Private Law
DOI: 10.21070/ijler.v19i1.999

Pancasila Legal System: Balancing The Fulfillment Of National Moral Values And Law Enforcement In Indonesia


Sistem Hukum Pancasila: Menyeimbangkan Pemenuhan Nilai Moral Nasional dan Penegakan Hukum di Indonesia.

Universitas Muhammadiyah Malang
Indonesia
Universitas Brawijaya Malang
Indonesia

(*) Corresponding Author

Pancasila Legal System Moral Values Law Enforcement Indonesia

Abstract

This normative research delves into the Pancasila legal system in Indonesia, evaluating its impact on the nation's moral values and the enforcement of law. Pancasila, embodying the core principles of Indonesian society, encompasses values such as divinity, humanity, unity, democracy, and justice. Despite its significance, the study argues that the Pancasila legal system has yet to manifest substantially in the fabric of national life. The research, employing literature review methodology, positions Pancasila as a philosophy guiding law enforcement, urging a reevaluation of legal systems rooted in the wisdom of societal values. The imperative lies in bridging the gap between legal certainty and substantive justice, fostering a legal framework that resonates with the cultural richness of Indonesian society. This research advocates for a critical examination of the legal system, rooted in indigenous wisdom, to better align it with the aspirations of the nation and its people.

Highlights:

  • Cultural Foundations: The research critically examines the Pancasila legal system, emphasizing its role as a crystallization of Indonesia's cultural values, including divinity, humanity, unity, democracy, and justice.
  • Guiding Philosophy: Pancasila is positioned as a guiding philosophy for law enforcement, highlighting its potential to shape the ethical foundation and moral compass of legal practitioners in Indonesia.
  • Call for Reevaluation: The study advocates for a reevaluation of the legal system, urging a return to indigenous wisdom and cultural values to bridge the gap between legal certainty and substantive justice in Indonesian society.

Keywords: Pancasila, Legal System, Moral Values, Law Enforcement, Indonesia

Pendahuluan

Sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat selama 78 tahun, Indonesia belum memiliki sistem hukumnya sendiri. Indonesia juga menganut tradisi Eropa Kontinental atau disebut civil law. Tradisi hukum ini meletakkan peraturan perundangan yang tertulis menjadi sumber hukumnya yang utama. Hal ini berkebalikan dengan tradisi common law yang meletakkan yurisprudensi sebagai sumber hukum utamanya. Sebagai sebuah negara yang multikultural dan luas wilayah yang luas maka diperlukan pengaturan peraturan perundang-undangan sebagai penjabaran dari konstitusi yang mengatur tentang penyelenggaraan negara oleh lembaga-lembaga yang berwenang. Pasal 1 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menetapkan prinsip negara hukum dan demokrasi. Sebagai konstitusi, substansinya menggambarkan prinsip hukum bangsa Indonesia. Selanjutnya, "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar," menurut Pasal 1 Ayat 2 UUD NRI Tahun 1945. Hal ini secara eksplisit dan implisit menggambarkan pemerintahan demokrasi, yang berarti prioritas utama adalah kepentingan rakyat dan kedaulatan. Selama perkembangan demokrasi Indonesia, belum ada kesepakatan yang jelas tentang arti konsep negara hukum yang dianut. Dialektika tentang konsep Pancasila sebagai sebuah sistem hukum lahir dari upaya menemukan titik temu dari pluralisme hukum. Namun dalam perjalanannya sistem hukum Pancasila belum benar-benar terimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sejak lama, sistem hukum dunia dibagi menjadi tiga keluarga hukum utama: civil law, common law, dan socialist law. Tradisi hukum sendiri dimaknai sebagai sekumpulan sikap yang mengakar kuat dan terkondisikan secara historis terhadap hakikat hukum, aturan hukum dalam masyarakat dan ideologi politik, organisasi serta penyelenggaraan sistem hukum[1]. Sistem hukum adalah pengoperasian sekumpulan institusi, prosedur dan peraturan hukum, sedangkan sebuah tradisi hukum menempatkan sistem hukum didalam perspektif kultural. Sehingga pandangannya memiliki pembedaan yang jelas antara sistem hukum dan tradisi hukum.

Mengutip pendapat Mahfud MD bahwa kualitas hukum suatu negara dipengaruhi oleh kualitas demokrasinya, hal itu berarti bahwa hukum dan demokrasi adalah dua sisi mata uang. Hukum yang bersifat demokratis akan dibuat oleh negara-negara demokratis, dan sebaliknya hukum yang sama akan dibuat oleh negara-negara otoriter[2].

Metode

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif (normative legal research). Penelitian hukum normatif berfokus pada bahan hukum berupa studi kepustakaan. Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji[3], penelitian hukum normatif bertujuan untuk menemukan solusi untuk masalah yang akan diteliti. Hasil penelitian yang bersifat teoritis digunakan untuk mengkaji permasalahan yang diangkat.

Hasil dan Pembahasan

Setiap warga Indonesia harus memahami tujuan reformasi. Selain itu, gerakan ini merupakan titik balik dalam sejarah pemerintahan Indonesia. Berbagai krisis yang disebabkan oleh kebijakan-kebijakan pemerintahan orde baru sebelumnya memicu gerakan reformasi yang dimulai pada tahun 1998. Memperbaiki tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara agar sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 adalah tujuan utama reformasi. Ini berlaku dalam bidang ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya. Secara umum, reformasi dapat didefinisikan sebagai perubahan terhadap suatu sistem yang sudah ada sebelumnya. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa reformasi adalah perubahan yang signifikan untuk memperbaiki suatu masyarakat atau negara dalam hal sosial, politik, atau agama[4]. Di Indonesia, istilah "reformasi" biasanya digunakan untuk merujuk pada gerakan mahasiswa tahun 1998 yang menggulingkan presiden Soeharto atau era setelah Orde Baru, juga dikenal sebagai "era reformasi". Dalam konteks ini, reformasi 1998 di Indonesia merupakan transformasi besar yang mengubah kehidupan masyarakat Indonesia secara keseluruhan, bukan hanya di bidang pemerintahan. Menurut Sedarmayanti, reformasi adalah proses upaya sistematis, terpadu, dan menyeluruh yang dilakukan dengan tujuan mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance)[5]. Dalam perspektif yang berbeda maka reformasi menitikberatkan pelibatan masyarakat secara lebih luas dalam aktivitas-aktivitas negara dalam mewujudkan demokrasi Sinambela[6]. Berkaca pada kajian historis bahwa pemerintahan orde baru belum mampu menciptakan kehidupan masyarakat yang dicita-citakan yakni adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Reformasi memiliki tujuan untuk meningkatkan tatanan kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat secara fundamental dalam aspek kehidupan ekonomi, politik, dan hukum, memengaruhi gerakan reformasi ini. Pemerintah orde baru, yang didirikan pada tahun 1966 awalnya memiliki komitmen sebagaimana diatas, namun selama pelaksanaannya, pemerintah baru banyak menyimpang dari prinsip-prinsip dan nilai terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945 bahkan hanya digunakan untuk mempertahankan kekuasaan[7]. Setelah rentang waktu 25 tahun pasca reformaasi, maka sudah sepantasnya bangsa ini kembali menengok tujuan reformasi yang diantaranya yakni menata kembali struktur kenegaraan secara keseluruhan, termasuk undang-undang dan konstitusi yang menyimpang dari tujuan dan semangat nasional, melakukan transformasi yang serius dan bertahap untuk menemukan nilai-nilai baru dalam kehidupan nasional dan internasional, meningkatkan semua aspek kehidupan diantaranya dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, upaya-upaya kongkit menghapus dan menghilangkan kebiasaan dan gaya hidup yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan reformasi, seperti KKN, kekuasaan sewenang-wenang atau otoriter, penyimpangan, dan penyelewengan lainnya[8].

Terdapat satu agenda reformasi yang belum dituntaskan hingga saat ini yakni sebagaimana tercantum dalamTap MPR No. I/MPR/2003, khususnya dalam Pasal 2 dan Pasal 4. Diantaranya yakni pengaturan penegakan hukum, termasuk pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, sekalipun paket undang-undang terkait sudah diajukan sejak lama. (Perencanaan legislasi yang paradigmatik dalam mewujudkan visi Indonesia 2045 (Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum) Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum UGM, 14 Desember 2023[9].

Menurut Bintan R. Siragih, negara hukum artinya bahwa setiap tindakan pemerintah dan rakyatnya didasarkan pada hukum yang bertujuan untuk mencegah tindakan pemerintah sehingga menghindari kesewenang-wenangan.[10]

A. Sistem Hukum Pancasila dan harapan penegakan hukum di Indonesia

Kebijakan pemerintahan Indonesia didasarkan pada Pancasila, yang merupakan falsafah hidup dan petunjuk untuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena Kamana tidak pernah menganut prinsip-prinsip Pancasila, bidang penegakan hukum menghadapi masalah karena praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme meningkat[11]. Jika dikaitkan dengan konsepsi tentang kaidah, sesungguhnya norma merupakan pelembagaan nilai-nilai baik dan buruk yang didalamnya dapat berupa anjuran perintah ataupun kebolehan. Sebagai contoh misalnya kaidah kesusilaan yang dipahami sebagai etika dalam arti sempit hanya dipahami sepanjang diartikan sebagao kaidah yang berhubungan dengan kehidupan pribadi (internal life). Selain itu ada kaidah kesusilaan yang dimaksudkan untuk menghasilkan kebahagiaan dalam kehidupan kolektif. Seperti misalnya sopan santun atau adat istiadat yang menghubungkan kaidah kesusilaan antar pribadi. Sehingga tatanan nilai-nilai yang berbeda dalam masyarakat membentuk suatu system yang berakar dari kebiasaan-kebiasaan yang telah ada dan bersifat turun temurun. Tujuan utama dirumuskannya kaidah hukum secara prinsip adalah agar terciptanya cita kedamaian hidup antar prinadi. Karena itu disebutkan bahwa penegak hukum itu bekerja dengan tujuan ‘to preserve peace” yang dibentuk dari suatu keadaan yang secara lahirian adalah ketertiban dan keamanaan dan secara batiniah adalah ketenteraman dan ketenangan[12].

Pada tahun 1885, Albert Venn Dicey menulis buku dengan judul "Introduction to the study of the law of de constitution", yang menunjukkan bahwa konsep rechtsstaat dan the rule of law berbeda berdasarkan konteks dan sistem hukum yang menopangnya[13]. Dewasa ini tidak lagi dipermasalahkan perbedaan antara keduanya, karena pada dasarnya kedua konsep itu mengarahkan dirinya pada pengakuan HAM.

Meskipun memiliki tujuan yang sama, keduanya menggunakan sistem hukum yang berbeda. Konsep rechtsstaat berkembang dari perjuangan menentang absolutisme, sedangkan konsep the rule of law berkembang dari waktu ke waktu. Ini terlihat dari isi atau standar rechtstaat dan rule of law[14]. Konstitusi negara hukum Indonesia hanya mencakup prinsip-prinsip yang umum. Menurut Jimly Asshiddiqie, Indonesia adalah negara hukum bukan negara kekuasaan atau negara korporatokrasi[15]. Namun, masalah utama kita saat ini adalah tujuan Negara Hukum masih jauh dari realitas. Meskipun demikian, karakteristik negara hukum ideal itu sendiri belum mencapai tingkat yang diharapkan yakni penegakan hukum sebagai bagian dari perwujudan nilai-nilai Pancasila.

Sebagaimana yang dinyatakan oleh KarlVon Savigny bahwa hukum itu tidak dibuat, melainkan tumbuh dan berkembang bersama masyarakat (dasrecht wird gemacht, est ist und wird mitdem volke)[16]. Oleh karena itu, Indonesia dalam membentuk sistem hukum harusdidasarkan dan dilandasi oleh nilai-nilaikehidupan dan kebudayaan Indonesia yaitu Pancasila.Yang oleh para foundingfather. Situasi di mana undang-undang dan perkara digunakan dengan cara yang sama dan bahkan dianggap sama-sama otoritatif dapat berubah jika sistem hukum saling mempengaruhi saat menggunakan sumber hukumnya.

Simpulan

Sebagai sebuah sistem Pancasila menjadi pomdasi tata nilai yang komprehensif, konsisten dan sebagai legitimasi akhir dari validitas peraturan perundang-undangan di Indonesia dan seluruh tata hukum (legal order). Mekanisme kelembagaan yang bersih dalam penegakan hukum menjadi jaminan terhadap terwujudnya tata hukum tersebut.

References

  1. J. H. Merryman, "The Civil Law Tradition: An Introduction to the Legal Systems of Western Europe and Latin America," Stanford University Press, 1985.
  2. M. M. Md, "Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi," 1999.
  3. S. M. Soerjono Soekanto, "Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat," Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.
  4. M. Efendi, "Teori Hukum Dari Perspektif Kebijakan, Perbandingan Dan Harmonisasi Hukum Pidana," Jakarta: Referensi Gaung Persada Press Group, 2014.
  5. Sedarmayanti, "Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja," Bandung: Ilham Jaya, 1995.
  6. L. P. Sinambela, S. Rochadi, R. Ghazli, A. Setiabudi, D. Bima, and Syaifuddin, "Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan, dan Implementasi," Jakarta: Graha Ilmu, 2014.
  7. M. Hatta, "Menuju Negara Hukum," Jakarta: Idayu Press, 1977.
  8. F. I. Kukuh Dwi Kurniawan, Fitria Esfandiari, Jundullah, "Law Enforcement On Criminal Actions To Prospective Participants Of Hajj And Umroh Through Deterrence And Incapacitation Theory Approach," Ahkam J. Huk. Islam, vol. 9, no. 2, pp. 375-400, 2021, doi: 10.21274/ahkam.2021.9.2.375-400.
  9. Universitas Gadjah Mada, "Pengukuhan Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum., Guru Besar Fakultas Hukum UGM," 2023.
  10. B. R. S. Moch. Koenadi, "Ilmu Negara," Jakarta: Gaya Media Pratama, 1988.
  11. A. A. W. P, F. Esfandiari, and W. Wasis, "Juridical Analysis of Legal Protection of Personal Data in terms of Legal Certainty," Indones. Law Reform J., vol. 3, no. 1, pp. 96–108, 2023, doi: 10.22219/ilrej.v3i1.23840.
  12. A. Jimly, "Ideologi, Pancasila, dan Konstitusi," Jurnal Informasi Hukum, 2006.
  13. A. V. Dicey, "Introduction To The Study Of The Law Of The Constitution / Albert Venn Dicey," Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007.
  14. P. M. Hadjon, "Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia," Bina Ilmu, 1987.
  15. J. Asshiddiqie, "Menuju Negara Hukum yang Demokratis," Jakarta: Gramedia, 2009.
  16. L. M. Prof. Dr. Peter Mahmud Marzuki, S.H., M.S., "Pengantar Ilmu Hukum," Prenada Media, 2021.