Environmental Law
DOI: 10.21070/ijler.v19i2.1016

Enforcement of Criminal Elements in Administrative Actions


Implementasi Unsur Pidana dalam Tindakan Administratif

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Normative Juridical Approach Administrative Actions Criminal Accountability Governance Framework Legal Validity

Abstract

This study employs a normative juridical approach to explore the intertwining of administrative actions and criminal accountability within the governance framework. By scrutinizing legal norms, the research assesses the objective position of criminal elements in administrative actions, revealing a tendency to prioritize formal aspects over legal validity. The findings highlight the conflation of criminal law with administrative proceedings, resulting in disparate consequences. Consequently, policymakers may shy away from necessary actions or seek alternative routes to avoid potential risks. This study underscores the imperative to delineate clear boundaries between administrative duties and criminal liabilities to foster more effective governance practices and mitigate unwarranted legal risks.

Highlights :

  • The study emphasizes the necessity of delineating clear boundaries between administrative actions and criminal liabilities.
  • Prioritizing formal aspects over legal validity in administrative actions can lead to disparate consequences within governance frameworks.
  • Policymakers may resort to alternative routes or hesitate to take necessary actions due to the conflation of criminal law with administrative proceedings.

Keywords: Normative Juridical Approach, Administrative Actions, Criminal Accountability, Governance Framework, Legal Validity

Pendahuluan

Jaminan kepastian hukum merupakan hak asasi manusia yang dalam konteks ini perlu diberikan maksimal oleh negara [1]. Oleh karena itu pasca amandement Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 keempat maka aspek hak asasi manusia utamanya yang tertuang dalam Pasal 28 dipertegas dengan jelas .

Dalam pemikiran Gustav Radbruch[2] aspek kepastian hukum bukanlah dimaknai dengan adanya peraturan perundang-undangan yang kemudian menandakan kepastian itu telah ada . Namun , aspek kepastian hukum menekankan sejauh mana ketepatan hukum dapat diterapkan dalam rangka memberikan penegasan sejauh mana hukum yang diterapkan berlaku dalam rangka menjami keadilan dan kemanfaatan[3] dalam berhukum .

Dalam kaitannya terhadap kepastian hukum , aspek kepastian hukum menjadi salah satu yang tersulit ditemukan , apalagi pada sebuah negara terbelakang atau negara berkembang seperti halnya indonesia . Aspek kepastian[4] hukum yang tidak hadir dalam setiap pelaksanaan hukum menjadi masalah pokok dalam menegaskan bahwa konsistensi negara dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat .

Selain pelayanan kepada masyarakat , aspek kepastian hukum juga menjadi sangat penting bagi penyelenggara negara[5] . Penyelenggara negara menempatkan posisi sangat penting kebijakan negara dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya . Penyelenggara negara yang mengabaikan prinsip pelayanan publik yang baik tentunya juga menjadi masalah terhadap hak konstitusional masyarakat . Namun , penyelenggara publik dalam tindakan administrasinya yang menyimpang juga akan menjadi masalah pada formil maupun materiil pelayanan publik juga termasuk menjadi masalah terhadap tindakannya yang dapat saja merugikan masyarakat .

Dalam hal tindakan adminitrasi publik yang dilakukan pejabat negara atau setiap orang yang dapat dikatakan mendukung yang oleh peraturan perundang-undangan diberikan kewenangan , maka dalam hukum kita ada kepastian hukum pemisahan antara penyimpangan tindakan administrasi dan penyimpangan tindak pidana[6] . Problematika pemisahan antara tindakan administrasi dan tindakan pidana inilah yang selama ini dicampuradukkan sehingga pejabat pemerintahan acapkali memiliki sikap untuk pasif diantaranya ketimbang mengambil resiko yang muncul atas tindakan dilakukan .

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga telah menegaskan demikian dengan memberikan jaminan aspek kepastian hukum[7] dan hak asasi manusia bagi penyelenggara publik dan penyelenggara pemerintahan . Namun beberapa peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang Dasar belum menterjemahkan secara jelas sehingga muncul adanya ketidakpastian hukum dalam pemberlakunnya dipemerintahan .

Dalam praktiknya terdapat banyak persoalan hukum di Indonesia pejabat negara atau tindakan administrasi negara oleh seseorang karena diberikan kewenangan oleh peraturan perundang-undangan bukan menjadi tindakan yang mendalilkan tindakan administrasi negara, akan tetapi malah tindakan pidana . Hal ini diantaranya dalam keputusan pengadilan tinggi kalimantan timur di samarinda Nomor 19/PID.SUS-TKP/2023/PTSMR yang mengadili Ir. Dwi Haryantono yang merupakan pimpinan Kantor Jasa Penilaian Publik( KJPP).

Ir. Dwi Haryantono sebagai penilaian publik atas jual beli tanah yang dilakukan pemerintah daerah , telah dianggap terbukti menghasilkan hasil penilaian atas kajian hasil tanah yang dianggap oleh Kejaksaan Negara Republik Indonesia merugikan keuangan negara. Meskipun kejaksanaan tidak menemukan unsur tindak pidana menguntungkan pribadi akan tetapi tetap saja tindak pidana yang dilakukan dianggap tindak pidana yang merugikan keuangan negara.

Padahal penilaian publik dalam kapasitasnya hanya merekomendasikan angka ganti rugi , sebagaimana tertuang dalam Pasal 37 (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang menyatakan Lembaga Pertanahan melakukan musyawarah dengan Pihak yang Berhak yang hasil kesepakatan musyawarah tersebut menjadi dasar pemberian ganti kerugian .

Disinilah terdapat pencampuradukkan antara tindakan administrasi pejabat penilai publik dan tindakan yang dikategorikan tindak pidana[8] . Kondisi demikian memungkinkan kepastian hukum yang berlaku di Indonesia kurang dijalankan secara konsisten . Sehingga menjadi persoalan yang teramat serius dalam rangka pembangunan hukum yang ada di Indonesia.

Dalam asas hukum sebuah kepastian hukum[9] menjadi sangat penting karena dia menekankan adanya kejelasan menempatkan sebuah hukum . Pada posisi yang praktis , asas kepastian hukum juga menjadi unsur terpenting bagaimana hukum berlaku[10] dan bagaimana hukum menempatkan kaidah-kaidah dan unsur keberlakuannya secara tepat dalam ruang keadilan dan kemanfaatan hukum .

Metode

Metode yang digunakan dalam melakukan kajian dengan tema demokratisasi pemilihan umum dengan sistem proporsional tertutup di indonesia adalah yuridis normatif. Dalam hal metode yuridis normatif [11]adalah dalam rangka mengkaji sejauh mana norma-norma hukum terkait sistem pemilu yang demokratis membuka peluang adanya sistem proporsional tertutup untuk digunakan. Analisis secara kualitatif menjadi tepat untuk digunakan dengan mempertimbangkan adanya basis norma-norma terdapat pada data sekunder yang nantinya mampu menjadi bahan melakukan kajian dan telaah lebih lanjut.

Hasil dan Pembahasan

Dalam pembangunan negara hukum, aspek penyelenggaraan negara yang tertib dan terencana serta berkeadilan menjadi salah satu parameter utama dalam pembangunan. Hal ini yang tentunya menjadikan kepastian hukum penting sekali dalam rangka menjamin permasalahan-permasalahan yang terjadi sebagai langkah untuk menjadikan penyelenggaraan negara berjalan sebagaimana mestinya.

Dalam menyelenggarakan penyelenggaraan negara, adanya sebuah tindakan administrasi pejabat negara atau sebuah kategori tindakan administrasi pihak lain baik orang perseorangan atau badan yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan menjadi kaidah penting dalam membangun gagasan negara kesejaheteraan[12]. Suhardin, Yohanes. "Peranan Negara Dan Hukum Dalam Memberantas Kemiskinan Dengan Mewujudkan Kesejahteraan Umum." Jurnal Hukum & Pembangunan 42, no. 3 (2017): 302-317. Aspek administrasi yang dimaksud tersebut dapatlah kita kategorikan sebagai aspek pelayanan publik oleh penyelenggara negara.

Tindakan adminitratif penyelenggara negara yang baik dan benar menjadi salah satu parameter perkembangan pembangunan[13]. Dalam hal tindakan administratif dilaksanakan dengan baik dan terarah dengan prinsip akuntabilitas[14], maka tentunya diharapkan mampu membangun kebijakan penyelenggaraan negara secara tepat untuk kepentingan masyarakat.

Begitupun juga sebaliknya dalam hal tindakan administratif tidak dilaksanakan secara konsisten, maka kepentingan rakyat dan hak rakyat tidak didapatkan dengan sebaik-baiknya. Hal ini tentunya membutuhkan keseriusan negara dalam memberikan pengaturan yang tepat dalam rangka kebijakan-kebijakan yang diambil benar-benar berorientasi kepentingan masyarakat,[15] bukan sebaliknya.

Maka dalam hal terjadinya pelanggaran administrasi perlu adanya sebuah kebijakan yang jelas pula oleh negara dalam memastikan tindakan-tindakan administrasi benar-benar terselesaikan dengan baik tanpa mengurangi hak masyarakat. Kaitannya hal tersebut di indonesia seringkali terjadi berbagai macam bentuk tindakan administrasi yang kemudian diarahkan oleh penegak hukum menjadi tindak pidana sehingga menjadikan pembangunan yang ada tidak terseelesaikan dengan baik.

Pihak yang sangat dirugikan tentunya adalah masyarakat jika tindakan administrasi dalam hal ini adalah pembangunan yang dilakukan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Beberapa kasus yang terjadi diantaranya adalah kasus tindakan administratif pembangunan wisma atlet hambalang[16] dan pembangunan wisma atlet di sidoharjo[17]. Dua kasus tersebut pada akhirnya menjadikan proyek pembangun yang ada dan berorientasi pada kepentingan masyarakat tidak dapat dilanjutkan sebagaimana mestinya sampai saat ini.

Berdasarkan hal tersebut tentunya sangatlah jelas bahwa tindakan administrasi pejabat negara di indonesia sangatlah tidak terproteksi dalam arti keberlanjutan hukumnya atau adanya kepastian hukumnya. Pembangunan di indonesia lebih cenderung kurang adaptif dan tergantung keputusan politik[18] hukum penguasa[19]. Sedangkan pada sisi orientasi kesejahteraan masyarakat tidak menjadi orientasi utama dan seringkali dilupakan.

Pada pemikiran yang demikian sangatlah penting membuat suatu bentuk perumusan yang mana dalam perumusan tersebut mencoba mengorientasikan arah kebijakan hukum dan pembangunan pada posisi yang jelas dan memenuhi rasa kepastian hukum[20]. Sebuah tindakan administratif tentunya dan tetapklah masuk pada ruang tindakan administratif, bukan dicampuradukkan pada ranah tindak pidana yang memiliki unsur dan ruang yang berbeda. Namun jika upaya pencampuradukkan tindakan tersebut dianggap menjadi solusi maka akibat fatal pembangunan yang ada untuk kepentingan masyarakat akan menjadi masalah dalam pembangunan yang ada dan kesejahteraan masyarakat.

Pemisahan atas pertanggung jawaban administratif[21] dan pidana sebenarnya sudah jelas. Dalam hal pemisahan yang ada demikian dapat dilihan pada posisi unsur perbuatan apakah terdapat niat jahat dalam melakukan perbuatan penyimpangan atau tidak. Unsur niat jahat tersebut tentunya tidak dapat digabungkan dengan adanya kelalaian. Kelalaian[22] merupakan unsur tindakan lain dalam hukum administrasi yang kadar pertanggung jawabannya tetap dalam ruang hukum adminitrasi.

Unsur niat jahat[23] juga tidak bisa dikategorikan adanya tindakan adminitrasi yang diakibatkan adanya kekosongan hukum yang kemudian dianggap sebagai sebuah tindakan administrasi negara yang menyimpang. Unsur niat jahat dalam tindakan administrasi haruslah benar-benar diposisikan pada kedudukan berlakunya hukum positif[24] yang mana selain telah diikuti sebuah tindakan nyata namun juga diposisikan memang memiliki makna unsur yang benar-benar meyakinkan dalam perbuatan tersebut diberlakukan.

Meskipun pemisahan keberlakuan putusan tersebut berlaku, namun pada posisi demikian tetap upaya untuk meneruskan tindakan administrasi dalam rangka pembangunan haruslah dijalanakan sebagaimana mestinya. Upaya keberlanjutan ini penting dalam rangka memastikan masyarakat atau dalam hal ini negara tidak dirugikan dalam pelaksanaan pembangunan yang telah berjalan meskipun telah diberlakukannya pertanggungjawban pidana dalam tindakan administrasi negara.

Upaya menjadikan tindakan atau putusan administrasi pemerintahan tetap berjalan menjadi sangat penting dalam rangka memposisikan hukum dan perundang-undangan sebagai sarana perubahan sosial pada setiap sisi. Bukan hanya sisi pidananya saja yang dianggap lebih dominant dalam penerapan hukum dan perundang-undangan, akan tetapi juga pada posisi signifikansi tujuan hukum berlaku untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.

Simpulan

Setiap tindakan administrasi tentunya terdapat pertanggungjawaban. Namun aspek pertanggungjawaban tidaklah dapat dicampuradukkan tanpa batas antara hukum administarsi dan hukum pidana atau hukum lainnya. Hal ini dirasa perlu dalam rangka untuk menjadikan hukum memerankan peran kepastian hukum bukan hanya normatif atau doktrinal yang sangatlah terbatas dalam hal perluasan tafsirannya. Dalam hal suatu tindakan administrasi berujung pada indikasi pertanggung jawaban secara pidana maka unsur niat atas perbuatan yang diikuti dengan perbuatan yang telah dibuktikan secara nyata menjadi parameter pertanggung jawaban pidana diberlakukan. Dalam hal pertanggung jawaban pidana berlaku tersebut, maka aspek tanggung jawab keberlanjutan pembangunan yang dilakukan melalui tindakan administrasi juga berlaku sebagaimana mestinya.

References

  1. M. Junaidi, "Kejaksaan dalam sistem ketatanegaraan," 1st ed., vol. 1. Yogyakarta: Suluh Media, 2018.
  2. A. Timomor, W. R. J. Lolong, and T. Pangalila, "Juridical Analysis of The Inclusion of Criminal Sanctions in Government Regulations in Lieu of Law." [Online]. Available: www.techniumscience.com
  3. M. Sihombing, T. Leonard, and E. F. Pakpahan, "Enhance Administration Of Legal Assistance Program For Community Is Disable To Seeking Justice Based On Law Number 16 Year 2011 About Legal Assistance", [Online]. Available: https://ijersc.org
  4. M. Junaidi, "Toori Perancangan Hukum telaah praktis dan teoritis penyusunan peraturan perundang-undangan," 1st ed., vol. 1. Yogyakarta: Suluh Media, 290 AD.
  5. M. Junaidi, "Ilmu Negara: Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum," 1st ed., vol. 1. Malang: Intras Pulising, 2016.
  6. P. Pemilu, D. Pilkada, O. Sentra, P. Hukum, T. M. Junaidi, and M. Junaidi, "Pidana Pemilu dan Pilkada oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu," Jurnal Ius Constituendum, vol. 5, 2020.
  7. H. Wijaya, "Menakar Derajat Kepastian Hukum dalam Pemilu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017," Jurnal Ilmiah Dinamika Sosial, vol. 4, no. 1, pp. 82-104, 2020.
  8. P. Pemilu, D. Pilkada, O. Sentra, P. Hukum, T. M. Junaidi, and M. Junaidi, "Pidana Pemilu dan Pilkada oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu," Jurnal Ius Constituendum, vol. 5, 2020.
  9. M. Junaidi, "Hukum Konstitusi: Pandangan dan Gagasan Modernisasi Negara Hukum," 1st ed., vol. 1. Semarang: Raja Grafindo, 2018.
  10. M. Julyano and A. Y. Sulistyawan, "Nomor 01," 2019. [Online]. Available: https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/crepido/
  11. H. Haikal, D. Prof, and A. Hadi, "Analisis Yuridis Normatif dan Hukum Islam terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30-74/PUU-XII/2014 tentang Batas Usia Perkawinan Anak (Perempuan) Abdul Hadi dan Hasanain Haikal."
  12. K. Dengan Mewujudkan, K. Umum, and Y. Suhardin, "Peranan Negara dan Hukum dalam Memberantas."
  13. J. Hukum & Pembangunan Jurnal Hukum & Pembangunan and ; Perpajakan Yang Dapat Berakibat Pada Tindakan Pidana, "Number 1 Article 6 3-31-2018 Part of the Administrative Law Commons, and the Tax Law Commons Recommended Citation Recommended Citation Nursadi," Jurnal Hukum & Pembangunan, vol. 48, no. 1, 2018, doi: 10.21143/jhp.vol.48.no.1.1598.
  14. I. N. D. I. N Anggriani, "Penerapan Prinsip Akuntabilitas dan Transparansi Dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa," Ekono insentif, 2019.
  15. M. Junaidi, "Pengembangan kawasan industri dalam memaksimalkan pendapatan asli daerah (pad) Di kota semarang suatu perspektif konsep pembangunan berkelanjutan," Jurnal Dinamika Sosial Budaya, 2015.
  16. M. M. M Misri Asai, "Korupsi dalam Sistem Politik Indonesia (Perspektif Hukum Islam)," Doctoral dissertation, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palopo, Palopo, 2013.
  17. S. Aisha, "Perancangan Wisma Atlet Di Sidoarjo dengan pendekatan Biophilic," Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim., Malang, 2020.
  18. A. Salam, "Pengaruh Politik Dalam Pembentukan Hukum di Indonesia," Mazahib jurnal pemikiran hukum islam, 2015.
  19. M. Junaidi, "Semangat Pembaharuan Dan Penegakan Hukum Indonesia Dalam Perspektif Sociological Jurisprudence," Jurnal Pembaharuan Hukum, 2016.
  20. M. Junaidi, "Politik Hukum Indonesia dalam Mengendalikan Inflasi Dunia melalui Instrumen Kesepakatan G20," Jurnal Ius Constituendum, 2022.
  21. S. H. Khoirul Huda, "Pertanggungjawaban hukum tindakan mal-administrasi dalam pelayanan publik," Jurnal Heritage, 2014.
  22. Y. Yuliantoro, "Penerapan Unsur Kealpaan Dalam Proses Penyidikan Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas," Jurnal Hukum, 2019.
  23. B. Tarigan, "Polemik Pasal 3 Uu No. 31 Tahun 1999 Tentang Tipikor Mengenai Unsur Niat Jahat Dan Memperkaya Diri Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi," Jurnal Justiqa, 2020.
  24. T. M. Junaidi, "The Relevance of Legal State Idea in Ensuring the Realization of the People's Welfare," in Proceedings of the 1st International Conference on Intellectuals' Global Responsibility (ICIGR 2017), 2018. [Online]. Available: https://www.atlantis-press.com/proceedings/icigr-17/25890893