mengatur batas waktu dalam PKWT,padahal pada Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan mengatur batas waktu pengusaha untuk menerapkan system PKWT yaitu maksimal 3 tahun.sehingga memungkinkan pekerja berstatus karyawan kontrak (PKWT) seumur hidup jika merujuk pada Undang-Undang Cipta Kerja.

Out Sourcing / Alih Daya

Bahwa Dalam Undang-Undang Cipta Kerja tidak mengatur jenis pekerjaan yang bisa diterapkan untuk system hubungan alih daya/out sourcing,padahal dalam Undang-Undang Nomor Ketenagakerjaan mengatur hanya 5 jenis pekerjaan yang bisa diterapkan system hubungan kerja Out Sourcing, dan ini juga telah dikuatkan oleh Mahkamah Konstitusi,hal ini jelas menjadikan pekerja/buruh tidak memiliki kepastian hubungan kerja.

Undang-Undang Cipta Kerja Kluster Ketenagakerjaan Kontradiktif dengan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan Peraturan perusahaan (PP)

Bahwa Undang-Undang Cipta Kerja pada Kluster Ketenagakerjaan isi pasal-pasalnya banyak yang mereduksi isi dari Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tentu saja ini banyak menimbulkan permasalan baru pada hubungan industrial antara pekerja dan pengusaha.sehingga sangat merugikan bagi buruh/pekerja apabila kesepakatan tersebut harus diturunkan nilainya atau harus disesuaikan dari Omnibus Law Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini.

Mengapa kehadiran Omnibus Law Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Kluster Ketenagakerjaan) yang digagas oleh pemerintah kemudian dilakukan pembahasan bersama DPR banyak sekali diprotes oleh elemen masyarakat,hal ini peneliti melihatnya dikarenakan Pemerintah dan DPR RI dalam mengkonsep sampai pembahasan kurang mengkedepankan prinsip partisipasi,transparansi dan akuntabilitas kepada publik. Sehingga banyak menimbulkan kontroversi ketika disosialisasikan. Bahkan banyak sekali kita mengetahui adanya penolakan oleh berbagai elemen masyarakat terjadi unjuk rasa atau demontrasi besar-besaran supaya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja wabil khusus kluster ketenagakerjaan ini dibatalkan atau di cabut. Dari hasil wawancara dengan pimpinan Organisasi Serikat Buruh/Serikat Pekerja terbesar di Jawa Timur yakni FSPMI serta hasil temuan dari bahan hukum yang ada,maka penulis berpendapat sebagai berikut :

1. Secara normatif merujuk pada Asas-asas Umum Penyelenggaraan Pemerintah Yang Baik (AAUPB) dalam penyusunan Undang-undang haruslah dijalankan dengan baik sehingga tidak melanggar salah satu asas yaitu asas kecermatan. Jika asas ini diabaikan maka dapat menyebabkan munculnya konflik permasalahan hukum.

2. Pembahasan pada Omnibus Law Cipta Kerja dapat dianggap kurang partisipatif. Hal ini tidak sesuai dengan asas keterbukaan, ini bisa dikatakan sebagai bentuk pelanggaran terhadap pasal 1 ayat (2) UUD 1945 serta Pasal 5 Undang-undang No. 12 Tahun 2011.

3. Pembahasan pada Omnibus Law Cipta Kerja dapat dianggap kurang mengedepankan asas kejelasan rumusan sebagaimana ketentuan Pasal 5 Undang-Undang No.12 Tahun 2011.

4. Metode penyusunan Omnibus Law sampai saat ini belum diatur dasar hukumnya hal ini jelas berpotensi mengahasilkan produk hukum yang inkonstitusional.

5. Sebaiknya pemerintah segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) untuk menyelesaikan polemik Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja sebagai bentuk mengakomodasi tunntutan publik dan dari masyarakat ada yang mengajukan judicial review ke Mahkamah untuk memperlihatkan bahwa kehadiran Omnibus Law Cipta Kerja tidak diharapkan oleh masyarakat.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan analisis pembahasan yang telah dikemukakan oleh Peneliti maka dapat ditarik kesimpulan,Bahwa perlindungan hukum hak-hak pekerja setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Kluster Ketenagakerjaaan sangatlah merugikan Hak-hak yang ada yang sebelumnya diatur lebih baik di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan keberadaan pasal-pasal yang sudah disahkan di Undang-Undang Cipta Kerja Kluster Ketengakaerjaan masih banyak kekurangan dan kelemahan cenderung merugikan bagi Pekerja/Buruh yang tentunya berpotensi membuat masalah baru di kalangan masyarakat. Beberapa substansi pasal diubah,dihapus dan disisipi dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan diantaranya mengenai perjanjian kerja waktu tertentu,waktu istirahat,cuti kerja, upah minimum,pekerja alih daya,pesangon,pemutusan hubungan kerja,tenaga kerja asing,jaminan sosial pekerja. Maka Memperhatikan kondisi tersebut jelaslah terlihat bahwa posisi pekerja/buruh tidak memiliki perlindungan hukum serta adanya jaminan keadilan dalam hal perlindungan kepastian kerja (job security),perlindungan kepastian pendapatan (income security) dan perlindungan kepastian jaminan sosial (sosial security).

References

  1. Media Perdjoengan,Ringkasan Eksekutif Said Iqbal“Catatan Kritis Omnibus Law RUU Cipta Kerja (Kluster Ketenagakerjaan)” cetakan pertama Maret 2020.
  2. Jurnal Panorama Hukum Fajar Kurniawan dan Wisnu Aryo Dewanto“ Problema Pembentukan RUU Cipta Kerja Dengan Konsep Omnibus Law Pada Klaster Ketenagakerjaan Pasal 89 Angka 45 Tentang Pemberian Pesangon Kepada Pekerja Yang di PHK”.
  3. Media Perdjoengan, Ringkasan Eksekutif Said Iqbal“Catatan Kritis Omnibus Law RUU Cipta Kerja (Kluster Ketenagakerjaan)” cetakan pertama Maret 2020.
  4. Muh Sjaiful (Februari 2021) Dalam Penelitiannya yang berjudul “Problematika Normatif Jaminan Hak-Hak Pekerja Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja”
  5. Sabian Utsman, Dasar-dasar Sosiologi Hukum: Dilengkapi Proposal Penelitian Hukum (legal Research), Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2013, Cet. 3, hlm 26.
  6. Dr. Jonaedi Efendi dan Prof. Dr. johny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum , Prenadamedia Group, Depok, 2018, hlm. 150.
  7. Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, (jakarta : Penerbit Universitas Indonesia Press,1986), hlm 51
  8. Bambang Waluyo, Penelitian hukum dan praktek, (jakarta sinar grafika 2002) hlm 15
  9. Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, (jakarta : Penerbit Universitas Indonesia Press,1986), hlm 51
  10. Bambang Waluyo, Penelitian hukum dan praktek, (jakarta sinar grafika 2002) hlm 15
  11. https://www.scribd.com/doc/285546689/Pengertian-Metode-Induktif-Dan-Metode-Deduktif ,diakses pada tanggal 19 April 2018 pukul 9.46
  12. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen ke IV.
  13. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
  14. Eko Sugiarto, Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif Skripsi dan Tesis, Yogyakarta, Suara Media, 2015, hlm.9
  15. Dr. Amiruddin, S.H., M.Hum. Prof. Dr. H. Zainal Asikin, S.H., S.U. 2016. Pengatar Metode Penelitian Hukum, Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.