Educational Management
DOI: 10.21070/ijler.v18i3.927

Character Values Workshop: Implementing Pancasila & Parental Readiness


Workshop Nilai Karakter: Implementasi Pancasila & Kesiapan Orang Tua

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Pancasila Values Educational Independence Parental Participation Local Wisdom Character Education

Abstract

This qualitative descriptive study aims to explore educational independence efforts through free innovation and free thinking, alongside the analysis of parental participation in schools embracing local wisdom. By employing a data-driven approach, this study examines the reports obtained from online reference sources. The findings underscore the significance of character education derived from Indonesia's rich local wisdom. The implementation of local wisdom in everyday life not only ensures its enduring nature but also enables it to adapt to the evolving currents of the times. Furthermore, the study highlights the necessity of integrating local wisdom into state policies and emphasizes the crucial role of parents in instilling Pancasila values during early childhood. The results of this study provide valuable insights for researchers and policymakers seeking to strengthen moral values and address societal shifts in a global context.

Highlights:

  • Revitalizing moral values: Explore the role of educational independence and parental participation in reviving and strengthening Pancasila values.
  • Unveiling local wisdom: Investigate the significance of local wisdom as a source for character education and its relevance in responding to societal changes.
  • Implications for policy and early childhood: Highlight the need for integrating local wisdom into state policies and emphasize the importance of parental involvement in instilling Pancasila values during early childhood.

Keywords:

Pancasila Values, Educational Independence, Parental Participation, Local Wisdom, Character Education.

Pendahuluan

Manusia sangat membutuhkan pendidikan untuk “bertahan hidup” di zaman yang begitu pesat ini agar dapat mengikuti perubahan. Setiap warga Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang sangat layak. Pendidikan di negara Indonesia ini tercantum di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 yang memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi murid supaya menjadi manusia yang bertakwa dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, sehat, kreatif, cakap, serta menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan memiliki jiwa demokratis. Kurikulum sangat dibutuhkan dalam hal ini guna mencapai tujuan pendidikan tersebut. UU No.20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 mengatakan “Untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, kegiatan pembelajaran diselenggarakan menurut seperangkat rencana dan pengaturan isi, tujuan, sumber belajar, dan metodologi [1]. Untuk mempermudah tujuan pendidikan, maka kurikulum diciptakan. Bahkan, kurikulum sering berubah sehingga menimbulkan kebingungan di berbagai bidang dan menimbulkan kesulitan dalam proses pendidikan. Hingga saat ini sering terjadi pergantian kurikulum di Indonesia. Pembangunan karakter merupakan perwujudan dari amanat Pancasila dan pembukaan UUD 1945. Nilai-nilai budaya bangsa mengancam di integrasi bangsa dan menggerogoti kemandirian bangsa. Kurikulum ini dibuat dengan tujuan untuk mempermudah proses pendidikan. Bahkan, kurikulum sering berubah sehingga menimbulkan kebingungan di berbagai bidang dan menimbulkan kesulitan dalam proses pendidikan. Hingga saat ini sering terjadi pergantian kurikulum di negara Indonesia. Pembangunan karakter merupakan perwujudan dari amanat Pancasila dan pembukaan UUD 1945 [2]. Nilai-nilai budaya bangsa mengancam di integrasi bangsa dan menggerogoti kemandirian bangsa.

Kearifan lokal budaya merupakan pandangan hidup dan pengetahuan sosial, serta berbagai strategi kehidupan berupa aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal pada umumnya agar bisa menjawab berbagai persoalan yang berkaitan dengan pemenuhannya. Fenomena sosial yang muncul belakangan ini cukup memprihatinkan. Fenomena kekerasan dalam menyelesaikan masalah tersebar luas. Implementasi kebijakan terjadi di hampir semua tingkatan lembaga. Manipulasi informasi adalah urutan hari ini. Dianggap normal untuk menekankan kehendak satu kelompok dan memaksakannya pada kelompok lain. Hukum sangat begitu waspada terhadap ketidakadilan tetapi buta terhadap keadilan [3]. Nampaknya sifat masyarakat di Indonesia adalah santun dalam berbahasa, dan perilakunya, untuk menilai dapat bisa memecahkan masalah. Kearifan lokal muncul dari komunitas tertentu melalui pengalaman mereka dan tidak dapat dialami oleh komunitas lain. Nilai-nilai ini akan sangat terkait erat dengan komunitas tertentu dan nilai-nilai ini telah banyak berkembang sepanjang keberadaan masyarakat. Kebudayaan manusia yang menjadi wadah gagasan kearifan lokal, aktivitas sosial dan benda-benda. Budaya adalah pengetahuan kolektif sekelompok orang, yang digunakan sebagai cara hidup untuk menginterpretasikan di lingkungan mereka sesuai dengan kegiatan sehari-hari mereka. Kearifan lokal sebagai bentuk sistem informasi yang berkembang di masyarakat dapat dijadikan strategi yang dapat memicu keterlibatan orang tua dalam pembelajaran. Melibatkan orang tua dalam kegiatan sekolah dengan nilai-nilai lokal dapat menjadi jembatan antara orang tua dengan anak usia dini dalam pendidikannya, khususnya dalam pendidikan nilai dan karakter, dimana anak baru mulai membentuk karakter melalui pembentukan moral, agama, sosial dan budaya. Sikap emosional dikembangkan [4].

Dampak positif keterlibatan orang tua terhadap pendidikan anak ditunjukkan ketika guru dan orang tua memahami bentuk, tujuan dan pentingnya keterlibatan orang tua dalam pembelajaran dan pengalaman anak. Bahwa orang tua dapat berpartisipasi dalam pendidikan anak-anaknya. Keterlibatan orang tua anak merupakan faktor kunci dalam meningkatkan prestasi anak dan juga dalam menjaga kematangan intelektual [5]. Guru sebagai identitas penting di sekolah dapat melibatkan orang tua siswa dengan menggunakan nilai-nilai kearifan lokal yang berkembang di masyarakat, karena sekolah dipandang sebagai bagian dari masyarakat dan tidak dapat dipisahkan dari nilai, kepercayaan maupun kebiasaan yang berlaku pada masyarakat yang sudah sejak lama dipraktekkan oleh masyarakat sekitar sekolah. Ketika nilai-nilai kearifan lokal dimasukkan dalam kegiatan sekolah, orang tua merasa lebih nyaman dan dekat untuk mengikuti kegiatan sekolah. Keluarga memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam membangun karakter bangsa dan khususnya dalam keberhasilan membesarkan anak di satuan pendidikannya [6]. Keluarga dan masyarakat sebagai suatu sistem mempunyai peran strategis dalam keberhasilan pendidikan anak di satuan pendidikan. Peran keluarga dan masyarakat dalam mengenalkan pancasila sejak dini masih sangat berharga. Karena nilai moral yang sesungguhnya tidak dapat dipelajari, melainkan harus dibentuk dan ditularkan melalui pembiasaan dan keteladanan.

Metode

Kegiatan Abdimas ini menggunakan metode sosialisai dan workshop kepada mitra sekolah, metode ini memakai pertemuan tatap muka sebagai teknik utama, sehingga nantinya mampu untuk memberikan sebuah edukasi pada sekolah mitra. Pelaksanaan kegiatan pengabdian ini menggunakan metode antara lain sosialisasi dengan teknik penyuluhan dalam bentuk ceramah atau memaparkan materi berupa teori dan video film pendek yang berhubungan dengan tema yang kita ambil, tanya jawab, kreasi, dan permainan. Sebagai agen sosialisasi sekolah memiliki dua fungsi penting dalam proses sosialisasi, yaitu: Memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mengembangkan daya intelektual, agar siswa dapat hidup layak dalam masyarakat [7].

Hasil dan Pembahasan

Pentingnya Pancasila sebagai pendidikan karakter di kehidupan bangsa

Sosialisasi berjalan dengan lancar terdapat 2 sekolah mitra yang menjadi subyek yaitu SDN Candiharjo dan SDN Watesnegoro, seperti materi yang telah disampaikan Nilai-nilai yang terkandung dalam Lima Sila merupakan ideologi yang dianut oleh seluruh penduduk Indonesia sebagai standar hidup yang menahan diri dan kebajikan [8]. Saat ini masyarakat bangsa kita cukup memperihatikan, khususnya di bidang budi pekerti. Dalam Kurikulum Merdeka, tujuan pendidikan adalah untuk bersungguh-sungguh dan ikhlas agar menghasilkan manusia yang tidak hanya berkualitas secara intelektual tetapi juga berkarakter positif, sehingga menjadi sorotan dari berbagai kalangan masyarakat karena pendidikan pada umumnya tidak dianggap serius dalam mendidik generasi muda [9].

Tawuran pelajar, kejadian asusila, vandalisme, kasus kriminalitas pelajar, dan lain-lain adalah beberapa contoh keprihatinan terkait kasus pelajar yang dijadikan sebagai barang bukti. Oleh karena itu, peran orang tua sangat penting dalam mendidik anak-anak mereka dan menanamkan nilai-nilai luhur seperti kearifan lokal dan karakter unggul dalam diri mereka sejak dini [10]. Dalam pendidikan karakter, nilai adalah hasil dari keputusan yang dibuat oleh orang atau masyarakat pada umumnya untuk menilai signifikansi atau nilai dari suatu masalah, konsep, atau perilaku. Mencermati beberapa sudut pandang tersebut di atas, jelaslah bahwa nilai merupakan esensi yang terkait dengan faktor yang sangat menentukan keberadaan manusia. Nilai adalah konsep ideal yang abstrak. Nilai bukanlah realitas, hal-hal konkret, atau hanya masalah pendapat [11].

Tujuan pembinaan karakter adalah membantu peserta didik mengembangkan karakter moral yang kuat yang seimbang dan terpadu untuk memenuhi standar kualifikasi lulusan. Peserta didik harus mampu menambah dan menggunakan ilmunya, mengkaji dan menyerapnya, serta mempersonifikasikan cita-cita, karakter dan akhlak mulia dengan sendirinya sehingga terekspresikan dalam perilaku sehari-hari atau menjadi budaya dengan bantuan pendidikan karakter [12]. Budaya sekolah mengacu pada kualitas, karakter, dan persepsi masyarakat yang khas [13]. Secara umum, tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian peserta didik menjadi manusia yang bermoral, berakhlak mulia, toleran, tangguh, dan berakhlak mulia. Prinsip-prinsip pendidikan karakter yang telah ada.

Pendidikan karakter berdasarkan kearifan lokal pada masa kini

Sekolah Mitra dalam hal setuju bahwa Membangun karakter bangsa berbasis kearifan lokal Karakter sangat penting untuk era modern saat ini, sebagai moral unggul atau akhlak yang dibangun di atas berbagai kebajikan, yang pada gilirannya baru bermakna bila dilandasi oleh nilai-nilai yang berlaku dalam budaya bangsa [14]. Karakter bangsa Indonesia adalah karakter warga negara Indonesia yang didasarkan pada perbuatan yang dianggap baik berdasarkan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat dan bangsa Indonesia. Pancasila sebagai inti karakter bangsa Indonesia memuat lima pilar karakter, yaitu: 1) Transendensi, kesadaran bahwa manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Dari manusia dating dan memiliki hubungan kepada Tuhan [15]. Kesadaran ini juga berarti memahami keberadaan seseorang dan alam untuk berkembang. 2) Humanisasi, setiap orang pada hakekatnya sama di hadapan Tuhan kecuali kesalehan dan ilmu yang memisahkan mereka. Manusia diciptakan sebagai subjek yang memiliki potensi. 3) Keragaman, kesadaran akan banyak perbedaan di dunia. Namun, kemampuan mengambil kesamaan untuk meningkatkan kinerja. 4) Pembebasan, pembebasan dari penindasan sesama manusia. Oleh karena itu tidak ada hak untuk penjajahan manusia. 5) Keadilan, merupakan kunci kesejahteraan. Adil tidak berarti sama, tetapi proporsional [16][17]. Nilai-nilai Pancasila digunakan sebagai parameter tingkah laku pemerintah, masyarakat, dan individu. Pancasila memiliki kedudukan yang jelas dan tegas. Inti dari arahan Pancasila adalah norma dan standar untuk tindakan pemerintah, masyarakat dan individu. Perbuatan manusia dianggap bermoral (etis) atau mempunyai nilai etika apabila memenuhi kriteria pancasila. Oleh karena itu, pembangunan karakter bangsa tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai inti Pancasila.

Kearifan lokal merupakan salah satu jenis sistem informasi yang tumbuh dalam suatu komunitas dan digunakan sebagai taktik untuk mendorong keterlibatan orang tua dalam proses pembelajaran. Hal ini konsisten dengan keyakinan yang diungkapkan oleh Spagnola dan Fiese (2007) bahwa tradisi keluarga dapat berfungsi sebagai penghubung penting dalam menciptakan lingkungan yang ramah antara rumah dan ruang kelas. Aktor-aktor lokal mengembangkan kearifan lokal melalui proses internalisasi dan interpretasi ajaran agama dan budaya yang berulang kali diajarkan sebagai norma dan dijadikan aturan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari [18]. Kearifan lokal merupakan konsep yang meresapi masyarakat, berkembang terus menerus dalam benak masyarakat, dan berkisar dari aspek kehidupan yang sakral hingga profan (bagian dari kehidupan sehari-hari dan bersifat duniawi). Kearifan lokal adalah pengetahuan yang: 1. berdasarkan pengalaman; 2. dicoba dan diuji selama bertahun-tahun digunakan; 3. adaptif dengan budaya masa kini; 4. digunakan oleh orang dan masyarakat secara keseluruhan; 5. dinamis; dan 6. terkait erat dengan sistem kepercayaan [19]. Aturan-aturan yang mengatur hubungan manusia, seperti perkawinan, hubungan manusia dengan alam, seperti hutan adat, hubungan manusia dengan alam gaib, seperti hubungan dengan Tuhan dan roh, merupakan contoh kearifan lokal. Pengetahuan lokal dapat diekspresikan melalui tradisi, institusi, ucapan jenaka, dan peribahasa.

Pengembangan ajaran dan pendidikan yang berbasis kurikulum merdeka

Renovasi yang terjadi di sebagian besar sekolah di Indonesia akan memperbarui sistem pembelajaran yaitu kurikulum merdeka yang sama-sama disosialisasikan. Instrumen yang sangat krusial buat keberhasilan pelaksanaan pembelajaran sekolah pada kurikulum gratis artinya modul pedagogi. Modul pelajaran merupakan bahasa baru buat planning pelajaran, tetapi ada perbedaan penting dalam isi modul pelajaran dan planning pelajaran. Beberapa sekolah telah membuat rencana Aksi Pertama Pendidikan, sebelum memulai pelajaran pertama, poin yang dikumpulkan ialah Tujuan Pembelajaran dan sebuah alur Pembelajaran. Tujuan pengembangan modul ajar sesuai panduan pembelajaran dan penilaian artinya untuk memperkaya serta meningkatakan pembelajaran yang dapat membimbing pengajar dalam melaksanakan sebuah pembelajaran di kelas tertutup dan terbuka. dalam satu hal ini, kurikulum mandiri memberi keleluasaan pada guru buat memperkaya sebuah modul menggunakan dua cara, yaitu guru dapat menentukan atau membarui modul ajar yang disiapkan oleh Dewan dan diubah sesuaikan dengan tipe siswa, dan menyesuaikan modul sinkron menggunakan kebutuhan. Mata pelajaran dan materi. karakteristik siswa.

Sebelum menyusun sebuah modul ajar, guru diharapkan mengetahui seni manajemen pengembangan modul ajar dan memenuhi minimal 2 kondisi, yaitu tugas mengajar sesuai prinsip pembelajaran dan evaluasi kriteria yang ada. Kriteria modul pedagogi kurikulum berdikari diantaranya : 1. Esensial yaitu setiap sebuah topik mempunyai konsep melalui pengalaman belajar dan berbagai mata pelajaran. 2. Menarik dan relevan seseorang guru dapat melibatkan seseorang siswa secara aktif dalam pembelajaran yang berkaitan dengan kemampuan kognitif serta pengalamannya dengan cara yang tidak terlalu kompleks serta tidak terlalu sederhana untuk usianya, 3. Relevan serta kontekstual, yaitu sebuah unsur-unsur kognitif serta pengalaman-pengalaman yang dipersembahkan sebelumnya dan sesuai menggunakan kondisi waktu serta kawasan di mana peserta didik berada, 4. Melanjutkan suatu kegiatan belajar harus memiliki hubungan sesuai dengan belajar peserta didik [20]. ketika membentuk modul ajar, kriteria modul ajar yang dijelaskan di atas harus dijadikan acuan. Selesainya menyebutkan prinsip - prinsip berasal kriteria pada atas, guru wajib menghasilkan modul pengajaran sesuai menggunakan komponen yang sudah ditetapkan sinkron menggunakan kebutuhan. tetapi secara dunia, modul pedagogi mempunyai bagian-bagian sebagai berikut:a. Komponen info awam, b. Komponen Inti, c. Lampiran. Komponen gosip umum mengandung beberapa unsur, yaitu unsur identitas pembuat modul, forum asal serta tahun pembuatan modul pedagogi, jenjang sekolah, kelas, pembagian ketika, 2. Kompetensi awal, yaitu bentuk deklarasi pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki siswa sebelum mempelajari materi, tiga. Profil peserta didik Pancasila. Inilah disparitas kurikulum dari sebelumnya dengan kurikulum mandiri, Profil siswa Pancasila artinya tujuan akhir berasal suatu proses pembelajaran yang berkaitan menggunakan pembentukan berasal karakter siswa. guru dapat merancang profil peserta didik pancasila pada konten atau metode pembelajaran, profil peserta didik pancasila menjadi digunakan sinkron menggunakan kebutuhan siswa dalam proses pembelajaran itu sendiri. Beberapa pilar profil peserta didik Pancasila saling terkait pada semua mata pelajaran serta terlihat jelas dalam materi ataupun isi pembelajaran, pedagogik, aktivitas proyek, serta evaluasi. Setiap modul ajar meliputi satu atau beberapa dimensi profil siswa Pancasila yang telah ditentukan, 4. wahana serta prasarana adalah sarana dan media yang diperlukan guru dan peserta didik buat menunjang sebuah proses pembelajaran di kelas. keliru satu alat yang sangat diharapkan guru serta siswa ialah teknologi. Teknologi bisa digunakan buat pembelajaran yang lebih bermakna, 5. target peserta didik. target siswa bisa dilihat dari psikologi siswa itu sendiri sebelum memulai pembelajaran [21]. pengajar bisa menghasilkan modul ajar sesuai dengan kategori siswa serta bisa memfasilitasinya supaya proses pembelajaran berjalan dengan baik.

Secara umum, setidaknya ada 3 kategori peserta didik, antara lain digunakan Sebuah siswa reguler: Karakter tersebut tidak mengalami kesulitan dalam memahami subjek, b. siswa menggunakan kesulitan belajar: siswa ini memiliki dilema fisik serta mental di mana mereka tidak bisa berkonsentrasi buat saat yang usang, tak memahami materi pengajaran, kurang percaya diri, dan lain-lain. peserta didik berprestasi: siswa-siswa ini dihargai sebagai pembelajar cepat, pemikir kritis dan pemimpin. 6. contoh Pembelajaran. contoh pembelajaran kurikulum berdikari bersifat serbaguna dan bisa menggunakan model pembelajaran yg sesuai dengan materi dan kelas. keliru satu model pembelajaran yang dapat digunakan ialah sintak dari 5 contoh pembelajaran tersebut supaya pembelajaran menjadi lebih bermakna. Komponen inti modul pengajaran ialah tujuan pembelajaran, penilaian, pemahaman makna, bertanya, kegiatan pembelajaran serta refleksi peserta didik dan guru. 1. yang akan terjadi belajar akibat belajar wajib mencerminkan utama-pokok pembelajaran yang krusial serta dapat diuji melalui berbagai jenis ujian menjadi bentuk pemahaman siswa. Tujuan pembelajaran ini terdiri dari asal alur isi akibat belajar serta alur tujuan pembelajaran. Hal ini memilih aktivitas pembelajaran, sumber yang digunakan, kesesuaian siswa yang tidak selaras serta teknik penilaian yang digunakan Bentuk tujuan pembelajaran jua tidak selaras dengan ranah kognitif yang mencakup keterangan dan info, prosedural, pemahaman konseptual, akal budi kritis dan penalaran, dan tingkat komunikasi. dua. Pemahaman yang Bermakna Pemahaman yang bermakna, yang menggambarkan proses pembelajaran, bukan hanya sekadar menghafal konsep atau kenyataan, namun diperlukan kegiatan penerapan buat menghubungkan konsep-konsep tersebut menjadi pemahaman yg baik, sehingga konsep yang digambar sang guru mempengaruhi perilaku siswa. siswa. bisa mempengaruhi tiga. Pemicu Pertanyaan guru bisa mengajukan pertanyaan pada peserta didik Modul pengajaran membangkitkan kecerdasan mulut, haus akan pengetahuan, memulai dialog antar teman atau pengajar serta memulai observasi. penekanan di mengajukan pertanyaan pada bentuk istilah tanya terbuka, seperti apa, bagaimana, mengapa 4. aktivitas Pembelajaran kegiatan ini mencakup skenario pembelajaran di pada kelas maupun pada luar kelas. aktivitas ini mempunyai urutan yang sistematis yang bisa dimasukkan ke pada pilihan pembelajaran atau cara lain pembelajaran sesuai menggunakan kebutuhan belajar siswa tetapi tetap pada ketika yang direncanakan. Tahapan pembelajaran yaitu pendahuluan, inti serta kesimpulan, sesuai metode pembelajaran aktif. lima.

evaluasi mirip diketahui, kurikulum berdikari mengajarkan buat merencanakan penilaian pada 3 kategori, yaitu penilaian diagnostik, penilaian formatif, dan evaluasi sumatif. Hal ini dipergunakan buat mengukur hasil belajar di akhir aktivitas pembelajaran. Sebelum pembelajaran, wajib dilakukan evaluasi diagnostik dengan mengklasifikasikan syarat siswa asal perspektif psikologis serta kognitif. evaluasi formatif berlangsung selama proses pembelajaran. waktu penilaian sumatif dilakukan pada akhir pembelajaran. banyak sekali bentuk evaluasi termasuk mis. (1) Attitude, evaluasi ini dapat berupa observasi, self assessment, peer assessment serta anecdote, (dua) Achievement, penilaian ini berupa akibat belajar keterampilan/psikomotor berupa drama, performance, marketing day, dll. serta (3) Tertulis penilaian ini berupa tes tertulis objektif, esai, tes pilihan ganda, tes Asia serta lain-lain. pengajar dapat berkreasi dalam menghasilkan evaluasi bagi siswa. 6. Peningkatan dan Pengayaan kedua pengalaman belajar ini bisa diberikan kepada peserta didik berprestasi dan siswa yang membutuhkan bimbingan pada tahu materi. guru mungkin berhati-hati buat membedakan lembar kerja antara siswa yang menerima pengayaan serta peserta didik yang mendapatkan bantuan.

Langkah terakhir ialah lampiran yang berisi lembar kerja peserta didik, pengayaan serta bacaan remedial buat pengajar dan siswa, kosa kata serta bibliograf. tidak seluruh komponen di atas wajib dicantumkan dalam modul ajar dan dikembalikan pada satuan pendidikan yang mempunyai kebebasan merancang serta berbagi modul sesuai menggunakan syarat lingkungan belajar dan kebutuhan peserta didik.

Implementasi pancasila sebagai nilai karakter pada kurikulum merdeka

Keinginan dari kompetensi peserta didik abad 21 adalah tumbuh menjadi manusia yang unggul dan produktif serta menjadi warga negara yang demokratis sehingga dapat berpartisipasi dalam pembangunan global yang berkelanjutan dan juga memiliki semangat yang kuat untuk menghadapi segala tantangan zaman. Perlu dicatat bahwa 21st Century Nations Challenges lebih fokus pada pembelajaran yang mempersiapkan siswa menghadapi Revolusi Industri Abad 21. Pancasila sebagai realitas akan selalu ada selama bangsa Indonesia masih ada. Situasinya seperti bersembunyi dari cahaya. Kita tinggal mendalami saja untuk menemukan penjelasan tentang Pancasila yang bersemayam dalam jiwa bangsa Indonesia. Oleh karena itu, nilai-nilai yang hidup dalam jiwa bangsa Indonesia membutuhkan penyelaman, pendalaman atau penggalian, baik mekar maupun kering. Nilai-nilai yang bukan jargon, slogan, meme, poster, spanduk atau kampanye, tetapi benar-benar hidup dalam realita [22]. Dengan terciptanya profil siswa yang pancasila, diharapkan siswa mampu mengembangkan nilai-nilai karakternya sedemikian rupa sehingga muncul dan timbul sifat-sifat baik pada diri siswa. Dimensi kunci meliputi enam kompetensi yaitu Iman, Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berakhlak Mulia, Kerjasama, Kemandirian, Berpikir Kritis dan Kreatif. Keenam dimensi tersebut saling berhubungan dan saling menguatkan.

Nilai yang terkandung dalam pancasila berarti refleksi, yaitu. Aktivitas manusia yang menghubungkan sesuatu dengan sesuatu untuk mengambil keputusan. Penilaian nilai mengacu pada unsur-unsur dalam diri seseorang, yaitu. Tubuh, cipta, rasa, karsa dan keyakinan. Penilaian nilai dapat berarti bermanfaat atau tidak bermanfaat, benar atau salah, baik atau tidak baik, dan religius atau tidak religius. Sesuatu bernilai jika sesuatu itu bermanfaat, benar (nilai kebenaran), indah (nilai estetika), baik (nilai moral atau etika), religius (nilai religi). Memahami, mengamalkan dan melaksanakan nilai-nilai pancasila. Bagi yang berkecimpung dalam pelayanan, karena faktor terpenting yang mengajarkan pengamalan pentingnya nilai-nilai pancasila adalah agar peserta didik mengikuti apa yang diajarkan atau dilihat di lingkungan, dan di lingkungan keluarga, di sekolah dan juga di lingkungan sosial [23].

Demikian pula dari pemahaman alinea keempat (IV) pembukaan UUD 1945, pengertian Pancasila sebagai dasar negara sangat jelas. Dalam pembukaan UUD 1945 diramalkan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih dan Pancasila sebagai dasar dan arah untuk menyelenggarakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila memiliki peran dan kedudukan yang sangat tinggi dalam kehidupan bernegara sebagai penggagas semangat nasionalisme dan patriotik serta sebagai penyaring ideologi lain. Setiap keputusan atau tindakan warga negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Nilai-nilai Pancasila antara perintah pertama dan terakhir memiliki hubungan yang sangat sistematis yang menunjukkan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Simpulan

Kegiatan sosialisasi pada sekolah mitra berjalan dengan baik dimana kedua sekolah mitra setuju mengenai Tujuan pendidikan pada kurikulum merdeka saat ini adalah mampu membentuk kepribadian peserta didik menjadi manusia yang berakhlak mulia, toleran, dan tangguh. 18 cita-cita yang dituangkan dalam rencana pendidikan karakter KM adalah: religius, jujur, toleran, disiplin, dan mampu bekerja keras; kreatif, mandiri; dan demokratis. Bahwa nilainilai kehidupan, termasuk yang terdapat dalam nilai-nilai moral, nilai-nilai kebaikan, nilai-nilai agama, dan nilai-nilai kemasyarakatan, harus diajarkan. Penggunaan informasi yang benar oleh siswa adalah tujuan utama dari pendidikan karakter. Nilai Pendidikan Karakter Nilai adalah hasil keputusan yang dibuat oleh individu atau masyarakat pada umumnya untuk menilai signifikansi atau nilai dari suatu masalah, ide, atau perilaku. Nilai menjadi standar permanen yang tidak berubah.

Dalam kegiatan sosialisasi juga disampaikan dan menanggapi contoh-contoh buruk dari orang yang lebih dewasa, Misalnya budaya telat, tidak sabar, merokok, dan istilah-istilah lain yang sejenis. Pendidikan karakter juga memiliki kemampuan untuk menjelaskan konsep-konsep penting agar siswa memahami bagaimana berperilaku dengan tepat di bawah tekanan berdasarkan privasinya sendiri dan bukan di tempat lain. Oleh karena itu, guru hanya membahas mana yang baik dan mana yang buruk sambil menekankan pentingnya bahan ajar yang berhubungan dan mendorong pembelajaran tentang kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan guru menekankan pentingnya bahan ajar yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, baik di kelas maupun di kehidupan nyata. mengedepankan cara hidup bernegara dan bangsa. Karena itu diharapkan perempuan memiliki keyakinan pribadi yang sejalan dengan hukum pancasila bagi perempuan.

Nilai-nilai lokal dapat berfungsi sebagai penghubung antara pendidikan orang tua dan anak usia dini, khususnya di bidang pendidikan nilai dan karakter, di mana anak usia dini baru mulai membentuk kepribadiannya melalui pengembangan sikap moral, agama, sosial, dan emosional. Sebagai hasil dari kegiatan keagamaan (Tahlil, Istighosah, Maulid, Isra' Mi'raj), gotong royong, Ikatan Wali Santri dan Ngalap Berkah untuk eksis, kegiatan seperti penerapan kearifan lokal sekolah untuk mendorong keterlibatan orang tua dalam pembelajaran anak di rumah dan di sekolah. Mayoritas satuan pendidikan pada semua jenjang saat ini menggunakan kurikulum pembelajaran mandiri. Pengembangan modul pembelajaran yang dahulu dikenal dengan RPP merupakan salah satu perbedaan antara kurikulum mandiri dengan kurikulum sebelumnya (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran).

References

  1. S. Haryati, "Pendidikan Karakter Dalam Kurikulum 2013," character, education, curriculum, 2013.
  2. H. Rahma, "Nilai_Nilai Dalam Pendidikan Karakter Bangsa Yang Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945," Nilai Pendidikan Karakter Pancasila UUD 1945, vol. 1, no. 1, pp. 2337-9480, 2012.
  3. I. Arianto, "Peran Guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Dalam Upaya Pembentukan Karakter Peserta Didik," vol. 1, no. 2, pp. 2337-5205, 2013.
  4. M. Sudaryanto, W. Widayati, and R. Amalia, "Konsep Merdeka Belajar-Kampus Merdeka dan Aplikasinya dalam Pendidikan Bahasa (dan Sastra) Indonesia," Kode: Jurnal Bahasa, vol. 9, no. 2, pp. 78-93, 2020.
  5. M. Suryaman, "Orientasi Pengembangan Kurikulum Merdeka Belajar," in Seminar Nasional Pendidikan Bahasa Dan Sastra, 2020.
  6. S. Susetyo, "Permasalahan Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Bengkulu," in Prosiding Seminar Daring Nasional: Pengembangan Kurikulum Merdeka Belajar, vol. 1, no. 1, pp. 29-43, 2020.
  7. S. Suwandi, "Pengembangan Kurikulum Program Studi Pendidikan Bahasa (dan Sastra) Indonesia yang Responsif terhadap Kebijakan Merdeka Belajar-KampusMerdeka dan KebutuhanPembelajaran Abad ke-21," in Prosiding Seminar Daring Nasional: Pengembangan Kurikulum Merdeka Belajar, 2020.
  8. M. Tohir, "Merdeka Belajar," 2019.
  9. M. Tohir, "Merdeka Belajar: Kampus Merdeka," 2020.
  10. F. R. R. Wahdani and H. Burhanuddin, "Pendidikan Keluarga Di Era Merdeka Belajar," Al-Aufa: Jurnal Pendidikan Dan Kajian Keislaman, vol. 2, no. 1, 2020.
  11. A. Widiyono, S. Irfana, and K. Firdausia, "Implementasi Merdeka Belajar Melalui Kampus Mengaja Perintis Di Sekolah Dasar," Metodik Didaktik: Jurnal Pendidikan Ke-SD-An, vol. 16, no. 2, pp. 102-107, 2021.
  12. T. Widodo, D. Samad, M. Kosim, S. Fajri, and F. F. Duski, "Mardeka Belajar dalam Perspektif Pendidikan Keluarga," RedWhitepress, 2020.
  13. T. Widodo, D. Samad, M. Kosim, S. Fajri, and F. F. Duski, "Mardeka Belajar dalam Perspektif Pendidikan Keluarga," RedWhitepress, 2020.
  14. M. Alfian, "Potensi Kearifan Lokal dalam Pembentukan Jati Diri Karakter Bangsa," in Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika Surakarta FKIP UNS, Prosiding The 5th International Conference on Indonesian Studies: "Ethnicity and Globalization," Jakarta: FIPB UI, 2013.
  15. N. Asriati, "Mengembangkan Karakter Peserta Didik Berbasis Kearifan Lokal Melalui Pembelajaran di Sekolah," Jurnal Pendidikan Sosiologi dan Humaniora, vol. 2, no. III, 2012.
  16. U. Fajarini, "Peranan Kearifan Lokal dalam Pendidikan Karakter," Jurnal Sosio Didaktika, vol. 1, no. 2, Dec. 2014.
  17. S. Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: RinekaCipta, 2003.
  18. Kemendikbud, "Penguatan Pembelajaran Nilai Pancasila," Jakarta: Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2019.
  19. "Permendikbud Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan."
  20. P. Bhagaskoro, R. Utungga Pasopati, and S. Syarifuddin, "Pancasila Dalam Interaksi Kearifan Lokal Dan Ideologi Transnasional," J. Inov. Ilmu Sos. dan Polit., vol. 1, no. 2, p. 112, 2019, doi: 10.33474/jisop.v1i2.4806.
  21. Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2013.
  22. Z. Darmiyati, "Pendidikan Karakter: Grand Design dan Nilai-nilai Target," Yogyakarta: UNY Press, 2009.
  23. Z. Darmiyati and Muhsinatun, "Pengembangan Model Pendidikan Karakter Terintegrasi Dalam Pembelajaran Bidang Studi Di Sekolah Dasar," e-jurnal Cakrawala Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, 2010.