Environmental Law
DOI: 10.21070/ijler.v18i3.929

Legal Counseling: Preventing Crime through a Local Wisdom Approach


Penyuluhan Hukum: Mencegah Kejahatan melalui Pendekatan Kearifan Lokal

Universitas Muhammadiyah Buton
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Buton
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Buton
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Buton
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Buton
Indonesia

(*) Corresponding Author

Crime prevention local wisdom cultural festivals law enforcement community engagement

Abstract

This scientific article aims to explore the role of local wisdom in strengthening law enforcement and preventing crime in Buton community. By employing a research methodology adhering to academic standards, the study identifies the forms of local wisdom and its implications for crime prevention. The research findings highlight the significance of cultural festivals, particularly the "pesta kampung" tradition, which embodies values such as communal harmony, compassion, and mutual cooperation. These values contribute to raising legal awareness and fostering a sense of responsibility among the community. The results underscore the potential of local wisdom approaches as effective tools for crime prevention. The implications of this study can inform policymakers, legal practitioners, and researchers worldwide, shedding light on the importance of incorporating local cultural practices into legal frameworks to promote law-abiding behaviors and enhance community well-being.

Highlights:

  • Local wisdom plays a vital role in preventing crime through community engagement.
  • Cultural festivals serve as platforms to reinforce law enforcement values and promote legal awareness.
  • Incorporating local wisdom into crime prevention strategies can enhance community well-being and foster a sense of responsibility among individuals.

Keywords: Crime prevention, local wisdom, cultural festivals, law enforcement, community engagement.

Pendahuluan

Indonesia memiliki beragam suku dan etnik yang memiliki sistem dan pendekatannya sendiri dalam memahami dan bersikap terhadap fenomena permasalahan hukum. Salah satu induk dari hukum adat adalah kearifan lokal. Kearifan lokal merupakan kepercayaan yang telah berakar dan sulit untuk dihilangkan dalam suatu kelompok masyarakat yang digunakan untuk bertahan hidup sesuai dengan kondisi lingkungan.[1] Kearifan lokal adalah sumber kesadaran hukum dengan hukum itu mempunyai kaitan yang erat sekali. Kesadaran hukum merupakan faktor dalam penemuan hukum. Bahkan Krabbe mengatakan bahwa sumber segala hukum adalah kesadaran hukum. Menurut pendapatnya maka yang disebut hukum hanyalah yang memenuhi kesadaran hukum kebanyakan orang, maka undang-undang yang tidak sesuai dengan kesadaran hukum kebanyakan orang akan kehilangan kekuatan mengikat.[2] Nilai-nilai budaya tradisional di berbagai tempat, waktu dan masyarakat banyak mengandung intisari lokal yang masih sangat relevan dengan kondisi saat ini. Setiap daerah di Indonesia memiliki kearifan lokal yang berbeda karena adanya proses interaksi antara masyarakat dengan lingkungannya untuk memenuhi kebutuhannya yang berbeda. Pengalaman pemenuhan kebutuhan hidup memunculkan berbagai sistem pengetahuan yang berkaitan, baik dengan lingkungan maupun masyarakat.[3]

Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat kesadaran hukum warganya. Semakin tinggi kesadaran hukum penduduk suatu negara, akan semakin tertib kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sebaliknya, jika kesadaran hukum penduduk suatu negara rendah, yang berlaku di sana adalah hukum Alam. Dalam konteks hukum Indonesia, keberadaan hukum adat diatur didalam Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945. Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 mengatur bahwa : “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hdup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang”.

Berdasarkan pasal tersebut, masyarakat hukum adat dapat menjalankan sistem hukum adat yang selama ini dipelihara dan diterapkan dalam menghadapi persoalan- persoalan yang timbul dalam masyarakat.[4] Pada umumnya system hukum adat yang berlaku sifatnya tidak tertulis sehingga lebih luwes mengikuti dinamika perkembangan dalam masyarakat adat. Dalam proses interaksi dalam masyarakat seringkali terjadi persinggungan antara individu yang satu dengan yang lain atau persinggungan antar kelompok, maupun persinggungan antar kelompok dan individu, persinggungan tersebut menyebabkan diantara pihak dirugikan.[4] salah satu daerah yang masih menjaga kearifan lokal tersebut adalah masyarakat kabupaten buton yaknipesta kampong (pikoelaliwu). Pesta kampung sebagai ungkapan syukur masyarakat buton kepada leluhur dapat dimanifestasikan dalam pencegahan kejahatan yang terjadi di Kabupaten Buton. tujuan dari pelaksanaan pesta kampung ini adalah memupuk rasa kebersamaan, gotong royong dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Hal ini merupakan suatu kepercayaan masyarakat Pasarwajo sejak dahulu kala yang masih tetap terjaga kelangsungannya. Masyarakat Pasarwajo percaya bahwa dengan adanya pesta kampung sebagai bentuk rasa syukur dan momentum menjaga tali silaturahmi antra keluarga, tetangga dan teman.[5]

Penyuluhan hukum ini dilaksanakan di Desa Kabawakole, Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton dengan melibatkan Perangkat Desa Kabawakole, Masyarakat Desa Kabawakole, Mahasiswa KKA (Kuliah Kerja Amaliah) serta beberapa Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Buton.

Metode

Pelaksanaan dan Penyusunan penulisan artikel pengabdian kepada masyarakat mengikuti kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah dengan tahapan sebagai berikut yakni : mengundang Masyarakat Desa Kabawakole melalui undangan dari pemerintah desa kabawakole, kemudian beberapa narasumber dari dosen fakultas hukum universitas muhammadiyah buton diundang untuk menjadi narasumber dengan mengambil tema “Penyuluhan Hukum Tradisi Pesta Kampung sebagai Upaya Pencegahan Kejahatan Melalui Kearifan Lokal Masyarakat Adat Buton”. Pelasksanaan penyuluhan hukum ini dilaksanakan selama 1 (satu) hari dengan mengundang beberapa pihak terkait yang dilaskanakan di Desa Kabawakole, Masyarakat Desa Kabawakole, Kabupaten Buton.

Pelaksanaan penyuluhan hukum ini dihadiri oleh perangkat desa kabawakole, mahasiswa KKA UMButon dengan dosen fakultas hukum universitas muhammadiyah buton. Model penyuluhan hukum dibuat interaktif dimana pertawa narasumber memapatkan materi tentang tradisi cucurangi dalam konsepsi pencegahan kejahatan di masyarakat adat buton kemudian memberikan kesempatan peserta untuk bertanya untuk mendalami materi. Hasil penyuluhan hukum ini kemudian disusun dalam bentuk artikel pengabdian kepada masyarakat untuk diterbitkan dalam bentuk jurnal.

Hasil dan Pemabahasan

Kearifan Lokal sebagai Upaya Pencegahan Kejahatan

Kearifan lokal pada dasarnya dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat (local wisdom), pengetahuan setempat (Local Knowledge) atau kecerdasan setempat (local genious). Selain itu, kearifan lokal juga sebetulnya dapat dimaknai sebagai pemikiran tentang hidup. Pemikiran tersebut dilandasi oleh nalar yang jernih, budi yang baik, dan memuat hal-hal positif. Kearifan lokal dapat diterjemahkan sebagai karya akal budi, perasaan mendalam, tabiat, bentuk perangai, dan anjuran untuk kemuliaan manusia dimana kearifan lokal itu ada.[6]

Berdasarkan pemahaman-pemahaman kearifan lokal tersebut, maka secara tidak tidak langsung kearifan lokal mempunyai dua makna pokok, yaitu sebagai berikut [6]:

  1. Kearifan lokal adalah sebuah pengalaman panjang, yang terus dijaga dan dilestarikan secara turun temurun sebagai petunjuk perilaku yang biasanya melalui tradisi lisan.
  2. Kearifan lokal tidak lepas dari lingkungan masyarakatnya dimana kearifan lokal itu ada. Kearifan lokal muncul sebagai penjaga atau penyaring dalam era globalisasi dan modernisasi yang ada pada saat ini. Kearifan adalah proses dan produk budaya manusia, dimanfaatkan untuk mempertahankan hidup, dulu, sekarang, dan dimasa yang akan datang.

Masyarakat tidak hanya butuh peraturan-peraturan yang menjamin kepastian hukum dalam hubungan mereka satu sama lain, tetapi juga butuh keadilan di samping hukum dituntut pula melayani kepentingan-kepentingannya (memberikan kemanfaatan). Nilai dasar “kegunaan” yang dikemukakan Gustav ini, kata Satjipto Rahardjo, menempatkan hukum dalam kaitan dengan konteks sosial yang lebih besar.[7] Dengan demikian, hal ini menjadi pembuka jalan bagi kajian hukum yang juga memperhatikan interaksi antara hukum dan masyarakatnya.[8] Di sinilah terdapat ruang bagi kelompok masyarakat adat dengan nilai kearifan lokal yang melekat padanya untuk dapat diterima sebagai dasar konstruksi hukum. Dalam tulisannya, dia menyimpulkan bahwa fungsi utama suatu sistem hukum tidak lain untuk mengatur, memelihara dan atau menjaga hubungan-hubungan sosial dalam suatu sistem sosial. Dalam hubungannya dengan pembangunan, peran sentral hukum difokuskan pada tiga (3) hal, yaitu :

  1. Hukum sebagai alat penertib (ordering);
  2. Hukum sebagai alat penjaga keseimbangan (balancing);
  3. Hukum yang berfungsi sebagai katalisator yang berfungsi menjaga keseimbangan dan keharmonisan kepentingan-kepentingan yang ada.

Konsepsi yang ketiga ini sejalan dengan eksistensi nilai-nilai kearifan lokal pada masyarakat adat. Kearifan lokal diterapkan dengan sangat halus pada anggotanya. Salah satu bentuk kearifan lokal yang dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat buton adalah pesta kampung. Pesta kampung di kabupaten buton dilaksanakan dengan cara setiap rumah menyiapkan makanan yang kemudian nantinya akan dikunjungi oleh teman, sahabat, kerabat, tetangga bahkan dalam tradisi pesta kampung ini. Tuan rumah yang menyajikan membuka kepada siapa saja yang ingin berkunjung dan makan di rumahnya. Dari tradisi ini pada dasarnya peran hukum dijalankan oleh kearifan lokal yakni menciptakan kedamaian bagi kondisi lingkungan. Dalam sebuah rilis yang disampaikan Polres Kabupaten Buton menyampaikan bahwa Indeks Penegakan Hukum di Kabupaen adalah nilai indeks penegakkan hukum Polres Buton tahun 2021 sebesar 86,91 atau capaian sebesar 109 %. Clearance kejahatan terhadap kekayaan negara mempunyai indeks tertinggi dengan nilai 7,000, clearance rate kejahatan transnasional menduduki urutan kedua dengan nilai indeks sebesar 5.000, persentase penyelesaian perkara tindak pidana laka lantas menduduki urutan ketiga dengan nilai indeks 4.778.[9]

Selain itu pula ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh penyidik polres baubau dalam penegakan hukum di kabupaten buton yakni [9]:

  1. Jumlah penyidik yang tidak seimbang dibanding dengan jumlah kasus yang harus ditangani, bila dibandingkan dengan bobot tingkat kesulitan kegiatan yang harus dilaksanakan;
  2. Pemeriksaan saksi ahli membutuhkan waktu yang cukup relatif lama dan membutuhkan anggaran yang besar;
  3. Adanya saksi yang berdomisili di luar wilayah hukum Polres Buton;
  4. Adanya saksi yang sudah berulang kali di panggil namun tidak hadir;
  5. Pengungkapan kasus tanah memerlukan waktu yang cukup lama apalagi kedua belah pihak masing-masing memiliki bukti kepemilikan atau dokumen;
  6. Masih adanya personel yang belum memiliki Skep penyidik/penyidik pembantu.

Permaslaahan yang dihadapi penegak hukum ini jika dihubungkan dengan kearifan lokal masyarakat pasarwajo pada dasarnya dapat menjadi sebuah solusi dari permasalahan penegakan hukum yang dialami. Kearifan lokal masyarakat pasarwajo yang masih menjaga tradisi pesta kampung dapat menjadi sarana untuk mewujudkan daerah yang aman,tertib dan jauh dari kejahatan. Hal ini disebabkan olehkarena pesta kampung dapat menjadi alat rekayasa sosial yang sudah menjadi warisan turun temurun masyarakat. Hal ini dapat digunakan oleh aparat penegak hukum dengan bekerjasama dengan perangkat adat untuk bersama-sama mencegah kejahatan di lingkungan masyarakat.

Langkah-langkah yang bisa dilakukan oleh aparat penegak hukum dengan perangkat adat dalam rangka pencegahan kejahatan adalah

  1. Menjadikan perangkat adat sebagai role model untuk mengatur dan mengelola kehidupan masyarakat di tingkat paling bawah;
  2. Memperkuat perangkat adat sebagai lembaga masyarakat yang mampu menciptakan kedamaian dan harmonisasi di masyarakat;
  3. Pemberian pendampingan,pelatihan hukum kepada perangkat adat untuk meningkatkan kesadaran hukum para tokoh adat;
  4. Menjadikan perangkat adat sebagai sarana penyelesaian kejahatan dengan menggunakan pendekatan nilai-nilai kearifan lokal.

Hal-hal ini penting untuk dilakukan aparat penegak hukum dalam rangka melakukan kejahatan di masyarakat berbasis kearifan lokal dengan bekerjasama dengan perangkat adat. Pencegahan kejahatan dengen menjalin kerjasama dengan perangkat adat diyakini mampu mendorong dan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dalam menjalankan aktivitasi kehidupan di masyarakat.

Penyuluhan Hukum Pencegahan Kejahatan melalui Pendekatan Kearifan Lokal

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kejahatna adalah dengan melakukan penyuluhan hukum. Penyuluhan hukum yang dilakukan dengan mengundang narasumber dari fakultas hukum universitas muhammadiyah buton yang bekerjasama dengan mahasiswa Kuliah Kerja Amaliah (KKA) UMButon yang didukung oleh perangkat desa Desa Kabawakole, Kecamatan Pasarwajo Kabupaten Buton.

Penyuluhan hukum ini dilaksanakan di Kantor Desa Kabawakole dengan mengundang masyarakat kabawakole, tokoh adat dan tokoh masyarakat dengan mengusung tema penyuluhan hukum yakni “Penyuluhan Hukum Pencegahan Kejahatan melalui Pendekatan Kearifan Lokal”. Pada saat penyuluhan hukum dilakukan masyarakat sangat antusias dengan mendengarkan materi dan memberikan respond an sikap terhadap materi yang beberapa peserta menyampaikan bahwa akhir-akhir ini banyak terjadi kejahatan dan kearifan lokal penting untuk diperkuat dalam rangka mencegah terjadinya kejahatan di masyarakat. Adapun dokumentasi kegiatan dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Figure 1.Dokumentasi Penyuluhan Hukum

Dalam kegiatan penyuluhan hukum ini narasumber merespon bahwa kearifan lokal dewasa ini dikenal dengan istilah Cultural Identity dan yang diartikan sebagai identitas atau kepribadian budaya suatu bangsa. Cultural Identity yang mapan suatu bangsa mampu menyerap dan mengolah pengaruh kebudayaan yang men- datanginya dari luar wilayah. Pada pengertian kearifan lokal identik dengan kebajikan,kebijaksanaan dan kecendikiaan.[10] Dengan demikian bahwa tegaknya kearifan lokal suatu daerah dapat membentuk masyarakat itu menjadi arif, bijak dan menjadi cendikia masyarakat yang damai dan harmonis.

Olehkarena itu dalam mencegah terjadinya pencegahan kejahatan maka kearifan lokal harus menjadi panglima terdepan. Pada kegiatan penyuluhan hukum ini, narasumber memberikan arahan, himbauan dan pikiran kepada masyarakat bahwa kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat buton, contohnya adalah pesta kampung dapat dijadikan sarana memupuk rasa kebersamaan, gotong royong, dan nilai kasih sayang antar sesama. Nilai-nilai yang melekat pada pesta kampung dapat menjadi alat penegakan hukum yang dapat dipakai untuk mencegah terjadinya kejahatan.

Pesta kampung sebagai kearifan lokal harusnya menjadi sarana untuk mencegah terjadinya kekerasan karena pada dasarnya pada tradisi pesta kampung masyarakat kabupaten buton ditemuka beberapa nilai-nilai hukum yang dapat mencegah terjadinya kejahatan yakni :

a. Nilai kebersamaan

Nilai kebersamaan dalam pesta kampung dijumpai pada saat masyarakat bersama-sama menggelar pesta kampung dengan menyiapkan makanan di rumah masing-masing yang kemudian didatangi oleh teman,tetangga, kerabat dan keluarga. Sikap ini tidak hanya dilakukan beberapa orang tapi juga seluruh anggota masyarakat kabupaten buton di suatu daerah. Sehingga kebersamaan ini menjadi penguat silaturahim, kekokohan hubungan masyarakat antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Dari aspek hukum dengan kuatnya nilai kebersamaan ini maka potensi kejahatan semakin kecil terjadi.

b. Nilai kasih sayang

Nilai kasih sayang dalam pesta kampung ini dijumpai bahwa pada saat kegiatan ini berlangsung tidak pembedaan antara yang kaya miskin, semua sama dapat berkunjung dan bersilaturahim di rumah masyarakat buton dengan makan bersama. Hal ini menunjukan bahwa tradisi pesta kampung memupuk (memperkuat) rasa kasih sayang untuk berbagi antar masyarakat.

c. Nilai gotong royong

Nilai gotong royong dalam pesta kampung ini sangat kuat dan terlihat dimana masyarakat buton secara sukarela dan bersama-sama melaksanakan pesta kampung dengan membuat hidangan (makanan) dan dihidangkan secara terbuka untuk teman, kerabat dan keluarga.

Nilai-nilai yang terkandung dalam pesta kampung menjadi kearifan lokal yang menjadi sumber pengetahuan hukum masyarakat buton bahwa dalam menjalankan peran sebagai masyarakat. Dalam konteks hukum, nilai gotong royong, nilai kasih sayang dan nilai kebersamaan yang terkandung didalam pesta kampung dapat menjadi sumber hukum dalam penguatan penegakan hukum yang dilaksanakan oleh aparat kepolisian yang dapat diperkuat dengan cara :

  1. Mensosialisasikan nilai-nilai kearifan lokal sebagai identitas masyarakat buton;
  2. Memperkuat institusi perangkat adat dengan menjadi nilai-nilai kearifan lokal tersebut sebagai sarana penyelesaian kasus di masyarakat;
  3. Konsep pemolisian masyarakat dapat diwujudkan dengan pemolisian adat yang mana perangkat adat dapat menjadi pencegah terjadinya kejahatan di masyarakat;
  4. Penyelesaian kasus harus mengedepankan aspek preventif berupa perdamaian di antara masyarakat;
  5. Melaksanakan pelatihan hukum untuk penguatan kesadaran hukum perangkat adat dalam rangka meningkatkan kapasitas pengetahuan hukum perangkat adat.

Langkah-langkah ini penting dilakukan agar terjadi harmonisasi, singkronisasi kerja antara aparat penegak hukum dan perangkat adat sebagai penegak nilai-nilai kearifan lokal di masyarakat. Kolaborasi antar institusi ini akan mendorong pencegahan terjadinya kejahatan di masyarakat.

Simpulan

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mencegah terjadinya kejahatan dapat ditempuh melalui pendekatan kearifan lokal. Salah satu kearifan lokal tersebut adalah pesta kampung. Pesta kampung dapat menjadi sarana rekayasa sosial untuk membentuk masyarakat yang sadar hukum untuk tidak melakukan kejahatan. Hal ini disampaikan saat kegiatan penyuluhan hukum “Pencegahan kejahatan melalui pendekatan kearifan lokal di masyarakat buton”. Kegiatan ini mendapatkan respon baik dari peserta penyuluhan hukum yang dalam kegiatan ini masyarakat setuju bahwa kearifan lokal perlu diperkuat sebagai warisan turun temurun dapat dijadikan sarana untuk mencegah terjadinya kejahatan di masyarakat.

References

  1. N. R. Awaliyah, H. Hasriyanti, and M. Maddatuang, “Kearifan Lokal Paseng Ri Ade’ dan Pemberdayaan Masyarakat Adat Karampuang dalam Upaya Pelestarian Hutan,” LaGeografia, vol. 18, no. 3. Fakultas MIPA Universitas Negeri Makassar, p. 221, 2020. doi: 10.35580/lageografia.v18i3.11901.
  2. S. Rukka, “Kearifan Lokal Dan Kesadaran Hukum,” Jurnal Al-Risalah. academia.edu, 2016.
  3. N. Achir and N. F. Elfikri, “Optimalisasi Pemahaman Masyarakat Pesisir Desa Botuboluo Terhadap Kearifan Lokal Melalui Penyuluhan Hukum Adat,” J. Abdidas, 2022.
  4. I. Irmawati, M. Pawennei, and A. Qahar, “Penyelesain Tindak Pidana Ringan Melalui Kearifan Lokal (Hukum Adat) Dalam Sistem Hukum Indonesia,” J. Lex Gen., 2022.
  5. H. Haeruddin, “Ritual Cucurangi pada Masyarakat Pasarwajo Kabupaten Buton,” J. Pendidik. Sej., vol. V, no. 2, pp. 98–105, 2019.
  6. T. Sukmayadi, “Nilai-Nilai Kearifan Lokal Pada Masyarakat Adat Kampung Mahmud Dalam Upaya Penguatan Pendidikan Karakter Bangsa: Kearifan Lokal” Civ. Edu J. Pendidik. Kewarganegaraan, 2018.
  7. M. F. SALIM, “Filsafat Hukum Dalam Pandangan Hukum Adat.” osf.io, 2023.
  8. S. Salam, “Rekonstruksi Paradigma Filsafat Ilmu: Studi Kritis terhadap Ilmu Hukum sebagai Ilmu,” Ekspose J. Penelit. Huk. dan Pendidik., vol. 18, no. 2, pp. 885–896, 2020, doi: 10.30863/ekspose.v18i2.511.
  9. P. Buton, “Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Polres Buton Tahun 2021,” 2021.
  10. R. Handayani and S. H. Idrus, “Tradisi Katoba: Kearifan Lokal Masyarakat Muna Sebagai Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Kota Kendari,” J. Etnireflika. download.garuda.kemdikbud.go.id, 2017.