Login
Section Education Accounting

Legal Certainty of Creditors in Land Mortgage Splitting under Law No. 4 of 1996

Kepastian Hukum Kreditur dalam Pembagian Hipotek Tanah berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
Vol. 20 No. 4 (2025): November:

Ilyas Widodo (1), Sri Budi Purwaningsih (2)

(1) Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Indonesia, Indonesia
(2) Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Indonesia, Indonesia

Abstract:

Background: Economic growth drives an increasing demand for credit, with land as the most strategic collateral due to its stable value and legal clarity. Specific Background: The split of mortgaged land (splitzing) raises legal concerns regarding the creditor’s rights and the continuation of mortgage obligations. Gap: Limited discussion exists on how mortgage splitting affects creditors’ protection under Indonesian mortgage law. Aim: This study analyzes the implementation of creditor protection in land mortgage splitting based on Law No. 4 of 1996 on Mortgage Rights. Results: The study finds that mortgage splitting must be explicitly agreed upon in the Deed of Mortgage Granting (APHT) and approved in writing by the creditor. Roya (deletion) of mortgage registration occurs only after full repayment. Novelty: This paper highlights the creditor’s legal certainty amidst property division practices. Implications: The findings contribute to strengthening legal frameworks ensuring creditor protection in Indonesia’s mortgage system.


Highlights:
• Legal certainty of creditors in land mortgage splitting
• The necessity of creditor consent in mortgage division
• Legal procedure and implications of roya process


Keywords: Mortgage, Splitzing, Creditors, Legal Protection, Land Rights

Downloads

Download data is not yet available.

Implementation of the creditor on the split of mortgage collateral is reviewed by law no. 4 years 1996 regarding rights [Implementasi Kreditur atas Split Jaminan HT Ditinjau dari UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan]

Ilyas Widodo1)Sri Budi Purwaningsih2)

1)Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Indonesia

*Email_______@umsida.ac.id

I. Pendahuluan

Pembaharuan ekonomi satu faktor yang penting untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal ini dikarenakan akan meningkat pula keperluan akan modal usaha diperoleh dari perkreditan.1 Oleh sebab itu, pihak bank memberi peluang bagi pengusaha memberikan perkreditan untuk mengelolah modal usaha dan memberikan kepastian hukum kepada pihak kreditur atau Lembaga yang menyediakan layanan kredit. Dengan adanya peminjaman modal usaha kepada pihak perbankan diharapkan dapat membantu berkembangnya suatu usaha atau dengan kata lain dapat membantu terdongkraknya sektor perekonomian, Adapun pinjaman modal usaha yang diberikan oleh bank tentunya akan memiliki resiko.2 Resiko umum yang dapat terjadi ialah adanya kredit macet.

Dalam hukum jaminan terdapat dua jenis jaminan ialah jaminan khusus yang dibedakan menjadi jaminan atas benda dan jaminan orang yang menanggung utang, selain jaminan yang bersifat khusus terdapat jaminan hutang yang bersifat umum dan penanggungan atas utang tidak selalu akan memberikan jaminan atas pelunasan hutang tersebut.3 Dalam penyaluran kredit bank posisi penting terdapat dalam jaminan atas benda yang dijaminkan. Tanah merupakan jaminan kebendaan yang mempunyai prospek paling menguntungkan. Bank disini sebagai Lembaga keuangan penyediaa krerdit, tanah merupakan hak tanggungan yang paling efektif dan aman. Perspektif tersebut berdasar oleh kemudahan dalam identifitasi suatu obyek, serta kejelasan dan pasti dalam melakukan Tindakan hukum. Perspektif yang lain bahwa segala hutang yang dijamin dalam hak tanggungan harus dibayar dengan lunas atas tanggungan yang mengikuti.4

Dalam memberikan kredit kepada masyarakat, bank haruus bisa mempertimbangkan apakah kredit yang akan diberikan bisa dikembalikan kepada bank beserta dengan ketentuan bunga yang sudah disepakati dengan tepat waktu. Bank memiliki cara tersendiri untuk dapat mengetahui apakah pemohon kredit kelak bisa mengembalikan tepat waktu dan beserta bunga dan juga syarat yang sudah disepakati bersama, adapaun cara yang dilakukan bank adalah mencakup, yaitu dikenal dengan formula 5C’s, yaitu character atau kepribadian bagaimana kepribadian calaon penerima kredit, capacity atau kemampuan apakah masyarakat mampu dan dapat melaksanakan syarat-syarat yang sudah disepakati kelak, capital atau modal modal apa yang dimiliki oleh calon penerima kredit, collateral atau agunan jaminan atau obyek apa yang akan dijadikan sebagai benda yang di jaminkan ke bank, dan condition of economy atau kondisi ekonomi, bagaimana kondisi ekonomi calon penerima kredit, apakah mampu untuk melunasinya apabila diberikan kredit.5 Oleh karena itu dalam memmbuat perjanjian kredit, bank akan memperhatikan jaminan yang akan diserahkan oleh calon penerima kredit sehingga kredit yang diberikan akan tepat sasaran dalam penggunaanya.

Tidak dapat dibagi adalah sifat dapipada hak tanggungan, kecuali didaftarkan kesepakatan awal yaitu dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), sehingga kalaupunhutang telah dilakukan pembayaran Sebagian, hak tanggungan akan melekat pada seluruh obyek yang menjdi hgak tanggungan. Tapi apabila Hak Tanggungan melekat pada beberapa obyek, maka dapat dibuatkan perjanjian untuk tata cara pelunasan dan besarannya angsuran dengan masing-masing obyek yang akan membebaskan dari hak tanggungan.6 Sisanya akan menjadi beban dari hak tanggungan tersebut. Begitupun dengan pemberian kredit pada developer atau pelaku usaha property, maka berhubungan erat dengan tanah yang akan dijaminkan.Untuk kemudahan pengembalian dana maka bank akan dipasang hak tanggungan. Dan sebaiknya bagi para pelaku usaha perumahan atau deloper melakukan Tindakan pemecahan atas jaminan tanah.7

Di Indonesia Hak Tanggungan atas tanah dan kebendaan telah diatur dalam undang-undang Dapat disimpulkan, Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui implementasi kreditur atas split jaminan HT ditinjau dari UU No. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan.

II. Metode

Penulis memakai penelitian hukum normaatif dalam melakukan penelitian. Yang mana penulis melakukan kajian ilmiah terhadap perataturan-peraturan perundaang-undangan dan masalah yang sering timbul dalam masyarakat terkait hak tanggungan atau jaminan kredit kebendaan.

III. Hasil dan Pembahasan

Lembaga pembiayaan keuangan penyedia layanan kredit, paling menyukai tanah sebagai pembayaran hutang. Hal yang menjadikan alasan lembaga penyedia layanan kredit menyukai tanah sebagai jaminan kredit adalah tanah mudah untuk di jual, dan harga tanah yang semakin tahun terus meningkat, adanya bukti hak kepemilikan yang jelas, dan sulitnya penggelapan obyek serta dapat dibebani sebagai hak tanggungan yang memberikan hak khusus kepada kreditur.8 Dan semakim meminimalis kerugian kreditur apabila terjadi wanprestasi,dan selanjutnya diperlukan satu aturan yang mengatur akan pelaksaan pembebanan hak akan tanggunganyang dapat dituangkan dalam akta perjanjian hak tanggungan,yang bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para pihak, dan khususnya untuk kreditur yang ingkar janji atau wan prestasi.9

Split atau pemisahan atau biasa disebut dengan pemecahan bidang tidang tanah telah dituliskan dalam PP No. 24 tahun 1997, Pasal 48 pemecahan akan sebidang tanah terjadi akibat permintaan pemegang hak atas tanah tersebut.demikian juga pada undang-undang no.4 Menurut Pasal 2 ayat 1 Undang-Utahun 1996 tentang hak tanggungan. bahwa hak tanggungan mempunyai sifat yang tidak dapat tebagi kecuali dengan perjanjian dalan akta pemberian hak tanggungamengenai pelunasan hutang bisa dilakukan dengan cara mengangsur sebesar masing-masinf bagian yang akan dilunasi,dan sisa sisa kredit akan dibebankan pada hak tanggungan yang membebani sisa obyek yang belum dilunasi. 10

Tanah yang belum melakukan pemecahan atau split dan akan melakukan hak tanggungana seharusnya melakukan proses pemecahan atau split terlebih dahulu kecuali telah adanya kesepakatan antara kedua belah bihak di awal pernjanjian sebelum membebankan hak tanggungan. Yang mana h al ini sudah dituangkan dalam Peraturan Menteri Agraria /Kepala Badan Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional no.3 tahun 1997 Pasal 133 ayat 1 yang membahas tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (PMNA/KBPN 3/1997). Dan pihak yang bersangkutan harus melaporkan perubahanyang telah dilakukan atau split tersebut ke Badan Pertanahan. BPN melakukan pemeliharaan data dengan melakukan penyesuaian data antara data fisik dan data yuridis tanah atau obyek yang terdaftar dengan perubahan kelak dikemudian hari.karena sudah terjadinya pemecahan atau split maka sertifikat induk tidak akan berlaku lagi dan akan digantikan dengan sertifikat baru sesuai dengan split yang dilakukan dan akan dicatat sebagai sertifikat baru.

Hak tanggunan atas tanah atau kebendaan diketahui sebagai bentuk jaminan pelunasahan hukang.sering terjadi pula benda-benda yang melekat didalam nya merupakan satu kesatuan dengan obyek tanah yang di jaminkan. Pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 yang menjelaskan secaras garis besar tentang

  • Hak Milik
  • Hak Guna Usaha ( HGU)
  • Hak Guna Bangunan (HGB)

Asas-asas Hak Tanggungan ialah asas publisitas, asas spesialitas dan asas tidak dapat dibagi-bagi. Hak tanggungan memiliki fungsi, ialah untuk menjamin utang yang besarnya diperjanjikan dalam perjanjian kredit atau perjanjian utang. Proses pemberian Hak Tanggungan.11

Tahap-tahap Pembebanan Hak Tanggungan, diantaranya adalah :

  • Pembuatan akta hak tanggungan yang dibuat oleh PPAT, yang didahului dengan perjanjian utang-piutang yang dijamin.
  • Pendaftaran hak tanggungan di Kantor Pertanahan

Pencatatan hak tanggungan yaitu pada saat penyerehan berkas pada Kantor Pertanahan dan sudah dilakukan pendaftaran pada badan pertanahan, dan serta merta akan lahir juga hak dan tanggungan yang akan dibebankan kepada debitur.

Pemecah bidang tanah tidak boleh merugikan kepentingan kreditor pemegang hak tanggungan atas tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu pemecah tanah hanya bolek dilakukan setelah diperoleh persetujuan tertulis dari kreditor. Dalam hal hak tersebut dibebani hak tanggugan, yang bersangkutan tetap membebani bidang-bidang hasil pemecahan. Pemecahan bidang tanah diatur dalam Pasal 48 PP No. 24 Tahun 1997 dan Pasal 133 PMNA/KBPN No. 3 Tahun 1997. Pada pasal tersebut menjelaskan bahwa pemecahan bidang tanah dilakukan atas dasar permintaan pemegang hak, artinya bidang tanah yang suda terdaftar (bersertifikat) dapat dipecah sempurna menjadi beberapa bagian sesuai keinginan pemegang hak tersebut. Dan bidang-bidang tanah hasil pemecahan tersebut status hukumnya sama dengan bidang tanah semula (induk), untuk tiap bidang dibuatkan surat ukur, buku tanah dan sertifikat untuk menggantikan surat ukur, buku tanah dan sertifikat asalnya (induk). Beda halnya dengan bidang tanah yang bersangkutan bila dibebani hak tanggungan, dan atau beban-beban lain yang terdaftar, pemecahan bidang tanah boleh dilakukan setelah diperoleh persetujuan tertulis dari pemegang hak tanggungan (kreditur) untuk menyetujui penghapusan beban tersebut.

Pemecahan sertifikat hak atas tanah yang mana sertifikat tersebut menjadi jaminan Hak Tanggungan adalah hak tanggungan yang sudah tercatat dalam buku tanah dan sertifikat asal (induk) tetap mengikuti dan dipasang kembali hak tanggungan pada sertifikat yang baru, dan sudah tercatat diadakannya pemecahan tersebut.

Dalam perjanjian hak tanggungan dicantumkan pasal-pasal atau ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama antara para pihak, apabila obyek tanggungan tersebut displit atau dipecah maka seluruh dari pemecahan tersebut terbebani hak tanggungan. Apabila idak adanya perjanjianawal maka yang harus dilakukan adalah hapus hak tanggungan terlebih dahulu dan melakukan pemecahan, kemuadia akan dilakukannya pembebanan hak tanggungan baru. 12

Apabila pelunasahan hutang atau hapusnya hutang telah dilakukan dan, sertifikat yang menjdi hak tanggungan dilakukan pemecahan atau split maka, hak tanggungan terhadap sertifikat itu telah di hapus atau dengan kata lain tidak dibebankannya lagi terhadap sertifikat split.

Hapunsya hak tanggungan dapat dilakukan karena :

Terhapusnya utang yang telah dijamin dengan Hak Tanggungan, hapusnya utang tersebut akan berakibat Hak Tanggungan sebagai hak accesoir akan terhapus hapus. Ini dikarenakan adanya jaminan pelunasan hak tanggungandalam perjanjian pokok.

Akibat yang timbul dari penghapusan hak tanggungan:

  1. Dibebaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan.dengan diberikannya pernyataan tertulis mengenai pembebasan hak tanggungan kepada Pemberi hak tanggungan.
  2. Dihapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan yang deberikan berdasarkan ketetapan pengadilan.
  3. Hak Tanggungan dihapus karena hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan telah dihapus. Ini berakibat terhapusnya hak tanggungan, akan tetapi tidak menghapus hutamng debitur.

Jika Hak Tanggungan terhapus karena hukum, apabila karena pelunasan atau roya atau pemecahan sertifikat atau split, piutang yang dibebankan akan serta merta terhapus. Dan cukup dijelaskan dengan pernyataan tertulis dari kreditur bahwa piutang telah dihapus.

Dengan terhapusnya hak tanggungan mengartikan bahwa kreditur telah melakukan kewajibannya dengan melunasi hutang sebagai kesepakatan dalam perjanjian kredit yang telah dilakukan. Apabila terjadinya wanprestasi dan kreditur telah melakukan penyitaan jaminan, akan tetapio kewajiban kreditur tetap harus melunasi hutang. Pencoeretan atau hapusnya hak tanggungan merupakan perbuatan perdata yang sesuai dengan undang-undang. Karena terhapusnya Hak Tanggungan, maka perlu dilakukan roya (pencoretan) yang artinya telah terjadi penghapusan hak tangguangan pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah.13 Semua bersifat rahasia dan tidak akan di adakan pemebritahuan kepada masyarakat umum yang berakibat kepada pihak yang tidak berkepentingan akan kesulitan dalam melakukan tindakan hukum balik nama atau mengalihkan tanah tersebut.

Apabila terdapat beberapa obyek yang dijadikan jaminan, maka dalam pembuatan Akta Pembebanan Hak Tanggungan harus dicantunkan serta bagaimana cara pelunasan dan pelunasan dan roya sebagian atau keseluruhan, pelaksanakan roya partial sebuah Hak Tanggungan maka dalam APHT harusb di cantumkan dan dijelaskan cara pelunasan hutang dengan cara angsuran serta besarannya, yang kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa obyek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi.14 Pemecahan sertifikat hak atas tanah yang sedang terikat Hak Tanggungan akan berakibat pada melekatnya hak tanggungan pada hak-hak atas tanah yang telah dipecah atau displit (tetap melekat pada sertifikat baru). Dan berakibat, pihak kreditur tidak dapat mengeksekusi hak atas tanah apabila pemilik tanah melakukan wanprestasi.

Perlindungan yang diberikan kepada kreditur adalah pelaksaan eksekusi yang bisa dilakukan apabila terjadinya wan prestasi.

3(tiga)macam Eksekusi yaitu :

  1. Eksekusi pembayaran hutang, eksekusi yang dilakukan berdasarkan putusan dari pengadilan.
  2. Eksekusi untuk melakukanperbuatan tertentu¸eksekusi yang diberikan sesuai perintah fari pengadilan dan apabila tidak dilakukan maka kreditur wajib membayarkan atau melunasi hutang.
  3. Eksekusi Riil, yang mana ekseskusi yang dilakukan pada benda tidak bergerak dengan cara harus mengosongkan barang-barang yang ada atau melekat dalam obyek jaminan

IV.Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap Implementasi Kreditur atas Split Jaminan HT Ditinjau dari UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, maka dapat disimpulkan bahwa :

  • Pemecahan tanah atas jaminan hak tanggungan harus dijelaskan dan dituangkan dalan Akta Pembebanan Hak Tanggungan dan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu oleh kreditur.
  • Hapusnya hak tanggungan dari sebagian hak hak tanggungan dari beberapa obyek, tidak menghapus keseluruhan hutang.
  • Roya harus dilakukan apabila telah terjadi pelunasan hak tanggungan atas jaminan hak tanggungan.
  • Apabila debitur melakukan wanprestasi, maka pemegang hak tanggungan berhak melakukan eksekusi terhadap jaminan hak tanggungan.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih sebesar-besanya saya sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan bimbingan kepada saya, ucapan terimakasih saya sampaikan kepada :

  1. Istri saya yang selalu memberi semangat dan memberi support yang diberikan
  2. Terima kasiih Kepada Legal Bank Rakyat Indonesia Cabang Pondok Chandra Sidoarjo
  3. Kepada semua pihak yang memmbantu atas tersusunya karya ilmiah ini.

REFERENSI

[2]S. Pangesti and A. Yovieta, “Peran Notaris, Ppat, Dan Bank Dalam Pendaftaran Hak Tanggungan Elektronik Atas Kredit Modal Usaha,” Coll. Stud. J., vol. 7, no. 2, pp. 567–575, 2024, doi: 10.56301/csj.v7i2.1454.

[3]D. Resti et al., “Hak Tanggungan (Pengertian, Sejarah, Landasan Hukum, Jenis, Proses Pembuatan dan Penghapusan Hak Tanggungan),” Karimah Tauhid, vol. 4, no. 4, p. Hlm. 2237-2247, 2025, [Online]. Available: https://ojs.unida.ac.id/karimahtauhid/article/view/17448

[4]A. Irmayanti, K. Simanjuntak, and S. Naim, “Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Akibat Berakhirnya Jangka Waktu Hak Guna Bangunan Yang Dibebani Hak Tanggungan,” Judge J. Huk., vol. 5, no. 2, p. 121, 2024.

[5]M. N. Sukmawati, SH*, “Personal Guarante Terhadap Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan,” Airlangga Dev. J., vol. 3, no. 1, p. 54, 2020, doi: 10.20473/adj.v3i1.18153.

[6]F. M. K. Putra, “Tanggung Gugat Debitor Terhadap Hilangnya Hak Atas Tanah Dalam Obyek Jaminan Hak Tangggungan,” Yuridika, vol. 28, no. 2, 2015, doi: 10.20473/ydk.v28i2.1760.

[7]T. Sinaga, S. Kistiyah, and A. Nurasa, “Status Hukum Pemecahan Sertipikat Hak Atas Tanah yang Sedang Terikat Hak Tanggungan,” Tunas Agrar., vol. 2, no. 1, pp. 196–219, 2019, doi: 10.31292/jta.v2i1.23.

[8]G. charli Madesa, O. A. Pangkerego, and M. Sepang, “Tanggung Jawab Pelaku Terhadap Tindak Pidana Penggelapan Dan PenipuanSertifikat Hak Atas Tanah (Pasal 72 Jo 65 KUHP),” vol. 10, no. 4, pp. 175–184, 2021.

[9]E. S. Langit and E. H. Setyorini, “Perlindungan Hukum Debitur Wanprestasi Pada Perjanjian Kredit Rumah Atas Jaminan Hak Tanggungan,” Bur. J. Indones. J. Law Soc. Gov., vol. 2, no. 2, pp. 777–793, 2022, doi: 10.53363/bureau.v2i2.107.

[10]A. A. S. Karina Prabasari and S. I Nyoman, “Pengalihan Hak Atas Tanah Yang Objeknya Diikat Hak Tanggungan,” Acta Com., vol. 6, no. 01, p. 127, 2021, doi: 10.24843/ac.2021.v06.i01.p11.

[11]S. P. Collins et al., “No Title 済無No Title No Title No Title,” 2021.

[12]D. Zulkarnain, M. Maryano, and M. E. Mustafa, “Kepastian Hukum Akta Pemberian Hak Tanggungan Tanpa Sepengetahuan Kurator Atas Harta Debitor Pailit Dan Akibat Hukumnya,” SENTRI J. Ris. Ilm., vol. 3, no. 3, pp. 1309–1317, 2024, doi: 10.55681/sentri.v3i3.2415.

[13]M. A. W. Firmansyah and A. F. Rosando, “Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Akibat Hapusnya Hak Milik Atas Tanah Sebagai Objek Jaminan Hak Tanggungan,” SEIKAT J. Ilmu Sos. Polit. dan Huk., vol. 2, no. 6, pp. 600–605, 2023, doi: 10.55681/seikat.v2i6.1069.

[14]N. P. E. Valentini and P. Yogantara, “Pencoretan Hak Tanggungan Dengan Akta Konsen Roya,” Acta Com., vol. 6, no. 01, p. 16, 2021, doi: 10.24843/ac.2021.v06.i01.p02.

[15]A. I. Puspoyudo and W. Handoko, “Pertanggungjawaban Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dalam Pelaksanaan Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT),” Notarius, vol. 15, no. 2, pp. 676–685, 2022, doi: 10.14710/nts.v15i2.36548.

References

[1] V. A. Magisterikenotariatan dan K. Kunci, "Perlindungan Hukum Bagi Bank Dalam Perkara Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Tanpa Jaminan Hak Tanggungan," Jurnal Hukum, vol. 12, no. 1, hlm. 80–84, 2024.

[2] S. Pangesti dan A. Yovieta, "Peran Notaris, PPAT, dan Bank Dalam Pendaftaran Hak Tanggungan Elektronik Atas Kredit Modal Usaha," College Student Journal, vol. 7, no. 2, hlm. 567–575, 2024, doi: 10.56301/csj.v7i2.1454.

[3] D. Resti, et al., "Hak Tanggungan (Pengertian, Sejarah, Landasan Hukum, Jenis, Proses Pembuatan dan Penghapusan Hak Tanggungan)," Karimah Tauhid, vol. 4, no. 4, hlm. 2237–2247, 2025.

[4] A. Irmayanti, K. Simanjuntak, dan S. Naim, "Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Akibat Berakhirnya Jangka Waktu Hak Guna Bangunan Yang Dibebani Hak Tanggungan," Judge Journal of Law, vol. 5, no. 2, hlm. 121, 2024.

[5] M. N. Sukmawati, "Personal Guarantee Terhadap Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan," Airlangga Development Journal, vol. 3, no. 1, hlm. 54, 2020, doi: 10.20473/adj.v3i1.18153.

[6] F. M. K. Putra, "Tanggung Gugat Debitor Terhadap Hilangnya Hak Atas Tanah Dalam Obyek Jaminan Hak Tangggungan," Yuridika, vol. 28, no. 2, 2015, doi: 10.20473/ydk.v28i2.1760.

[7] T. Sinaga, S. Kistiyah, dan A. Nurasa, "Status Hukum Pemecahan Sertipikat Hak Atas Tanah yang Sedang Terikat Hak Tanggungan," Tunas Agraria, vol. 2, no. 1, hlm. 196–219, 2019, doi: 10.31292/jta.v2i1.23.

[8] G. C. Madesa, O. A. Pangkerego, dan M. Sepang, "Tanggung Jawab Pelaku Terhadap Tindak Pidana Penggelapan Dan Penipuan Sertifikat Hak Atas Tanah (Pasal 72 Jo 65 KUHP)," Jurnal Hukum, vol. 10, no. 4, hlm. 175–184, 2021.

[9] E. S. Langit dan E. H. Setyorini, "Perlindungan Hukum Debitur Wanprestasi Pada Perjanjian Kredit Rumah Atas Jaminan Hak Tanggungan," Bureau Journal of Indonesian Law Society and Governance, vol. 2, no. 2, hlm. 777–793, 2022, doi: 10.53363/bureau.v2i2.107.

[10] A. A. S. Karina Prabasari dan S. I. Nyoman, "Pengalihan Hak Atas Tanah Yang Objeknya Diikat Hak Tanggungan," Acta Commercii, vol. 6, no. 1, hlm. 127, 2021, doi: 10.24843/ac.2021.v06.i01.p11.

[11] S. P. Collins, et al., "No Title," Journal of Law Studies, 2021.

[12] D. Zulkarnain, M. Maryano, dan M. E. Mustafa, "Kepastian Hukum Akta Pemberian Hak Tanggungan Tanpa Sepengetahuan Kurator Atas Harta Debitor Pailit Dan Akibat Hukumnya," Sentri Journal of Legal Research, vol. 3, no. 3, hlm. 1309–1317, 2024, doi: 10.55681/sentri.v3i3.2415.

[13] M. A. W. Firmansyah dan A. F. Rosando, "Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Akibat Hapusnya Hak Milik Atas Tanah Sebagai Objek Jaminan Hak Tanggungan," Seikat Journal of Social, Political and Law Sciences, vol. 2, no. 6, hlm. 600–605, 2023, doi: 10.55681/seikat.v2i6.1069.

[14] N. P. E. Valentini dan P. Yogantara, "Pencoretan Hak Tanggungan Dengan Akta Konsen Roya," Acta Commercii, vol. 6, no. 1, hlm. 16, 2021, doi: 10.24843/ac.2021.v06.i01.p02.

[15] A. I. Puspoyudo dan W. Handoko, "Pertanggungjawaban Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dalam Pelaksanaan Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)," Notarius, vol. 15, no. 2, hlm. 676–685, 2022, doi: 10.14710/nts.v15i2.36548.