This study investigates the impact of leverage, profitability, liquidity, total asset turnover, and free cash flow on earnings management in LQ45 index companies from 2019 to 2021. Using a sample of 23 companies selected through purposive sampling and analyzed with multiple linear regression via SPSS version 26, the results show that leverage, total asset turnover, and free cash flow significantly influence earnings management, while profitability and liquidity do not. These findings highlight key financial indicators that can signal earnings management practices, providing useful insights for investors, regulators, and auditors.
Highlights:
1. Influential Factors: Leverage, asset turnover, and free cash flow affect earnings management.
2. Non-influential Factors: Profitability and liquidity don't affect earnings management.
3. Practical Use: Insights help investors, regulators, auditors detect earnings management.
Keywords: Leverage, Profitability, Liquidity, Total Asset Turnover, Free Cash Flow
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi dan memberikan suatu gambaran tentang kondisi keuangan dalam suatu perusahaan[1]. Laporan keuangan memberikan informasi yang menjadi dasar pertimbangan bagi stakeholder dalam memutuskan pemberian modal pada perusahaan. Salah satu informasi penting pada laporan keuangan adalah informasi laba. Informasi laba adalah bagian utama dalam mengukur kinerja manajemen, informasi laba juga dapat membantu pemilik dan pihak lain yang memiliki kepentingan dengan perusahaan untuk melakukan perhitungan atas kemampuan perusahaan memperoleh laba di masa yang akan datang[2]. Untuk mencapai target laba manajemen dapat melakukan pemilihan terkait kebijakan akuntansi tertentu untuk menyesuaikan laba perusahaan pada periode selanjutnya[3]. Fleksibilitas kebijaksanaan manajerial yang terdapat pada IFRS memungkinkan bagi manajer perusahaan untuk memilih dan menerapkan kebijakan akuntansi yang menguntungkan. Fleksibilitas dalam memilih salah satu dari beberapa kebijakan akuntansi yang ada tersebut, membuka peluang perilaku oportunis bagi manajemen. Terbukanya peluang bagi perilaku oportunis tersebut mendorong manajer untuk melakukan manajemen laba.
Manajemen laba merupakan suatu cara untuk mengintervensi atau memanipulasi informasi pada laporan keuangan yang dilakukan manajer dengan tujuan memperdayai pihak pemangku kepentingan yang ingin mengetahui kinerja perusahaan[4]. Adanya konflik perbedaan kepentingan antara prinsipal dengan agen selaku pengelola (manajemen perusahaan) mempengaruhi timbulnya manajemen laba, karena masing-masing pihak berusaha untuk mencapai tujuannya atau mempertimbangkan tingkat kemakmuran yang diinginkan[5]. Pemicu konflik kepentingan adalah manajer dengan pihak yang mempunyai hubungan bisnis dengan perusahaan, hal ini terjadi karena hubungan bisnis yang pada dasarnya memberikan keuntungkan bagi semua pihak tersebut dimanfaatkan oleh manajer untuk memaksimalkan kepentingan dan kesejahteraan pribadi[4]. Praktik manajemen laba sudah banyak terjadi di Indonesia, salah satunya yaitu kasus pada PT. Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) yang terjadi tahun 2018. PT. Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) diketahui memasukkan dana dengan kontrak yang masih berjalan selama 15 (lima belas) tahun mendatang dan bersifat piutang, namun telah dicatat pada tahun pertama dan diakui sebagai pendapatan dan masuk ke dalam pendapatan lain-lain.
Faktor yang memengaruhi manajemen laba adalah leverage. Leverage merupakan suatu rasio yang digunakan dalam menilai seberapa banyak penggunaan utang untuk pembiayaan assets pada perusahaan[6]. Leverage biasanya digunakan untuk menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menggunakan aset atau dana yang mempunyai beban tetap[7]. Perusahaan yang memiliki rasio leverage yang tinggi akibat besarnya utang dibandingkan aktiva perusahaan, menimbulkan prediksi perusahaan akan melakukan manajemen laba karena perusahaan menghadapi ancaman gagal bayar akibat tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang secara tepat waktu[8]. Untuk menghindari situasi ancaman tersebut, perusahaan akan merumuskan suatu kebijakan yang mampu meningkatkan pendapatan dan laba perusahaan. Penelitian yang dilaksanakan oleh [9] dan [10] memperoleh hasil bahwa leverage berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian [11], [12] dan [13] yang memperoleh hasil penelitian yang membuktikan bahwa manajemen laba tidak dipengaruhi leverage.
Preprints Faktor yang memengaruhi manajemen laba selanjutnya adalah profitabilitas. Profitabilitas merupakan kemampuan yang dimiliki perusahaan dalam mendapatkan laba, rasio profitabilitas juga memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas manajemen perusahaan[14]. Jika perolehan profitabilitas perusahaan rendah, maka akan memicu perusahaan untuk melakukan manajemen laba dengan cara meningkatkan laba sehingga akan memperlihatkan kinerja perusahaan yang baik dan mempertahankan investor yang ada [3]. Perusahaan dengan perolehan profitabilitas yang rendah selama periode waktu tertentu dapat mendorong perusahaan untuk mempraktikkan manajemen laba, dengan langkah meningkatkan perolehan laba sehingga dapat menampakkan saham dan mempertahankan investor yang ada[3]. Penelitian yang dilaksanakan oleh [15], [16] dan [12] menemukan hasil bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian [11], [9], dan [10] menemukan hasil bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Server Faktor yang memengaruhi manajemen laba selanjutnya adalah likuiditas. Likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek perusahaan secara tepat waktu. Likuiditas perusahaan merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan dalam menetapkan besarnya pengembalian saham yang akan dibayarkan[17]. Nilai likuiditas yang tinggi menunjukkan semakin tinggi pula kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang jangka pendeknya, jika rasio likuiditas perusahaan rendah maka manajer akan melakukan manipulasi aktiva lancar[16]. Namun jika likuiditas perusahaan terlalu besar dan perusahaan tidak mampu mengelola aset lancarnya secara maksimal sehingga kinerja keuangannya menjadi buruk dan terdapat kemungkinan untuk melakukan manipulasi laba untuk mempercantik informasi laba[18]. Penelitian yang dilaksanakan oleh [16] memperoleh hasil bahwa likuiditas terdapat pengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian [15] dan [19] yang memperoleh hasil bahwa manajemen laba tidak dipengaruhi likuiditas.
Faktor yang memengaruhi manajemen laba selanjutnya adalah perputaran total aktiva. Perputaran total aktiva merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat efektivitas total aset yang dimiliki perusahaan dalam menghasilkan volume penjualan[20]. Besarnya nilai perputaran aktiva dapat ditunjukkan dengan cepatnya perputaran total aktiva dalam menghasilkan penjualan hingga memperoleh laba. Volume penjualan dapat diperbesar dengan jumlah aset yang sama apabila perputaran total aktiva diperbesar atau ditinggikan[21]. Tindakan tersebut dikhawatirkan dapat membuat manajer melakukan praktik manajemen laba. Penelitian yang dilaksanakan oleh[12] menemukan hasil bahwa perputaran total aktiva berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil tersebut berbeda dengan penelitian [13] yang menemukan hasil tidak adanya pengaruh perputaran aset terhadap manajemen laba.
Keputusan Faktor yang memengaruhi manajemen laba selanjutnya adalah Free Cash Flow. Free cash flow adalah selisih dari arus kas operasi dengan belanja modal yang dikeluarkan oleh perusahaan[22]. Perusahaan dengan arus kas bebas yang tinggi tanpa adanya pengontrolan yang memadai menandakan bahwa manajemen tidak bisa memanfaatkan kas perusahaan secara optimal [23]. Jika arus kas bebas tidak digunakan atau diinvestasikan untuk menyeimbangkan dan memaksimalkan keuntungan pemegang saham, ini mengarah pada masalah keagenan[24]. Sehingga dengan kondisi perusahaan memperoleh nilai arus kas yang tinggi, perusahaan akan memiliki kesempatan untuk melakukan manajemen laba karena perusahaan tersebut terindikasi menghadapi masalah keagenan[25]. Penelitian yang dilaksanakan oleh [23], [15] dan [13] memperoleh hasil bahwa free cash flow berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian [26] dan [9] yang memperoleh hasil bahwa free cash flow tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Preprint Perusahaan yang tergabung dalam Indeks LQ45 menjadi objek pada penelitian ini. Merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu yang terdapat tidak konsisten dari hasil penelitian, sehingga peneliti ingin melakukan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Leverage, Profitabilitas, Likuiditas, Perputaran Total Aktiva dan Free Cash Flow Terhadap Manajemen Laba.
A. Jenis penelitian
Metode pada penelitian ini mengaplikasikan metode pendekatan kuantitatif, didefinisikan sebagai suatu metode dengan dasar filosofi positivis, ditujukan untuk penelitian atas populasi atau sampel tertentu dan pengumpulan data dengan menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif statistik, dengan tujuan untuk pengujian hipotesis[27].
B. Lokasi penelitian
Sampel penelitian menggunakan perusahaan indeks LQ45. Data tersebut diambil dari Bursa Efek Indonesia Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
C. Definisi operasional, identifikasi variabel dan indikator variabel
1. Manajemen laba
variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu manajemen laba. Manajemen laba merupakan upaya mengintervensi atau memanipulasi informasi-informasi dalam laporan keuangan yang dilakukan oleh manajer perusahaan dengan maksud untuk memperdayai stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan[4]. Adapun rumus untuk menghitung manajemen laba yaitu:
2. Leverage
Rasio leverage digunakan untuk mengukur seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dari utang[28]. Indikator untuk mengukur rasio leverage dalam penelitian ini dengan menggunakan Debt to Equity Ratio (DER) adalah sebagai berikut:
3. Profitabilitas
Rasio ini digunakan untuk mengukur jumlah pendapatan atau keuntungan (profit) dibandingkan atau penjualan, dan mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba melalui penjualan, pemanfaatan aset ataupun modal sendiri[29]. Perhitungan profitabilitas dilakukan menggunakan rasio ROA yaitu sebagai berikut:
4. Likuiditas
Rasio likuiditas diaplikasikan untuk mengukur kapabilitas perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek yang berupa hutang-hutang jangka pendek[29]. Indikator untuk mengukur rasio likuiditas dalam penelitian ini dengan menggunakan Current ratio adalah sebagai berikut:
5. Perputaran total aktiva
Rasio perputaran total aktiva digunakan untuk mengukur aktivitas dan kapabilitas dari perusahaan dalam memperoleh penjualan melalui penggunaan aktiva tersebut dan juga mengukur seberapa efisien aset tersebut telah dimanfaatkan untuk mendapat penghasilan[30]. Indikator untuk mengukur perputaran total aktiva (total asset turnover) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
6. Free cash flow
Free cash flow mencerminkan arus kas yang diperoleh dari aktivitas operasi serta menggunakan kas bebas untuk membayar dividen atau ditahan sebagai laba ditahan, atau untuk keperluan pembiayaan proyek yang kontrolnya berada dibawah manajemen perusahaan.
Indikator untuk mengukur Free cash flow dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
D. Jenis data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Sumber data diperoleh dari data sekunder yaitu berupa laporan keuangan perusahaan.
E. Populasi dan sampel
Penelitian ini menggunakan perusahaan yang tergabung dalam Indeks LQ45 di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2019-2021. Sampel penelitian ini dipilih dengan teknik non-probability sampling, yaitu purposive sampling. Adapun kriteria yang digunakan peneliti sebagai berikut:
Karakteristik Sampel | Jumlah |
Perusahaan Indeks LQ45 | 45 |
Perusahaan Indeks LQ45 yang pernah bergeser dari Indeks LQ45 tahun 2019-2021 di Bursa efek Indonesia | (12) |
Perusahaan indeks LQ45 yang tidak menerbitkan laporan keuangan dalam satuan mata uang rupiah | (6) |
Perusahaan indeks LQ45 yang tidak memiliki kelengkapan data terkait variabel leverage, profitabilitas, likuiditas, perputaran total aktiva, free cash flow dan manajemen laba yang dibutuhkan dalam penelitian ini selama periode 2019-2021 | (4) |
Jumlah perusahaan yang memenuhi kriteria | 23 |
Jumlah sampel terpilih x 3 tahun | 69 |
No | Nama Perusahaan | Kode Emiten |
1 | PT AKR Corporindo Tbk | AKRA |
2 | PT Aneka Tambang Tbk | ANTM |
3 | PT Astra International Tbk | ASII |
4 | PT Bumi Serpong Damai Tbk | BSDE |
5 | PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk | CPIN |
6 | PT Erajaya Swasembada Tbk | ERAA |
7 | PT XL Axiata Tbk | EXCL |
8 | PT Gudang Garam Tbk | GGRM |
9 | PT HM Sampoerna Tbk | HMSP |
10 | PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk | ICBP |
11 | PT Indofood Sukses Makmur Tbk | INDF |
12 | PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk | INTP |
13 | PT Jasa Marga (Persero) Tbk | JSMR |
14 | PT Kalbe Farma Tbk | KLBF |
15 | PT Media Nusantara Citra Tbk | MNCN |
16 | PT Bukit Asam Tbk | PTBA |
17 | PT PP (Persero) Tbk | PTPP |
18 | PT Pakuwon Jati Tbk | PWON |
19 | PT Semen Indonesia (Persero) Tbk | SMGR |
20 | PT Telekom Indonesia (Persero) Tbk | TLKM |
21 | PT United Tractors Tbk | UNTR |
22 | PT Unilever Indonesia Tbk | UNVR |
23 | PT Wijaya Karya (Persero) Tbk | WIKA |
F. Teknik analisis data
1. Asumsi klasik
Pengujian ini merupakan analisis yang dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi apakah terdapat masalah-masalah asumsi klasik pada sebuah model regresi [31].
a. Uji normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan tujuan menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal[32]. Secara statistik, uji normalitas dapat dilakukan dengan analisis explore dan menggunakan nilai signifikansi pada kolom Kolmogorov-Smirnov. Kriteria yang memenuhi ialah jika nilai signifikansi atau probabilitas lebih besar dari 0,05 maka data berdistribusi normal. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan pengujian tes one sample kolmogorov-smirnov
b. Uji multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi apakah pada hubungan diantara variabel dependen terdapat masalah multikorelasi atau tidak. Kriteria yang baik untuk model regresi adalah tidak ada korelasi di antara variabel bebas[32]. Pengujian multikolinearitas dapat ditentukan dengan meninjau nilai tolerance dan nilai VIF, dengan ketentuan regresi tidak terjadi multikolinearitas apabila nilai tolerance > 0,01 dan VIF < 10.
c. Uji heteroskedastisitas
Tujuan dilakukan uji heteroskedastisitas adalah menguji apakah varians dari residual satu pengamatan dengan pengamatan yang lain terjadi kesamaan ataukah berbeda. Jika varians dari residual satu pengamatan dengan pengamatan yang lain mendapatkan hasil yang berbeda disebut heteroskedastisitas [32]. Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini mengamati grafik scatterplots antara nilai prediksi variabel dependen ZPRED dengan residual SRESID. Apabila tidak terdapat pola yang jelas, dan titik-titik tersebar secara acak diatas angka 0 dan dibawah angka 0, hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada heteroskedastisitas yang terjadi.
d. Uji autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan dengan tujuan memvalidasi apakah pada model regresi terjadi korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan t-1 (sebelumnya). Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk pengujian autokorelasi adalah uji Durbin-Watson.
2. Analisis Regresi Linear Berganda
Regresi linear berganda merupakan perluasan dari regresi linier sederhana yang digunakan sebagai analisis hubungan antara variabel dependen dan dua variabel independen atau lebih. Adapun model persamaan regresi dalam penelitian ini sebagai berikut:
Y=α+(β1 X1)+(β2 X2)+(β3 X3)+(β4 X4)+(β5 X5)+ϵ
3. Uji Parsial (Uji t)
Uji parsial merupakan pengujian dengan tujuan untuk mengetahui signifikansi secara individual atau parsial dari variabel independen dapat menerangkan variabel dependen.
4. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi dilakukan dengan tujuan mengetahui seberapa jauh kemampuan model mampu menjelaskan variasi dari variabel dependennya, dengan nilai koefisien determinasi adalah antara nol (0) dan satu (1).
Hasil
Hasil dari pengujian menggunakan nilai signifikansi pada kolom Kolmogorov-Smirnov sebagai berikut:
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test | ||
Unstandardized Residual | ||
N | 69 | |
Normal Parametersa,b | Mean | ,0000000 |
Std. Deviation | ,05407869 | |
Most Extreme Differences | Absolute | ,097 |
Positive | ,097 | |
Negative | -,041 | |
Test Statistic | ,097 | |
Asymp. Sig. (2-tailed) | ,183c | |
a. Test distribution is Normal. | ||
b. Calculated from data. Sumber : Output SPSS 26 |
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa dari 23 perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ45 di Bursa Efek Indonesia tahun 2019-2021. Dari hasil pengujian normalitas dengan menggunakan uji one sample kolmogorov-smirnov test diperoleh hasil Asymp. Sig (2-tailed) 0,183 atau 0,183 > 0,05. Kesimpulan yang didapatkan yaitu bahwa data tersebut berdistribusi normal.
2. Uji multikolinearitas
Hasil uji multikolinearitas sebagai berikut:
Coefficientsa | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Unstandardized Coefficients | Standardized Coefficients | Collinearity Statistics | ||||||
Model | B | Std. Error | Beta | T | Sig. | Tolerance | VIF | |
1 | (Constant) | -,064 | ,033 | -1,932 | ,058 | |||
DER | ,020 | ,010 | ,258 | 2,011 | ,049 | ,497 | 2,012 | |
ROA | ,118 | ,110 | ,119 | 1,069 | ,289 | ,658 | 1,520 | |
CR | ,008 | ,010 | ,106 | ,761 | ,449 | ,422 | 2,372 | |
TATO | -,026 | ,011 | -,259 | -2,419 | ,018 | ,714 | 1,400 | |
FCF | -,182 | ,029 | -,659 | -6,291 | ,000 | ,745 | 1,342 |
Berdasarkan tabel 4 tersebut menunjukkan bahwa variabel independen yaitu leverage (X1) nilai tolerance 0,497 yang lebih dari 0,01 dan nilai VIF 2,012 yang kurang dari 10, variabel profitabilitas (X2) memiliki nilai tolerance 0,658 yang lebih dari 0,01 dan nilai VIF 1,520 yang kurang dari 10, variabel likuiditas (X3) memiliki nilai tolerance 0,422 yang lebih dari 0,01 dan nilai VIF 2,372 yang kurang dari 10, variabel perputaran total aktiva (X4) memiliki nilai tolerance 0,714 yang lebih dari 0,01 dan nilai VIF 1,400 yang kurang dari 10, variabel free cash flow (X5) memiliki nilai tolerance 0,745 yang lebih dari 0,01 dan nilai VIF sebesar 1,342 yang kurang dari 10. Sehingga kesimpulan yang didapatkan yaitu variabel independen dalam penelitian ini terbebas dari multikolinearitas.
3. Uji heteroskedastisitas
Hasil uji heteroskedastisitas dapat diamati pada Gambar 1 di bawah ini
Berdasarkan tampilan gambar 1 hasil grafik scatterplots tersebut, nampak bahwa titik/plot tersebar secara acak di atas angka 0 maupun di bawah dari angka 0 pada sumbu Regression Standardized Residual, yang berarti bahwa dalam model regresi terbebas dari gejala heteroskedastisitas.
4. Uji autokorelasi
Hasil dari pengujian autokorelasi adalah sebagai berikut:
Model Summary b | |||||
Model | R | R Square | Adjusted R Square | Std. Error of the Estimate | Durbin-Watson |
1 | ,696a | ,485 | ,444 | ,056183695986804 | 2,083 |
B. Analisis regresi linear berganda
Berdasarkan tabel 5 diatas diperoleh nilai DW (durbin watson) sebesar 2,083. Sehingga jika dimaksudkan dalam rumusan maka memperoleh hasil DU>DW>4-DU = 1.7680 > 2,075 > 2,232. Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi.
Coefficientsa | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|
Unstandardized Coefficients | Standardized Coefficients | |||||
Model | B | Std. Error | Beta | T | Sig. | |
1 | (Constant) | -,064 | ,033 | -1,932 | ,058 | |
DER | ,020 | ,010 | ,258 | 2,011 | ,049 | |
ROA | ,118 | ,110 | ,119 | 1,069 | ,289 | |
CR | ,008 | ,010 | ,106 | ,761 | ,449 | |
TATO | -,026 | ,011 | -,259 | -2,419 | ,018 | |
FCF | -,182 | ,029 | -,659 | -6,291 | ,000 | |
a. Dependent Variable: EM |
Dari tabel 6 di atas dapat diperoleh persamaan sebagai berikut :
Y= -0,064 + 0,020 X1 + 0,118 X2 + 0,008 X3 – 0,026 X4 – 0,182 X5 +0,033
Berdasarkan persamaan diatas dapat dijelaskan bahwa nilai konstanta diperoleh sebesar 0,064 dengan nilai negatif. Menunjukkan bahwa apabila tanpa adanya pengaruh variabel independen yakni leverage, profitabilitas, likuiditas, perputaran total aktiva dan free cash flow maka manajemen laba akan mengalami penurunan sebesar 0,064. Nilai koefisien regresi leverage sebesar 0,020 dengan nilai positif, menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu nilai leverage maka manajemen laba akan bertambah sebesar 0,020 dengan asumsi bahwa variabel bebas yang lain adalah tetap. Nilai koefisien regresi profitabilitas sebesar 0,118 dengan nilai positif, menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu nilai variabel profitabilitas maka manajemen laba akan bertambah sebesar 0,118 dengan dugaan bahwa variabel bebas yang lain adalah tetap. Nilai koefisien regresi likuiditas sebesar 0,008 dengan nilai positif, menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu nilai variabel likuiditas maka manajemen laba akan bertambah sebesar 0,008 dengan dugaan bahwa variabel bebas yang lain adalah tetap. Nilai koefisien regresi perputaran total aktiva sebesar 0,026 dengan nilai negatif, menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu nilai variabel total perputaran aset maka manajemen laba akan berkurang sebesar 0,026 dengan perkiraan bahwa variabel bebas yang lain adalah tetap. Nilai koefisien regresi free cash flow sebesar 0,182 dengan nilai negatif, menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu nilai free cash flow maka manajemen laba akan berkurang sebesar 0,182 dengan perkiraan bahwa variabel bebas yang lain adalah tetap.
C. Uji parsial
Coefficientsa | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|
Unstandardized Coefficients | Standardized Coefficients | |||||
Model | B | Std. Error | Beta | T | Sig. | |
1 | (Constant) | -,064 | ,033 | -1,932 | ,058 | |
DER | ,020 | ,010 | ,258 | 2,011 | ,049 | |
ROA | ,118 | ,110 | ,119 | 1,069 | ,289 | |
CR | ,008 | ,010 | ,106 | ,761 | ,449 | |
TATO | -,026 | ,011 | -,259 | -2,419 | ,018 | |
FCF | -,182 | ,029 | -,659 | -6,291 | ,000 | |
a. Dependent Variable: EM |
Hasil pengujian parsial dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Bersumber pada tabel 7, menunjukkan bahwa leverage dengan nilai signifikansi sejumlah 0,049 yang berarti kecil dari 0,05 . Kesimpulan yang didapatkan yaitu pada manajemen laba dipengaruhi oleh variabel leverage.
2) Bersumber pada tabel 7 , menunjukkan bahwa profitabilitas dengan nilai signifikansi sejumlah 0,289 yang berarti lebih besar dari 0,05 Kesimpulan yang didapatkan yaitu pada manajemen laba tidak dipengaruhi oleh variabel profitabilitas.
3) Bersumber pada tabel 7, menunjukkan bahwa pengujian likuiditas dengan nilai signifikansi sejumlah 0,449 yang berarti lebih besar dari 0,05 . Kesimpulan yang didapatkan yaitu pada manajemen laba tidak dipengaruhi oleh variabel likuiditas.
4) Bersumber pada tabel 7, menunjukkan bahwa perputaran total aktiva dengan nilai signifikansi sebesar 0,018 yang berarti lebih kecil dari 0,05 . Kesimpulan yang didapatkan yaitu pada manajemen laba dipengaruhi oleh variabel perputaran total aktiva.
5) Bersumber pada tabel 7, menunjukkan bahwa free cash flow dengan nilai signifikansi sejumlah 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 . Kesimpulan yang didapatkan yaitu pada variabel manajemen laba dipengaruhi oleh variabel free cash flow.
D. koefisien determinasi
Model Summary b | ||||
Model | R | R Square | Adjusted R Square | Std. Error of the Estimate |
1 | ,696a | ,485 | ,444 | ,056183695986804 |
a. Predictors: (Constant), FCF, TATO, DER, ROA, CR | ||||
b. Dependent Variable: EM | ||||
Sumber : Output SPSS 26 |
Berdasarkan tabel 8 menunjukkan bahwa nilai pada kolom R square (R2) sebesar 0,485 atau 48,5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan dari variabel leverage, profitabilitas, likuiditas, perputaran total aktiva dan free cash flow dalam menjelaskan variasi variabel manajemen laba sebesar 48,5%. Sedangkan sisanya sebesar 51,5% dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar penelitian
Pembahasan
1.Pengaruh Leverage Terhadap Manajemen Laba
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh [9] dan [33] yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh terhadap manajemen laba. Manipulasi berupa manajemen laba cenderung terjadi pada perusahaan yang mempunyai rasio leverage yang tinggi [25]. Tingginya leverage menyebabkan kreditur mengawasi risiko perusahaan dalam penggunaan utang. Kreditur akan menjumpai risiko atas ketidakmampuan perusahaan untuk melunasi utangnya, pada saat perusahaan mengalami kerugian atau laba perusahaan rendah. Sehingga manajemen perusahaan yang memiliki nilai leverage tinggi akan cenderung melakukan praktik manajemen laba[33]. Manajer biasanya akan menunjukkan kinerja yang baik dengan cara menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan laba perusahaan, sehingga informasi tersebut dapat meyakinkan kreditur yang beranggapan bahwa debitur dapat membayarkan utangnya kepada kreditur [9].
2.Pengaruh Profitabilitas Terhadap Manajemen Laba
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh [11], [9] dan [33] yang menyatakan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Perusahaan dengan nilai profitabilitas yang semakin meningkat menunjukkan kinerja yang baik dan keuntungan yang didapatkan oleh para pemegang saham akan semakin meningkat [9]. Tingkat profitabilitas perusahaan yang tinggi menyebabkan manajemen akan tidak berminat untuk melakukan manajemen laba karena keuntungan yang dimiliki perusahaan sudah tinggi [11]. Profitabilitas bukanlah satu-satunya faktor yang dipertimbangkan dalam berinvestasi, terdapat berbagai faktor lain yang dipertimbangkan oleh investor seperti inflasi atau tingkat suku bunga, sehingga tingkat profitabilitas tidak mempengaruhi manajemen laba [33].
3.Pengaruh Likuiditas Terhadap Manajemen Laba’
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh [15] dan [19] yang menyatakan bahwa likuiditas tidak berpengaruh pada manajemen laba. Kemampuan perusahaan dalam penggunaan aset lancar untuk melunasi kewajiban jangka pendek yang ditunjukkan oleh likuiditas tidak akan mempengaruhi adanya manajemen laba [15]. Hasil rasio likuiditas yang semakin tinggi maka semakin meningkat pula kemampuan perusahaan untuk membayarkan utang jangka pendeknya secara tepat waktu [34]. Sehingga semakin tinggi nilai rasio likuiditas suatu perusahaan maka akan menurunkan manajemen laba [19]. Kenaikan nilai likuiditas yang terlalu tinggi tersebut tidak dapat diimbangi lagi dengan penurunan manajemen laba [35].
4.Pengaruh Perputaran Total Aktiva Terhadap Manajemen Laba
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh [12] yang menyatakan bahwa perputaran total aktiva berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Perputaran total aktiva dapat mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan dari keseluruhan aktiva berputar dalam suatu periode tertentu [12]. Semakin tinggi perputaran total aktiva, semakin efisien semua aset digunakan dalam menghasilkan pendapatan, sedangkan perputaran total aktiva yang rendah mencerminkan bahwa rendahnya produktivitas beberapa aset [36]. Perusahaan akan berupaya melakukan tindakan manajemen laba agar terjadi efisiensi dalam pengelolaan aktivanya [12]. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perputaran total aktiva berpengaruh terhadap manajemen laba dikarenakan semakin baik perputaran total aktiva perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan mampu menggunakan aktivanya secara efisien untuk menghasilkan pendapatan. Hal ini juga mengurangi kemungkinan manajer melakukan manajemen laba. Sebaliknya jika, perputaran total aktiva rendah manajer akan menerapkan manajemen laba agar terjadi efisiensi dalam pengelolaan aktiva perusahaan.
5.Pengaruh Free Cash Flow Terhadap Manajemen Laba
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh [13] dan [15] yang menyatakan bahwa semakin tinggi free cash flow, maka semakin rendah tingkat terjadinya manajemen laba pada perusahaan. Disaat ketersediaan free cash flow pada suatu perusahaan semakin besar maka semakin sehat perusahaan tersebut, karena tersedia kas yang dapat digunakan untuk perkembangan perusahaan, pelunasan utang, serta dividen bagi pemegang saham[13]. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin kecil nilai dari free cash flow yang dimiliki perusahaan, maka semakin besar kemungkinan perusahaan untuk diklasifikasikan sebagai tidak sehat [25].
Sehingga dapat disimpulkan bahwa free cash flow berpengaruh terhadap manajemen laba dikarenakan free cash flow menunjukkan kemampuan bahwa perusahaan memiliki kas yang tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran hutang, dan pembayaran dividen. Tekanan yang didapatkan manajer untuk melakukan manajemen laba akan berkurang apabila free cash flow perusahaan tinggi, karena perusahaan sudah memiliki kas dalam membiayai aktivitas operasinya. Sebaliknya jika, free cash flow rendah manajer akan melakukan manajemen laba untuk memperbaiki posisi keuangan perusahaan.
Berdasarkan hasil analisis dari penelitian yang telah dilaksanakan ini didapatkan kesimpulan bahwa varibel Leverage, Perputaran Total Aktiva dan Free Cash Flow berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ45 di Bursa Efek Indonesia. Sementara variabel profitabilitas dan likuiditas tidak berpengaruh terhadap manajemen laba pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ45 di Bursa Efek Indonesia.
Berdasarkan hasil analisis penelitian didapatkan beberapa saran yaitu untuk penelitian selanjutnya disarankan supaya untuk menggunakan laporan keuangan dengan periode yang lebih banyak agar dapat mencerminkan kondisi perusahaan dalam jangka yang panjang, kemudian untuk penelitian selanjutnya disarankan supaya menggunakan sampel dengan perusahaan yang berbeda “dengan harapan agar dapat memperoleh hasil yang berbeda untuk dapat dibandingkan”, dan penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan variabel bebas lebih beragam lagi dan disesuaikan dengan proksi-proksi yang memiliki hubungan dengan manajemen laba