This study investigates the direct and indirect effects of tax planning and deferred tax expense on earnings management, using tax rates as a moderating variable, among LQ45 index companies on the Indonesian Stock Exchange (BEI) from 2017-2019. Using a quantitative descriptive method and Smart PLS 3 software for analysis, the study found that tax planning significantly influences earnings management, while deferred tax expense does not. Tax rates moderate the impact of tax planning but not deferred tax expense on earnings management. These results emphasize the role of tax planning in earnings management and suggest that tax rates should be considered in regulatory policies. Future research should explore additional variables like company age and size.
Highlight:
Keyword: Earnings management, tax planning, deferred tax expense, tax rates, Indonesian Stock Exchange
Manajemen Laba merupakan upaya manajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi – informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabuhi stakeholder yang ingin mengetahui kinerja perusahaan. Adapun manajemen laba dipengaruhi oleh perencanaan pajak (tax planning) dan beban pajak tangguhan karena adanya perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal, menurut [1] hal ini mempengaruhi posisi laporan keuangan dan menyebabkan tidak seimbangnya saldo akhir. Salah satu faktor penyebab adanya praktik manajemen laba sesuai yang telah disebutkan sebelumnya yaitu adanya perencanaan pajak (tax planning). Perencanaan pajak (tax palnning) ini muncul karena adanya perbedaan kepentingan antara perusahaan dengan pemerintah. Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam smanajemen pajak. Dalam tahapan ini akan dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan.
Beban pajak tangguhan merupakan beban yang timbul karena adanya perbedaan temporer antara laba akuntansi dengan laba fiskal. Menurut [2], beda temporer adalah perbedaan yang disebabkan adanya perbedaan waktu dan metode pengakuan penghasilan dan beban tertentu berdasarkan Standar Akuntansi dan Peraturan Perpajakan. Beban pajak tangguhan ini muncul karena dilakukannya koreksi fiskal, dimana terjadi koreksi negatif yaitu jumlah penghasilan berdasarkan standar akuntansi lebih besar dari jumlah penghasilan berdasarkan peraturan perpajakan, serta jumlah beban berdasarkan standar akuntansi lebih kecil dari jumlah beban berdasarkan peraturan perpajakan. Menurut [3], beban pajak tangguhan diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan. Beban pajak tangguhan dikelompokkan berdasarkan perbedaan temporer dan perbedaan permanen pajak secara final, dan adanya non deductible expense (biaya yang tidak boleh dikurangkan).
Sesuai dengan ketentuan sejak tahun 2010 tarif pajak untuk PPh Badan adalah 25%. Tarif ini pun dihitung dari penghasilan neto. Artinya, wajib pajak masih diberikan kemudahan dengan cara membiayakan biaya yang boleh menjadi pengurang. Selain itu, bagi perusahaan yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh publik sebesar 40%, maka akan diberikan fasilitas penurunan tarif pajak atau diskon pajak sebesar 5%. Maka perusahaan hanya berkewajiban untuk membayar pajak sebesar 20%. Untuk memperoleh fasilitas tersebut, menurut [4] wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 77 Tahun 3013 kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun 2015. Dengan adanya fasilitas penurunan tarif pajak dapat mempengaruhi perilaku wajib pajak dalam melakukan perencanaan pajak. Maka dari itu, dalam penelitian ini peneliti melibatkan fasilitas penurunan tarif pajak sebagai variabel moderasi yang nantinya akan menguatkan atau melemahkan pengaruh perencanaan pajak dan beban pajak tangguhan terhadap manajemen laba.
Dalam penelitian ini, penulis akan menjelaskan lebih dalam tentang pentingnya manajemen laba dengan tarif pajak sebagai variable moderisasi. Dengan memahami betapa pentingnya ini dalam konteks pelayanan publik, diharapkan penelitian dengan judul “PENGARUH TAXPLANNINGDAN DEFFEREDTAXEXPENSETERHADAP MANAJEMEN LABA DENGAN TARIF PAJAK SEBAGAI VARIABEL MODERASI (STUDI PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DALAM INDEKS LQ45 PERIODE 2017-2019)” dapat membantu perusahaan dalam mengantisipasi kegiatan usahanya berdasarkan perencanaan pajak dan beban pajak tanggguhan yang tersedia bagi pencapaian sasaran yang baik.
Pengamatan adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati secara langsung data penelitian. Pengamatan dilakukan untuk memperoleh data yang benar-benar real dengan melakukan perhitungan ulang pada data yang didapat. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, penulis mendapatkan informasi berupa hitung data rekap yang dilampirkan oleh masing-masing perusahaan terdaftar.
Pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi yaitu dengan cara mengumpulkan data-data pada Perusahaan Manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang mencatat perusahaan pada periode tahun 2017-2019 melalui situs resmi . Penelitian ini bisa dikerjakan melalui media internet karena penelitian ini menggunakan data sekunder yang mana semua datanya ada di situs tersebut dan telah memenuhi kriteria yang lengkap untuk dijadikan bahan penelitian.
Metode penelitian ini yaitu penelitian kausalitas. Menurut [5] berpendapat bahwa, “Metode kausalitas adalah hubungan sebab akibat, jadi terdapat variabel independen (variabel yang mempengaruhi) dan variabel dependen (variabel yang dipengaruhi)”. Tujuan dari penelitian kausalitas adalah untuk menentukan hubungan yang terdapat dalam setiap variabel yang menjadi fokus penelitian.
Adapun tahapan yang dilakukan pada metode ini diantara lain adalah menganalisa data, menghitung ulang rekap data tahunan menggunakan aplikasi PLS, dan membandingkan antar rekap data yang ada.
Berdasarkan pada masalah dan hipotesis yang diuji, terdapat 3 macam variable yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variabel independen (bebas), variabel dependen (terikat) dan variabel moderasi.
Variabel bebas adalah bagian yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel bebas terdiri dari dua bagian, yaitu:
Menurut [6], perencanaan pajak adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk meminimumkan kewajiban pajak dengan cara merekayasa laporan keuangan agar dapat ditekan serendah mungkin. Variabel perencanaan pajak diukur dengan menggunakan rumus tax retention rate (tingkat retensi pajak), yaitu dimana menganalisis suatu ukuran dan efektifitas manajemen pajak pada laporan keuangan pada tahun berjalan.
Keterangan:
TRRit: Tax Retention Rate perusahaan i pada tahun t,
Net Incomeit: Laba bersih perusahaan i pada tahun t,
Pretax Incomeit : Laba sebelum pajak perusahaan i pada tahun t
Perencanaan Pajak (X1)
Beban Pajak Tangguhan (X2)
Beban pajak tangguhan adalah beban yang timbul akibat perbedaan antara laba akuntansi (yaitu laba dalam laporan keuangan untuk kepentingan pihak eksternal) dengan laba fiskal (laba yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak). Perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal terjadi karena terdapat perbedaan dalam konsep penyusunan laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal. Rumus besaran deferred tax expense menurut [7] adalah sebagai berikut:
Menurut [5], variable dependen sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam SEM (structural Equation Modeling) atau Pemodelan Persamaan struktual, variabel dependen disebut sebagai variabel indogen. Maka dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependennya adalah manajemen laba.
Menurut [8] “Praktik manajemen laba adalah upaya manajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi– informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Manajemen laba dapat diukur dengan menggunakan pendekatan distribusi laba. Rumus Pendekatan distribusi laba yaitu:
Variabel moderasi merupakan variabel yang mempunyai pengaruh ketergantungan yang kuat dalam hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas. Menurut [9], adanya variabel moderasi akan memberikan perubahan hubungan awal antara variabel terikat dengan variabel bebas.
Variabel moderasi dalam penelitian ini adalah Tarif Pajak. Tarif pajak digunakan dalam perhitungan besarnya pajak terutang. Menurut [10], tarif pajak merupakan tarif yang digunakan untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar.
Menurut Undang-Undang No.36 tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan yang berisikan adanya perubahan yang terdapat pada pasal 17 ayat (1b) yang menyatakan bahwa tarif pajak yang ditetapkan atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) bagi Wajib Pajak (WP) badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28%. Namun, berdasarkan pasal 17 ayat (2a) Undang-Undang PPh tarif tersebut sejak tahun pajak 2010 menjadi 25%.
Pada penelitian ini, variabel yang akan diukur atau diteliti ada tiga variabel. Yaitu variabel independen, variabel dependen, dan variabel moderasi. Variabel independen dalam riset ini yaitu Tax Planning dan Deffered Tax Expense. Untuk variabel dependennya yaitu Manajemen Laba kemudian variabel moderasinya yaitu Tarif Pajak. Berikut adalah ketiga variabel tersebut:
Variabel independen ini merupakan variabel yang menimbulkan sebab akibat atau bisa menimbulkan pengaruh pada variabel dependen. Pada riset ini, variabel bebas atau independen disimbolkan dengan X yang terdiri TaxPlanning(X1) dan Deffered TaxExpense(X2).
Variabel dependen merupakan variabel yang memilik sifat konstan sehingga akan dipengaruhi. Variabel yang timbul sebagai akibat dari pengaruh variabel independen. Pada riset ini menjadi variabel dependen adalah Manajemen Laba yang akan disimbolkan dengan (Y).
Variabel moderasi adalah variabel yang menjadi perantara atau yang menjadi moderasi sebagai timbulnya sebab pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen dalam riset ini variabel moderasi adalah dengan menggunakan variabel Tarif Pajak sebagai (Z).
Berikut kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan dalam Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1 Skema Kerangka Konseptual
Keterangan
: pengaruh variabel X terhadap variabel Y
: pengaruh variabel Manajemen Laba sebagai variabel moderasi terhadap hubungan antara variabel X terhadap variabel Y
Variabel | Indikator | Jenis variabel | Skala | Sumber |
Tax Planning (X1) | Bebas | Rasio | (Choiri Annisa Pulungan, 2020) | |
Deffered Tax Expense (X2) | Bebas | Rasio | (Choiri Annisa Pulungan, 2020) | |
Manajemen Laba (Y) | Terikat | Rasio | (Irsan Lubis dan Suryani 2018) | |
Tarif Pajak (Z) | Tarif Pajak = Penghasilan Kena Pajak x 25% | Moderasi | Rasio | (Oma Romantis, dkk. 2016) |
Sumber : Data diolah (2022).
Populasi memiliki definisi sekumpulan elemen yang memiliki sejumlah karakteristik umum yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan. Populasi adalah kumpulan unit-unit yang diteliti ciri-cirinya dan jika populasinya terlalu besar, maka penelitian itu harus mengambil sampel (sebagian dari populasi) untuk penelitian. Penelitian yang akan diteliti adalah perusahaan manufaktur sektor industri barang konsumsi pada Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2017-2019 LQ 45.
Sampel adalah suatu sub grup/kelompok/gerombolan asal populasi yang dipilih untuk dipergunakan pada penelitian. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling, yakni pada teknik ini dipilih berdasarkan penelitian terdahulu dan menurut para ahli. Dalam penelitian ini, kriteria sampel yang ditetapkan ialah sebagai berikut:
Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan selama periode pengamatan dari tahun 2017 – 2019.
Perusahaan memiliki laba yang bernilai positif pada periode tahun 2017 – 2019.
Perusahaan yang memiliki beban pajak tangguhan pada periode tahun 2017–2019.
Hasil perhitungan berdasarkan checklist pemilihan kriteria pada perusahaan dapat diuraikan dalam tabel 2 sebagai berikut:
No | Kriteria | Jumlah |
1 | Perusahaan mempublikasi laporan keuangan selama periode pengamatan dari tahun 2017- 2019. | 45 |
2. | Perusahaan memiliki laba yang bernilai positif pada periode tahun 2017-2019. | (5) |
3. | Perusahaan memiliki beban pajak tangguhan pada periode tahun 2017-2019. | (7) |
Total sampel | 33 | |
Total sampel yang digunakan periode tahun 2017 -2019 yaitu 33 x 3 tahun = | 99 |
Sumber: Data Diolah Dari Galeri BEI Umsida
No | Kode | Nama Perusahaan | |||
1 | ADRO | Adaro Energy Tbk. | |||
2 | AKRA | AKR Corporindo Tbk. | |||
3 | ANTM | Aneka Tambang (Persero) Tbk | |||
4 | ASII | Astra International Tbk. | |||
5 | BBCA | Bank Central Asia Tbk. | |||
6 | BBNI | Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. | |||
7 | BBRI | Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk | |||
8 | BBTN | Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. | |||
9 | BMRI | Bank Mandiri (Persero) Tbk. | |||
10 | BRPT | Barito Pacific Tbk. | |||
11 | BSDE | Bumi Serpong Damai Tbk. | |||
12 | EXCL | XL Axiata Tbk. | |||
13 | GGRM | Gudang Garam Tbk. | |||
14 | HMSP | H.M. Sampoerna Tbk. | |||
15 | ICBP | Indofood CBP Sukses Makmur Tbk | |||
16 | INCO | Vale Indonesia Tbk | |||
17 | INDF | Indofood Sukses Makmur Tbk. | |||
18 | INTP | Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. | |||
19 | JSMR | Jasa Marga (Persero) Tbk. | |||
20 | KLBF | Kalbe Farma Tbk. | |||
21 | LPPF | Matahari Department Store Tbk. | |||
22 | MNCN | Media Nusantara Citra Tbk. | |||
23 | PGAS | Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. | |||
24 | PTBA | Tambang Batubara Bukit Asam Tbk | |||
25 | PTPP | PP (Persero) Tbk. | |||
26 | SCMA | Surya Citra Media Tbk. | |||
27 | SMGR | Semen Indonesia (Persero) Tbk. | |||
28 | SRIL | Sri Rejeki Isman Tbk. | |||
29 | TLKM | Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. | |||
30 | UNTR | United Tractors Tbk. | |||
31 | UNVR | Unilever Indonesia Tbk. | |||
32 | WIKA | Wijaya Karya (Persero) Tbk. | |||
33 | WSKT | Waskita Karya (Persero) Tbk. |
Sumber : Data BEI 2017-2019
Hipotesis riset ini dengan memakai Partial Least Square (PLS). PLS merupakan persamaan (SEM) berdasarkan kompenen dan varians. Menurut [11], PLS ialah pendekatan alternatif berbasis varian serta PLS lebih bersifat predictive model. Tidak hanya itu PLS bisa buat mengkonfirmasi teori. Terdapat 3 kriteria untuk menilai model luar, ialah:
Convergent validity dari model pengukuran dengan indikator refleksi dinilai bersumber korelasi skor item/skor kompenen dihitung dengan PLS. Ukuran refleksif individual dibilang besar jika berkorelasi lebih dari 0,70 % dengan konstruk yang diukur. Tetapi bagi ( l999) dalam (Ghozali & Hengky, 2015) buat riset ini langka pertama pengembangan pengukuran skala nilai loading 0,5 sampai o,6 dirasa mencukupi.
Discriminant Validity dari model pengukuran dengan refleksi indicator dinilai bersumber dari pengukuran dengan konstruk. Bila korelasi konstruk dengan item pengukuran lebih besar daripada ukuran konstruk yang lain , maka perihal tersebut menampilkan konstruk laten memprediksi ukuran pada blok mereka lebih baik daripada ukuran blok yang lainya. Menurut [12], cara lain memperhitungkan Discriminant Validity merupakan menyamakan nilai Root Of Average Variance Extracted (AVE) tiap konstruk dengan korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model. Direkomendasikan Jika nilai AVE lebih tinggi 0,5. Cara menghitung AVE:
𝜆, merupakan faktor loading
F merupakan faktor variance
θii merupakan error variance
Menurut [10], blok indikator reliabilitas komposit pengukuran sesuatu konnstruk bisa dievaluasi dengan terdapat dua ukuran ialah konsitensi internal yang dikembangkan. Didalam PLS, uji reliabilitas diperkuat hadirnya Cronbach Alpha dimana setiap jawaban diuji konsistenya. Cronbach alpha dikatakan bagus jika α>0,5 serta dikatakan cukup jika α>0,3.
Pengujian inner model maupun structual model dengan di buat melihat hubungan antara nilai signifikansi, konstruk serta R-square untuk model riset. Menurut [13], model struktural dievaluasi memakai R-square buat konstruk dependen,Stone- Geisser Q-square test buat predictive relevance serta uji t dan signifikansi koefisien parameter jalur structural. Didalam menilai dengan PLS diawali melihat R-square buat tiap variabel laten dependen. substitusi nilai R-square digunakan buat memperhitungkan pengaruh variabel laten independen tertentu terhadap variabel laten dependen apakah memiliki efek substantif. Nilai R-Square 0.25, 0.50 serta 0.75 bisa dikatakan bahwa lemah, moderat, dan kuat . Hasil PLS R-Square merepresentasi jumlah varians dari konstruk yang dijelaskan oleh model.
Selain nilai Rsquarebisa pula dengan melihat nilai Q2 predictiverelevance. Menurut [14], metode ini bisa merepresentasikan sintesis dari validasi silang dan fungsi fitting. Nilai Q2 >0 akan memiliki predictiverelevancesebaliknya jika nilai Q2< 0 maka model memiliki relevansi predeiksi yang kurang. Nilai Q2 prediksi relevan 0.02,0.15 dan 0.35 memiliki arti berada posisi kuat, sedang dan lemah.
Menurut [15], Uji Hipotesis (resampling bootstrapping) Pengujian hipotesis (β, γ dan λ) dicoba menggunakan cara resampling bootstrap. Uji statistik dibuat menggunakan statistik t maupun uji t, sebagai berikut:
H1 : λi ≠ 0 2)
H0 : γi = 0
H1 : γi ≠ 0 3)
Hipotesis statistik buat model luar: H0 : λi = 0
Hipotesis statistik buat model dalam variabel laten eksogen ke endogen:
Penerapan teknik resampling, memerlukan penerapan data terdistribusi bebas (distribution free), tidak membutuhkan anggapan distribusi normal, dan tidak membutuhkan sampel tinggi (sampel minimum 30).
Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan dalam Indeks LQ45 yang listed di Bursa Efek Indonesia periode 2017-2019 yang dijadikan sampel dalam penelitian maka dapat diperoleh data mengenai Perencanaan Pajak, beban pajak tangguhan, manjemen laba dan tarif pajak.
Pada tabel di bawah ini akan dipaparkan data statistik deskriptif dari perencanaan pajak, beban pajak tangguhan, manajemen laba dan tarif pajak tahun 2017-2019. Statistik deskriptif berisi data masing-masing variabel yang akan menjelaskan nilai minimum, nilai maksimum, nilai mean, dan standar deviasi. Data statistik deskriptif variabel penelitian sebagai berikut:
N | Minimum | Maximum | Mean | Std. Deviation | |
Tax Planning | 99 | 282.000 | 1696.000 | 7556.071 | 1588.980 |
Deffered Tax Expense | 99 | 1.000 | 1266.000 | 121.273 | 203.225 |
Manajemen laba | 99 | 13650.000 | 342123.000 | 753366.525 | 927552.637 |
Tarif pajak | 99 | 5531.000 | 1084101.000 | 2490045.535 | 298290.495 |
Valid N (listwise) | 99 |
Sumber : Olahan penulis berdasarkan PLS
Berdasarkan statistik deskriptif pada tabel 4 maka bisa dilihat bahwa nilai terendah dari perencanaan pajak adalah 282.000 dan nilai terbesarnya adalah 1696.000. sementara itu untuk standar deviasinya 1588.980 dan nilai rata-rata (mean) adalah 7556.07.
Berdasarkan statistik deskriptif pada tabel 4 maka bisa dilihat bahwa nilai terendah beban pajak tangguhan 1.000 adalah dan nilai terbesarnya adalah 1266.000 Sementara itu untuk standar deviasinya 203.225 dan nilai mean adalah 121.273.
Berdasarkan statistik deskriptif pada tabel 4 maka bisa dilihat bahwa nilai terendah manajemen laba adalah 13650.000 dan nilai terbesarnya adalah 342123.000 sementar itu untuk standart devisinya 927552.637 dan nilai mean adalah 753366.525.
Berdasarkan statistik deskriptif pada tabel 4 maka bisa dilihat bahwa nilai terendah tarif pajak adalah 5531.000 dan nilai terbesarnya adalah 1084101.000. sementar itu untuk standar devisinya 298290.495 dan nilai mean adalah 2490045.535.
Berdasarkan data tersebut maka dapat diketahui hasil dari value of standart deviation perencanaan pajak, beban pajak tangguhan, manajemen laba, dan tarif pajak memiliki perbedaan antar data yang tidak terlalu besar dengan menggunakan rumus masing-masing.
Tabel 5. Data Tahun 2017 | ||||||||||||
No | Kode | X1 | X2 | Y | Z | |||||||
1 | ADRO | Rp | 0.5771 | Rp | 0.0899 | Rp | 7,263,370,520,000 | Rp | 3,146,462,435,000 | |||
2 | AKRA | Rp | 1.1283 | Rp | 0.0181 | Rp | 1,304,600,520,000 | Rp | 289,057,409,500 | |||
3 | ANTM | Rp | 0.3004 | Rp | 0.0008 | Rp | 136,503,269,000 | Rp | 113,599,131,000 | |||
4 | ASII | Rp | 0.7934 | Rp | 0.0067 | Rp | 23,164,999,999,998 | Rp | 7,299,000,000,000 | |||
5 | BBCA | Rp | 0.7998 | Rp | 0.0001 | Rp | 23,321,150,000,000 | Rp | 7,289,685,750,000 | |||
6 | BBNI | Rp | 0.8022 | Rp | 0.0013 | Rp | 13,770,592,000,000 | Rp | 4,291,346,750,000 | |||
7 | BBRI | Rp | 0.7845 | Rp | 0.0029 | Rp | 29,044,334,000,000 | Rp | 9,255,539,250,000 | |||
8 | BBTN | Rp | 0.7840 | Rp | 0.0007 | Rp | 3,027,466,000,000 | Rp | 965,388,750,000 | |||
9 | BMRI | Rp | 0.7896 | Rp | 0.0038 | Rp | 21,443,042,000,000 | Rp | 6,789,215,750,000 | |||
10 | BRPT | Rp | 0.7262 | Rp | 0.0388 | Rp | 3,789,697,060,000 | Rp | 1,304,592,540,000 | |||
11 | BSDE | Rp | 0.9883 | Rp | 0.0002 | Rp | 5,166,720,070,985 | Rp | 1,307,030,264,786 | |||
12 | EXCL | Rp | 1.6961 | Rp | 0.0144 | Rp | 375,244,000,000 | Rp | 55,309,500,000 | |||
13 | GGRM | Rp | 0.7431 | Rp | 0.0057 | Rp | 7,755,347,000,000 | Rp | 2,609,128,000,000 | |||
14 | HMSP | Rp | 0.7500 | Rp | 0.0077 | Rp | 12,670,534,000,000 | Rp | 4,223,701,500,000 | |||
15 | ICBP | Rp | 0.6805 | Rp | 0.0122 | Rp | 3,543,173,000,000 | Rp | 1,301,640,250,000 | |||
16 | INCO | Rp | 0.6634 | Rp | 0.0035 | Rp | 206,769,340,000 | Rp | 77,922,700,000 | |||
17 | INDF | Rp | 0.6718 | Rp | 0.0086 | Rp | 5,145,063,000,000 | Rp | 1,914,638,500,000 | |||
18 | INTP | Rp | 0.8131 | Rp | 0.0037 | Rp | 1,859,818,000,000 | Rp | 571,818,500,000 | |||
19 | JSMR | Rp | 0.6441 | Rp | 0.0004 | Rp | 2,093,656,062,000 | Rp | 812,613,115,000 | |||
20 | KLBF | Rp | 0.7569 | Rp | 0.0094 | Rp | 2,453,251,410,604 | Rp | 810,296,681,498 | |||
21 | LPPF | Rp | 0.7958 | Rp | 0.0065 | Rp | 1,907,077,000,000 | Rp | 599,075,000,000 | |||
22 | MNCN | Rp | 0.5203 | Rp | 0.0082 | Rp | 1,054,124,999,999 | Rp | 506,517,250,000 | |||
23 | PGAS | Rp | 0.5363 | Rp | 0.0101 | Rp | 2,000,995,508,940 | Rp | 932,736,824,470 | |||
24 | PTBA | Rp | 0.7452 | Rp | 0.0022 | Rp | 4,547,232,000,000 | Rp | 1,516,945,750,000 | |||
25 | PTPP | Rp | 0.8534 | Rp | 0.0023 | Rp | 459,642,836,413 | Rp | 134,647,644,563 | |||
26 | SCMA | Rp | 0.7395 | Rp | 0.0075 | Rp | 1,317,748,064,000 | Rp | 445,510,875,250 | |||
27 | SMGR | Rp | 0.7439 | Rp | 0.0015 | Rp | 2,045,025,914,000 | Rp | 686,636,590,750 | |||
28 | SRIL | Rp | 0.9431 | Rp | 0.0009 | Rp | 921,198,232,800 | Rp | 244,197,765,670 | |||
29 | TLKM | Rp | 0.7666 | Rp | 0.0141 | Rp | 32,701,000,000,000 | Rp | 10,664,750,000,000 | |||
30 | UNTR | Rp 0.7271 | 0.7271 | Rp | 0.0048 | Rp | 7,673,322,000,000 | Rp | 2,630,664,250,000 | |||
31 | UNVR | Rp 0.7474 | 0.7474 | Rp | 0.0182 | Rp | 7,004,562,000,000 | Rp | 2,342,915,250,000 | |||
32 | WIKA | Rp 0.9273 | 0.9273 | Rp | 0.0006 | Rp | 1,356,115,488,999 | Rp | 365,597,839,500 | |||
33 | WSKT | Rp 0.9093 | 0.9093 | Rp | 0.0004 | Rp | 4,201,572,490,754 | Rp | 1,155,161,538,676 | |||
Tabel 6.Data Tahun 2018 | |||||||||
No | Kode | X1 | X2 | Y | Z | ||||
1 | ADRO | Rp | 0.5817 | Rp | 0.0764 | Rp | 7,263,370,520,000 | Rp | 2,972,218,009,500 |
2 | AKRA | Rp | 0.7641 | Rp | 0.0127 | Rp | 1,304,600,520,000 | Rp | 217,020,155,500 |
3 | ANTM | Rp | 0.8127 | Rp | 0.0044 | Rp | 136,503,269,000 | Rp | 503,288,200,250 |
4 | ASII | Rp | 0.7822 | Rp | 0.0392 | Rp | 23,164,999,999,998 | Rp | 8,748,750,000,000 |
5 | BBCA | Rp | 0.7904 | Rp | 0.0038 | Rp | 23,321,150,000,000 | Rp | 8,176,516,000,000 |
6 | BBNI | Rp | 0.7595 | Rp | 0.0020 | Rp | 13,770,592,000,000 | Rp | 4,760,481,500,000 |
7 | BBRI | Rp | 0.7764 | Rp | 0.0039 | Rp | 29,044,334,000,000 | Rp | 10,438,423,500,000 |
8 | BBTN | Rp | 0.7778 | Rp | 0.0008 | Rp | 3,027,466,000,000 | Rp | 902,568,750,000 |
9 | BMRI | Rp | 0.7616 | Rp | 0.0040 | Rp | 21,443,042,000,000 | Rp | 8,485,842,250,000 |
10 | BRPT | Rp | 0.5319 | Rp | 0.1266 | Rp | 3,789,697,060,000 | Rp | 1,646,268,155,750 |
11 | BSDE | Rp | 0.8002 | Rp | 0.0623 | Rp | 5,166,720,070,985 | Rp | 531,714,978,677 |
12 | EXCL | Rp | 0.7499 | Rp | 0.0403 | Rp | 375,244,000,000 | Rp | 1,099,070,000,000 |
13 | GGRM | Rp | 0.7437 | Rp | 0.0017 | Rp | 7,755,347,000,000 | Rp | 2,619,810,500,000 |
14 | HMSP | Rp | 0.7538 | Rp | 0.0072 | Rp | 12,670,534,000,000 | Rp | 4,490,317,250,000 |
15 | ICBP | Rp | 0.7227 | Rp | 0.0111 | Rp | 3,543,173,000,000 | Rp | 1,611,696,250,000 |
16 | INCO | Rp | 0.7324 | Rp | 0.0029 | Rp | 206,769,340,000 | Rp | 298,391,949,750 |
17 | INDF | Rp | 0.6663 | Rp | 0.0083 | Rp | 5,145,063,000,000 | Rp | 1,861,741,500,000 |
18 | INTP | Rp | 0.8180 | Rp | 0.0038 | Rp | 1,859,818,000,000 | Rp | 350,205,500,000 |
19 | JSMR | Rp | 0.6344 | Rp | 0.0001 | Rp | 2,093,656,062,000 | Rp | 802,576,727,250 |
20 | KLBF | Rp | 0.7553 | Rp | 0.0072 | Rp | 2,453,251,410,604 | Rp | 825,849,917,255 |
21 | LPPF | Rp | 0.6966 | Rp | 0.0064 | Rp | 1,907,077,000,000 | Rp | 393,830,250,000 |
22 | MNCN | Rp | 0.7581 | Rp | 0.0145 | Rp | 1,054,124,999,999 | Rp | 445,686,000,000 |
23 | PGAS | Rp | 0.6234 | Rp | 0.0160 | Rp | 2,000,995,508,940 | Rp | 2,112,528,051,349 |
24 | PTBA | Rp | 0.7532 | Rp | 0.0019 | Rp | 4,547,232,000,000 | Rp | 1,699,764,000,000 |
25 | PTPP | Rp | 0.9911 | Rp | 0.0010 | Rp | 459,642,836,413 | Rp | 125,306,063,148 |
26 | SCMA | Rp | 0.7491 | Rp | 0.0044 | Rp | 1,317,748,064,000 | Rp | 492,254,663,500 |
27 | SMGR | Rp | 0.7517 | Rp | 0.0041 | Rp | 2,045,025,914,000 | Rp | 1,026,239,830,750 |
28 | SRIL | Rp | 0.8506 | Rp | 0.0024 | Rp | 921,198,232,800 | Rp | 359,056,137,969 |
29 | TLKM | Rp | 0.7411 | Rp | 0.0121 | Rp | 32,701,000,000,000 | Rp | 9,101,250,000,000 |
30 | UNTR | Rp0.7271 | 0.7320 | Rp | 0.0102 | Rp | 7,673,322,000,000 | Rp | 3,927,179,750,000 |
31 | UNVR | Rp0.7474 | 0.7475 | Rp | 0.0222 | Rp | 7,004,562,000,000 | Rp | 3,046,441,000,000 |
32 | WIKA | Rp0.9273 | 0.8790 | Rp | 0.0005 | Rp | 1,356,115,488,999 | Rp | 589,657,233,500 |
33 | WSKT | Rp0.9093 | 0.8344 | Rp | 0.0000 | Rp | 4,201,572,490,754 | Rp | 1,384,110,626,002 |
Tabel 7.Data Tahun 2019 | |||||||||
No | Kode | X1 | X2 | Y | Z | ||||
1 | ADRO | Rp | 0.6600 | Rp | 0.0467 | Rp | 6,090,463,002,000 | Rp | 2,307,025,275,750 |
2 | AKRA | Rp | 0.8083 | Rp | 0.0114 | Rp | 699,495,583,000 | Rp | 216,344,926,000 |
3 | ANTM | Rp | 0.2822 | Rp | 0.0043 | Rp | 193,852,031,000 | Rp | 171,758,513,250 |
4 | ASII | Rp | 0.7817 | Rp | 0.0137 | Rp | 26,620,999,999,996 | Rp | 8,513,500,000,000 |
5 | BBCA | Rp | 0.7873 | Rp | 0.0035 | Rp | 28,569,974,000,000 | Rp | 9,072,249,500,000 |
6 | BBNI | Rp | 0.8007 | Rp | 0.0016 | Rp | 15,508,583,000,000 | Rp | 4,842,276,500,000 |
7 | BBRI | Rp | 0.7936 | Rp | 0.0032 | Rp | 34,413,825,000,000 | Rp | 10,841,013,250,000 |
8 | BBTN | Rp | 0.5091 | Rp | 0.0020 | Rp | 209,263,000,000 | Rp | 102,765,500,000 |
9 | BMRI | Rp | 0.7809 | Rp | 0.0047 | Rp | 28,455,592,000,000 | Rp | 9,110,360,000,000 |
10 | BRPT | Rp | 0.4966 | Rp | 0.0125 | Rp | 1,923,457,380,000 | Rp | 968,410,667,250 |
11 | BSDE | Rp | 0.9889 | Rp | 0.0788 | Rp | 3,130,076,103,452 | Rp | 791,274,379,115 |
12 | EXCL | Rp | 0.6228 | Rp | 0.0024 | Rp | 712,579,000,000 | Rp | 286,029,250,000 |
13 | GGRM | Rp | 0.7510 | Rp | 0.0018 | Rp | 10,880,704,000,000 | Rp | 3,621,934,000,000 |
14 | HMSP | Rp | 0.7515 | Rp | 0.0068 | Rp | 13,721,513,000,000 | Rp | 4,564,855,750,000 |
15 | ICBP | Rp | 0.7207 | Rp | 0.0094 | Rp | 5,360,029,000,000 | Rp | 1,859,243,000,000 |
16 | INCO | Rp | 0.6440 | Rp | 0.0021 | Rp | 803,657,400,000 | Rp | 311,998,284,000 |
17 | INDF | Rp | 0.6746 | Rp | 0.0089 | Rp | 5,902,729,000,000 | Rp | 2,187,349,250,000 |
18 | INTP | Rp | 0.8068 | Rp | 0.0037 | Rp | 1,835,305,000,000 | Rp | 568,708,250,000 |
19 | JSMR | Rp | 0.6695 | Rp | 0.0014 | Rp | 2,073,888,000,000 | Rp | 774,400,750,000 |
20 | KLBF | Rp | 0.7458 | Rp | 0.0061 | Rp | 2,537,601,823,645 | Rp | 850,654,206,133 |
21 | LPPF | Rp | 0.7753 | Rp | 0.0056 | Rp | 1,366,884,000,000 | Rp | 440,752,250,000 |
22 | MNCN | Rp | 0.7970 | Rp | 0.0236 | Rp | 2,317,436,999,999 | Rp | 726,908,000,000 |
23 | PGAS | Rp | 0.4036 | Rp | 0.0171 | Rp | 1,581,849,711,195 | Rp | 979,728,694,123 |
24 | PTBA | Rp | 0.8058 | Rp | 0.0023 | Rp | 4,040,394,000,000 | Rp | 1,361,290,500,000 |
25 | PTPP | Rp | 0.9978 | Rp | 0.0006 | Rp | 360,895,336,040 | Rp | 90,425,620,050 |
26 | SCMA | Rp | 0.7656 | Rp | 0.0089 | Rp | 1,051,164,602,000 | Rp | 343,266,376,000 |
27 | SMGR | Rp | 0.7420 | Rp | 0.0481 | Rp | 2,371,233,000,000 | Rp | 798,943,750,000 |
28 | SRIL | Rp | 0.8632 | Rp | 0.0020 | Rp | 1,227,223,324,548 | Rp | 355,446,516,224 |
29 | TLKM | Rp | 0.7279 | Rp | 0.0131 | Rp | 27,592,000,000,000 | Rp | 9,477,000,000,000 |
30 | UNTR | Rp0.7271 | 0.7194 | Rp | 0.0136 | Rp | 11,134,641,000,000 | Rp | 3,869,221,250,000 |
31 | UNVR | Rp0.7474 | 0.7466 | Rp | 0.0195 | Rp | 7,392,837,000,000 | Rp | 2,475,443,000,000 |
32 | WIKA | Rp0.9273 | 0.9397 | Rp | 0.0006 | Rp | 2,621,015,139,999 | Rp | 697,313,922,000 |
33 | WSKT | Rp0.9093 | 0.7744 | Rp | 0.0000 | Rp | 1,028,898,367,891 | Rp | 332,162,490,460 |
Berikut ini adalah gambar hasil uji model moderasi menggunakan PLS:
Pada tahap evaluasi model struktural akan dianalisis dengan melihat signifikan hubungan antar konstruk yang ditunjukan oleh nilai t statistic. Besarnya pengaruh antar konstruk dan efek interaksi (moderasi) diukur dengan nilai koefisien jalur (path coefficient). Path coefficient yang memiliki nilai T Statistic ≥ 1,96 atau memiliki P Value ≤ 0,05 dinyatakan signifikan.
R Square | R Square Adjusted | |
Manajemen Laba | 1.000 | 1.000 |
Sumber : Olahan penulis berdasarkan PLS
Berdasarkan nilai R2 (R Square) yaitu sebesar 1.000 sama dengan 100% berarti validitas Manajemen Laba memiliki konstruk yang berpengaruh besar dapat dijelaskan oleh konstruk taxplanning(X1), deffered tax expense (X2), dan tarif pajak (Z) berarti keseluruhan variabel mempunyai pengaruh kuat daripada faktor lain yang berasal dari luar model ini.
Berikut ini hasil Path Coefficient:
Original Sample (O) | Sample Mean (M) | Standart Deviation (STDEV) | T Statistic (O/STDEV) | P Values | |
Tax Planning > Manajemen Laba | 0.170 | 0.168 | 0.032 | 5.360 | 0.000 |
Deffered Tax Expense > Manajemen Laba | -0.000 | -0.000 | 0.000 | 0.159 | 0.874 |
Moderating 1 | 0.204 | 0.200 | 0.038 | 5.412 | 0.000 |
Moderating 2 | -0.000 | -0.000 | 0.000 | 0.456 | 0.648 |
Sumber : Olahan penulis berdasarkan PLS
Berdasarkan hasil analisis data yang menunjukkan bahwa hipotesis pertama diterima. Hal ini berarti bahwa tax planning terhadap manajemen laba berpengaruh yang dimana tax planning merupakan upaya yang dilakukan oleh wajib pajak dalam meminimalkan beban pajak yang harus dibayar dengan cara yang legal atau tidak melanggar undang – undang perpajakan. Dimana perusahaan merencanakan pembayaran pajaknya dan menjadikan manajemen laba menjadi naik, variabel X1 naik Y naik dapat diartikan perusahaan telah merencanakan pajak dengan benar maka manajemen laba meningkat. Riset ini sejalan dengan penelitian dengan Romantis, (2020) dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa Perencanaan Pajak berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba dengan arah atau hubungan yang negatif. Artinya semakin kecil Perencanaan Pajak (TRR) nya, akan semakin besar Tax Avoidance nya (TA), maka akan semakin meningkatkan manajemen laba, hasil ini juga sesuai Negara & Suputra, (2017) Perencanaan pajak berpengaruh positif terhadap manajemen laba, yang artinya semakin tinggi perencanaan pajak maka semakin besar peluang perusahaan melalukan manajemen laba, begitu pula sebaliknya.
Berdasarkan hasil analisis data yang menunjukkan bahwa hipotesis kedua ditolak. Hal ini berarti bahwa Deffered Tax Expense terhadap Manajemen Laba tidak berpengaruh. Variabel X2 naik sedangkan Y turun, yang dimana terjadi penghindaran pajak terjadi pelanggaran atau tidak tepat waktu dalam menghitung dan membayar kewajiban pajaknya yang menimbulkan adanya sanksi perpajakan, sehingga manajemen laba yang dikelola menjadi turun. Riset ini sejalan dengan penelitian Pulungan, (2020) yang dimana beban pajak tangguhan secara parsial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan indeks LQ45 di Bursa Efek Indonesia, apabila beban pajak tangguhan mengalami kenaikan maka manajemen laba mengalami penurunan dan juga sebaliknya. Riset ini sejalan dengan Febrian, (2018) bahwa beban pajak tangguhan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba pada perusahaan di Bursa Efek indonesia pada periode 2013-2015. Akan tetapi berbeda hasil dengan penelitian Sumomba, (2012) yang hasilnya beban pajak tangguhan berpengaruh positif untuk mendeteksi praktik manajemen laba.
Berdasarkan hasil analisis data yang menunjukkan bahwa hipotesis ketiga diterima. Hal ini berarti bahwa TaxPlanningterhadap Manajemen Laba yang dimoderasi Tarif Pajak terbukti berpengaruh artinya semakin tinggi taxplanningmaka peluang perusahaan melakukan manajemen laba semakin besar dengan perencanaan dan manajemen pajak yang baik maka perusahaan akan dapat penghematan pajak menjadi seminimal mungkin dengan tanpa melanggar peraturan pajak yang berlaku. Untuk dapat memperoleh penghematan pajak salah satunya adalah dengan melaporkan laba fiskal dengan kecil hal ini memungkinkan perusahaan melakukan manajemen laba. Variabel Z naik, X1 naik, Y naik, dapat diartikan bahwa perencanaan pajak dalam menghitung, membayar, melapor telah di rencanakan dengan legal, meskipun tarif pajak naik maka manajemen laba naik. Hal ini tidak mengakibatkan sanksi atas keterlambatan karena dilakukan perencanaan dengan baik. Riset ini sejalan dengan Romantis,(2020) penurunan tarif pajak dapat mempengaruhi perilaku perencanaan pajak. Berdasarkan hasil penelitian, tarif pajak terbukti memoderasi hubungan perencanaan pajak dan manajemen laba. Artinya tarif pajak memperlemah hubungan perencanaan pajak terhadap manajemen laba. Hal ini mengindiksikan bahwa ketika nilai TRR semakin besar, maka TA nya kecil, dengan demikian akan menurunkan manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan karena ketika suatu perusahaan mendapatkan tarif pajak, maka perusahaan tidak melakukan perencanaan pajak lagi karena tarif pajaknya sudah rendah. Serta dalam penelitian Lubis, (2018) bahwa variabel Tax Planning berpengaruh positif terhadap manajemen laba yang dimoderasi oleh tarif pajak.
Berdasarkan hasil analisis data yang menunjukkan bahwa hipotesis keempat ditolak. Hal ini berarti bahwa deffered tax expense terhadap manajemen laba yang dimoderasi tarif pajak terbukti tidak berpengaruh hal ini berarti besar kecilnya tarif pajak tidak menentukan deffered taxexpenseperusahaan. Keberadaan variabel tarif pajak yang disebut sebagai variabel moderasi dalam riset ini tidak teruji memperlemah ataupun menguatkan pengaruh defferedtaxexpenseterhadap manajemen laba yang dimana deffered tax expense secara parsial tidak berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan indeks LQ45 di Bursa Efek Indonesia, apabila beban pajak tangguhan mengalami kenaikan maka manajemen laba mengalami penurunan. Variabel Z naik, X2 naik, Y turun, dapat diartikan bahwa penghindaran pajak naik yang menyebabkan manajemen laba turun karena naiknya tarif pajak sehingga kewajiban membayar dan melapor tepat waktu itu tidak bisa dipenuhi dan laba yang diperoleh menjadi kecil. Riset ini sejalan dengan Lubis, (2018) menunjukkan bahwa besarnya beban pajak tangguhan perusahaan bukan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi perusahaan dalam melakukan praktik manajemen laba serta tarif pajak tidak dapat mempengaruhi defferedtaxexpense.
Dari hasil pengujian ini mengindikasikan bahwa penelitian "Pengaruh Tax Planning Dan Deffered Tax Expense Terhadap Manajemen Laba Dengan Tarif Pajak Sebagai Variabel Moderasi (Studi Pada Perusahaan Yang Terdaftar Dalam Indeks Lq45 Periode 2017-2019)" memiliki potensi untuk meningkatkan efisiensi, responsifitas, dan pengelolaan data meliputi Tax Planning, Deffered Tax Expense, Tarif Pajak yang memengaruhi Tax Planning, dan Tarif Pajak yang tidak memengaruhi Deffered Tax Expense terhadap Manajemen Laba.
Diharapkan untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menambah variabel independen lain yang belum digunakan dalam penelitian ini, Seperti Umur Perusahaan dan Ukuran Perusahaan.