Environmental Law
DOI: 10.21070/ijler.v19i2.1009

Legal Implications of Covert CCTV Surveillance: Liability for Offenders and Obligations of Premises Owners


Dampak Hukum dari Perekaman Kamera CCTV Tersembunyi: Tanggung Jawab Pelaku dan Kewajiban Pemilik Tempat

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

CCTV surveillance legal consequences privacy rights statutory approach ethical standards

Abstract

This study employs a normative juridical approach, specifically utilizing the statutory method, to analyze the legal repercussions of clandestine CCTV surveillance. Drawing from primary legal sources such as Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions, Law Number 27 of 2022 concerning Protection of Personal Data, Law Number 44 of 2008 concerning Pornography, and the Criminal Code, this research delves into the ethical and legal dimensions surrounding the installation of covert cameras in public and private spaces. Results indicate that clandestine CCTV recording infringes upon individual privacy and security rights, posing serious ethical and legal challenges. Moreover, this study elucidates the responsibilities of property owners where such surveillance occurs. The implications underscore the imperative for stringent legal measures to safeguard personal privacy and uphold ethical standards in surveillance practices.

Highlights :

  • Hidden CCTV installations breach individual privacy and security rights, raising significant legal concerns.
  • Analysis of primary legal sources reveals the complex interplay between electronic transactions laws, personal data protection regulations, and statutes addressing pornography and criminal offenses.
  • Property owners bear responsibility in ensuring ethical and lawful surveillance practices within their premises, necessitating clear legal guidelines and enforcement mechanisms.

Keywords: CCTV surveillance, legal consequences, privacy rights, statutory approach, ethical standards.

Pendahuluan

Pemasangan kamera video digital pada area publik seperti bank, hotel, mall dan cafe memliki menfaat penting dalam memantau situasi dan mencegah terjadinya beberapa kejahatan. Selain itu, rekaman kamera tersebut dapat dijadikan sebagai bukti elektronik untuk menangani kasus kejahatan yang terjadi. Belakangan ini, kemajuan teknologi kamera dan perekaman telah membawa banyak manfaat bagi masyarakat. Namun sayangnnya, teknologi tersebut sering disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab untuk melakukan kejahatan asusila. Para pelaku melakukan pemasangan kamera tersembunyi atau (Closed Circuit Television) CCTV secara ilegal di tempat-tempat publik maupun pribadi, biasanya dengan tujuan untuk merekam korban tanpa sepengetahuan mereka. Tindakan semacam ini sangat tidak etis dan melanggar hak privasi dan keamanan individu, serta dapat menciptakan lingkungan yang tidak aman dan tidak nyaman bagi para korban. Sehingga tindakan kejahatan semacam ini harus ditindak tegas oleh pihak berwenang, dan masyarakat harus diberikan edukasi tentang bagaimana menjaga privasi dan kemanan pribadi.[1]

Beberapa korban yang mengetahui adanya kamera cctv tersembunyi ditempat pribadi berani melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian, namun banyak juga terjadi korban yang tidak mengetahui adaya kamera tersembunyi cctv di sekitarnya. Terdapat ada beberapa kasus pemasangan kamera tersembunyi cctv secara ilegal yang pernah terjadi di Indonesia, bersumber dari website Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Putusan Nomor 68/Pid.Sus/2014/PN Bik[2] dengan kasus terdakwa memasang kamera tersembunyi di dalam kamar mandi Apotik Induk (WC) Rumah Sakit Umum Daerah Biak (RSUD), kamera yang dipasang adalah jenis kancing batangan. Setelah kamera tersebut dipasang terdakwa meninggalkan kamera tersebut dan akan diambil sore harinya untuk dihidupkan dan dilihat di laptop. Kasus lainnya terjadi dimana seorang pemuda ditangkap karena melakukan pemasangan kamera tersembunyi di kamar mandi kos perempuan asal Pekanbaru. Perempuan ini menemukan sesuatu yang mencurigakan dibalik selang pipa air dalam kamar mandi yang sering dia gunakan, diambillah benda tersebut yang ternyata sebuah kamera cctv. Pelaku ternyata mengekos disebelah kos perempuan tersebut, dan kabel cctv telah dipasang melalui kamar kosan pelaku.[3] Kasus yang sama terjadi dimana seorang model berumur 25 tahun asal Surabaya menjadi korban perekaman kamera cctv tersembunyi yang terletak di kamar ganti tempat ketika melakukan sesi foto disebuah studio. Kamera tersebut berupa bulpoin dan kacamata, pada saat model ini mengganti baju di kamar ganti dia memastikan bahwa bulpoin dan kacamata itu selalu berpindah-pindah tempat. Pada waktu model memegang bulpoin itu dia merasakan panas dan ada lampu berwarna biru dan merah. Model itu sempat melakukan mediasi dengan pemilik tempat dengan permintaan ingin mengetahui isi dari rekaman tersebut namun permintaan terssebut ditolak. Lalu korban mengadukan kejadian tersebut ke Polrestabes Surabaya.[4] Dari berbagai tindak kejahatan pemasangan kamera cctv tersembunyi lainnya yang terungkap. Maka dari itu, kita harus lebih meningkatkan kewaspadaan saat mengunjungi tempat-tempat umum maupun pribadi seperti kamar mandi, hotel dan ruang ganti baju dimana tempat-tempat tersebut rentan terhadap pemasangan kamera cctv tersembunyi oleh oknum yang tidak bertanggungjawab, karena tidak semua orang dapat mengidentifikasi keberadaan kamera tersembunyi di lokasi tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pemasangan kamera cctv tersembunyi yang ilegal agar dapat tercipta lingkungan yang lebih aman dari adanya kejahatan asusila.[5]

Kamera cctv tersembunyi yang dipasang di area pribadi seperti toilet dan ruang ganti bisa melanggar privasi seseorang dan merupakan tindakan asusila. Pemasangan kamera tersembunyi itu biasanya dilakukan oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Meski motifnya tak bisa dipastikan, namun perekaman tanpa izin ini jelas mengganggu. Kebanyakan korbannya kerap merasa malu dan enggan melapor ke pihak berwajib. Namun hal ini harus dihentikan agar pelaku mendapat ganjarannya. Korban perekaman kamera cctv tersembunyi di area pribadi seperti toilet dan ruang ganti bisa melapor ke kepolisian. Pelaku dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi.

Sesuai dengan penjelasan diatas diperlukan penelitian terdahulu yang digunakan sebagai acuan pada penyusunan artikel ilmiah oleh penulis dan juga sebagai pembeda antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang saat ini sedang dilakukan. Kondisi penelitian pertama oleh Wilian, Oci Senjaya dengan judul “Kejahatan Asusila yang Direkam Secara Sembunyi-Sembunyi ( Pada Kasus Kedai Kopi Starbucks di Jakarta Pusat)”[6] dengan tujuan dari penelitian ini adalah untuk memantau atau mengawasi keadaaan sekitar suatu tempat secara konsisten sehingga mencegah terjadinya kejahatan dan sebagai bukti elektronik atas kejahatan yang terjadi. Metode yang digunakan oleh penulis adalah penelitian yuridis normatif dengan mengunakan pendekatan bahan-bahan hukum. Sumber bahan hukum yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini. Ditemukan hasil penelitian ini adalah untuk mengetahui konsekuensi hukum dari kasus pelecehan asusila yang terjadi di kedai kopi starbucks dimana pelanggan direkam secara sembunyi-sembunyi melalui cctv oleh seorang pegawai ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik. Penelitian kedua oleh Nadia Carolina Weley, Hari Sutra Disemadi dengan judul “Implikasi Hukum Pemasangan CCTV di Tempat Umum secara Tersembunyi terhadap Perlindungan Data Pribadi”[7] dengan tujuan dari penelitian ini adalah keberadaan CCTV memiliki potensi dampak positif dan negatif bagi individu yang mengunjungi lokasi yang dilengkapi dengan sistem tersebut, hal ini dapat menyebabkan beberapa individu merasa terganggu dalam upaya melindungi data pribadi yang melibatkan identitas kewarganegaraan, informasi genetik dan informasi yang bersifat khusus. Perlindungan atas data-data tersebut diatur oleh Undang-Undang yang berlaku. Metode yang digunakan adalah penelitian doktrinal diikuti pendekatan secara kualitatif. Sumber hukum yang diperoleh dari Undang-Undang, dokumen-dokumen, dan bahan tertulis lainnya. Ditemukan hasil penelitian yakni pengesahan RUU PDP ( Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi) menjadi hal yang sangat penting dalam menghadapi pemasangan APDV (Alat Pemroses atau Pengolah Data Visual) secara tersembunyi, langkah ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan hukum yang aman dan memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi masyarakat Indonesia. Penelitian ketiga oleh Susanto, SH., MM., MH dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Perekam Dengan Kamera Tersembunyi Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016 Tanggal 07 September 2016”[8] dengan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep perlindungan hukum terkait penggunaan kamera tersembunyi, kita dapat merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Informasi Transaksi Elektronik. Selain itu, dalam konteks hukum pembuktian pidana di Indonesia, perlu dilihat bagaimana kedudukan hukum rekaman yang dihasilkan oleh kamera tersembunyi tersebut. Metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang menggunakan legis positivis. Sumber hukum yang duperoleh dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini. Ditemukan hasil penelitian yakni bahwa menggunakan CCTV untuk melakukan pengawasan pada area publik seperti bank, hotel, bandara, gudang militer, pabrik, dan pergudangan tidak dianggap sebagai tindakan melawan hukum dan tidak dapat dipidana, walaupun tidak ada izin dari individu yang terekam.

Penelitian hukum yang ada masih berfokus pada konsekuensi hukum perekaman cctv, sehingga penting bagi peneliti melakukan penelitian yang terbaru. Dari konidisi penelitian diatas belum ada yang menganalisis perbuatan memasang kamera tersembunyi pada tempat umum dan tempat pribadi, implikasi hukum bagi pelaku perekaman cctv untuk konsumsi pribadi, serta adanya potensi gugatan terhadap pemilik tempat, dan tips untuk mengetahui adanya kamera tersembunyi. Fokus penelitian ini yakni implikasi hukum bagi pelaku pemasangan kamera cctv tersembunyi pada tempat umum dan pribadi menggunakan cctv dengan kabel atau WiFi?, dan Apakah pemilik tempat dapat dihadapkan pada tuntutan hukum jika seseorang melakukan inspeksi di area publik dan tempat pribadi yang dilengkapi dengan kamera tersembunyi, seperti tempat-tempat umum seperti pusat perbelanjaan, ruang ganti pakaian, toilet taman, serta tempat-tempat pribadi seperti hotel, penginapan, dan rumah sakit?.

Tujuan dari penelitian ini akan membahas secara rinci tentang analisis perbuatan memasang kamera cctv tersembunyi pada tempat umum dan tempat pribadi, serta implikasi hukum bagi pelaku perekaman kamera cctv menggunakan kabel atau WiFi yang dipasang di tempat umum dan pribadi untuk dijadikan konsumsi pribadi. Ketika cctv WiFi digunakan, kamera tersebut dapat diakses dari mana saja menggunakan ponsel. Selanjutnya, akan dibahas apakah pemilik tempat dapat digugat ketika korban melakukan pengecekan di tempat umum dan pribadi tersebut. Selain itu, akan dibahas juga apakah pemasangan kamera cctv tersembunyi dapat ditertibkan dan bagaimana implikasi hukumnya. Dengan adanya fenomena perekaman kamera tersembunyi, hal tersebut dapat ditanggulangi, dan artikel ini akan memberikan tips dan trik untuk mengetahui adanya kamera tersembunyi di tempat umum atau pribadi.

Metode

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yurudis normatif, yaitu meneliti dari bahan kepustakaan dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach). Menggunakan analisa deduktif untuk meganalisa bahan hukum primer berupa:

a. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi Pasal 65 b. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi Pasal 17 c. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 Ayat (1) d. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi Pasal 6 e. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 281 Ayat (1)

Serta bahan hukum sekunder berupa publikasi jurnal-jurnal hukum, dan buku-buku hukum.

Hasil dan Pembahasan

A. Implikasi Hukum Bagi Pelaku Pemasangan Kamera Cctv Tersembunyi Pada Tempat Umum Dan Pribadi Menggunakan CCTV Dengan Kabel Atau Wifi

Kamera cctv tersembunyi merupakan perangkat yang secara rahasia merekam aktivitas dan kejadian disuatu tempat tanpa sepengetahuan dan tanpa izin dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Jenis kamera ini bervariasi dan seringkali sulit untuk dikenali oleh orang awam. Dirancang dengan ukuran kecil agar dapat diletakkan pada obyek yang tidak mudah terjangkau dan sulit terdeteksi oleh mata manusia. Tidak semua jenis kamera cctv cocok digunakan sebagai kamera cctv tersembunyi, seperti kamera cctv dome yang dirancang untuk dipasang secara terbuka dan terlihat oleh masyarakat publik.[9] Kamera cctv tersembunyi seharusnya digunakan untuk tujuan dan kebutuhan yang positif seperti pengawasan kendaraan, keananan rumah, pengawasan bayi dan kegunaan lainnya. Namun ada juga yang justru digunakan dengan tujuan kejahatan dan tidak sesuai mestinya.[10] Berikut ada beberapa jenis kamera cctv yang biasa digunakan untuk kamera tersembunyi:

a. Kamera CCTV Nirkabel (wireless): Kamera cctv nirkabel mudah ditempatkan di mana saja, termasuk di lokasi tersembunyi, karena tidak memerlukan kabel untuk mentransmisikan sinyal video. Jenis kamera ini menggunakan wifi atau bluetooth untuk mengirimkan sinyal video secara langsung ke perangkat jaringan komputer penerima. Kelemahan pada jenis kamera ini terdapat pada kendala koneksi, kamera nirkabel mengandalkan kekuatan sinyal yang dipengaruhi oleh jarak, dan gangguan sinyal lainnya.[11]

b. Kamera CCTV Kabel: CCTV ini lebih dikenal dengan DVR (Perekam Video Digital) sistem ini menggunakan kabel koaksial untuk memberi daya pada kamera dan merekam lensa. NVR (Network Video Recorder) yang lebih baru, yang menggunakan kabel Ethernet untuk memberi daya pada kamera, kamera, dan merekam video. Baik DVR dan NVR dapat menggunakan kabel Ethernet untuk terhubung ke Internet. Kamera dengan sistem keamanan rumah berkabel mendapatkan daya dari DVR atau NVR dan tidak perlu dicolokkan ke stopkontak. Kamera dapat diberi daya dengan dua cara; melalui kabel terpisah yang menghubungkan catu daya dan Internet, atau melalui kabel Power-over-Ethernet (PoE), yang menyediakan daya dan koneksi Internet hanya dengan satu kabel.

c. Kamera Kacamata CCTV: Jenis kamera ini kecil dan praktis, dan sering digunakan oleh penyelidik polisi untuk pekerjaan penyamaran.

d. Kamera CCTV Dome Inframerah: Kamera jenis ini biasanya digunakan di ruangan dalam ruangan dengan cahaya redup atau saat ruangan gelap. Ini memiliki fitur inframerah yang memungkinkannya menangkap gambar dalam kondisi cahaya redup.

e. Kamera CCTV Peluru: Kamera CCTV peluru sering digunakan untuk pengawasan di dalam dan luar ruangan. Mereka kecil dan mudah disembunyikan, menjadikannya pilihan populer untuk kamera tersembunyi.

Kamera cctv biasanya terlihat dan mudah terlihat di dalam tempat bisnis dan tempat lainnya. Mereka dirancang untuk mengirimkan umpan video sebagai aliran data digital ke Network Video Recorder (NVR) melalui satu kabel. Penting untuk dicatat bahwa menggunakan kamera cctv untuk tujuan tersembunyi tanpa persetujuan orang lain adalah ilegal dan dapat mengakibatkan konsekuensi yang serius. Penting juga untuk menghormati privasi orang lain dan menggunakan kamera cctv hanya untuk tujuan yang sah.

Tindak pidana merupakan konsep hukum pidana (yuridis normatif) yang berkaitan dengan perbuatan melanggar hukum pidana. Terkait tindak pidana menurut Moeljanto adalah Keseluruhan tingkah laku yang dilarang dan dapat dipidana barangsiapa yang melanggar larangan tersebut. Tindak pidana merujuk pada pelanggaran hukum yang dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan pertauran yang berlaku. Tindak pidana dapat terjadi baik dengan sengaja (dolus) maupun tanpa sengaja/kelalaian (culpa). Menurut (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) KUHP terdapat pembagian “kejahatan” yang dimuat dalam Buku II dan “pelanggaran” dalam Buku III. Dibedakan dalam tindak pidana formil dan materil. Tindak pidana formil merupakan perbuatan itu dititikberatkan kepada perbuatan yang dilarang. Sedangkan tindak pidana materil dititikberatkan kepada akibat yang tidak dikehendaki atau dilarang yang dipertanggungjawabkan dan dipidana. Terdapat dua jenis tindak pidana yaitu delik aduan dan delik biasa. Delik aduan adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena adanya kerugian. Sedangkan delik biasa yaitu delik yang dapat dikenakan hukuman tanpa adanya pengaduan dari korban. Tindak pidana umum mencakup seluruh peraturan yang ada dalam KUHP, sedangkan tindak pidana khusus mengacu pada pertauran hukum pidana diluar KUHP.[12]

Pemasangan kamera cctv tersembunyi dapat menimbulkan tindakan kejahatan asusila kepada korban. Pelaku yang melakukan pemasangan kamera cctv tersembunyi di tempat umum maupun pribadi dapat dikenakan hukum berdasarkan Undang-Undang yang berlaku apabila terbukti melanggar hak privasi orang lain.[13] Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur bahwa merekam kehidupan pribadi seseorang tanpa persetujuannya merupakan tindak pidana. Berdasarkan Pasal 65 Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang berbunyi:

a. Setiap orang dilarang melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi. b. Setiap orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi yang bukan miliknya. c. Setiap orang dilarang secara melawan hukum menggunakan Data Pribadi yang bukan mliknya.

Penggunaan kamera tersembunyi tanpa izin merupakan tindakan yang dilarang. Hal ini termasuk merekam kehidupan pribadi seseorang tanpa persetujuan mereka, yang secara tegas dinyatakan sebagai tindakan ilegal menurut hukum Indonesia. Korban hasil rekaman video merupakan subjek data pribadi yang berarti orang perseorangan yang pada dirinya melekat Data Pribadi, karakter fisik yang melekat pada diri korban bersifat spesifik pada data biometrik seperti wajah, iris mata, dan suara. Dapat ancaman pidana pada ayat (1) berupa pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Ayat (2) pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). Ayat (3) pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yangberbunyi “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”. Dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah. Jika rekaman yang diperoleh dari kamera tersembunyi memuat gambar, video, ilustrasi, suara, bunyi tersebut melanggar norma kesusilaan, pelaku dapat dijerat dengan pasal ini. Pasal 6 UU Pornografi “Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan”. Dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Melarang setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi. Pasal ini juga dapat dijadikan sebagai landasan hukum apabila pelaku perekaman kamera tersembunyi menjadikan hasil rekaman video tersebut untuk konsumsi pribadi, yang tidak di distribusikan.

Pasal 281 ayat (1) KUHP dengan bunyi “Barangsiapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesesilaan” dapat diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

Apabila pelaku memanfaatkan hasil rekaman cctv tersembunyi untuk kejahatan pemerasan dan pengancaman kepada korban agar tidak video tersebut tidak disebarkan, pelaku dapat dikenakan pada Pasal 27 ayat (4) dan Pasal 29 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pasal 27 ayat (4) UU ITE yang berbunyi “ Setiap Orang dengan sangaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman”. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 29 UU ITE yang berbunyi “ Setiap Orang dengan sangaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi”. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Dan apabila pelaku memanfaatkan hasil rekaman cctv tersembunyi untuk kejahatan pencemaran nama baik, pelaku dapat diekanakan pada Pasal 310 KUHP Jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Maka, apabila pelaku perekaman kamera cctv tersembunyi mendistribusikan atau mentransmisikan hasil rekaman kamera cctv tersembunyi yang mengandung kejahatan tersebut ke publik atau ke per orangan, maka pelaku dapat dijerat dengan beberapa pasal diatas. Kasus pelaku pemasangan kamera tersembunyi ini, kasuk dalam kategori delik aduan, dimana korban dari pelaku perekaman kamera cctv tersembunyi ini harus mengadukan kejadian kejahatan perekaman cctv tersembunyi ke kepolisian dgan membawa bukti hasil rekaman atau alat perekam tersebut. Pelaku dapat dikenakan sanksi berupa hukuman penjara dan denda sesuai yang dijatuhkan oleh pengadilan. Selain sanksi tersebut, pelaku perekaman kamera cctv tersebut juga dapat dikenakan sanksi administratif apabila pelaku terkait pada pihak tertentu, misalnya pelaku merupakan karyawan sebuah hotel, karyawan di sebuah mall ataupun cafe.[14]

Pengaturan pemasangan kamera cctv di sebuah tempat diatur secara ketat dalam Pasal 17 Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi untuk melindungi hak privasi orang lain.[15] Berikut ada beberapa peraturan pemasangan kamera cctv berdasarkan pada Pasal 17 Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi:

(1). Pemasangan alat pemroses atau pengolah data visual di tempat umum dan/ atau pada fasilitas pelayanan publik dilakukan dengan ketentuan:

a. Untuk tujuan keamanan, pencegahan bencana, dan/atau penyelenggaraan lalu lintas atau pengumpulan, analisis, dan pengaturan Informasi lalu lintas; b. Harus menampilkan Informasi pada area yang telah dipasang alat pemroses atau pengolah data visual; dan c. Tidak digunakan untuk mengidentifikasi seseorang.

(2). Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dikecualikan untuk pencegahan tindak pidana dan proses penegakan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemasangan kamera cctv tersembunyi jelas merupakan tindak ilegal yang pemasangannya tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Oleh karena itu, sebelum memasang cctv, perlu memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku dan memperoleh izin dari pemilik atau pihak yang terlibat pada tempat yang dipasangi cctv.[16] Pada dasarnya merekam seseorang harus dilakukan persetujuan kepada pihak siapa saja yang terlibat karena dapat menimbulkan informasi elektronik, jika tidak ada persetujuan maka seseorang yang dengan sengaja mendapatkan informasi elektronik dengan cara menerobos pelaku dapat dikenakan Pasal 30 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

B. Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pemilik Tempat Pemasangan Kamera Tersembunyi

Dalam konteks hukum di Indonesia, jika ada seseorang karyawan disebuah hotel, cafe, mall, rumah sakit, atau tempat publik lainnya memasang kamera cctv tersembunyi tanggungjawab hukum umumnya akan jatuh kepada karyawan itu sendiri sebagai pelaku dari tindakan tersebut. Namun, ada kemungkinan bahwa tanggungjawab dapat diperluas kepada pemilik tempat jika dapat dibuktikan bahwa pemilik tempat telah memberikan persetujuan atau turut serta dalam pemasangan kamera cctv tersembunyi tersebut, dikenakan Pasal 56 KUHP yang berisi “dipidana sebagai pembantu kejahatan; 1. Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan, 2. Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan”. Di Indonesia sendiri hingga saat ini belum ada Undang-Undang atau peraturan yang secara spesifik mengatur tentang bagaimana tanggungjawab pemilik sebuah tempat terkait apabila ada pemasangan kamera cctv tersembunyi yang dilakukan oleh karyawan tempat tersebut jika pemilik tempat tidak mengetahui adanya perekaman illegal yang dilakukan oleh karyawan tempat. Meskipun belum ada Undang-Undang atau peraturan yang secara spesifik mengatur, pemilik tempat tetap berkewajiban untuk menjaga privasi tamu, melindungi keamanan informasi yang ada. Dalam situasi dimana karyawan melakukan pemasangan kamera cctv tersembunyi tanpa izin atau tanpa sepengetahuan, pemilik hotel dapat dianggap bertanggungjawab karena memiliki kewajiban untuk mengawasi dan mengendalikan kegiatan yang dilakukan oleh karyawan mereka. Dalam penyelesaian masalah ini, proses hukum akan melibatkan fakta-fakta yang terungkap dalam kasus tersebut dan dapat dikenakan sanksi administratif yang berlaku.[17]

C. Upaya Hukum Bagi Korban Perekaman Kamera CCTV Tersembunyi

Perekaman kamera cctv tersembunyi tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan dimana rekaman itu disengaja dari sesuatu yang dilarang atau dilindungi dapat dikategorikan kedalam tindak pidana di Indonesia. Dalam konteks hukum di Indonesia, korban perekaman kamera tersembunyi memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum terhadap pelanggaran privasi yang mereka alami.[18] Sebagai upaya perlindungan, korban perekaman kamera cctv tersembunyi dapat mengambil langkah-langkah hukum, yaitu dengan melaporkan kejadian tersebut ke kepolisian, pelaku dapat dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 26, Pasal 65 Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, Pasal 6 Undang Undang Pornografi, dan Pasal 281 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Selain itu korban dapat melapor dengan membawa barang bukti berupa hasil rekaman atau alat perekam. Pasal tersebut memberikan landasan hukum yang kuat dalam memberikan perlindungan kepada korban perekaman kamera CCTV terembunyi.

Korban kejahatan ini biasanya dalam kondisi psikologis yang tidak stabil, dikarenakan panik, dan tidak mampu berfikir secara rasional. Banyak diantara mereka yang memilih bungkam karena rasa malu, takut, dan terbentur oleh biaya.[11] Maka dari itu korban dapat menyimpan atau mengamankan barang bukti terlebih dahulu lalu dapat mengadukan kepada kepolisian atau juga dapat meminta bantuan hukum dan konseling agar mendapatkan pendampingan kepada Lembaga Hukum seperti Unit Perlindungan Perempuan dan Anak untuk korban perempuan, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di wilayah sekitar. Korban mendapatkan perlindungan berupa konseling, bantuan hukum dan langkah yang ditempuh untuk mendapatkan hak-hak korban.

a. Korban berhak mendapatkan dukungan secara psikologis selama berjalannya proses hukum untuk mendapatkan rasa yang aman dan nyaman. Sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban. b. Korban berhak mendapatkan jaminan atas menjaga rahasia hasil perekaman kamera cctv tersebut. Hal ini penting bagi korban untuk memastikan video tersebut tidak disebarluaskan. Rahasia tersebut mencakup identitas korban, dan seluruh informasi yang dialami. Pendamping juga dilarang membuka atau mempublish apapun kepada siapapun tanpa persetujuan korban. Korban memiliki hak atas kepemilikan gambar atau video tersebut, sehingga tidak boleh ada penyebaran tanpa persetujuan korban. Kecuali dipergunakan dalam proses pengadilan yang dipergunakan secara sah secara hukum. c. Restitusi. Hak mendapatkan ganti rugi secara kerugian emosional dan materiil yang diperoleh korban. Termasuk kembalinya pembayaran dalam pemulihan hak-hak.

Pasal 7A ayat (1) menyebutkan “Korban tindak pidana berhak mendapatkan Restitusi berupa”:

a. Ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan; b. Ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana; dan/atau c. Penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis.

Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi kepada Korban Tindak Pidana Pasal 5 permohonan harus memperhatikan persyaratan administratif. Dibuat secara tertulis diajukan kepada Ketua/Kepala Pengadilan melalui LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), penyidik, atau penuntut umum. Pasal 9 menyebutkan “Permohonan Restitusi tidak menghapus hak korban, keluarga, ahli waris, dan wali untuk mengajukan gugatan perdata dalam hal:

a. Permohonan restitusi ditolak karena terdakwa diputus bebas atau lepas dari tuntutan hukum; dan b. Permohonan Restitusi dikabulkan dan terdakwa dihukum, akan tetapi terdapat kerugian yang diderita Korban yang belum dimohonkan Restitusi kepada Pengadilan atau sudah dimohonkan namun tidak dipertimbangkan oleh Pengadilan.

Terdapat dua upaya hukum Preventif dan Represif. Represif ketika telah terjadinya suatu kejahatan maka pelaku dapat dihukum sesuai ketentuan yang berlaku, seperti mulainya dari penyidikan, pengadilan, sampai penerapan sanksi pidana.

Upaya hukum Preventif bertujuan menciptakan lingkungan yang aman dan mencegah terjadinya kasus yang serupa di masa depan. Upaya ini dilakukan dengan memberikan teguran kepada pemilik tempat atau pelaku kejahatan perekaman kamera tersembunyi, sampai ke pengaduan. Dengan memberikan edukasi kepada semua masyarakat tentang pentingnya menghargai hak privasi orang lain.[19]

Di Indonesia terdapat Keadilan Restoratif dan Keadilan Retributif. Keadilan restoratif menempatkan pada pemulihan korban, pemulihan nama baik, ganti rugi, dan perdamaian. Keadilan ini bertujuan untuk membuat pelaku bertanggungjawab karena kejahatannya mengatasi rasa bersalahnya dengan melibatkan korban, masyarakat, dan pihak lainnya yang terlibat dengan kejahatan tersebut. Memerikan keadilan yang seadil-adilnya bagi semua pihak dan tidak sekedar mengedepankan hukuman.

Keadilan retributif mengedepankan penghukuman yang setimpal bagi pelaku sesuai dengan beratnya kejahatan yang dilakukan, berupa pidana penjara atau denda. [20]

Dengan kemajuan teknologi, kamera cctv tersembunyi semakin canggih dan sulit untuk dikenali, sehingga memerlukan kecermatan dan pengetahuan khusus untuk dapat mengidentifikasinya. Sebagai masyarakat awam, penting bagi kita untuk melakukan pengecekan di tempat-tempat yang bersifat pribadi guna menghindari tindakan kejahatan perekaman kamera cctv tersembunyi. Ketika menginap di sebuah hotel, penginapan atau saat menggunakan ruang ganti di pusat perbelanjaan, toilet umum perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan adanya tindakan tidak bertanggungjawab yang menggunakan kamera cctv tersembunyi.[21] Hal ini bertujuan untuk melindungi privasi kita dan menghidari penyalahgunaan data pribadi yang dapat merugikan kita. Untuk itu diperlukan tindakan pencegahan dan pengecekan yang dilakukan di tempat-tempat tersebut. Maka dari itu penting untuk memberikan tips dan trik memahami keberadaan kamera cctv tersembunyi dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjaga privasi dan keamanan kita.

Berikut beberapa cara mendeteksi keberadaan kamera cctv tersembunyi menggunakan aplikasi Hidden Camera Detector:

a. Cara yang pertama adalah dengan mengunduh aplikasi hidden camera detector di ponsel. Seperti terlihat pada gambar 1.

Figure 1. Aplikasi Hidden Kamera Detector

Aplikasi tersebut memberikan berbagai macam pilihan detector camera. Diantaranya adalah Deteksi Kamera Berkabel, Deteksi Kamera Nirkabel, Deteksi Kamera Inframerah, dan Detektor Lensa. Seperti terlihat pada gambar 2.

Figure 2. Pilihan pada aplikasi Hidden Camera Detector

Pada saat mengunjungi kamar hotel atau penginapan, identifikasi tempat-tempat yang berpotensial disimpannya kamera cctv tersembunyi dengan menggunakan opsi deteksi kamera inframerah pada aplikasi tersebut. Matikan seluruh lampu di ruangan, pindai kamera di sekeliling ruangan dengan 360⁰, jika terlihat cahaya inframerah yang berkedip kemungkinan adanya sebuah kamera cctv tersembunyi. Namun, jika terlihat banyak lampu inframerah seperti remote tv, bohlam lampu dan lain-lain periksa jenis perangkat yang memancarkan lampu inframerah. Jika terlihat lensa pada perangkat tersebut maka perlu waspada dan dapat menanyakan informasi lebih lanjut kepada pemilik tempat.

b. Pada saat mengunjungi kamar hotel atau penginapan, identifikasi tempat-tempat yang berpotensial disimpannya kamera cctv tersembunyi dengan menggunakan opsi deteksi kamera inframerah pada aplikasi tersebut. Matikan seluruh lampu di ruangan, pindai kamera di sekeliling ruangan dengan 360⁰, jika terlihat cahaya inframerah yang berkedip kemungkinan adanya sebuah kamera cctv tersembunyi. Namun, jika terlihat banyak lampu inframerah seperti remote tv, bohlam lampu dan lain-lain periksa jenis perangkat yang memancarkan lampu inframerah. Jika terlihat lensa pada perangkat tersebut maka perlu waspada dan dapat menanyakan informasi lebih lanjut kepada pemilik tempat.

c. Cara yang ketiga adalah dengan memilih opsi deteksi kamera nirkabel. Kamera ini menggunakan wifi, wifi direct, bluetooth, bluetooth LE (BLE) di tempat atau membuat hotspot tersendiri untuk mengirim video/gambar, rekaman langsung ke pemilik tempat. Dengan mengaktifkan wifi, bluetooth dan GPS akan terlihat daftar semua perangkat dan jika ada perangkat yang mencurigakan aplikasi akan memunculkan pesan peringatan dilayar. Cara manual lainnya bisa dengan menggunakan wifi, dan bluetooth ponsel apabila terdapat jaringan mencurigakan seperti “IP Cam”, “1080” maka dimungkinkan tempat tersebut terdapat kamera cctv tersembunyi.

d. Cara yang terakhir adalah dengan menggunakan opsi deteksi kamera berkabel. Cara ini cukup dengan mengarahkan ponsel ke setiap sudut ruangan atau objek yang mencurigakan. Jika aplikasi berbunyi ‘bip’ maka segera pastikan untuk memeriksa lensa itu. Biasanya jika terdeteksi perangkat elektronik seperti televisi itu adalah sinyal palsu. Maka harus berhati-hati agar tidak keliru.

e. Cara lainnya dengan menggunakan alat Detektor Kamera Tersembunyi untuk menemukan bug, pelacak, dan kamera cctv tersembunyi. Alat ini bekerja dengan mendeteksi medan eleketromagnetik yang dipancarkan oleh perangkat elektronik. Penting bagi kita juga untuk memeriksa benda-benda di ruangan yang terindikasi tempat persembunyian kamera cctv tersembunyi, seperti jam dinding, detektor asap, lukisan dinding, blok pengisi daya USB, lampu dan lain-lain.

Dari beberapa cara diatas bahwa metode tersebut dapat membantu mendeteksi kamera cctv tersembunyi tapi tidak menjamin 100% dalam menemukannya. Penggunaan cara tersebut juga harus dilakukan dengan etika dan tetap sesuai pada prosedur hukum yang berlaku guna menghindari pelanggaran privasi orang lain. Jika kita menemukan atau mengetahui adanya kamera cctv tersembunyi langkah yang tepat adalah dengan melaporkan ke kepolisian atau ke pengelola tempat.[22] Maka dari itu penting bagi kita untuk meningkatkan kewaspadaan saat mengunjungi tempat-tempat pribadi maupun publik, karena kita tidak pernah tahu bahwa kamera cctv tersembunyi mungkin mengintai kita dimanapun kita berada.

Simpulan

Meskipun penggunaan kamera cctv tersembunyi untuk kepentingan pengawasan publik tidak dikategorikan kedalam tindakan melanggar hukum. Namun pemasangannya tetap harus sesuai prosedur hukum yang berlaku agar tidak menimbulkan kejahatan pelanggaran hak privasi orang lain. Banyak jenis kamera cctv tersembunyi yang digunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab, ada yang kamera cctv berkabel dan nirkabel (menggunakan wifi) bentuknya pun dirancang sekecil mungkin sehingga tidak dapat dilihat dengan mata langsung, harus menggunakan tehnik dan alat khusus untuk mengetahui keberadaan kamera cctv tersembunyi. Pelaku yang melakukan tindakan ilegal pemasangan kamera cctv tersembunyi dapat dikenakan sanksi pidana karena melanggar hak privasi orang lain dan hasil video rekaman jika terdapat konten yang mengandung asusila atau berbau pornografi. Undang-Undang Transaksi Eelektronik, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, Undang-Undang Pornografi, dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menjadi dasar landasan hukum yang kuat untuk melindungi korban dari perekaman kamera cctv tersembunyi dan sebagai jerat pidana bagi pelaku.

Pada dasarnya, belum ada Undang-Undang dan Pasal secara spesifik yang mengatur tentang apakah pemilik tempat yang tidak mengetahui adanya perekaman illegal yang dilakukan oleh karyawannya dapat dikenakan hukuman atau sanksi jika ada pemasangan kamera cctv tersembunyi ditempat tersebut. Namun jika pemilik tempat ikut terlibat dalam memeberikan persetujuan maka dapat dikenakan sanksi berdasar pada Pasal 56 KUHP bagi pemilik tempat. Oleh karena itu sangat disarankan untuk segara diadakan peraturan yang melandasi permasalahan tersebut.

References

  1. O. F. P. Lumbantobing, L. Sihotang, and D. J. Sidauruk, "Tindak Pidana Melakukan Kejahatan Dengan Sengaja Dan Tanpa Hak Atau Melawan Hukum, Melakukan Intersepsi Atau Penyadapan Atas Informasi Elektronik Dan/Atau Dokumen Elektronik Tertentu Milik Orang Lain (Studi Putusan Nomor 282/Pid.Sus/2020.Pn.Mks)," Nommensen Journal of Toerekenbaarheid Law, vol. 1, no. 1, pp. 1, May 2022. [Online]. Available: https://ejournal.uhn.ac.id/index.php/toerekenbaarheid_law/article/view/577
  2. "Direktori Putusan," Mahkamah Agung Republik Indonesia. [Online]. Available: https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/66881921c0107837e7065ba9107e5873.html. Accessed on: Jun. 22, 2023.
  3. "Video - Syok, Wanita Ini Temukan Kamera CCTV di Balik Pipa Air Kamar Mandi Kosnya," Serambinews.com. [Online]. Available: https://aceh.tribunnews.com/2022/03/19/video-syok-wanita-ini-temukan-kamera-cctv-di-balik-pipa-air-kamar-mandi-kosnya. Accessed on: Jun. 22, 2023.
  4. D. P. Utomo, "Model di Surabaya Ini Ngadu ke Polisi Jadi Korban Spy Cam," Detiknews. [Online]. Available: https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-5226222/model-di-surabaya-ini-ngadu-ke-polisi-jadi-korban-spy-cam. Accessed on: Jun. 22, 2023.
  5. "Penggunaan Kamera Pengintai Dalam Pembuktian Tindak Pidana Pembobolan Uang di Anjungan Tunai Mandiri (Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara)," Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, 2021. [Online]. Available: http://repository.umsu.ac.id/bitstream/handle/123456789/803/Penggunaan%20Kamera%20Pengintai%20Dalam%20Pembuktian%20Tindak%20Pidana%20Pembobolan%20Uang%20di%20Anjungan%20Tunai%20Mandiri%20%28Studi%20di%20Kepolisian%20Daerah%20Sumatera%20Utara%29.pdf?sequence=1&isAllowed=y
  6. W. Wilian and O. Senjaya, "Kejahatan Asusila Yang Direkam Secara Sembunyi – Sembunyi (Pada Kasus Kedai Kopi Starbucks di Jakarta Pusat)," Jurnal Justitia: Jurnal Ilmu Hukum dan Humaniora, vol. 9, no. 5, pp. 2408-2414, Dec. 2022. doi: 10.31604/justitia.v9i5.2408-2414.
  7. N. C. Weley and H. S. Disemadi, "Implikasi Hukum Pemasangan CCTV di Tempat Umum secara Tersembunyi terhadap Perlindungan Data Pribadi," Amnesti Jurnal Hukum, vol. 4, no. 2, pp. 2151, Aug. 2022. doi: 10.37729/amnesti.v4i2.2151.
  8. Null Susanto, "Perlindungan Hukum Terhadap Perekam Dengan Kamera Tersembunyi Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/Puu-Xiv/2016 Tanggal 07 September 2016," Jul. 2, 2018. [Online]. Available: https://lens.org/150-533-354-942-523
  9. A. Sudradjat, M. Sodiqin, and I. Komarudin, "Penerapan Metode Analytical Hierarchy Process terhadap Pemilihan Merek CCTV," Jurnal Khatulistiwa Informatika, vol. 2, no. 1, pp. 19–30, Jun. 2020. doi: 10.31294/infortech.v2i1.7660.
  10. D. W. Sari, "Kajian Pelanggaran Privasi Oleh Media Elektronik Melalui Siaran Televisi (Studi Kasus: Pengungkapan Rekaman Video Bermuatan Seksual Dari Artis/Orang Terkenal)," 2011.
  11. D. GROUP, "Wired vs Wireless CCTV Cameras: Pros & Cons," Uniview Distributor | CCTV & Alarm Distributors Manchester, Jul. 3, 2021. [Online]. Available: https://cucctv.co.uk/wired-vs-wireless-cctv-cameras-pros-cons/.
  12. R. A. Ariananda, "Fakultas Hukum Universitas Lampung Bandar Lampung."
  13. "11. Eksistensi Hak atas Materi Pornografi_Hwian.pdf." [Online]. Available: http://repository.ubaya.ac.id/25502/25/11.%20Eksistensi%20Hak%20atas%20Materi%20Pornografi_Hwian.pdf
  14. A. Nugroho, "Elektronik Security System untuk Ruang Pameran Perhiasan," 2006. [Online]. Available: https://lens.org/198-887-001-388-387
  15. S. A. Kusnadi, "Perlindungan Hukum Data Pribadi Sebagai Hak Privasi," Al Wasath Jurnal Ilmu Hukum, vol. 2, no. 1, pp. 1, Apr. 2021. doi: 10.47776/alwasath.v2i1.127.
  16. B. C. Welsh and D. P. Farrington, "Public Area CCTV and Crime Prevention: An Updated Systematic Review and Meta‐Analysis," Justice Quarterly, vol. 26, no. 4, pp. 716–745, Dec. 2009. doi: 10.1080/07418820802506206.
  17. S. Yuniarti, "Perlindungan Hukum Data Pribadi Di Indonesia," Business Economic, Communication, and Social Sciences Journal (BECOSS), vol. 1, no. 1, pp. 1, Sep. 2019. doi: 10.21512/becossjournal.v1i1.6030.
  18. K. C. Media, "Merasa Jadi Korban Kamera Tersembunyi? Segera Laporkan ke Polisi," Kompas.com, Mar. 29, 2021. [Online]. Available: https://lifestyle.kompas.com/read/2021/03/29/182249520/merasa-jadi-korban-kamera-tersembunyi-segera-laporkan-ke-polisi. Accessed on: Jun. 22, 2023.
  19. "bab2nadia.pdf." [Online]. Available: http://repository.umko.ac.id/id/eprint/133/4/bab2nadia.pdf
  20. H. S. Flora, "Keadilan Restoratif Sebagai Alternatif Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Dan Pengaruhnya Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia."
  21. B. Hadiwijaya and A. A. Zahra, "Perancangan Aplikasi Cctv Sebagai Pemantau Ruangan Menggunakan Ip Camera."
  22. A. Amin, "Monitoring Kamera Cctv Melalui Pc Dan Smartphone," EEICT (Electric, Electronic, Instrumentation, Control, Telecommunication), vol. 1, no. 2, pp. 2, Oct. 2018. doi: 10.31602/eeict.v1i2.1881.