This research delves into the pivotal role of the control environment as the bedrock of internal control, shaping the organization's culture and structure. By encompassing integrity, ethical values, organizational structure, human resource policies, and management practices, the control environment significantly influences fraud occurrences. This study aims to explore how the control environment contributes to fraud detection and prevention. Employing a qualitative phenomenological approach, the research probes into human perceptions and experiences, shedding light on the intricate interplay between control environment elements and fraud mitigation efforts. The findings provide valuable insights into the practical implications of cultivating a robust control environment to curb fraudulent activities, thereby fostering a more secure and ethically sound organizational ecosystem
Highlight:
Keyword: Control Environment, Internal Control, Fraud Detection, Prevention, Qualitative Phenomenology
Akuntansi berfokus pada penyediaan informasi yang dapat diandalkan terkait dengan kegiatan operasi perusahaan [1]. Terkait dengan hal ini, pengendalian organisasi harus dilakukan untuk memastikan bahwa transaksi akuntansi dicatat dan diungkapkan sesuai dengan peraturan. Namun, skandal penipuan yang terjadi di seluruh dunia selama sepuluh tahun terakhir memiliki dampak yang signifikan dan luas pada semua pemangku kepentingan bisnis dan ekonomi secara keseluruhan. Penipuan yang terjadi pada perusahaan menunjukkan bahwa sistem pengendalian internal dan eksternal perusahaan gagal sehingga menimbulkan kekhawatiran para investor dan shareholder.
Pengendalian internal adalah sebuah tindakan sistematis yang dilakukan oleh suatu organisasi dan bertujuan untuk menjaga aset dan sumber daya, menjalankan operasinya secara teratur dan efisien, serta memastikan data akuntansi yang akurat dan lengkap. Sistem pengendalian internal harus memprioritaskan identifikasi dan pemantauan risiko yang tepat, kegiatan pengendalian untuk setiap tingkat operasi, pembentukan sistem informasi yang dapat diandalkan yang segera melaporkan anomali, dan pelaporan menyeluruh dari semua operasi [2]. Pengendalian internal dimaksudkan untuk memberikan keyakinan yang wajar tentang pencapaian tujuan operasional seperti efisiensi dan efektivitas operasi, laporan keuangan yang akurat dan dapat diandalkan, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, pengendalian internal dimaksudkan untuk melindungi sumber daya dari kehilangan akibat penyalahgunaan limbah, kesalahan, error, dan penipuan [3]. Komponen berikut harus menjadi bagian dari pengendalian internal suatu organisasi, yakni, lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, pemantauan, serta informasi dan komunikasi.
Lingkungan pengendalian berfungsi sebagai dasar dan pndasi bagi semua bagian lain dari pengendalian internal. Untuk menciptakan struktur dan dasar budaya organisasi, lingkungan pengendalian menentukan tone dalam organisasi. [4], lingkungan pengendalian mencakup struktur organisasi, kebijakan dan praktik sumber daya manusia, kompetensi personel, filosofi dan gaya operasi manajemen, integritas dan nilai etis, dan bagaimana manajemen mengatur dan mengembangkan karyawannya. Lingkungan pengendalian juga mencakup perhatian dan instruksi dewan direksi. Jika perusahaan tidak memiliki integritas dan prinsip etis, fraud akan lebih sering terjadi. Struktur organisasi harus menetapkan standar perilaku yang diharapkan dan menetapkan ukuran kinerja dan insentif dalam lingkungan pengendalian untuk mengurangi kemungkinan fraud terjadi [5]. Selain itu untuk mengurangi fraud, maka perusahaan juga harus menerapkan kebijakan dan praktik sumber daya manusia mengenai batas otoritas dan prosedur tingkat transaksi.
Penipuan adalah tindakan yang disengaja yang melanggar hukum. Tindakan ini akan menimbulkan kerugian perusahaan dan memiliki dampak negatif pada keuangan dan reputasi bisnis [4]. Deteksi penipuan adalah proses menemukan penipuan dan kesalahan saat terjadi. Namun, pencegahan penipuan adalah tindakan yang diambil untuk mencegah seseorang melakukan sesuatu yang salah. Kriminalitas dapat mencakup penyelewengan aset, korupsi, dan manipulasi laporan keuangan. Pembagian tanggung jawab yang adil, pengawasan staf, pemantauan kinerja, dan kontrol yang tepat adalah bagian dari pencegahan dan pencegahan penipuan [6] Fraud yang terjadi pada perusahaan disebabkan oleh adanya kombinasi peluang, tekanan, dan rasionalisasi. Hal ini dapat terjadi ketika pengendalian internal perusahaan tidak baik.
[4] meneliti efektivitas audit internal di institusi pendidikan publik Kenya dan menyarankan bahwa pelatihan manajemen yang melibatkan audit internal dapat ditingkatkan untuk meningkatkan kedua fungsi, baik fungsi manajemen dan juga fungsi audit. Penelitian [7] menunjukkan bahwa, keberadaan unit audit internal memengaruhi seberapa efektif sistem pengendalian internal. Selain itu, penelitian terdahulu lainnya juga menunjukkan bahwa unit audit internal harus dibuat menjadi departemen terpisah. Itu harus bertanggung jawab atas sistem pengendalian internal perusahaan. [8] melakukan penelitian tambahan yang melihat bagaimana pengendalian internal memengaruhi kinerja keuangan lembaga pelatihan teknis, serta bagaimana kurangnya pembagian informasi dan prosedur yang tepat untuk menjaga aset di lembaga tersebut.
Penelitian sebelumnya lebih banyak berfokus pada bagaimana sistem pengendalian internal mempengaruhi pencegahan fraud yang ada dalam organisasi; namun, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana lingkungan pengendalian, yang merupakan dasar dari komponen pengendalian internal, dapat berkontribusi pada pendeteksian dan pencegahan fraud.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk memahami proses dan fenomena yang terjadi di lapangan secara mendalam. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kesimpulan berdasarkan fenomena yang diamati. Menurut Ritchie dan Lewis, penelitian kualitatif melibatkan representasi fenomena yang terjadi melalui wawancara, foto, rekaman, memo, dan sejenisnya.
Pada penelitian ini sumber data yang digunakan adalah data primer. Data primer diperoleh secara langung dengan cara melakukan wawancara kepada enam narasumber. Tiga narasumber merupaka auditor internal dari berbagai perusahaan. Tiga narasumber lainnya merupakan karyawan bagian finance dan accounting. Wawancara dilakukan dengan metode daring dan luring. Wawancara bersifat semi-terstruktur, tujuannya adalah agar penelitian dapat lebih terperinci karena responden memiliki pemahaman yang lebih baik tentang situasi yang sedang mereka alami.
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut, (1) peneliti memulai mengorganisaikan semua data atau gambaran menyeluruh tentang fenomena pengalaman yang telah dikumpulkan, (2) membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir mengenai data yang dianggap penting kemudian melakukan pengkodean data, (3) menemukan dan mengelompokan makna pernyataan yang dirasakan oleh responden dengan melakukan horizonaliting yaitu setiap pernyataan pada awalnya diperlakukan memiliki nilai yang sama. Selanjutnya, pernyataan yang tidak relevan dengan topic dan pertanyaan maupun pernyataan yang bersifat repetitive atau tumpang tindih dihilangkan, sehingga yang tersisa hanya horizon (arti tekstural dan unsur pembentuk atau penyusun phenomenom yang tidak mengalami penyimpangan).
Fraud telah menjadi hambatan besar dalam pembangunan ekonomi saat ini. Tindakan ini bukanlah sebuah kesalahan kecil yang berisiko rendah, tetapi sengaja dilakukan untuk merugikan organisasi. Oleh karena itu, manajemen dan shareholders harus mempertimbangkan berbagai macam cara untuk menjaga kelangsungan bisnis, salah satunya adalah dengan melakukan evaluasi yang mendalam terkait dengan efektivitas dari pengendalian internal yang dierapkan dalam organisasi. Lingkungan pengendalian yang menjadi bagian utama pada elemen pengendalian internal memiliki peranan yang sangat serius karena di dalam lingkungan pengendalian terdapat beberapa faktor yakni set tone at the top, budaya organisasi, moralitas, integritas dan kapabilitas.
Manajemen risiko dan pengendalian internal memainkan peran penting dalam menerapkan good corporate governance (GCG) dan memperbaiki pencapaian tujuan organisasi. Tanpa manajemen risiko, pengendalian internal menjadi kurang efektif, sedangkan tanpa pengendalian internal, aspek pengendalian dari GCG menjadi kurang efektif. Oleh karena itu, organisasi harus secara sistematis mengevaluasi langkah-langkah pencegahan kecurangan dan kontrol yang ada untuk mengatasi risiko. Berbagi pengetahuan dalam organisasi juga dapat membantu meningkatkan keamanan informasi dan mengurangi risiko.
Penerapan sistem pengendalian internal yang baik pada organisasi merupakan sebuah cara yang efektif untuk mencegah kecurangan, terutama kecurangan yang dilakukan oleh karyawan yang memanfaatkan kelemahan dalam sistem tersebut. Tujuan dari pengendalian internal adalah untuk meminimalkan risiko kecurangan dan memastikan bahwa sistem pengendalian internal yang diterapkan oleh organisasi terlaksa dengan cukup memadai dan dibentuk untuk tujuan tersebut. Penelitian terdahulu mengungkapkan bahwa penguatan pengendalian internal merupakan bentuk tindakan preventif yang dilaksanakan manajemen guna mencegah terjadinya tindakan fraud pada LKMS. Penelitian juga mengungkapkan bahwa faktor risiko penyebab terjadinya kecurangan pelaporan akuntansi adalah lemahnya lingkungan pengendalian internal. Selanjutnya, penelitian menegaskan bahwa organisasi yang memiliki fungsi audit internal yang baik akan lebih mudah mendeteksi adanya kecurangan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara berikut ini:
“ Pengendalian internal itu dibuat kan sebenarnya untuk melindungi perusahaan untuk dari oknum pegawai di perusahaan atau di suatu entitas yang mungkin berbuat curang atau segala macam. Sebenernya baik perusahaan maupun audit internal tujuannya sama, untuk menjaga perusahaan di mana perusahaan itu dalam melakukan pekerjaan bisa efektif dan efisien sehingga hasil yang didapatkan oleh suatu entitas atau perusahaan itu bisa optimal.”
“Dan intinya sih sebenarnya pengendalian internal itu di suatu perusahaan dibangun atau dibentuk dari semua lini, artinya dari manajemen juga dari internal audit juga jalan sehingga nantinya tujuannya adalah untuk menjaga perusahaan dari tindakan-tindakan kecurangan.”
Namun, maraknya kasus fraud yang terjadi dalam lingkungan organisasi mengindikasikan bahwa penerapan komponen-komponen pengendalian internal yang cukup baik di perusahaan ternyata tidak mampu mengurangi tendensi terjadinya fraud. Unsur pengendalian internal mempengaruhi orang yang bermoral tinggi untuk cenderung tidak melakukan kecurangan akuntansi. Sedangkan individu dengan tingkat moral yang rendah, ada atau tidak ada pengendalian internal, individu cenderung melakukan kecurangan akuntansi. Studi yang dilakukan oleh Mukhibad menunjukkan bahwa moralitas dan etika yang baik pada karyawan dapat berdampak positif terhadap sistem kontrol internal untuk mencegah fraud.Sejalan dengan hal tersebut, maka organisasi harus menjaga integritas bisnisnya dengan memastikan kejujuran dalam setiap perilaku organisasi terutama terkait dengan penyajian informasi keuangan yang akurat. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara berikut ini:
“Iya memang selain harus adanya sebuah system pengendalian di perusahaan, seperti misalnya ada SOP, ada segregation of duty, ada internal audit, yang paling penting memang moral, etika dan integritas setiap elemen dalam perusahaan sih. Karena mau sebagus apapun sistemnya, kalo individu yang sebagai pelakunya bobrok, ga bermoral, ga beretika, ga punya integritas, ya sama aja pengendalian internal juga ga akan jalan.”
Beberapa faktor yang mempengaruhi lingkungan pengendalian internal meliputi budaya organisasi, integritas dan etika, komitmen terhadap kompetensi, kepemimpinan yang mendukung, struktur organisasi yang mendukung, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab, kebijakan dan praktik pengembangan sumber daya manusia, peran pengawas internal, dan hubungan kerja dengan instansi pemerintah terkait. Internalisasi budaya dan nilai organisasi dalam setiap lini aktivitas memiliki pengaruh yang cukup besar dalam upaya pencegahan fraud. Top manajemen memiliki peran yang penting dalam menginternalisasi budaya dan nilai organisasi melalui set tone at top. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara berikut ini:
“Contoh dari top management juga memegang peranan penting sih. Karena bawahan pasti akan sungkan kalo misal berbuat yang aneh-aneh ketika atasannya aja jujur, lurus dan tidak melakukan fraud. Selain itu, nilai-nilai perusahaan yang jadi core dari perusahaan lebih bisa diimplementasikan di lapangan kalo dari pimpinan sendiri mencontohkan.”
Terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku tidak etis, seperti sifat terlalu percaya diri, sikap egois, dan rasionalisasi kesalahan. Selain itu, persepsi atas ketidakadilan dan ketidakamanan dalam bekerja juga dapat memicu niat untuk melakukan kecurangan, terutama pada karyawan yang lebih tua. Oleh karena itu, penting untuk memantau dan memberikan perhatian pada moral serta etika perilaku dalam perusahaan selain itu perusahaan juga harus memperhatikan dan mengurangi risiko-risiko tersebut agar tidak berdampak negatif pada internal dan eksternal organisasi. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara berikut ini:
“Di tempatku kerja itu, masing-masing pimpinan unit itu harus mengaplikasikan “know your employee”. Contohnya gini, karyawan dengan level tertentu dengan gaji sekian gitu apakah cocok dengan gaya hidup yang ia tampilkan. Misal ada karyawan gaji UMR, tapi punya barang-barang branded yang seharusnya dia ga afford itu, nah maka harus dicurigai tuh. Selain itu perusahaan juga seharusnya tegas dalam menerapkan reward dan punishment. Sehingga karyawan tuh merasa adil, jadi kalo memang dia melakukan kesalahan ya berarti dia harus siap dihukum, tapi kalo dia mencapai target misalnya ya diberikan reward. Dan itu harus diaplikasikan terus menerus tanpa pandang level.”
Westhausen melakukan studi tentang kelemahan dalam fungsi pengendalian internal. Studi tersebut menemukan bahwa fungsi pengandalian internal untuk pencegahan dan pendeteksian fraud sedang mengalami perkembangan. Adanya pertumbuhan teknologi seperti sistem digital sangat membantu dalam meningkatkan efektivitas fungsi pengendalian internal. Temuan lainnya adalah adanya kelemahan dalam pengendalian internal, yang mengabaikan faktor kemampuan. Untuk mengatasi kelemahan ini, pelatihan dan peningkatan pengetahuan dari auditor internal secara berkelanjutan sangat diperlukan. merekomendasikan bahwa pendidikan dan pelatihan harus disediakan dan disesuaikan dengan persyaratan organisasi. Oleh karena itu, perusahaan perlu menentukan materi pelatihan untuk memastikan bahwa mereka sesuai dan mencakup segala sesuatu yang diperlukan untuk meningkatkan kesadaran akan praktik fraud, termasuk langkah-langkah yang dapat diambil untuk mencegahnya. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara berikut ini:
“ Pengendalian internal juga ga akan berjalan kalo ga ada improvement dan kebijakan manajerial yang mendukung itu. Selayaknya upgrading gitu lah. Auditor internalnya juga upgrade ilmu dengan cara ikut pelatihan, ikut sertifikasi. Itu bener-bener membantu kami para auditor internal sih. Karena ya Namanya ilmu kan berkembang terus ya, bisa jadi dulu yang kita dapet pas kuliah beda sama praktiknya sekarang. Tapi ga terbatas sama kitanya aja sih yang diupgrade, karyawan lainnya juga. Jadi kita di SAI itu rutin kasih semacam course singkat-singkat gitu, bisa zoom trus kadang kelas juga, ada evaluasinya juga. Harapannya sih biar karyawan itu paham dan tau oo ternyata perbuatan gini tuh ga boleh ya, fraud yaa.. soalnya kadang, karyawan itu bukannya niat untuk fraud, tapi kadang mereka gatau kalo perbuatan kaya gitu tuh jatuhnya fraud.”
Perubahan teknologi yang terjadi juga memegang peranan yang penting dalam proses pendeteksian fraud. Namun menurut Simha & Satyanarayan, teknologi bukanlah satu-satunya faktor yang memainkan peran penting dalam proses pendeteksian fraud. Temuan mereka menunjukkan bahwa para responden juga mengkhawatirkan masalah keamanan, dan kemampuan para auditor untuk memahami profil pelaku fraud, teknologi, dan perilaku keuangan. Niranjanamurthy & Chahar menyatakan bahwa dalam menghadapi perubahan teknologi dan bisnis yang cepat, diperlukan pendekatan terkoordinasi yang memanfaatkan algoritma dan solusi berbasis teknologi. Krummeck merekomendasikan bahwa komunikasi yang efektif adalah kunci dalam mengelola perubahan dan harus melibatkan berbagai saluran komunikasi. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara berikut ini:
“Memang deteksi fraud itu satu persoalan tersendiri, karena biasanya fraud nya terjadi dulu baru ketahuan, itupun sering kalinya ketahuan kalo fraudnya udah kejadian beberapa kali. Tapi memang teknologi itu membantu sih. Sekarang kitab isa memanfaatkan informasi dari mana aja, bisa dari sosmed dari manapun lebih cepet kan. Terus hot-line pelaporan semacam whistleblower system gitu juga kita ada, itu ngefek sih untuk pendeteksian. Soalnya emang banyak banget info yang kita dapet disitu, karena karyawan kan ga takut untuk ngelapor karena anonym kan mereka disana. Jadi mereka lebih merasa safe. Kitanya juga jadi terbantu banget. Dan juga ini sih, ikut serta pelatihan tentang teknologi-teknologi gitu juga sangat membantu. Karena kita jadi melek dan jadi update sama perkembangan teknologi yang cepet banget sekarang ini.”
Saat ini, penipuan merupakan hambatan besar bagi pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa perusahaan tetap beroperasi, manajemen dan investor harus mempertimbangkan evaluasi yang mendalam tentang seberapa efektif pengendalian internal organisasi. Lingkungan pengendalian terdiri dari beberapa faktor, seperti budaya organisasi, moralitas, integritas, dan kapabilitas; ini merupakan komponen penting dari elemen pengendalian internal. Cara yang baik untuk mencegah penipuan dalam organisasi adalah dengan menerapkan sistem pengendalian internal yang baik. Ini terutama berlaku untuk penipuan yang dilakukan oleh karyawan yang memanfaatkan kelemahan dalam sistem. Namun, banyaknya kasus fraud di dalam organisasi menunjukkan bahwa penerapan sistem pengendalian internal yang cukup baik di perusahaan tidak mampu mengurangi kemungkinan fraud. Oleh karena itu, perusahaan harus menjaga kredibilitas bisnisnya dengan memastikan bahwa semua tindakan perusahaan jujur, terutama dalam hal menyajikan informasi keuangan yang akurat. Selain itu, kemajuan teknologi telah memainkan peran penting dalam proses pendeteksian fraud. Namun, ada banyak faktor lain yang memainkan peran penting dalam proses pendeteksian fraud. Untuk mengelola perubahan, diperlukan pendekatan terkoordinasi yang memanfaatkan solusi berbasis teknologi, algoritma, dan cara yang efektif untuk berkomunikasi.