Governmental Accounting
DOI: 10.21070/ijler.v19i3.1258

State Responsibility in Guaranteeing Access to Essential Medicines for Public Health


Tanggung Jawab Negara dalam Menjamin Akses terhadap Obat Esensial untuk Kesehatan Masyarakat

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

essential medicines healthcare quality state responsibility public health Indonesia

Abstract

General Background: The availability of essential medicines is a critical determinant of healthcare quality, directly impacting public health needs. Specific Background: In Indonesia, the government is tasked with ensuring these medicines are accessible in adequate quantities, timely, and at affordable prices. Despite existing policies, challenges persist in achieving these objectives, particularly highlighted during the COVID-19 pandemic. Knowledge Gap: There is limited empirical analysis regarding the state’s role and effectiveness in providing essential medicines amidst regulatory frameworks and public health needs. Aims: This study aims to examine the state's responsibilities in ensuring the availability of essential medicines through literature reviews and policy analysis, focusing on relevant legal frameworks, including Law Number 17 of 2023 on health and constitutional provisions. Results: The findings indicate that the state plays a pivotal role in providing essential medicines via mechanisms such as subsidies, price monitoring, and incentives for the local pharmaceutical industry. Challenges in distribution, production capacity, and international collaboration were also identified. Novelty: This research offers a comprehensive overview of the essential medicines landscape in Indonesia, detailing the intersection of legal frameworks and public health requirements. Implications: The study emphasizes the government's need to enhance public access to essential medicines, thereby improving national health quality, and informs policymakers and stakeholders on effective strategies. Highlights:
  1. Government responsibility: Ensure essential medicines are accessible and affordable.
  2. Policy challenges: Address distribution and production capacity issues.
  3. Health impact: Availability affects overall public health outcomes.
Keywords: essential medicines, healthcare quality, state responsibility, public health, Indonesia

Introduction

Obat adalah bahan yang digunakan untuk mengobati, mencegah, mengurangi, meringankan, atau gejala yang berhubungan dengan penyakit luka, atau penyakit jasmani pada manusia. meningkatkan layanan kesehatan masyarakat dan memastikan obat - obatan yang lebih menyeluruh dan terjangkau tersedia bagi masyarakat, Daftar Objek Esensial Nasional (DOEN).[1] DOEN adalah daftar obat-obatan penting yang dibutuhkan oleh masyarakat, dipilih berdasarkan rasio manfaat dan biaya, serta kualitas, keamanan, dan harga. Daftar ini digunakan sebagai pedoman untuk meningkatkan kualitas, keamanan, dan penggunaan obat-obatan yang rasional di rumah sakit dan masyarakat, serta memastikan akses obat-obatan yang efektif dan efisien bagi masyarakat.[1]

Obat esensial adalah obat-obatan yang dipilih berdasarkan kriteria kemanjuran, keamanan, dan biaya untuk memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan masyarakat secara efektif dan aman. Konsep ini diperkenalkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia/World Trade Organization (WHO) pada tahun 1977 dan daftar tersebut terus diperbarui secara berkala untuk mengikuti perkembangan terbaru dalam ilmu kedokteran dan farmasi. Obat esensial mencakup berbagai kategori penyakit dan kondisi medis, mulai dari antibiotik untuk infeksi bakteri, obat antiretroviral untuk HIV/AIDS.[2] Obat untuk penyakit tidak menular seperti diabetes dan hipertensi, hingga obat untuk kesehatan mental dan perawatan medis. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa setiap orang memiliki akses terhadap obat-obatan penting ini, sehingga mereka dapat menjaga kesehatan dan mengobati penyakit, Selain itu, daftar obat esensial ini

Copyright © Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. This is an open-access article distributed under the terms of the Creative Commons Attribution License (CC BY). The use, distribution or reproduction in other forums is permitted, provided the original author(s) and the copyright owner(s) are credited and that the original publication in this journal is cited, in accordance with accepted academic practice. No use, distribution or reproduction is permitted which does not comply with these terms.

membantu pemerintah dan organisasi kesehatan dalam mengelola pembelian dan distribusi obat dengan lebih efektif dan efisien.[2]

Obat sebagai salah satu instrumen terutama obat esensial. Kesehatan sangatlah penting karena menjadi dasar utama bagi kualitas hidup individu dan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini merupakan tanggung jawab negara. Tanpa kesehatan yang optimal, kemampuan untuk bekerja, belajar, dan berkontribusi dalam keluarga serta komunitas akan terhambat. Selain itu, kesehatan yang baik mengurangi beban biaya medis yang timbul akibat penyakit, baik bagi individu maupun sistem kesehatan publik.[3] Kesehatan juga berperan penting dalam pencegahan penyakit dan peningkatan harapan hidup. Dengan menjaga kesehatan melalui pola makan yang seimbang, olahraga, dan pemeriksaan medis rutin, kita dapat menghindari berbagai penyakit kronis dan infeksi, yang pada gilirannya meningkatkan kualitas hidup selama masa tua. Dari perspektif sosial dan ekonomi, populasi yang sehat berarti lebih sedikit hari kerja yang hilang, peningkatan produktivitas, dan pengurangan beban ekonomi akibat biaya pengobatan.[3] Negara dengan masyarakat yang sehat cenderung lebih kuat secara ekonomi. Mampu menyediakan kualitas hidup yang lebih baik bagi kehidupan warganya. Oleh karena itu, kesehatan bukan hanya masalah individu tetapi juga merupakan aset berharga bagi kesejahteraan dan kemajuan masyarakat serta negara.[3]

Alzheimer merupakan salah satu penyakit yang sampai saat ini belum ada obatnya. Penyakit ini mempengaruhi berbagai aspek fungsi otak, seperti memori, pemikiran, dan perilaku, sehingga membuat penanganannya lebih rumit. Tantangan dalam ketersediaan obat esensial adalah proses obat, kesulitan menemukan target terapi yang efektif, dan masalah dalam uji klinis yang memerlukan waktu serta biaya besar.[4] Hal ini mengakibatkan terhambatnya proses penemuan obat baru yang esensial. Jikapun ada, maka harga obat akan sangat mahal karena proses penemuan membutuhkan biaya yang besar dan waktu R&D yang lama.[4]

Kesehatan adalah tanggung jawab negara. Ketersediaan obat yang baik dan pengobatan yang sesuai sangat penting untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) Pasal 28H yang berbunyi “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.[5] Pasal ini menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban untuk menyediakan layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, yang merupakan unsur penting guna menumbuhkan kesejahteraan masyarakat. Dengan memenuhi tanggung jawab ini, negara dapat menciptakan kondisi yang mendukung pertumbuhan individu, kontribusi produktif, dan kehidupan yang layak. Oleh karena itu, Sidoarjo dipilih sebagai contoh karena memiliki kebutuhan tinggi akan ketersediaan obat, metode pengadaan yang efektif, serta perhatian dari pihak berwenang untuk memastikan ketersediaan obat yang memadai.[5]

Negara memegang peran penting dalam memastikan bahwa warga negaranya mendapatkan akses yang memadai terhadap layanan kesehatan yang baik dan terjangkau, termasuk penyediaan fasilitas medis, distribusi obat-obatan penting, dan promosi kesehatan, Pasal 34 Ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi ”Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak” Tanggung jawab negara ini juga mencakup pengaturan kebijakan yang mendukung upaya pencegahan penyakit, pengendalian wabah, dan perlindungan kesehatan, termasuk akses universal terhadap layanan dasar seperti imunisasi dan pemeriksaan kesehatan rutin.[6] Di sisi lain, investasi di sektor kesehatan diakui memberikan keuntungan jangka panjang bagi negara dengan meningkatkan produktivitas masyarakat, mengurangi absensi kerja, dan mengendalikan biaya pengobatan, yang pada akhirnya akan memajukan terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Dengan memprioritaskan kesehatan sebagai bagian dari agenda pembangunan nasional, negara dapat memastikan bahwa setiap individu memiliki kesempatan yang setara untuk menikmati kehidupan yang sehat dan memberikan kontribusi yang positif terhadap kemajuan negara.[6]

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Lidya Shery Muis (2023) dengan judul “State Responsibility For Access and Availability of Patented Drugs for Publik Health” hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam pemenuhan hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia yang dilakukan negara serta akses dan ketersediaan obat-obatan yang dipatenkan untuk memenuhi hak atas kesehatan.[7]

Penelitian yang dilakukan oleh Lidya Shery Muis (2024) dengan judul “Accessibility of Pharmaceutical Product Patents for Public Health Through the TRIPs Waiver” hasil penelitian ini menunjukkan bahwa negara bertanggung jawab atas akses dan ketersediaan obat paten yang murah, terjangkau, dan berkualitas. Ketersediaan dan kebutuhan obat paten dapat dipenuhi dengan fleksibilitas TRIPs.[8]

Penelitian yang dilakukan oleh Putu Ayu Sriasih Wesna (2020) denga judul “Deklarasi Doha sebagai Perlindungan Masyarakat atas Perjanjian Perjalanan Akses Obat Esensial di Negara Berkembang Pasca” hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mengkaji pasal-pasal protektif dalam TRIPs terkait obat-obatan dan bagaimana Deklarasi Doha menjadi sangat penting bagi negara-negara berkembang dalam mengatasi permasalahan akses terhadap obat-obatan esensial.[9]

Penelitian yang dilakukan oleh Ari Wirasto (2024) dengan judul ”Tanggung Jawab Badan Pengawas Obat dan Makanan Terhadap Produksi Obat Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan” hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk menyediakan argumentasi hukum yang relevan terkait dengan permasalahan yang timbul saat ini.[10]

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini, bahwa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa obat- obatan ini merupakan hasil inovasi baru dalam bidang pengobatan, yang sering kali dijual dengan harga lebih tinggi dibandingkan dengan obat generik karena biaya tinggi yang terlibat dalam riset dan pengembangannya. Sehingga dengan penelitian saat ini merupakan obat-obatan yang dianggap penting untuk mencukupi kebutuhan dasar sistem kesehatan masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan tinjauan hukum tanggung jawab negara terhadap kesehatan pada obat esensial bagi masyarakat. Dengan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang tindakan hukum yang harus diambil negara untuk memastikan bahwa obat-obatan esensial ini tersedia untuk seluruh warga negaranya. Ini meliputi aspek-aspek seperti pengembangan kebijakan kesehatan yang inklusif, pengaturan terkait produksi dan distribusi obat, serta upaya untuk mengurangi kesenjangan dalam akses terhadap layanan kesehatan di berbagai daerah negara. Dengan memastikan ketersediaan obat esensial, negara dapat mengurangi beban penyakit, meningkatkan mutu hidup, dan mencegah kematian yang dapat dihindari. Selain itu, penelitian ini dapat membantu pemerintah mengidentifikasi obat-obatan yang paling dibutuhkan dan memanfaatkan sumber daya sehari-hari secara efisien untuk mencukupi kebutuhan tersebut. Ini juga mendukung pembentukan kebijakan kesehatan yang lebih baik, termasuk subsidi obat, pengendalian harga, dan distribusi yang merata di seluruh wilayah, termasuk daerah-daerah terpencil.

Ketertarikan penulis untuk mengkaji dan menganalisis secara mendalam penerapan peraturan perundang-undangan pada obat esensial yang susah dijangkau oleh masyarakat yang kurang mampu dan apa peran negara dalam menanggulangi masalah yang terjadi pada masyarakat yang tidak bisa mendapatkan obat esensial yang dituangkan dalam penelitian dengan judul ” tanggung jawab negara terhadap ketersediaan obat esensial bagi kesehatan masyarakat”

Rumusan masalah : bagaimana tanggung jawab negara terhadap ketersediaan obat esensial bagi kesehatan masyarakat?

Pertanyaan penelitian : bagaimana masyarakat bisa mengakses obat esensial dengan mudah dan terjangkau? Kategori SDGs : Sesuai dengan kategori SDGs 16 https://sdgs.un.org/goals/goal16

Methods

Metode ini menggunakan metode normatif dengan pendekatan perundang-undang (statute approach), pendekatan dengan konseptual (conceptual approach). data primer dalam penelitian ini bersumber pada undang-undang dan konseptual serta peraturan yang ada yang dipakai. Pasal 28H ayat (1) UUD NRI 1945, Pasal 34 ayat (3), Pasal 4 huruf a, Pasal 4 huruf c, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan, Hak Asasi Manusia dalam Pasal 9 ayat

(1). Pendekatan konseptual (conceptualapproach) adalah pendekatan tentang konsep hukum yang dikemukakan para ahli yang terdapat dalam berbagai literatur. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep keadilan dan perlindungan.

Result and Discussion

A. Tanggung Jawab Negara Terhadap Ketersediaan Obat Esensial

Melalui analisis artikel, beberapa kebijakan kunci yang mendukung ketersediaan obat esensial di Indonesia dapat diidentifikasi. Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang kesehatan menetapkan bahwa negara menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dan terjangkau, serta memperjelas peran pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaraan kesehatan, termasuk penyediaan fasilitas kesehatan dan tenaga medis yang memadai. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) menyusun daftar obat yang harus tersedia di setiap fasilitas kesehatan. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memberikan akses layanan kesehatan yang komprehensif, termasuk obat esensial, kepada masyarakat. [11]

Untuk memenuhi tanggung jawab terhadap ketersediaan obat esensial, negara melakukan berbagai upaya strategis. Pemerintah menetapkan kebijakan dan regulasi seperti Peraturan Menteri Kesehatan tentang Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang mengatur penyediaan obat esensial. Melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), negara memastikan akses masyarakat terhadap obat-obatan esensial yang terjangkau dan komprehensif. Pemerintah mengalokasikan anggaran dan sumber daya yang cukup untuk pengadaan dan distribusi obat esensial, termasuk menjalin kerja sama dengan sektor swasta dan internasional untuk menjamin pasokan yang memadai. Negara mendirikan dan memperkuat fasilitas kesehatan yang mampu menyediakan obat esensial serta memastikan ketersediaan tenaga medis yang memadai. Pemerintah melakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala terhadap ketersediaan dan distribusi obat esensial guna memastikan kelancaran dan efektivitas dari berbagai upaya yang dilakukan.[12]

Tanggung jawab negara berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) pasal 28H ayat (1) yang berbunyi “Setiap Orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Negara memiliki tanggung jawab untuk menjamin hak ini dengan menyediakan layanan kesehatan yang memadai dan terjangkau bagi seluruh masyarakat. Selain itu, negara juga harus mengatur dan melindungi hak atas kesehatan masyarakat, karena pengabaian terhadap hak ini dapat dianggap sebagai pelanggaran konstitusi. Oleh karena itu, pemerintah wajib menyediakan sarana dan fasilitas kesehatan yang layak dan mudah diakses oleh masyarakat. Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi ’Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.[12]

Undang-Undang Kesehatan Tahun 2023 yang berbunyi “Mengatur tentang kesehatan dengan menetapkan batasan istilah yang digunakan dalam pengaturannya”. Dengan menekankan pentingnya pembangunan kesehatan yang berkelanjutan dan nondiskriminatif, serta menjamin aksesibilitas dan kualitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan undang-undang ini, negara diwajibkan untuk menyediakan layanan kesehatan yang berkualitas, termasuk pembangunan infrastruktur kesehatan dan penyediaan tenaga kesehatan yang memadai. Upaya ini bertujuan untuk mencapai sasaran nasional dalam meningkatkan kesehatan masyarakat secara menyeluruh. Hak Asasi Manusia dalam pasal 9 ayat (1) yang berbunyi “Hak untuk hidup adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun”.[13]

Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) merupakan kebijakan penting untuk memastikan ketersediaan obat- obatan esensial bagi masyarakat. Negara bertanggung jawab menyediakan dan menjamin akses terhadap obat- obatan ini, sehingga setiap individu dapat memperoleh pengobatan yang diperlukan tanpa terhambat oleh biaya yang tinggi. Ini juga mencakup pengaturan harga dan distribusi obat agar dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Secara keseluruhan, tanggung jawab negara terhadap kesehatan di Indonesia meliputi penyediaan pelayanan kesehatan yang layak, pengaturan akses terhadap obat esensial, dan perlindungan hak atas kesehatan sebagai bagian dari hak asasi manusia. Melalui kerangka hukum yang ada, negara diharapkan dapat memenuhi kewajibannya dan memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan hak atas kesehatan yang dijamin oleh konstitusi.[14]

Pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya untuk memastikan aksesibilitas pelayanan kesehatan di daerah terpencil. Langkah-langkah yang diambil meliputi pembangunan dan penguatan Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dasar, dengan meningkatkan kapasitasnya melalui dukungan sumber daya yang memadai, termasuk tenaga kesehatan dan fasilitas yang diperlukan. Program Nusantara Sehat dirancang untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan dengan mengirimkan

tenaga kesehatan ke daerah-daerah yang kurang terlayani. Selain itu, inisiatif Pelayanan Kesehatan Bergerak (PKB) dilaksanakan untuk menjangkau masyarakat di daerah yang tidak memiliki fasilitas kesehatan dengan menyediakan layanan seperti pemeriksaan kesehatan, penyuluhan, dan program kesehatan masyarakat. Pemerintah juga mengembangkan inovasi dalam pelayanan kesehatan, seperti pengobatan massal dan kegiatan Posyandu, untuk meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan di daerah terpencil. Pemantauan dan evaluasi terhadap kondisi fasilitas kesehatan di daerah terpencil dilakukan oleh Kementerian Kesehatan untuk memastikan layanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, serta kunjungan kerja pejabat kesehatan untuk menilai langsung kondisi pelayanan kesehatan. Kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk lembaga swadaya masyarakat dan sektor swasta, dijalin untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan di daerah terpencil. Dengan langkah-langkah tersebut, pemerintah berupaya memastikan bahwa masyarakat di daerah terpencil mendapatkan akses yang memadai terhadap pelayanan kesehatan meskipun ada keterbatasan geografis dan sosial.[15]

Masyarakat memiliki peran penting dalam mendukung pelayanan kesehatan di daerah terpencil melalui berbagai cara. Pertama, mereka dapat berpartisipasi aktif dalam program-program kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau organisasi non-pemerintah, seperti penyuluhan kesehatan, pengobatan massal, dan Posyandu untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang kesehatan. Kedua, masyarakat dapat memberikan dukungan kepada Puskesmas dengan membantu pengorganisasian kegiatan kesehatan, memberikan masukan terkait kebutuhan kesehatan lokal, dan berkolaborasi dalam program-program kesehatan yang ada. Ketiga, sebagai agen perubahan, mereka dapat menyebarkan informasi tentang kesehatan kepada anggota komunitas lainnya, meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan penyakit, dan pentingnya pelayanan kesehatan untuk mengurangi angka penyakit di daerah terpencil. Keempat, masyarakat dapat membentuk kelompok atau organisasi yang fokus pada kesehatan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan lokal dan mencari solusi bersama, serta berfungsi sebagai penghubung antara masyarakat dan tenaga kesehatan. Kelima, mereka dapat berpartisipasi dalam penggalangan dana atau sumber daya untuk mendukung fasilitas kesehatan di daerah terpencil, seperti pembelian obat-obatan, alat kesehatan, atau pembangunan infrastruktur kesehatan.[16] Keenam, masyarakat dapat melakukan advokasi untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di daerah mereka dengan mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk meningkatkan fasilitas kesehatan, menyediakan tenaga kesehatan yang cukup, dan memperbaiki akses transportasi ke fasilitas kesehatan. Dengan melakukan langkah-langkah tersebut, masyarakat tidak hanya berkontribusi dalam meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan tetapi juga berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi diri mereka sendiri dan komunitas mereka.[16]

B. Ketersediaan Obat Esensial Bagi Kesehatan Masyarakat di Sidoarjo

Ketersediaan obat esensial di Sidoarjo merupakan aspek krusial dalam menjaga kesehatan masyarakat. Pengawasan dilakukan oleh Kapolresta Sidoarjo yang mengunjungi perusahaan farmasi untuk memeriksa obat- obatan penting seperti azithromycin dan vitamin D3, terutama selama pandemi COVID-19. Berdasarkan profil kesehatan Kabupaten Sidoarjo tahun 2022, terdapat data yang menunjukkan persentase ketersediaan obat esensial di puskesmas dan fasilitas kesehatan lainnya, yang membantu mengidentifikasi apakah kebutuhan obat masyarakat telah terpenuhi secara optimal. Tantangan dalam pengadaan obat mencakup perencanaan dan pengelolaan stok untuk mencegah kekurangan atau kelebihan, serta memerlukan pengumpulan data pemakaian obat untuk perencanaan lebih baik di masa depan. Pemerintah daerah juga berupaya meningkatkan ketersediaan obat esensial melalui berbagai program dan kebijakan, termasuk kerjasama dengan sektor swasta dan meningkatkan efisiensi dalam pengadaan. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan ketersediaan obat esensial di Sidoarjo dapat terjaga dan memenuhi kebutuhan masyarakat secara efektif.[17]

Ketersediaan obat esensial di Sidoarjo menunjukkan perbedaan antara puskesmas di daerah perkotaan dan pedesaan, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Puskesmas di perkotaan biasanya memiliki infrastruktur yang lebih baik dan sumber daya yang lebih banyak, termasuk tenaga kesehatan dan fasilitas, memungkinkan penyimpanan dan distribusi obat esensial yang lebih efektif dibandingkan dengan puskesmas di pedesaan yang mungkin kekurangan fasilitas dan tenaga kesehatan. Data menunjukkan bahwa puskesmas perkotaan cenderung memiliki ketersediaan obat esensial yang lebih baik karena akses yang lebih baik terhadap pasokan obat dari distributor, sementara puskesmas pedesaan menghadapi tantangan dalam pengadaan dan distribusi. Pemantauan dan evaluasi ketersediaan obat juga lebih sering dilakukan di puskesmas perkotaan oleh pihak berwenang, memastikan ketersediaan obat esensial yang lebih terjaga. Selain itu, terdapat perbedaan dalam kualitas pelayanan, di mana puskesmas perkotaan memiliki waktu pelayanan yang lebih cepat dan pengelolaan obat yang lebih baik, sementara puskesmas di pedesaan mungkin mengalami keterlambatan pelayanan karena kekurangan tenaga

kesehatan. Secara keseluruhan, perbedaan ketersediaan obat esensial antara puskesmas perkotaan dan pedesaan di Sidoarjo mencerminkan ketidakmerataan infrastruktur kesehatan dan sumber daya di masing-masing wilayah. Hal tersebut ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2.[17]

Persentase Puskesmas Dengan Ketersediaan Obat Esensial Menurut Puskesmas Dan Kecamatan Kabupaten Sidoarjo Tahun 2022 [17]

NO Puskesmas yang Tersedia Obat dan Vaksin Esensial ≥80% Puskesmas yang Tersedia Obat dan Vaksin Esensial <80%
Kecamatan Puskesmas Pusskesmas Kecamatan
1 KRIAN BARENGKRAJAN SIDODADI CANDI
2 KRIAN - -
3 SEDATI SEDATI - -
4 BUDURAN BUDURAN - -
5 TAMAN TROSOBO - -
6 TAMAN - -
7 SUKODONO SUKODONO - -
8 BALONGBENDO BALONGBENDO - -
9 SIDOARJO URANGAGUNG - -
10 SEKARDANGAN - -
11 URANGAGUNG - -
12 WARU MEDAENG - -
13 WARU - -
14 CANDI CANDI - -
15 TULANGAN KEPADANGAN - -
16 TULANGAN - -
17 GEDANGAN GANTING - -
18 GEDANGAN - -
19 PRAMBON PRAMBON - -
20 JABON JABON - -
21 TARIK TARIK - -
22 PORONG KEDUNGSOLO - -
23 PORONG - -
24 WONOAYU WONOAYU - -
25 TANGGULANGIN TANGGULANGIN - -
26 - - - -
Table 1.Profil Kesehatan Sidoarjo Tahun 2022
JUMLAH PUSKESMAS YANG MEMILIKI 80% OBAT DAN AKSIN ESENSIAL 26
JUMLAH PUSKESMAS YANG MELAPOR 27
% PUSKESMAS DENGAN KETERSEDIAAN OBAT & AKSIN ESENSIAL 96,30%
Table 2.

Persentase Ketersediaan Obat Esensial Kabupaten Sidoarjo Tahun 2022[17]

NO KELOMPOK OBAT KETERSIADAAN OBAT ESENSIAL NAMA OBAT
1 2 3 4
1 TABLET ADA Albendazol /Pirantel Pamoat
2 ADA Alopurinol
3 ADA Amlodipin/Kaptopril
4 TIDAK ADA Amoksisilin 500 mg
5 ADA Diazepam
6 ADA Dihidroartemsin+piperakuin (DHP) dan primaquin
7 ADA Amitriptilin tablet salut 25 mg (HCI)
8 TIDAK ADA Asam Askorbat (Vitamin C)
9 ADA Asiklovir
10 ADA Furosemid 40 mg/Hidroklorotiazid (HCT)
11 ADA Glibenklamid/Metformin
12 ADA Ketokonazol tablet 200 mg
13 ADA Klorfeniramina Maleat (CTM) tablet 4 mg
14 ADA Natrium Diklofenak
15 ADA Parasetamol 500 mg
16 TIDAK ADA Prednison 5 mg
17 ADA Salbutamol
18 ADA Simvastatin
19 ADA Tablet Tambah Darah
20 ADA Vitamin B6 (Piridoksin)
21 ADA Zinc 20 mg
22 BOTOL ADA Amoksisilin sirup
23 ADA Parasetamol sirup 120 mg / 5 ml
24 TABLET/BOTOL ADA Antasida tablet kunyah/ antasida suspensi
25 ADA Kotrimoksazol
26 VIAL ADA Magnesium Sulfat injeksi
27 ADA Lidokain inj
28 AMPUL ADA Diazepam injeksi 5 mg/ml
29 ADA Difenhidramin Inj. 10 mg/ml
30 ADA Epinefrin (Adrenalin) injeksi 0,1 % (sebagai HCl)
31 ADA Fitomenadion (Vitamin K) injeksi
32 ADA Oksitosin injeksi
33 KAPSUL ADA Retinol 100.000/200.000 IU
34 TUBE ADA Hidrokortison krim/salep
35 ADA Salep Mata/Tetes Mata Antibiotik
36 KANTONG ADA Garam Oralit
37 TABLET/AMPUL/VIAL ADA Deksametason tablet/deksametason injeksi
38 TABLET/BOTOL ADA Antasida
39 PAKET ADA OAT FDC
40 AMPUL ADA Metilergometrin Maleat injeksi 0,200 mg-1 ml V
Table 3.Profil Kesehatan Sidoarjo Tahun 2022[17]
JUMLAH ITEM OBAT INDIKATOR YANG TERSEDIA DI KABUPATEN/KOTA 37
% KETERSEDIAAN OBAT ESENSIAL 92,50%
Table 4.

Dari data yang ditunjukan pada Tabel 1 dan Tabel 2 tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketersediaan obat esensial di banyak wilayah dan provinsi masih di bawah standar yang ditetapkan, menunjukkan adanya kekurangan dalam penyediaan obat esensial. Pengadaan obat esensial masih menjadi perhatian utama karena beberapa wilayah dan provinsi mengalami kekurangan ketersediaan. Selain itu, banyak puskesmas yang ketersediaan vaksinnya juga belum memenuhi standar, menunjukkan kekurangan vaksin di beberapa puskesmas. Dengan demikian, kesimpulan dari tabel profil kesehatan tahun 2022 adalah bahwa masih ada kekurangan dalam ketersediaan obat esensial dan vaksin di berbagai wilayah dan provinsi.[17]

Ketersediaan obat esensial bagi kesehatan masyarakat di Sidoarjo telah diperkuat melalui berbagai sumber, seperti kunjungan polisi ke perusahaan farmasi pada tahun 2021 untuk memastikan stok obat yang diperlukan untuk perawatan pasien COVID-19, serta pemantauan data di Puskesmas Sukodono dan Profil Kesehatan Kabupaten Sidoarjo tahun 2022 yang menunjukkan persentase ketersediaan 40 jenis obat esensial tetap terjaga sepanjang tahun. Selain itu, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2022 juga mencatat bahwa 100% puskesmas di Sidoarjo memiliki ketersediaan obat esensial yang memadai. Analisis situasi pengelolaan obat di Sidoarjo juga memperlihatkan bahwa ketersediaan, kesesuaian dengan pola penyakit, dan penggunaan obat yang rasional tetap terjaga, yang semuanya menunjukkan bahwa ketersediaan obat esensial di Sidoarjo masih terjamin.[17]

Pengadaan obat esensial di Sidoarjo dilakukan dengan metode pengadaan langsung, karena kebutuhan obat yang bersifat mendesak. Metode ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya meliputi standar kepatuhan, di mana pengadaan obat mengikuti standar nasional yang ditetapkan dalam Formularium Nasional (Fornas), memastikan bahwa obat-obatan yang digunakan adalah yang paling dibutuhkan di fasilitas pelayanan kesehatan. Selain itu, pengadaan langsung memastikan ketersediaan obat yang optimal, seperti yang terlihat dalam kunjungan polisi yang memastikan stok obat COVID-19, seperti azithromycin dan vitamin D3, tercukupi di perusahaan farmasi di Sidoarjo, dengan produksi yang terus ditingkatkan. Pengelolaan obat di Sidoarjo juga dilakukan secara terstruktur, dengan perencanaan yang baik dan pengamatan mutu obat secara umum, membantu dalam mencapai pengobatan yang rasional dan memastikan kecukupan obat serta kesehatan masyarakat.

Kekurangan, keterbatasan sumber daya dapat menghambat ketersediaan obat yang optimal, karena jika sumber daya tidak mencukupi, stok obat bisa mengalami kekurangan. Ketergantungan pada pemasok membuat Sidoarjo rentan terhadap masalah yang dialami oleh supplier, yang bisa mengganggu pengadaan obat.[17] Dan biaya pengadaan langsung cenderung lebih tinggi karena memerlukan proses yang lebih kompleks dan sumber daya yang lebih besar. Dengan demikian, meskipun pengadaan obat di Sidoarjo mengikuti standar nasional dan memastikan ketersediaan yang optimal, tantangan yang dihadapi mencakup keterbatasan sumber daya, ketergantungan pada pemasok, dan biaya yang tinggi.[17]

Pengadaan obat oleh pemerintah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2019 tentang Perencanaan dan Pengadaan Obat Berbasis Katalog Elektronik, yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan transparansi. Namun, dalam proses pengadaan obat sering kali menghadapi kendala, seperti banyaknya jenis obat yang harus diperoleh, yang mengharuskan adanya lebih banyak penyedia obat. Hal ini dapat mengakibatkan ketidaksesuaian dalam pengurutan input, sehingga sering terjadi keterlambatan atau bahkan kegagalan pesanan. Selain itu, apabila penyedia obat berada pada tingkat distributor yang sama, metode pengadaan yang memadai menjadi sangat penting untuk mengatasi masalah tersebut.[18]

Ada empat cara umum pengadaan obat oleh pemerintah, yaitu :

a. Tender terbuka, melibatkan banyak penawar yang memenuhi pengadaan obat persyaratan;

b. lelang terbatas, yang melibatkan peserta tertentu yang mempunyai riwayat baik dan baik diadakan dibalik pintu tertutup;

c. negosiasi kompetitif, yaitu negosiasi dengan persaingan untuk mendapatkan yang terbaik penawaran harga dan kualitas;

d. pengadaan langsung yaitu melakukan pembelian langsung ke distributor tanpa proses tender.[7]

Menjamin ketersediaan obat esensial menghadapi berbagai tantangan, seperti keterbatasan sumber daya manusia dan finansial, permintaan yang tinggi akibat peningkatan populasi dan penyakit kronis, harga obat yang mahal, serta kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya obat esensial yang dapat menyebabkan penggunaan obat yang tidak tepat dan meningkatkan resistensi antibiotik. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan peningkatan alokasi anggaran untuk sektor kesehatan, pengembangan sistem distribusi obat yang efisien, implementasi program jaminan kesehatan nasional, serta program edukasi dan kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya obat esensial.[19]

Penelitian tentang tanggung jawab negara terhadap obat esensial menunjukkan bahwa kebijakan yang mendukung ketersediaan obat-esensial yang merata dan terjangkau bagi seluruh populasi memiliki dampak besar dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Pentingnya regulasi harga obat untuk mengontrol biaya dan memastikan akses yang terjangkau, serta sistem distribusi yang efektif untuk mencapai daerah terpencil, juga disoroti dalam penelitian ini. Selain itu, edukasi tentang penggunaan obat yang tepat di masyarakat terbukti berperan penting dalam mengurangi risiko penggunaan obat yang tidak tepat dan meningkatkan kepatuhan pada pengobatan. Secara keseluruhan, penelitian ini menegaskan bahwa implementasi tanggung jawab negara terhadap obat esensial berkontribusi signifikan terhadap peningkatan kesehatan masyarakat dan peningkatan kualitas hidup penduduknya. Ini tidak hanya meningkatkan akses terhadap perawatan kesehatan yang penting tetapi juga membantu dalam pengendalian dan pencegahan penyakit secara efektif.[19]

Penerapan sistem distribusi yang efisien membantu mencapai daerah terpencil di mana akses terhadap layanan kesehatan sering kali terbatas. Melalui kolaborasi dengan sektor swasta dan organisasi non-pemerintah, negara dapat memperluas jangkauan distribusi obat esensial, mengatasi tantangan geografis dan infrastruktur yang sering menjadi hambatan. Pengaturan harga obat merupakan langkah krusial untuk menjaga agar obat tetap terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama mereka yang kurang mampu. Program jaminan kesehatan nasional juga berperan dalam memastikan akses yang setara terhadap obat esensial, sehingga semua individu mendapatkan perawatan kesehatan yang diperlukan tanpa kecuali.[20]

Terakhir, pendidikan dan kampanye kesehatan tentang penggunaan yang tepat dari obat-obatan esensial dan bahaya resistensi antibiotik adalah langkah penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Dengan cara ini, negara dapat memastikan bahwa penggunaan obat yang tepat dilakukan secara cerdas, mengurangi risiko penggunaan obat yang tidak tepat, dan mendukung efektivitas pengobatan secara keseluruhan. Secara keseluruhan, tanggung jawab negara terhadap ketersediaan obat esensial tidak hanya berdampak pada kesejahteraan individu tetapi juga memengaruhi kesehatan masyarakat secara menyeluruh. Dengan menjalankan tanggung jawab ini dengan efektif, negara dapat mencapai tujuan yang lebih baik dalam bidang kesehatan publik dan meningkatkan kualitas hidup penduduknya.[20] Kebutuhan obat esensial di Kabupaten Sidoarjo belum memenuhi standar, seperti yang dilaporkan dalam Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2022, yang menyebutkan bahwa persentase puskesmas dengan ketersediaan obat esensial di Sidoarjo masih berada di bawah standar yang ditetapkan.[17]

Di Sidoarjo, terdapat kebijakan dalam peraturan yang belum terealisasi terkait penyediaan obat-obatan esensial. Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Sidoarjo Tahun 2022, masih terdapat beberapa kekurangan dalam persediaan obat esensial, di antaranya adalah persentase puskesmas dengan ketersediaan obat esensial yang masih di bawah standar yang ditetapkan, menunjukkan bahwa tidak semua puskesmas memiliki ketersediaan obat esensial yang memadai. Selain itu, meskipun ada upaya untuk menurunkan angka kematian ibu, masih ada wilayah kerja Puskesmas Candi yang memiliki angka kematian ibu tertinggi akibat belum optimalnya skrining risiko pada ibu hamil dan rujukan dini yang belum maksimal. Penelitian di beberapa puskesmas di Kota Kupang juga menunjukkan bahwa keseimbangan item obat yang tersedia dengan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional (Fornas) masih di bawah standar, menandakan bahwa pemilihan kebutuhan obat belum sepenuhnya berpedoman pada DOEN dan Fornas. Selain itu, meskipun terdapat standar pelayanan farmasi yang ditetapkan, seperti pelayanan farmasi di ICU dan gawat darurat, masih terdapat kekurangan dalam penerapan standar ini di beberapa fasilitas kesehatan di

Sidoarjo. Oleh karena itu, kebijakan dalam peraturan yang belum terealisasi di Sidoarjo terkait penyediaan obat esensial mencakup ketersediaan obat esensial yang masih di bawah standar, pelayanan kesehatan yang belum optimal, dan pemilihan kebutuhan obat yang belum sepenuhnya berpedoman pada standar nasional.[17]

Conclusion

Negara memegang tanggung jawab penting dalam menjamin ketersediaan obat esensial untuk kesehatan masyarakat. Walaupun berbagai kebijakan telah diterapkan, masih terdapat banyak tantangan yang perlu diatasi untuk mencapai tujuan ini. Perbaikan dalam sistem distribusi, peningkatan kapasitas produksi lokal, pengembangan kebijakan harga yang adil, serta peningkatan kerjasama internasional diperlukan untuk memastikan ketersediaan obat esensial. Dengan langkah-langkah ini, kesehatan masyarakat dapat lebih terjaga. Penelitian ini menggambarkan kondisi ketersediaan obat esensial di Indonesia dan tantangan yang ada, serta diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dan pihak terkait dalam merumuskan kebijakan yang lebih efektif untuk memastikan ketersediaan obat esensial bagi seluruh masyarakat. Ketersediaan obat esensial di Sidoarjo merupakan aspek krusial untuk menjaga kesehatan masyarakat, terutama selama pandemi COVID-19. Pengawasan ketat serta kerjasama antara pemerintah daerah dan sektor swasta memastikan obat-obatan penting selalu tersedia. Walaupun terdapat perbedaan ketersediaan antara puskesmas di perkotaan dan pedesaan, upaya terus dilakukan untuk meningkatkan perencanaan stok, pengelolaan distribusi, dan kualitas pelayanan di seluruh wilayah, sehingga kebutuhan obat masyarakat dapat terpenuhi secara optimal.

References

  1. A. Sudarmanto, R. S. Pambudi, and K. Khusna, “Evaluasi Pengelolaan Obat di Puskesmas Tanon 1 Kabupaten Sragen,” other, Universitas Sahid Surakarta, 2021. Accessed: May 30, 2024. [Online]. Available: http://repository.usahidsolo.ac.id/938/
  2. L. S. Muis, “Hak Atas Aksesibilitas Obat Paten Bagi Masyarakat,” Widya Pranata Huk. J. Kaji. Dan Penelit. Huk., vol. 1, no. 1, pp. 36–64, 2019.
  3. R. Wasir, P. A. Rosmayani, N. N. Prasetyo, A. D. Putri, and N. D. Istanti, “Obat Esensial Untuk Cakupan Kesehatan Universal Di Indonesia: Tinjauan Literatur Tentang Ketersediaan, Keterjangkauan, Dan Kualitas,”
  4. J. Kesehat. Tambusai, vol. 4, no. 2, Art. no. 2, Jun. 2023, doi: 10.31004/jkt.v4i2.15024.
  5. Y. Syafrita, “makalah new guideline,” Makal. New Guidel., unand fk Mar. 2021, Accessed: Aug. 12, 2024. [Online]. Available: http://repo.unand.ac.id/40713/
  6. A. S. Siswanto, “Kepatuhan Penyimpanan Dan Pelayanan Obat High Alert Di Instalasi Farmasi Pukesmas Benjeng Gresik,” diploma, Universitas Muhammadiyah Gresik, 2021. doi: 10/2020_LTA_201702026_Daftar%20pustaka%20new.pdf.
  7. E. N. Y. Rantung, T. N. Palilingan, and T. H. W. Lumonon, “Tanggung-Jawab Negara Atas Pemenuhan Kesehatan Di Bidang Ekonomi, Sosial Dan Budaya,” Lex Priv., vol. 11, no. 4, Art. no. 4, Apr. 2023, Accessed: May 31, 2024. [Online]. Available: https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexprivatum/article/view/47769
  8. L. S. Muis, R. Jened, N. Barizah, and G. C. Tjwan, “State Responsibility for Access and Availability of Patented Drugs for Public Health,” Yuridika, vol. 38, no. 2, pp. 219–242, 2023.
  9. L. S. Muis, “Accessibility of Pharmaceutical Product Patents for Public Health Through the TRIPs Waiver,”
  10. Indones. J. Law Soc., vol. 5, no. 1, pp. 181–220, 2024.
  11. P. A. S. Wesna, “Doha Declaration sebagai Perlindungan Masyarakat atas Akses Obat Esensial di Negara Berkembang Pasca Trips Agreement,” KERTHA WICAKSANA, vol. 14, no. 1, Art. no. 1, May 2020, doi: 10.22225/kw.14.1.2020.56-62.
  12. A. Wirasto, I. Afrita, and S. Oktapani, “Tanggung Jawab Badan Pengawas Obat dan Makanan Terhadap Produksi Obat Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan,” Innov. J. Soc. Sci. Res., vol. 4, no. 3, Art. no. 3, May 2024, doi: 10.31004/innovative.v4i3.11263.
  13. World Health Organization “Daftar Model Obat Esensial WHO - daftar ke-23, 2023.” Accessed: Aug. 01, 2024. [Online]. Available: https://www.who.int/publications/i/item/WHO-MHP-HPS-EML-2023.02
  14. Kementrian Kesehatan “Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/688/2019.” Accessed: Aug. 01, 2024. [Online]. Available: https://peraturanpedia.id/keputusan-menteri-kesehatan-nomor-hk-01-07- menkes-688-2019/
  15. World Health Organization “WHO Model List of Essential Medicines - 23rd list, 2023.” Accessed: Aug. 01, 2024. [Online]. Available: https://www.who.int/publications/i/item/WHO-MHP-HPS-EML-2023.02
  16. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia “Ahli: Negara Bertanggung Jawab Wujudkan Jaminan Kesehatan Masyarakat | Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.” Accessed: Aug. 01, 2024. [Online]. Available: https://mkri.id/index.php?id=14951&page=web.Berita
  17. Kementrian Kesehatan “Kuatkan Layanan Kesehatan, Pemerintah Lakukan Lima Upaya Secara Simultan,” Sehat Negeriku. Accessed: Aug. 01, 2024. [Online]. Available: https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20161104/2918732/kuatkan-layanan-kesehatan-pemerintah- lakukan-lima-upaya-secara-simultan/
  18. T. Addinni, “Peranan Penting Keterlibatan Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan sebagai Subsistem Upaya Kesehatan di Indonesia,” Dec. 2023.
  19. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo “DC20240116125520.Profil-Kesehatan-2022.pdf.” Accessed: Aug. 01, 2024. [Online]. Available: https://satudata.sidoarjokab.go.id/assets/document/DC20240116125520.Profil-
  20. Kesehatan-2022.pdf
  21. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum BPK “Permenkes No. 5 Tahun 2019,” Database Peraturan | JDIH BPK. Accessed: Aug. 01, 2024. [Online]. Available: http://peraturan.bpk.go.id/Details/129755/permenkes-no-5-tahun-2019
  22. F. S. Isriawaty, “Tanggung Jawab Negara Dalam Pemenuhan Hak Atas Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” Journal:eArticle, Universitas Tadulako, 2015. Accessed: Aug. 01, 2024. [Online]. Available: https://www.neliti.com/id/publications/145729/
  23. E. N. Y. Rantung, T. N. Palilingan, and T. H. W. Lumonon, “Tanggung-Jawab Negara Atas Pemenuhan Kesehatan Di Bidang Ekonomi, Sosial Dan Budaya,” Lex Priv., vol. 11, no. 4, Art. no. 4, Apr. 2023, Accessed: Aug. 01, 2024. [Online]. Available: https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexprivatum/article/view/47769