Dhea Amanda Aulia Rachman (1), Emy Rosnawati (2)
Background: Juvenile crime cases involving gangster groups have become a growing social problem that requires special legal handling. Specific Background: This study focuses on the legal process of handling children involved in gangster-related crimes at the Sidoarjo Police Department. Knowledge Gap: Previous studies have rarely discussed the practical application of the juvenile justice system in regional law enforcement. Aim: To analyze the implementation of Law No. 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System in dealing with child offenders. Results: The findings show that the Sidoarjo Police prioritize a restorative justice approach and diversion, balancing between justice enforcement and child protection. Novelty: This study presents a comprehensive overview of law enforcement efforts combined with social rehabilitation principles. Implication: The research implies that sustainable coordination among law enforcement officers, families, and social institutions is crucial in reducing juvenile crime recurrence.
Highlights:• Juvenile crime handling through restorative justice• Implementation of Law No. 11/2012 at Sidoarjo Police• Legal protection for children in gangster cases
Keywords: Juvenile Justice, Gangster Crime, Law Enforcement, Child Protection, Restorative Justice
Law Enforcement Against Child Delinquency Within Gangs By the Sidoarjo Police
Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana yang Dilakukan Anak di Dalam Gangster oleh Polres Sidoarjo
Dhea Amanda Aulia Rachman1), Emy Rosnawati *,2)
1)Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Indonesia
2) Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Indonesia
Email Penulis Korespondensi : emyrosnawati@umsida.ac.id
Abstract . The current phenomenon of juvenile delinquency that is on the rise is the emergence of Gangsters or Motorcycle Gangs, whose actions are still often normalized or tolerated by the surrounding community. However, such delinquent acts can also result in harm to others. The purpose of this study is to analyze law enforcement against criminal acts committed by minors within gangster groups by the Sidoarjo Police. This research is a sociological juridical study with an empirical approach. Primary data were obtained directly from informants through semi-structured interviews with the Child Protection Unit of the Sidoarjo Resort Police. Meanwhile, secondary data were collected from articles, journals, books, and statistics related to gangster cases involving criminal acts, using documentation techniques.The findings show that law enforcement against criminal acts committed by minors in gangster groups in Sidoarjo is subject to sanctions based on each individual’s actions, depending on their age and the severity of the offense. The imposition of sanctions on minors differs from that on adults. Law enforcement against gangster-related crimes may proceed to court, or in some cases, be resolved through restorative justice at the Sidoarjo Police. A child in conflict with the law may be subject to imprisonment if the offense carries a penalty of more than seven years. Preventive law enforcement is carried out through patrols in places where gangsters typically gather and through socialization activities in schools. Meanwhile, repressive law enforcement is carried out by imposing sanctions on offenders.
Keywords - Law enforcement; criminal acts; children; gangster.
Abstrak . Fenomena kenakalan remaja yang sedang marak saat ini adalah kelompok Gangster atau Geng Motor yang perbuatan tersebut masih seringkali dilumrahi atau ditoleransi bagi warga sekitar, namun tak jarang perbuatan yang disebabkan oleh kenakalan remaja juga dapat berakibat merugikan orang lain. Tujuan Penelitian ini untuk menganalisis Penegakan Hukum terhadap tindak pidana yang dilakukan anak didalam Gangster oleh Polres Sidoarjo. Penelitian ini merupakan penelitian Yuridis Sosiologis dengan pendekatan empiris. Data primer diperoleh langsung dari informan melalui wawancara semi terstruktur dengan Unit Perlindungan dan Anak Kepolisian Resort Sidoarjo. Sedangkan data sekunder diperoleh dari artikel, jurnal, buku dan statistic terkait kasus gangster yang melakukan tindak pidana. Data sekunder didapatkan melalui Teknik dokumetasi. Hasil Penegakan hukum terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak dalam kelompok gangster di Sidoarjo dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan masing-masing individu pelaku tergantung pada usia dan tingkat kejahatannya. Pemberlakuan sanksi terhadap anak berbeda dengan orang dewasa.. Penegakan hukum terhadap gangster ada yang sampai di pengadilan ada yang dilakukan secara restorative justise di Polres Sidoarjo. Anak yang berkonflik dengan hukum dapat dikenakan pidana penjara jika perbuatannya diancam pidana lebih dari 7. Penegakan hukum preventif dilakukan dengan cara patrol di tempat yang biasanya para gangster berkumpul dan sosialisasi terhadap anak-anak di sekolah . Sedangkan penegakan hukum represif dilakukan memberikan sanksi bagi pelaku.
Kata Kunci - Penegakan hukum; tindak pidana; anak; gangster
Penelitian terdahulu merupakan referensi dalam peneltian ini. Penelitian pertama ditulis oleh Ahmad Zulfikar, yang berjudul “Tindak Pidana Penganiayaan oleh Anak di Bawah Umur yang Dilakukan Oleh Lebih dari Satu Orang Anak Yang Menyebabkan Hilangnya Nyawa Korban" oleh Anak di Bawah Umur yang Dilakukan Oleh Lebih dari Satu Orang Anak Mengakibatkan Kematian Korban”. [4]
Penelitian kedua dilakukan Yuniar Carmelia Maharani, Emy Rosnawati, yang berjudul “Analisis Yuridis Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor 13/Pid.Sus-Anak/2019/Pn.Sda tentang Perlindungan Anak Sebagai Kurir Narkoba”. Analisis Terhadap Putusan Nomor 13/Pid.Sus-Anak/2019/PN.Sda dalam putusannya hakim mengadili pelaku dengan pidana penjara selama 2 tahun dengan berdasarkan Pasal 114 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, namun hakim tidak mempertimbangkan berdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 dan juga Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pelaku juga harus melanjutkan pendidikannya dan mendapatkan masa depan terbaiknya, oleh karena itu hakim juga harus mempertimbangkannya untuk mencapai suatu keadilan. Karena sesuai dengan Pasal 3 Undang-undang No. 11 Tahun 2012, setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak tidak ditangkap, tidak ditahan atau tidak dipenjara. Sehingga anak yang menjadi kurir narkoba sebisa mungkin harus di diversi guna melanjutkan pendidikannya. [5]
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini adalah, penelitian terdahulu lebih fokus tentang Kenakalan Remaja yang terjadi pada umunya. Sedangkan penelitian saat ini, peneliti lebih berfokus pada Penegakan Hukum terhadap tindak pidana anak didalam Gangster Oleh Polresta Sidoarjo terhadap remaja yang melakukan Tindak Pidana oleh Gangster. Selain itu, peneliti juga akan menganalisis tentang pemberlakuan hukuman oleh Anak yang berkonflik dengan hukum apakah sudah dilakukan dengan ketentuan asas yang berada dalam UU SPPA.
Penelitian terkait kasus Tindak Kriminal Oleh Gangster ini sangatlah penting, karena maraknya kasus di wilayahwilayah tertentu, khususnya di Sidoarjo yang sangat sering terjadi. Dalam aksinya yang dilakukan oleh anak dibawah umur harus diberikan perlindungan guna masa depannya, namun para pelaku juga harus mendapatkan efek jera guna tidak mengulangi tindak kriminalnya. Tujuan Penelitian ini untuk menganalisis terkait Penegakan Hukum terhadap tindak pidana anak didalam Gangster oleh Polres Sidoarjo. dan sanksi-sanksi yang tepat untuk para kelompok tindak kriminal baik pelaku maupun korban, karena meskipun berstatus korban, para remaja juga pastinya akan saling serang namun hal buruk saja yang menimpanya sehingga salah satu dari kelompok gangster tersebut menjadi korban
Penegakan hukum merupakan metode penerapan peraturan hukum dengan cara konsisten dan tegas yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sebagai penegakkan yang adil, menjaga ketertiban dan keseimbangan dalam kehidupan masyarakat.[6] Penegakan hukum meliputi upaya memastikan tentang aturan yang ditetapkan undang-undang telah dipatuhi dan dihormati oleh setiap masyarakat atau golongan masyarakat. Metode ini mengikutsertakan beberapa pihak diantaranya adalah polisi, jaksa, hakim dan lembaga lainnya yang memiliki kewenangan menangani suatu aturan hukum yang dilanggar atas berdasar prinsip keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Penegakan hukum menggambarkan apakah hukum telah berfungsi sesuai dengan fungsinya dalam mengatur tindakan masyarakat, menyelamatkan hak-hak seseorang, dan menciptakan keadilan sosial. Dalam pelaksanaannya Penegakan Hukum memiliki beberapa faktor, diantaranya adalah faktor kesadaran hukum masyarakat, kompetensi aparat dan keberadaan sarana prasarana yang sesuai.[7] Menurut Prof. Sudarto, S.H., “Penegakan hukum memiliki bidang yang luas, tak hanya merujuk pada akibat yang sudah terjadi atau prasangka akan terjadinya suatu kejahatan, namun juga mencegah terjadinya suatu kejahatan. Yang terakhir adalah masalah preventif dari kejahatan. Apabila pencegahan dijelaskan secara menyeluruh, maka banyak badan atau pihak yang terlibat didalamnya. Seperti pembentukan Undang-Undang, polisi, kejaksaan, pengadilan, pamongpraja dan aparatur eksekusi pidana serta orang biasa. Proses pemberlakuan pidana dimana para penegak hukum memiliki tugas yang sesuai dengan kewenangannya sehingga dapat dilihat sebagai bentuk upaya menjaga orang yang bersangkutan dan masyarakat umum menghindari untuk melakukan tindak pidana. Tetapi penegak hukum yang memiliki tanggungjawab dan kewenangan dalam upaya tersebut ialah pihak kepolisian”.[8]
Menurut Prof. Dr. Satjipto Rahadjo, S.H. “Penegakan hukum merupakan suatu usaha dari tegak dan fungsinya aturab-aturan hukum secara nyata sebagai pedoman berperilaku dalam lalu lintas atau hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat maupun negara. Pengertian tentang penegakan hukum dapat dilihat darii sudut objeknya, yaitu segi hukum. Penegakan hukum memiliki makna yang luas dan sempit. Dalam pegertian luas penegakan hukum terdapat suatu nilai keadilan yang ada didalam kehidupan bermasyarakat. Namun, arti dalam pengertian yang sempit menjelaskan bahwa penegakan hukum hanya membahas tentang penegakan peraturan yang formal dan tertulis”.[9]
Terdapat dua perbedaan dalam Penegakan Hukum, yakni :
a Penegakan hukum preventif, bertujuan sebagai pencegahan terjadi suatu pelanggaran hukum melalui pendekatan penyuluhan, pembinaan dan pengawasan terhadap masyarakat. Upaya ini menitikberatkan pada upaya pencegahan yang bertujuan agar masyarakat dapat mematuhi dan menghormati adanya hukum.
b. Penegakan hukum represif merupakan penegakan hukum yang terjadi ketika pelanggaran telah dilakukan. Pendekatan ini melibatkan tindakan antara lain yaitu penyidikan, penangkapan, proses pengadilan, dan penerapan sanksi hukum guna memberi efek jera dan menjaga keadilan. Dari kedua jenis penegakan hukum ini saling berkaitan agar terciptanya rasa tertib, dan adil dalam kehidupan bermasyarakat.[10]
Menurut Jimly Asshiddiqie, mengatakan bahwa “Penegakan hukum merupakan upaya penegakan dan fungsi dari suatu norma hukum secara nyata sebagai dasar dalam berperilaku, berlalulintas dan hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat dan negara.[11]
Menurut KBBI, kata geng adalah kelompok remaja yang terkumpul dikarenakan terdapat keserupaan dalam hal antara lain dari latar belakang, tempat ia sekolah, daerah yang ditinggali dan lainnya. Sekelompok yang terlibat dalam sebuah geng biasa disebut dengan istilah gengster, kata yang berasal dari bahasa inggris yaitu Gangster. Gangster atau bandit merupakan suatu anggota dalam sebuah kelompok kriminal yang tersusun dan terbiasa dengan melangar norma. [12] Di Indonesia Gangsters biasa disebut dengan Geng Motor. Geng motor adalah sekelompok remaja yang melakukan konvoi dijalanan yang kegiatannya membuat resah warga dan melanggar norma di lingkungan masyarakat. Gangster merupakan fenomena kenakalan yang dilakukan oleh remaja yang kegiatan tersebut menjerumus pada kegiatan negatif dan menimbulkan kerugian pada orang lain. Dalam kasusnya, pelaku gangster bukan hanya melakukan pelanggaran di jalanan saja, namun disamping itu mereka juga melakukan penyerangan, penganiayaan, perampasan bahkan dapat menghilangkan nyawa seseorang.[13] Para pelaku gangster ini mereka kerap melakukan pelanggaran hukum. Mereka menyadari bahwa hal tersebu tidak dibenarkan, namun hal tersebut sudah menjadi tradisi yang tidak tertulis dan sudah difahami oleh kelompok gangster bahwa tindakan tersebut merupakan suatu bagian dari kehidupan di jalanan. Para kelompok gangster mewajarkan tindakan tersebut karena dianggap sebagai pencarian jati diri. Aksi yang dilakukan oleh para gangster umumnya dilakukan di malam hari, dengan membawa senjata tajam, senjata api, atau senjata lainnya. Dan siapapun dapat menjadi objek sasarannya.[14] Meningkatnya kasus tindak kriminal Gangster yang dilakukan oleh anak dibawah umur ini terdapat beberapa faktor, yakni faktor Sosial, Ekonomi, Keluarga, dan Lingkungannya. Oleh sebab itu, faktor tersebut saling berkaitan sehingga dapat terbentuk kelompok gangsterisme. Pelaku tindak kriminal yang dilakukan oleh kelompok Gangster dibawah umur dalam askinya jika terbukti melakukan tindak kriminal akan diadili dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ( SPPA). Dalam Undang-Undang SPPA, telah diatur bahwa anak dibawah umur yang berkonflik dengan hukum akan diadili yang berbeda dengan orang dewasa. Sehingga, terdapat perbedaan serta perlakuan khusus untuk mengadapi kasus yang dilakukan oleh anak dibawah umur.
Anak merupakan suatu anugerah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, anak telah memiliki harkat dan martabat sebagai manusia yang utuh dalam diri anak. Anak merupakan suatu generasi penerus bangsa dimasa yang akan mendatang. Sehingga setiap anak memiliki hak untuk keberlangsungan hidup, dan tumbuh kembangnya. Oleh karena itu perlu dijaga dan dilindungi dari tindakan buruk sebagai korban dari perbuatan buruk seseorang. Sholeh Soeaidy mengatakan bahwa “Anak adalah penerus cita-cita bangsa, anak juga memiliki hak yang harus diakui, dan dilindungi oleh Negara. Selain itu, anak juga bagian dari Hak Asasi Manusia(HAM) mulai dari dalam kandungan ibunya. Yang dimaskud dengan perlindungan anak adalah upaya untuk menghindari, memulihkan, dan memberdayakan anak yang sedang menghadapi tindakan yang salah, eksploitasi anak dan penelantaran guna anak dapat mendapatkan hak untuk menjalankan keberlangsungan hidup, serta bertumbuh dan berkembang secara wajar baik fisik maupun sosial”.[15] Oleh sebab itu, anak menurut Undang-undang telah mendapatkan perlindungan hukum sedari dalam kandungan ibu.
Dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Anak (SPPA) tidak membahas lebih tentang Anak. Tetapi, dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) menjelaskan tentang Anak yang Berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban, dan anak yang menjadi saksi yang termuat dalam Pasal 1 angka (3) sampai (5) UndangUndang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). R.A. Kosnan mengatakan bahwa “Anak-anak adalah manusia muda dalam umur muda dalam jiwa dan perjalanan hidupnya karena mudah terpengaruh keadaan sekitar”. Sehingga perlu diberikan perhatian dengan sungguh-sungguh. Tetapi, anak adalah manusia yang retan dan lemah seringkali ditempatkan pada posisi yang paling dirugikan, belum memiliki hak untuk bersuara, bahkann seringkali Anak mendaptkan tindak kekerasan dan sering tidak medapat hak yang dimiliki oleh anak.[16]
Anak yang berkonflik dengan hukum menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) adalah anak yang berumur 12 Tahun tetapi belum berumur 18 tahun yang melakukan tindak pidana. Sistem Peradilan Pidana Anak telah terdapat beberapa asas yang terkandung didalamnya yakni : a) Perlindungan, b) Keadilan, c) Nondiskriminasi, d) Tanggungjawab Terbaik Bagi Anak, e) Apresiasi pendapat yang disampaikan anak, f) Keberlangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, g) Pengarah atau bimbingan terhadap anak,
h)Keseimbangan, i) Perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir, j) Penghindaraan pembalasan.
Pemberlakuan anak yang sedang berkonflik dengan hukum dalam proses Peradilan Pidana tentunya berbeda pada pemberlakuan usia dewasa, dikarenakan hal tersebut telah dijelaskan didalam Pasal 3 dan 4 UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Peradilan harus menggunakan pendekatan Keadilan Restoratif dengan mempertemukan antara pihak pelaku dan pihak korban dengan proses mediasi atau proses diluar pengadilan guna dapat menyelesaikan permasalahan hukum dengan baik, sehingga Anak yang berkonflik dengan hukum sebisa mungkin diupayakan Diversi guna melanjutkan pendidikannya untuk memenuhi keadilan. Jika terjadi penangkapan pada Anak, proses penangkapan dilakukan paling lama 24 jam guna kepentingan penyelidikan, dan penyidik biasanya melakukan penahanan paling lama 7 hari dan penuntut umum dapat melakukan perpanjangan menjadi 8 hari, selain itu juga terdapat ruang khusus untuk anak yang ditangkap yakni di dalam ruang Pelayanan Khusus Anak dan harus dilakukan secara manusiawi. Meskipun Anak adalah pelaku, namun hal tersebut pasti terdapat unsur yang mendasari anak melakukan Tindak Kriminal, seperti unsur Lingkungan, Ekonomi, Keluarga ataupun Sosial Media.
Peradilan anak memberikan perhatian tertentu pada kasus yang terjadi pada anak-anak. Selain itu, juga perlu memberi sebuah perlakuan yang harus dirasa tepat untuk segala keperluan dan perhatian atau keinginan anak, baik dari segi fisik maupun dari segi mentalnya guna memberikan perlindungan dan mendorong pertumbuhan mereka untuk menjadi penerus yang berkelanjutan. Peran Aparat Penegak Hukum sangat penting untuk memastikan bahwa keadilan anak terpenuhi. Dengan memberikan Perlakuan Khusus, yang artinya Peradilan Anak memberikan perlakuan khusus dengan menggunakan pendekatan yang mendidik dan rehabilitatif yang berbeda dengan peradilan dewasa, hal tersebut guna memastikan anak mendapatkan kesempatan memperbaiki perbuatannya. Hakim memberikan Perlindungan pada anak yang berkonflik dengan hukum yang bertujuan untuk melindungi hak dan kepentingan anak dari tindakan eksploitasi atau kekerasan. Hakim sebagai Penegak Hukum, yang artinya hakim memiliki peran guna menjadi penegak hukum dengan menjamin bahwa hukum yang telah dilanggar harus ditegakkan kembali. Dengan menekankan aspek rehabilitasi dan pendidikan. Yang terakhir adalah, Hakim Memberikan Keadilan, hakim harus memastikan bahwa proses peradilan dilaksanakan dengan adil, dan anak harus mendapatkan pembelaan hukum yang kompeten dan transparasi.[17]
Perlindungan anak yang berkonflik dengan hukum menjadi tanggung jawab bersama aparat penegak hukum. Di Indonesia, kasus anak yang berkonflik dengan hukum dari tahun ketahun terus meningkat. Bahkan, anak dapat mendapat hukuman berupa kurungan penjara sehingga mengakibatkan pencabutan kebebasan anak.[18] UndangUndang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) merupakan pembaruan dari sistem hukum pidana Indonesia. Pertanggungjawaban pidana terhadap anak yang berhadapan dengan hukum atau anak yang berkonflik dengan hukum tidak bisa serta merta lepas dari tanggungjawab perbuatan yang dilakukan hingga adanya putusan pengadilan. Yang telah termaktub dalam Pasal 69 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, hakim anak menjatuhkan putusan pada anak pelaku tindak pidana dalam perkaranya berupa pidana dan tindakan, dalam Pasal 69 ayat (2) menjelaskan “bahwa terdapat 2 sanksi, yakni anak yang belum berusia 14 tahun mendapat suatu Tindakan. Anak diatas 15 tahun mendapat sanksi pidana”.[19] Pemberlakuan sanksi pada anak dengan orang dewasa tentu berbeda, bahwa anak mendapat setengah dari hukuman yang dikenakan oleh orang dewasa. Hal tersebut dikarenakan anak yang memiliki kondisi yang berbeda dengan orang dewasa. Sehingga, anak harus perlakuan dan perlindungan khusus dalam menanganinya.[20] Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) anak yang berkonflik dengan hukum juga dapat dikenakan sanksi berupa pemenjaraan, jika perbuatannya diancam pidana lebih dari 7 (tujuh) tahun. Tetapi, jika pidana diancam kurang dari 7 (tujuh) tahun maka dapat dilakukan pendampingan oleh Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, yaitu lembaga pelayanan sosial yang meyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi anak.[21]
Tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disebut dengan strafbaar feit atau biasa disebut dengan Delik, pembuat undang-undang merumuskan undang-undang dengan menggunakan istilah tindak pidana. Tindak pidana adalah suatu pengertian yang mengandung dasar ilmu hukum sebagai suatu kesadaran dalam memberikan ciri tertetu pada peristiwa hukum pidana. Moeljanto mejelaskan bahwa “Tindak pidana merupakan tindakan yang dilarang dalam aturan hukum, larangan yang disertai dengan sanksi yang berupa pidana sesuai dengan yang dilakukan bagi yang melanggarnya”.[22] Simsons mejelaskan “Pidana adalah penderitaan yang dalam Undang-Undang pidana dikatakan dengan pelanggaran suatu norma, dengan putusan hakim sehingga dapat dijatuhkan pada orang yang melanggarnya.[23] S.R Sianturi menatakan “Tindak pidana sebagai suatu tindakan dalam keadaan apapun yang dilarang dan diancam pidana dengan undang- undang yang memiliki sifat melawan hukum, dan sanksi diberikan pada orang yang melakukan pelanggaran”dalam hal ini, bagi setiap orang mmelanggar suatu norma atau peraturan yang telah ditetapkan maka disebut sebagai pelaku suatu pidana atau pelaku tindak pidana. Larangan atau ancaman pelanggaran aturan yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana saling berkaitan. Sehingga, orang yang menimbulkan suatu kejadian dengan suatu kejadian tersebut saling memiliki keterkaitan.
Di Sidoarjo, terdapat banyak kasus yang dilakukan oleh anak dibawah umur. Antara lain adalah kasus kekerasan fisik, persetubuhan, pencabulan pengeroyokan, dan tindak pidana anak dibawah umur didalam Gangster. Gangster di Sidoarjo kini sedang marak dilakukan oleh anak dibawah umur. Kanit PPA, IPTU Utun Utami mengatakan bahwa” terdapat banyak aksi geng motor yang dilakukan secara berkelompok, namun dalam aksinya kelompok tersebut tidak hanya dilakukan oleh anak dibawah umur saja, melainkan terdapat orang dewasa sebagai pemimpin kelompok tersebut, selain itu mereka yang melakukan aksi tersebut kebanyakan masih berstatus pelajar dengan rentan usia 16 tahun".
Kegiatan yang dilakukan oleh anak dibawah umur dalam gangster ini biasa dilakukan di jalanan. Bukan hanya berkelahi dengan kelompok lain, namun gangster juga melakukan pelanggaran seperti tidak menggunakan helm, tidak memiliki Surat Izin Mengemudi, melanggar Lalu Lintas, melakukan kebut-kebutan dijalanan, dan menghambat pengguna jalan lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa aksi geng motor ini hanya dilakukan di jalanan saja. Gabungan Polresta Sidoarjo bersama dengan Unit PPA memiliki upaya preventif dengan cara melakukan kegiatan sosialisasi guna meminimalisir aksi tindak pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur di Sidoarjo. Selain itu, Polresta Sidoarjo melakukan kegiatan patroli pada malam hari untuk menertibkan anak-anak dibawah umur yang akan melakukan kegiatan berkelompok yang dilakukan didalam gangster. Polresta Sidoarjo bersama Unit PPA juga melakukan pengedukasian ekstra dengan berkoodinir dengan pihak-pihak sekolah yang berada di Sidoarjo.
Upaya hukum yang dilakukan oleh Polresta Sidoarjo adalah dengan diberikannya sanksi terhadap pelaku yang terbukti melakukan tindak pidana dalam gangster apabila aksi tersebut dilakukan oleh anak dibawah umur, maka penetapan sanksi mengacu pada Pasal 80 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Sedangkan sanksi yang dikenakan terhadap orang dewasa mengacu pada Pasal 170 KUHP yakni dengan ancaman 7 tahun hukuman kurungan penjara. Aksi tindak pidana dalam gangster ini memiliki beberapa faktor, Kanit PPA, Iptu Utun Utami menjelaskan bahwa “faktor utama terbentuknya aksi kriminal dalam gangster ini adalah faktor lingkungan. Selain itu, faktor sosial media juga menjadi peran pendukung terjadinya aksi tersebut. Sehingga para orang tua perlu mengawasi dan memberikan arahan baik kepada anak-anaknya guna tidak ikut bergabung dalam kelompok gangster yang sedang marak”.
Kasus yang sedang ramai saat ini adalah pelaku tindak pidana yang dalam gangster yang dilakukan oleh anak dibawah umur yang terjadi di Candi Sidoarjo dan Porong, hingga menyebabkan terjatuhnya korban jiwa. Polresta Sidoarjo beserta Unit PPA bergegas menangkap para pelaku dalam aksi tersebut. Para pelaku diberikan sanksi sesuai dengan perbuatan yang mereka lakukan. Para tindak pidana apabila masih dibawah umur maka dikenakan sanksi berupa tindakan, namun jika pelaku tersebut adalah orang dewasa maka dikenakan sanksi 7 tahun ancaman kurungan penjara. Apabila dalam aksinya para pelaku terbukti membawa senjata tajam atau senjata api, maka pemberlakuan sanksi nya juga terdapat dalam Undang-Undang Darurat. Kasus tindak pidana dalam gangster ini, sudah terdapat beberapa pelaku yang sampai pada tahap pengadilan. Terdapat perbedaan yang spesifik dari perbuatan tindak pidana tersebut. Seperti Peradilan, penanganan, dan pemberlakuan sanksi bagi para pelaku anak ataupun dewasa. Dalam penanganan pidana anak, peradilan biasa menggunakan peradilan restoratif guna menjaga psikis anak, melindungi kemerdekaan anak, dan menanamkan tanggung jawab pada anak. Sehingga anak tidak memiliki rasa trauma dan masih tetap dapat melanjutkan kehidupannya, karena anak merupakan aset penerus bangsa. Peran Aparat penegak hukum memiliki peran penting untuk memastikan bahwa keadilan anak dapat terpenuhi bagi anak yang berkonflik dengan hukum.
Polresta Sidoarjo dan Unit PPA dalam hal ini telah menunjukkan keefetivitasannya dalam Penegakan Hukum terhadap tindak pidana yang dilakukan anak di dalam gangster yang terjadi di sidoarjo. Dengan cara menangkap para pelaku tindak pidana, melakukan perampasan barang bukti, melakukan kerjasama dengan masyarakat, dan melakukan penindakan tegas kepada para pelaku tindak pidana. Dalam hal ini, Kasus gangster menjadi perhatian penting bagi para pihak sekolah dan orang tua anak, khususnya para remaja yang sedang mencari jati diri, namun ddalam pencarian jati dirinya berujung pada merugikan diri dan orang lain sehingga menyebabkan terjadinya tindak pidana dan mendapatkan sanksi dari Penegak Hukum. Sanksi-sanksi tersebut sebagai salah satu bentuk penghukumam anak yang melakukan tindak pidana, agar anak memiliki rasa takut ketika hendak mengulangi perbuatan tindak kriminal dalam gangster.
Penegakan hukum terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak dalam kelompok gangster di Sidoarjo dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan masing-masing individu pelaku tergantung pada usia dan tingkat kejahatannya. Pemberlakuan sanksi terhadap anak berbeda dengan orang dewasa.. Penegakan hukum terhadap gangster ada yang sampai di pengadilan ada yang dilakukan secara restorative justise di Polres Sidoarjo. Anak yang berkonflik dengan hukum dapat dikenakan pidana penjara jika perbuatannya diancam pidana lebih dari 7. Penegakan hukum preventif dilakukan dengan cara patrol di tempat yang biasanya para gangster berkumpul dan sosialisasi terhadap anak-anak di sekolah . Sedangkan penegakan hukum represif dilakukan memberikan sanksi bagi pelaku.
Alhamdulillah, rasa syukur saya ucapkan pada Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dan kemudahan atas Penulisan Tugas Akhir saya. Serta Universitas Muhammadiyah Sidoarjo yang telah membangun masa depan saya. Saya, atas nama Dhea Amanda Aulia mengucapkan beribu-ribu terimakasih saya ucapkan kepada kedua orang tua saya, yang telah mendoakan untuk kemudahan Penulisan ini, yang telah membayar semua biaya perkuliahan saya mulai awal hingga akhir ini. Yang tidak pernah lupa memberi semangat untuk anak satusatunya ini. Atas kerja keras beliau dengan bangga saya dapat menempuh perkuliahan di Universtas Muhammadiyah Sidoarjo.Kepada Dose Pembimbing saya, saya ucapkan banyak terimakasih karena atas bimbingan beliau saya dapat menulis skripsi ini dengan baik dan benar sehingga dapat tersusunlah Karya Ilmiah ini. Selain itu, support dan doa Kekasih saya, Tunangan saya, Calon Suami saya, yang tidak pernah lupa untuk selalu memberi semangat kepada saya, Misdani Rozikun. Terimakasih atas segala ucapan yang membuat saya semakin semangat dalam mengerjakan Tugas Akhir ini, serta terimakasih kepada diri saya sendiri karena telah mampu megerjakan tugas dan kewajiban hingga akhir. Semoga ilmu-ilmu ini dapat bermanfaat bagi saya dan orang sekitar kelak.Aammin Yarabbal Aalamiin..
REFERENSI
Link Berita
[1] A. R. Alfaizi, “Analisis Kriminologis Terhadap Kejahatan oleh Anak yang Tergabung dalam Gangster (Studi Polresto Depok),” 2021.
[2] Republik Indonesia, “Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.”
[3] H. Moho, “Penegakan Hukum di Indonesia Menurut Aspek Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan,” 2019.
[4] A. Triningsih, “Pengadilan Sebagai Lembaga Penegakan Hukum,” 2015.
[5] B. Nurdin, Kedudukan dan Fungsi Hakim dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Bandung: Alumni, 2010.
[6] Hijriani, M. Yusuf, W. Siregar, and S. Sopian, “Perkembangan Teori Penegakan Hukum dalam Perwujudan Fungsi Norma Masyarakat,” vol. 5, no. 2, pp. 56–58, 2023.
[7] O. Irawan et al., “Penegakan Hukum di Negara Republik Indonesia,” vol. 2, 2025.
[8] S. Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: PT Alumni, 2010.
[9] S. Rahardjo, Penegakan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis, Yogyakarta: Genta Publishing, 2009.
[10] O. Nebi, “Analisis Upaya Preventif dan Represif Penegakan Hukum Pidana Terhadap Kekerasan Anak di Wilayah Kota Jambi,” vol. 1, no. 3, 2024.
[11] H. Moho, “Penegakan Hukum di Indonesia Menurut Aspek Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan,” 2019.
[12] M. Jufri, “Analisis Kriminologi Terhadap Perilaku Geng Motor Sebagai Bentuk Kenakalan Remaja di Kota Palu,” 2023.
[13] M. Sauki, C. O. Y. Avita, and M. N. Setiawan, “Kajian Yuridis Terhadap Tindak Pidana oleh Geng Motor,” vol. 5, no. 1, 2024.
[14] M. Karuniasari and E. Wahyudi, “Penegakan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan Sebagai Anggota Geng Motor,” vol. 4, pp. 241–242, 2024.
[15] I. Hanifah and M. Maulfianti, Tindak Pidana Pencabulan Anak, 2022.
[16] R. A. Koesnan, Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia, Bandung: Sumur, 2005.
[17] C. A. Pratama and J. D. Panjaitan, “Analisis Yuridis Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Perlindungan Anak Terhadap Sistem Peradilan Pidana Anak,” vol. 3, no. 7, 2023.
[18] P. Astutik et al., “Implementasi Kebijakan Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum di Lapas Kabupaten Klaten,” Indonesia Journal of Public and Management Review, vol. 4, no. 4, p. 82, 2015.
[19] Republik Indonesia, “Pasal 69 Ayat (2), Pasal 3 dan 4, Pasal 1 Ayat (22) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.”
[20] F. Laia and L. D. Laia, “Penerapan Hukum dalam Pemidanaan Pelaku Tindak Pidana Trafficking,” vol. 2, no. 2, 2023.
[21] J. Asshiddiqie, Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Angkasa, 1995.