Login
Section Education Accounting

Inheritance Distribution Practices in Ngadas Village Customary Law

Praktik Pembagian Warisan dalam Hukum Adat Desa Ngadas
Vol. 20 No. 4 (2025): November:

Agus Santriana (1), Sri Budi Purwaningsih (2)

(1) Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Indonesia, Indonesia
(2) Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Indonesia, Indonesia

Abstract:

General Background: Inheritance law in Indonesia reflects legal pluralism involving Islamic, Civil (BW), and customary systems.
Specific Background: Ngadas Village, known for its strong customary traditions and mixed-religion population, applies local inheritance principles that differ from the Civil Code (BW).
Knowledge Gap: Few studies have examined how these customary practices effectively prevent inheritance disputes.
Aims: This research aims to analyze inheritance distribution in Ngadas Village through the perspective of customary and BW inheritance law.
Results: The study found that inheritance distribution in Ngadas follows a bilateral kinship system, where assets are allocated equally during the testator’s lifetime to minimize disputes.
Novelty: The integration of empirical and normative legal methods reveals the coexistence of traditional and state law principles.
Implications: The findings emphasize the importance of community-based dispute resolution through consensus to maintain social harmony.



Highlights:




  1. Customary inheritance reduces disputes in Ngadas Village.




  2. Bilateral kinship shapes inheritance distribution.




  3. Dispute resolution prioritizes consensus and tradition.




Keywords: Inheritance Law, Customary Law, Ngadas Village, Kinship System, Dispute Resolution

Downloads

Download data is not yet available.

Distribution Of Inheritance In Ngadas Village From The Perspective Of Inheritance Law

Pembagian Harta Waris Di Desa Ngadas Di Tinjau Dari Perspektif Hukum Waris

Agus Santriana1*,Sri Budi Purwaningsih2

1)Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Indonesia

*Email sribudie21@gmail.com

Abstrac t : As a discussion in this article is whether the distribution of inheritance, based on customary inheritance

has been effective in reducing the occurrence of inheritance disputes, what is the role of BW inheritance law in the distribution of inheritance in the Ngadas traditional village. How to resolve disputes that occur inheritance that occurs in the Ngadas Traditional Village. The method used is the empirical legal method and the normative legal method. The results of the interview conducted by the author are that inheritance law in Ngadas Village is still in the planning process of bookkeeping. The inheritance distribution system used is the perental or bilateral kinship system. The inheritance law applied is different from the BW inheritance law. BW inheritance and customary inheritance have different principles. The customary inheritance law of Ngadas Village has been effective in reducing disputes, the occurrence of differences in the principles of BW inheritance law and customary inheritance law both in the distribution of assets and inheritance. In customary inheritance law, dispute resolution is carried out through deliberation. Keywords Inheritance law;Customary Inheritance; Jurnal UMSIDA ; article template

Abstrak : Abstrak sebagai pembahan dalam artikel ini adalah apakah pembagian waris, berdasarkan waris adat

sudah efektif untuk mengurangi adanya sengketa harta waris, bagaimana peran hukum waris BW dalam pembagian waris pada desa adat Ngadas. Bagaimana cara penyelesaian sengketa yang terjadi waris yang terjadi di Desa Adat Ngadas. Metode yang digunakan adalah metode hukum empiris dan metode hukum normative. Hasil dari wawancara yang dilakukan penulis adalah hukum waris di Desa Ngadas masih dalam perencanaan proses pembukuan. System pembagian waris yang dipakai adalah system kekerabatan perental atau bilateral. Hukum waris waris yang diterapkan berbeda dengan dengan hukum waris BW. Waris BW dan waris adat mempunyai perbedaan prinsip. Hukum waris adat Desa Ngadas sudah efektif dalam mengurangi sengketa,terjadinya perbedaan prinsip hukum waris BW dan hukum waris adat baik dalam pembagian harta dan warisnya. Dalam hukum waris Adat penyelesaian sengketa dilakukan dengan cara musyawarah.

I. Pendahuluan

Hal yang melatarbelakangi terjadinya suatu pewarisan atau pembagian harta waris adalah suatunya adalah terjadinya kematian. Dengan terjadinya suatu kematian akan terjadi sebuah peristiwa yaitu pewarisan. Yang mana di Daerah Adat Ngadas dengan mengedepankan hukum adat sebagai salah cara yang dilakukan untuk pembagian hal yang berkaitan dengan pewarisan atau waris.Terjadinya suatu pernikahan campur atau beda agama juga mempengaruhi pembagian harta warisan tersebut atau harta peninggalan pewaris. Begitupun hal yang mendasar yang menjadi satu alasan pokok dalam pembagian harta warisan yang terjadi di Desa Ngadas yaitu antara agama Islam, agama Hindu dan Agama Budha. Dampak dari perkawinan beda agama terebut akan mempengaruhi sistem dari pembagian harta warisan tersebut. 12

Dimana terjadinya perkawinan lintas agama akan memberikan suatu masalah yang timbul atas bagaimana cara pembagian harta warisan tersebut, apakah menggunakan hukum waris Islam bagi pernikahan campuran antara Islam dengan agama lain, begitu juga dengan agama hindu dengan Budha, apakah akan menggunakan hukum waris Burgerlijk Wetboek ataukah akan menggunakan hukum waris adat dalam pembagian harta warisnya.

Dari dahulu sampai saat ini permasalahan yang berkaitan dengan harta warisan selalu menjadi hal yang pelik dan tidak jarang pula terjadinya sengketa atas pembagian harta yang ditinggalkan oleh pewaris. Salah satu sisi mengklim bahwa itu bagian atau haknya sedang sisi lain juga memgakui bahwa itu juga harta peninggalan leluhurnya.

Pada zaman nenek moyang kita penjelasan mengenai warisan tidak mengenal arti hak milik perseorangan barang, dikarenakan tidak ada suatu wadah atau lembaga yang menangani suatu peraturan hukum warisan, dimana pada zaman tersebut tali kekeluargaan antara kondisi keluarga dan kondisi warisan yang menentukan batas-batas yang menyangkut warisan.

Hukum waris yang dipergunakan di Indonesia untuk setiap warga Negara Indoneisa yaitu :

  1. Pada dasarnya Hukum adat berlaku untuk orang Indonesia asli, dimana telah dijelaskan dari beberapa macam daerah yang ada kaitannya dari tiga sifat kekeluargaan yaitu, sifat bapak atau orang tua laki-laki, sifat ibu atau orang tua perempuan danyang terakhir sifat keduanya sifat kebapak-ibuan.
  2. Peraturan waris dari hukum waris agama Islam memiliki pengaruh mutlak bagi orang Indonesia asli di beberapa daerah
  3. Hukum Waris Burgerlijk Wetboek (buku II litel 12 sd 18 yang tertulis dalam pasal 830 sehingga pasal 1130) diperlukan untuk orang-orang kelompok Tionghoa.

Dalam bentuk suatu harta warisan akan terlihat jelas perbedaan antara Hukum Adat, Hukum waris Burgerlijk Wetboek yang biasanya disingkat dengan Hukum Waris BW atau Perdata dan Hukum Waris Islam, serta Hukum Waris Adat yang digunakan disuatu daerah yang masih kental atau memegang teguh nilai-nilai budaya untuk menjaga ajaran turun temurun yang telah diajarkan oleh para leluhur mereka dalam membagi harta warisan yang ditinggalkan oleh di pewaris, dalam beberapa daerah Hukum Waris Adat sudah menjadi panutan atau pedoman dalam pembagian harta peninggalan agar tidak terjadinya permasalahan dikemudian hari. Akan tetapi tidak jarang juga terdapat ketimpangan dalam pembagian antara anak laki-laki atau keturunan laki-laki dan anak keturunan perempuan. Dalam hukum BW yang dimaksud dengan warisan adalah segala sesuatu yang menjadi peninggalan daripada pewaris, termasuk hgutang-hutang yang ditinggalkan.3

Dari hukum adat sendiri dalam pembagian warisan adalah semua hutang-hutang yang ditinggalkan oleh pewaris dibayarkan keseluruhannya oleh para ahli waris tanpa melihat banyak atau sedikitnya harta yang ditinggalkan.Dalam hukum adat pada umumnya pembagian harta warisan biasanya merupakan penyerahan barang terhadap ahli waris. Dan dalam pembagian harta warisan juga dipengaruhi oleh :

a.Pengaruh Hak Pertuanan Desa

b.Pengaruh Famili

c.Manfaat barang yang diwariskan

Hukum waris adat memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

  1. Dasar hukumnya ialah hukum adat setempat (lokalistik) bergantung pada struktur kekerabatan yang dianut oleh masyarakat tersebut.
  2. Berlaku untuk masyarakat adat dan tidk berisfat nasioanl
  3. Mewaris menurut sistem kekerabatan yang dianut apakah Patrilineal, Matrilineal, atau Bilateral
  4. Untuk anak laki-laki dan anak perempuan bagiannya tidak sama
  5. Ahli waris tidak selalu dekat dengan pewaris
  6. Dapat mewaris secara individu atau kelompok
  7. Warisan terbuka bisa saat seblum pewaris meninggal dunia
  8. Apabila terjadi sengketa maka diselesaikan oleh kepala adat

Dari latar belakang diatas, penulis merasa perlu mengkaji lebih dalam bagaimana pembagian harta warisan yang terjadi di Desa adat khususnya Desa Ngadas Kabupaten Malang terkait pembagian harta warisan ditinjau dari perspektif Hukum waris. Bagaimana para ahliwaris mendapat keadilan dalam pembagian harta warisan yang ditinggalkan agar tidak terjadi suatu permasalahan sengketa waris.4

II. Metode

Sesuai dengan permasalahan yang diteliti maka dalam hal ini penulis menggunakan metode hukum empiris. Dan metode hukum normative. Metode penelitian hokum empiris merupakan metode penelitian Hukum yang menggunakan fakta-fakta yang diambil dari perilaku masyarakat di daerah yang diteliliti. Sedangkan metode penelitian hukum normative merupakan metode yang digunakan di dalam penelitian dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.

III. Hasil dan Pembahasan

Menurut keterangan yang penulis peroleh dari nara sumber yaitu Sekdes Ngadas bahwa hukum-hukum adat di desa Ngadas masih dalam perencanaan dalam proses pembukuannya.Adapun tata cara pewarisan di Desa tersebut adalah sistem kekerabatan dan wasiat lisan dengan kata lain sebelum pewaris meninggal, mereka akan mengumpulan anak-anak dan para saudara dan kerabat serta melibatkan aparat desa dan tetua adat untuk membahas bagaimana pembagian harta peninggalan mereka kelak.

Desa Ngadas menganut system kekerabatan parental atau bilateral ialah system keturunan yang ditarik dari garis ayah dan garis ibu. Pembagian warisan di Desa Ngadas terbagi menjadi dua macam cara, yaitu sebelum pewaris meninggal serta setelah pewaris meninggal.5 Warga Desa Ngadas juga mengklasifikasikan hibah juga sebagai warisan. Harta warisan yang paling banyak dibagi ialah berupa tanah dan bangunan rumah. Banyak pewaris membagikan tanahnya secara merata kepada anaknya dengan harapan anak-anaknya nanti sudah memiliiki tanah dan rumah tinggal. Untuk pembagian harta warisan setelah meninggal, warga melakukan prosesnya di kantor kepala desa guna menghindari terjadinya konflik. Ketika pembagiannya, yang bertindak penuh sebagai pembagi warisan adalah pewaris semasa hidupnya.

Pewaris memiliki hak penuh atas pembagian harta kepada siapa saja yang akan ditunjuk sebagai penerima warisan. Akan tetapi penerima waris hanya menerima atas apa yang telah dibagikan oleh pewaris, hal ini dikarenakan ahli waris tidak punya wewenanng dalam menentukan bagian yang diterima sesuai dengan sistem kewarisan mayorat.

Bentuk warisan yang paling banyak dibagikan di desa ini ialah pembagian tanah gogo atau tanah ladang, karena berkaitan dengan batas tanah ladang milik orang lain. Maka dari itu, pembagian harus jelas ditentukan batasnya untuk menghindari kekeliruan dalam pembagian luas tanah serta meminimalisir adanya tanah tetangga yang terikut ke tanah yang kan dibagi. Dalam pembagian harta warisan, pembagian harta yang sudah di tentukan oleh pewaris semasa hidup, dirembukkan denganpara ahli waris dan seluruh keluarga yang berkepentingan agar semua yang berhak, mengetahui bagian yang diterima yang lain. Setelah proses pembagian, ahli waris berhak menggunakan bagaian yang telah diserahkan. Tetapi, saat akan memindahtangan ke pihak lain atas warisan tersebut, ahli waris harus menawarkan terlebih dahulu kepada anggota keluarga dekat yang lain dan apabila tidak ada peminat, baru ditawarkan ke orang lain.

Harta dalam hukum adat terbagi menjadi tiga, ialah harta pusaka, harta asal dan harta gono gini. Harta pusaka adat atau harta pusaka keluarga sifat penguasaannya hanya dapat dikuasakan kepada satu orang pewaris atau beberapa pewaris bersama-sama, harta ini tidak dapat diwariskan kepada yang bukan bagian dari keluarga. Harta asal atau harta bawaan ialah harta yang dibawa oleh masing-masing pihak, baik laki-laki maupun perempuan saat sebelum menikah dan penguasaannya hanya pada diri mereka masing-masing.6 Sedangkan harta gono gini ialah harta yang bergerak maupun tidak bergerak yang di dapat saat perkawinan berlangsung sehingga penguasaannya dapat dikuasakan kepada suami atau istri serta anak-anaknya dan jika terjadi perceraian maka harta ini harus dibagi kedua belah pihak.

  1. Pembagian Waris berdasarkan Waris Adat Desa Ngadas
  2. Peran Hukum Burgelijk Wetboek (BW) Dalam Pembagian Waris Pada Desa Adat Ngadas

Dalam Hukum Burgelijk Wetboek (BW) waris adalah mengartikan tentang hak dan kewajiban seorang pewaris. Umumnya, hak dan kewajibannya dibidang hukum kekayaan saja yang digantikan. Menurut Pasal 830 Burgerlijk Wetboek : “adanya Pewarisan dikarenakan adanya suatu peristiwa kematian.” Menurut Pasal 832 Burgerlijk Wetboek, keluarga sedarah yang sah maupun saudara yang tidak sah serta pasangan yang hidup terlama yaitu suami atau istri berhak menerima warisan.7 Keluarga sekandung atau dalam satu ikatan darah, dalam hukum waris Burgelijk Wetboek terbagi menjadi 4 golongan, yaitu :

  1. Golongan kesatu, terdiri atas pasangan yang hidup terlama serta anak dan cucunya..
  2. Golongan kedua, orang tua ibu atau ayah dan kakak,adik danketurunannaya.
  3. Golongan ketiga, kakek nenek.
  4. Golongan keempat, paman bibi serta keturunannya, saudara kakek dan nenek serta keturunannya).

Dalam Pasal 874 Burgerlijk Wetboek warisan merupakan milik ahli waris yang sudah ditetapkan dalam undang-undang, hal ini terjadi ketika pewaris tidak menyiapkan surat wasiat. 8

Berdasarkan bentuknya, surat wasiat dibagi 3 jenimacam, diantaranya adalah :

  1. Openbaar testament, adalah wasiat yang dibuat oleh si calon pemberi wasiat dihadapan notaris dan disaksikan oleh dua orang saksi.
  2. Olographis testament, yaitu wasiat yang dibuat oleh orang yang mewariskan kemudian diserahakn kepada notaris dan mendatangkan dua orang saksi.
  3. Testament tertutup (rahasia), yaitu testament dibuat sendiri oleh pemberi atau yang akan mewariskan , dan tidak ada keharusan ditulis sendiri, dan harus bersifat rahasia. Di hadiri sekurangnya empat orang sebagai saksi saat penyerahan kepada Notaris.9

Menurut Pasal 876 Burgerlijk Wetboek ada 2 cara ketetapan surat wasiat yaitu Erfstelling ialah wasiat yang diberikan tidak menentukan barang yang diwariskan dan dengan hak khusus atau yang juga disebut dengan Legaat ialah benda yang disebutkan dalam surat wasiat.

dalam Pasal 1001 Burgerlijk Wetboek gugurnya surat wasiat apabila penerima wasiat menolak dan belum cakap hukum dalam menerima wasiat. Menurut Pasal 897 yang boleh membuat wasiat hanyalah orang dewasa dan berusia di atas 18 tahun. Apabila dalam surat wasiat tersebut terdapat syarat yang tidak mengerti dan tidak mungkin dilaksanakan serta bertentangan dengan kesusilaan akandianggap sebagai syarat yang tidak tulis.10

Hukum waris dalam Burgerlijk Wetboek bersifat :

  1. Sistem perorangan, ialah yang menjadi penerima waris merupakan orang perorang bukan bukan berkelompok.
  2. Sistem bilateral, ialah mewarisi dari orang tua.
  3. Sistem derajat, ialah ahli waris yang memiliki kedudukan lebih dekat dengan si pewaris dan menghapus ahli waris yang lebih jauh kedudukannya dengan sipemberi waris.

Menurut Pasal 838 Burgerlijk Wetboek yang mana mengatur siapa saja yang berhak dan tidak berhak menjadi penerima warisan

  1. narapidana dipersalahakan karena telah membunuh sipewaris
  2. Mereka yang dengan putusan pengadilan per ah memfitnah pewaris, terhadap fitnah tersebut diancam dengan hukuman diatas 5 tahun penjara. Serta sudah ada Keputusan hakim yang mana menerangkan yang bersangkutan benar-ben ar bersalah.
  3. Mereka yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau mekakukan perbuatan mencegah pewaris untuk membatalkan ataupun mencabut wasiatnya.
  4. Mereka yang sudah melakukan tindakan pemalsuan wasiat dan penggelaqpan atau menghilangkan wasiat dengan sengaja.11

Hukum waris Burgelijk Wetboek (BW) memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

  1. Memiliki dasar hukum
  2. Diperuntukkan bagi masyarakat non Islam
  3. Mewaris dari pihak orang tua (Bilateral)
  4. Pembagian warisan antara anak laki-laki dan perempuan sama
  5. Orang yang dekaat dengan pewaris
  6. Tidak adanya warisan kelompok
  7. Waris hanya terjadi aapabila si pemberi meninggal dunia
  8. Jika ada sengketa di selesaikan di Pengadilan Negeri

Dalam pembagian warisan masyarakat Desa Ngadas dilakukan ketika pewaris masih hidup.12 Hal ini dilakukan agar tidak terjadi perselisihan sesama ahli waris ketika si pewaris meninggal dunia. Sedangkan menurut hukum BW, pembagian warisan dilakukan ketika si pewaris meninggal dunia. Dalam hukum di Indonesia adanya waris karena adanya satu peristiwa kematian dan apabila belum adanya kematian makaq tidak disebut dengan Waris melainkan Hibah. Pada masyarakat Desa Ngadas diketahui ada dua waktu penting yaitu waktu saat warisan itu diserahkan dan waktu saat mengalihkan kepemilikan. Ketika pewaris masih hidup maka pewaris akan melakukan pembagian warisan kepada anak turunnya. Sedangkan waktu peralihan hak kepemilikan dilakukan ketika pewaris sudah meninggal dunia dan setelah dilakukan musyawarah. Sebagian besar masyarakat Desa Ngadas menganggap bahwa hukum adat lebih sesuai dengan kehidupan mereka.

  1. Peran Undang-Undang Waris yang Digunakan Dalam Penyelesaian Sengketa Pembagian Harta Waris di Desa Adat Ngadas

Konflik dapat terjadi apabila masing-masing pihak bersaing guna mencapai tujuannya dan di dalam persaingan itu akan muncul sebuah keingginan untuk mengalahkan pihak tertentu, maka dari itu akan ada pihak yang menang dan ada pihak yang kalah. Dan akan menimbulkan konflik dan kerugian pada pihak yang merasa kalah pada pihak lain sehingga mengakibatkan sengketa. Warisan yang pembagiannya tidak proporsional sesuai dengan hukum yang berlaku juga dapat melahirkan sengketa. 13

Dalam penyelesaian sengketa memerlukan penyelesaian yang memadai sehingga menimbulkan masyarkaat adat berada dalam kondisi yang kondusif, aman serta damai. Sengketa dapat terselesaikan maupun tidaknya dipengaruhi oleh permasalahan dan cara penyelesaian yang dilakukan dan para pihak yang berkaitan sengketa dan cara penyelsaiannya.

Dalam hukum waris, harta warisan dibagikan kepada ahli waris dalam prosesnya bisa berlangsung tanpa sengketa atau dengan sengketa. Pada prinsipnya, pembagian harta waris dalam pelaksanaannya berlangsung secara musyawarah. Apabila musyawarah tidak dapat menyelesaikan sengketa, maka melalui pengadilan dalam penyelesaiannya.

Hukum BW yang mengatur tentang waris yang sudah dituliskan dan merupakan hukum yang paling tua yang berlaku. Pembagian waris meurut hukum BW lebih mengedepankan waris kepada keluarga yang memiliki hubungan sedarah dan terikat dengan pertalian perkawinan atau disebut dengan testamentair atau yang lebih dikenal denganvsurat wasiat adalah bahwa ahli waris yang sudah ditulis dalam surat wasiat yang berhak menerima warisan.14

Kekerabatan adalah hal yang sangat fital dalam Hukum Waris Adat. Penyelesaian sengketa dilakukan secara musyarawah mufakat, kerukunan serta perdamaian , ini berlaku bagi semua ahli waris. Apabila hal ini tidak menyelesaikan, maka maka akan dilakukan penyelesaian sengketa di Pengadilan setempat. Tetapi, di Desa Ngadas apabila tidak mencapai mufakat, masalah ini akan dibawa hadapaqn tetua adat dan kepala Desa agar digelarnya suatu acara guna untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Hukum, Wris BW dan Waris adat mempunyai perbedaan dalam prinsip, baik dalam pembagian hartanya maupun cara pembagiannya.

IV. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap pembagian waris di Desa Ngadas ditinjau dari perspektif hukum waris, maka dapat disimpulkan bahwa :

  • Hukum Waris Adat Desa Ngadas sudah efektif dalam mengurangi adanya sengketa waris karena pembagian warisan dilakukan ketika si pewaris masih hidup dengan mendatangkan seluruh ahli waris dan pembagiannya diketahui oleh seluruh ahli waris serta dihadiri oleh para Tetua Adat dan perangkat Desa.
  • Hukum Waris Adat Desa Ngadas mempunyai perbedaan prinsip dengan hukum waris BW baik dalam pembagian hartanya maupun cara pembagiannya.2
  • Dalam penyelesaian sengketa di Desa Ngadas dilakukan secara musyawarah dengan cara mendatangkan seluruh ahli waris. Namun apabila musyawarah tersebut tidak menyelesaikan maka akan dibawa ke lembaga adat dan diselesaikan oleh para Tetua Adat.15

V. Ucapan Terima Kasih

Tidak lupa saya sampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dan memberikan bimbingan kepada saya, ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada :

  1. Suami saya yang selalu memberi semangat dan memberi dukungan berupa materiil dan imateriil serta waktu yang diberikan
  2. Kepada Kepala Desa Ngadar beserta jajarannya yang telah banyak membantu dlam pengumpulan data
  3. Serta semua pihak yang telah memmbantu sehingga tersusunya karya ilmiah ini.

VI. REFERENSI

[2]Anton, D. Husnainah, F. Hanifah, M. Faridz, and F. Fauziah, “Hukum Waris Nasional; Perbandingan Antara Kewarisan Islam, Burgerlijk Wetboek, dan Hukum Waris Adat,” Mister J. Penelit. Multidisipin dalam Ilmu Pengetahuan, Teknol. dan Pendidik., vol. 2, no. 1, pp. 2529–2540, 2025.

[3]N. U. R. K. Ramadhaniati, “Rekonstruksi Hukum Waris Di Indonesia Berbasis Keadilan,” Fak. Huk. Univ. Islam Sultan Agung, 2024.

[4]M. H. Iqballudin and S. Muhammad, “Harmonisasi Hukum Waris Islam Dan Hukum Waris Adat Dalam Penyelesaian Sengketa Waris Di Indonesia Harmonization of Islamic Inheritance Law and Customary Inheritance Law in Resolving Inheritance Disputes in Indonesia,” pp. 3015–3028, 2025.

[5]M. S. dan S. A. W. Frisandia, “Sistem Pewarisan Menurut Hukum Waris Adat Mengenai Sistem kekerabatan yang Berlaku dalam Masyarakat Adat Indonesia,” J. Ilm. Multidisiplin, vol. 1, no. 4, p. 241, 2024.

[6]I. Wayan Wahyu Wira Udytama, Y. Yasa Wedha, and N. Nyoman Ayu Tri Sukmarini, “Kedudukan Anak Angkat Dalam Pembagian Harta Waris Menurut Perspektif Hukum Adat Bali,” J. Huk. Sar., vol. 06, no. 02, pp. 789–799, 2024, [Online]. Available: https://e-journal.unmas.ac.id/index.php/JHS

[7]F. R. Musyaffa Abidin, A. S. Putri, T. A. Maryam, M. A. Maharani, T. A. Fahrhezi, and M. Sakti, “Analisis Perbandingan Pembagian Harta Waris berdasarkan Hukum Adat Minangkabau dan KUHPerdata,” J. Huk. Statut., vol. 3, no. 2, pp. 115–127, 2024, doi: 10.35586/jhs.v3i2.8279.

[8]J. Yurisprudensi, H. dan Peradilan, A. Yuridis Ketentuan Pembuatan Surat Wasiat Berkaitan dengan Pembagian Warisan Apabila Tidak ada Keluarga Sedarah Pada Garis Lurus Ke atas dan Ke Bawah Sesuai dengan Ketentuan KUH Perdata dan KHI Nuràini Jihan Wijayanti, and R. Rifana, “Volume 2 Nomor 4 Tahun 2023 YUDHISTIRA,” vol. 2, pp. 1–11, 2024.

[9]A. Hakim, “Konsep Wasiat Wajibah dalam Warisan dan Problematikanya,” Al-Inṣāf, vol. 3, no. 2, pp. 1–15, 2024.

[10]O. Notarium, “Wasiat Yang Ideal Dalam Ruang Lingkup Hukum Pembuktian di Indonesia Defita Permata Sari Magister Kenotariatan Fakultas Hukum , Universitas Islam Indonesia , Yogyakarta , Indonesia , 21921006@students.uii.ac.id PENDAHULUAN Manusia diciptakan bukan untuk hi,” vol. 4, no. September 2023, pp. 1–12, 2024.

[11]Z. Arif, “Perkembangan Hukum Perdata Di Indonesia Tinjauan Historis Dan Kontekstual,” Islam. Bussiness Law Rev., vol. 6, no. 1, pp. 1–13, 2024, doi: 10.30821/iblr.v6i1.21354.

[12]F. P. Meilinda, “Islam Wasathiyah : Ritual Dan Mistisisme Jawa,” vol. 10, no. 02, pp. 180–194, 2025.

[13]J. Humaniora, P. Sengketa, and W. Berdasarkan, “Penyelesaian sengketa waris berdasarkan hukum adat tengger,” vol. 2, no. 2, 2025.

[14]A. A. Apryano, A. Ramadhan, F. F. Fernando, and R. P. Erdiyanto, “Penyelesaian Sengketa Waris Dalam Konflik Antar Keluarga Sedarah,” J. Kewarganegaraan, vol. 8, no. 1, pp. 961–968, 2024.

[15]F. Damayanti, A. T. Syah, A. Yumarni, and R. Y. A. Ilyanawati, “MANGGARAI ( Studi Putusan Pengadilan Negri Ruteng Nomor 1130 K / Pdt / 2017 ),” vol. X, pp. 3414–3419, 2017.

References

[1] H. Setiawan and Fahklur, “Rasio Legis Perkawinan Beda Agama Dalam Hukum Positif Di Indonesia,” J-CEKI J. Cendekia Ilm., vol. 2, no. 1, pp. 95–101, 2022, doi: 10.56799/jceki.v2i1.1180.

[2] D. Anton, F. Husnainah, F. Hanifah, M. Faridz, and F. Fauziah, “Hukum Waris Nasional; Perbandingan Antara Kewarisan Islam, Burgerlijk Wetboek, dan Hukum Waris Adat,” Mister J. Penelit. Multidisiplin dalam Ilmu Pengetahuan, Teknol. dan Pendidik., vol. 2, no. 1, pp. 2529–2540, 2025.

[3] N. U. R. K. Ramadhaniati, “Rekonstruksi Hukum Waris Di Indonesia Berbasis Keadilan,” Fak. Huk. Univ. Islam Sultan Agung, 2024.

[4] M. H. Iqballudin and S. Muhammad, “Harmonisasi Hukum Waris Islam Dan Hukum Waris Adat Dalam Penyelesaian Sengketa Waris Di Indonesia,” pp. 3015–3028, 2025.

[5] M. S. and S. A. W. Frisandia, “Sistem Pewarisan Menurut Hukum Waris Adat Mengenai Sistem Kekerabatan yang Berlaku dalam Masyarakat Adat Indonesia,” J. Ilm. Multidisiplin, vol. 1, no. 4, p. 241, 2024.

[6] I. W. W. W. Udytama, Y. Y. Wedha, and N. N. A. T. Sukmarini, “Kedudukan Anak Angkat Dalam Pembagian Harta Waris Menurut Perspektif Hukum Adat Bali,” J. Huk. Sar., vol. 6, no. 2, pp. 789–799, 2024.

[7] F. R. M. Abidin, A. S. Putri, T. A. Maryam, M. A. Maharani, T. A. Fahrhezi, and M. Sakti, “Analisis Perbandingan Pembagian Harta Waris Berdasarkan Hukum Adat Minangkabau dan KUHPerdata,” J. Huk. Statut., vol. 3, no. 2, pp. 115–127, 2024, doi: 10.35586/jhs.v3i2.8279.

[8] J. Yurisprudensi, H. dan Peradilan, A. Yuridis, N. J. Wijayanti, and R. Rifana, “Ketentuan Pembuatan Surat Wasiat Berkaitan dengan Pembagian Warisan,” Yudhistra, vol. 2, no. 4, pp. 1–11, 2024.

[9] A. Hakim, “Konsep Wasiat Wajibah dalam Warisan dan Problematikanya,” Al-Inṣāf, vol. 3, no. 2, pp. 1–15, 2024.

[10] O. Notarium, “Wasiat Yang Ideal Dalam Ruang Lingkup Hukum Pembuktian di Indonesia,” vol. 4, pp. 1–12, 2024.

[11] Z. Arif, “Perkembangan Hukum Perdata Di Indonesia: Tinjauan Historis dan Kontekstual,” Islamic Business Law Review, vol. 6, no. 1, pp. 1–13, 2024, doi: 10.30821/iblr.v6i1.21354.

[12] F. P. Meilinda, “Islam Wasathiyah: Ritual dan Mistisisme Jawa,” vol. 10, no. 2, pp. 180–194, 2025.

[13] J. Humaniora, P. Sengketa, and W. Berdasarkan, “Penyelesaian Sengketa Waris Berdasarkan Hukum Adat Tengger,” vol. 2, no. 2, 2025.

[14] A. A. Apryano, A. Ramadhan, F. F. Fernando, and R. P. Erdiyanto, “Penyelesaian Sengketa Waris Dalam Konflik Antar Keluarga Sedarah,” J. Kewarganegaraan, vol. 8, no. 1, pp. 961–968, 2024.

[15] F. Damayanti, A. T. Syah, A. Yumarni, and R. Y. A. Ilyanawati, “Manggarai (Studi Putusan Pengadilan Negeri Ruteng Nomor 1130 K/Pdt/2017),” vol. X, pp. 3414–3419, 2017.