Recent Cases
DOI: 10.21070/ijler.v17i0.771

Regulatory Compliance for Protecting Land Plot Buyers in Sidoarjo: Implications for Legal Action and Buyer Protection


Kepatuhan terhadap Peraturan untuk Melindungi Pembeli Tanah Kavling di Sidoarjo: Implikasi terhadap Tindakan Hukum dan Perlindungan Pembeli

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Protection Buyer Land Plots

Abstract

This study employs a normative approach to investigate the legal protection for buyers of land plots located in Sidoarjo under Regulation number 59 of 2018. The deductive approach is utilized to prove the truth of the statement that protection for the sale and purchase of land plots can be canceled if not in compliance with the Sidoarjo regulation. The findings reveal that buyers of the land plot can seek legal protection if there are any discrepancies with the regulation. The study concludes that buyers of land plots in Sidoarjo can claim their rights and protection under the Regent's Regulation if there are any issues during the buying and selling process. The study also emphasizes the need to adhere to the regulations to ensure the protection of buyers of land plots.

Highlights:

  1. The study employs a normative approach to investigate legal protection for buyers of land plots in Sidoarjo under Regulation number 59 of 2018.
  2. Buyers can seek legal protection if there are any discrepancies with the regulation during the buying and selling process.
  3. Adhering to the regulations is crucial to ensure the protection of buyers of land plots in Sidoarjo.

 

 

Pendahuluan

Indonesia merupakan negara kesatuan yang memiliki beribu-ribu pulau yang dipisahkan oleh selat dan laut. Bentuk negara kepualauan ini sudah ditetapkan pada United Nation Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) yang mana telah disahkan pada 10 Desember 1982, untuk lebih lanjut hal ini telah ada pada Undang-Undang Nomor 17 tahun 1985. Berdasarkan kemajemukan tersebut tidak dipungkiri bahwa tanah disuatu wilayah dapat menjadi sesuatu yang fundamental untuk terciptanya pembangunan dengan tujuan untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan bagi masyarakat [1]. Hal ini disebabkan karena tanah mengandung makna multidimensional yang secara ekonomi dapat dijual belikan dan digunakan untuk kesejahteraan pemiliknya, dimana faktor pertama adalah faktor ekonomi yaitu tanah merupakan sarana untuk terlaksananya produksi yang dapat memberikan manfaat kesejahteraan, Faktor kedua yaitu secara politis tanah dapat memberikan posisi seseorang di dalam bermasyarakat. Faktor ketiga yaitu dari segi kapital budaya yang mana dapat menentukan kedudukan status sosial bagi pemilik tanah. Faktor yang terakhir yaitu faktor sakral, dimana setiap orang pada akhirnya akan kembali ke dalam tanah [2]. Selain itu, tanah tidak saja sebagai tempat bermukim, tempat untuk bertani, tetapi juga dipakai sebagai jaminan mendapatkan pinjaman bank, untuk keperluan jual beli dan sewa menyewa [3].

Kemakmuran rakyat harus menjadi tujuan utama dalam pemanfaatan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang di Indonesia. Seperti yang tercantum dalam UUD 1945 dalam pasal 33 ayat (3) menyatakan bila “Bumi,air,ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat.” Berdasarkan perundang-undangan tersebut, peraturan mengenai pertanahan di Indonesia perlu adanya planning yang baik dalam hal lahan dan pembangunan rumah untuk kepentingan hidup rakyat. Hal ini dikarenakan peningkatan kebutuhan tanah dan rumah yang sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, jumlah badan usaha, dan kebutuhan lain yang berkaitan dengan tanah.

Salah satu solusinya yaitu penyediaan tanah kavling dimana hal ini dapat menjadi pilihan bagi kesedian lahan yang tidak terlalu luas di daerah-daerah tertentu. Dimana tanah kavling merupakan sebidang tanah yang mana ukuran dan bentuknya telah ditentukan oleh pengembang sebagai koordinator tanah kavling dan konsumen sebagai pihak pembeli, hali ini tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 yang membahas mengenai Perumahan dan Pemukiman [4]. Salah satu daerah di Indonesia yang telah menerapkan jual beli tanah kavling tersebut yaitu Kabupaten Sidoarjo yang mana menurut Soedarso kabupaten ini memiliki arah pembangunan menuju kawasan industry [5]. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan lahan pemukiman bagi masyarakat penerapan pembangunan perumahan dalam bentuk kavling adalah pilihan utama bagi masyarakat yang ingin bermukim di Sidoarjo.

Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan saat ini adalah penelitian normatif, yaitu dengan cara mengkaji berbagai aturan hukum yang bersifat formal seperti Undang-Undang, Peraturan Gubernur, KUH Perdata serta literatul yang berisi konsep konsep teoritis yang dihubungkan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan meneliti bahan daftar Pustaka atau data sekunder, penelitian ini disebut sebagai doktrial,penelitian hukum normatif ialah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum,prinsip prinsip hukum,maupun doktrin doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.

Pendekatan ini digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang undangan. Pendekatan perundang undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang ditangani.

Pendekatan masalah sebagai dasar untuk melakukan penelitian terhadap suatu masalah. Dalam mengemukakan permasalahan, penulis menggunakan Pendekatan perundang-undangan atau yang sering disebut dengan statute approach, dimana penulis mengutamakan bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan yang menjadi acuan dalam melakukan penelitian. Pendekatan ini juga dilakukan untuk menelaah peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan isu hukum yang sedang dihadapi.

Berikut merupakan bahan hukum yang digunakan penulis untuk mengumpulkan data pada penelitian ini, diantaranya ada bahan hukum primer, antara lain:

  1. Undang Undang nomor 4 tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman
  2. Perundang undangan Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman dan Peraturan Bupati Sidoarjo.
  3. Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 59 Tahun 2018 tentang tentang Ketentuan Rencana Tapak (Site Plan).
  4. Buku Ambarita, S., Subiyanto, S., Yuwono, B.D., 2016. Analisis Perubahan Zona Nilai Tanah Berdasarkan Harga Pasar untuk Menentukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). J. Gedesi Undip 5, 159–167.

Analisa merupakan proses sederhana yang digunakan untuk lebih mempermudah pembaca untuk menemukan jawaban atas isu hukum dari permasalahan yang diangkat oleh penulis. Dalam penelitian ini, analisa yang digunakan penulis yaitu metode deduksi dimana analisa tersebut dilakukan dengan cara menyimpulkan pengetahuan mengenai suatu ajaran yang benar. Sehingga kesimpulan yang dihasilkan akan ditujukan untuk sesuatu yang bersifat khusus..

Hasil dan Pembahasan

A. Praktek Jual Beli Tanah Kavling di Kabupaten Sidoarjo

Sidoarjo merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang memiliki aturan tersendiri dalam pengurusan tanah kavling. Peraturan tersebut dilatar belakangi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 pasal 146 yaitu bahwa tanah kavling dapat jual apabila telah terdapat bangunan diatasnya[6]. Sehingga terbentuk Peraturan Bupati Nomor 59 Tahun 2018 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Persetujuan Rencana Tapak (Site Plan)[7]. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Ari Suryono yaitu Kepala Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sidoarjo dalam koran Jawapost tahun 2019 yang menyatakan bahwa penjualan tanah kavling saja di Sidoarjo tidak diperbolehkan. Akan tetapi, pada prakteknya masih banyak pihak penjual atau pengembang yang melakukan kecurangan atau penipuan dalam hal prosedur jual beli.

1. Jual Beli Kavling Melalui Pengembang

Pengembang adalah perusahaan swasta yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk menggunakan dan mengelola tanah tertentu untuk membangun rumah secara langsung atau menjualnya kepada masyarakat dalam bentuk tanah siap bangun. Hak guna bangunan, yaitu hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah pihak ketiga yang dapat diperpanjang dalam waktu 20 tahun dalam jangka waktu 30 tahun (Pasal 35 UUPA). Dalam hal ini, pengusaha harus memiliki akta pendirian perusahaan, NPWP, dan menjadi anggota Real Estate Indonesia (REI) untuk mendapatkan izin usaha perumahan.

Setelah menerima tanah, pengembang mengintegrasikan berbagai sertifikat hak atas tanah bebas pajak ke dalam satu surat dengan sertifikat Hakugna Bangnan (HGB). Sertifikat ini nantinya akan membagi tanah menjadi kavling-kavling kecil (kavling). Derivatif dijual secara publik.

Kepemilikan atas tanah ini dapat diperoleh dengan kepemilikan sederhana dengan mengajukan persyaratan yang telah ditetapkan oleh pengembang yaitu dengan mengisi formulir yang berisi surat perintah pembelian berupa lokasi tanah, luas tanah dan kenaikan harga tanah. Setelah pesanan selesai sepenuhnya dan persyaratan dipenuhi, pengembang atau pembangun akan mengadakan kontrak penjualan real estat dengan konsumen tanpa kehadiran pejabat yang berwenang atau notaris.

2. Jual Beli Kavling Melalui Pemilik Tanah

Tidak hanya pengembang tetapi juga pemilik tanah (pembeli) dapat membeli dan menjual sesuai dengan permintaan konsumen.Berdasarkan pengalaman kasus yang ada di Sidoarjo pada tahun 2020 didaerah Tulangan Sidoarjo terdapat penjualan tanah kavling yang mana tanah tersebut masih berupa tanah hijau dalam hal ini pembeli tanah kavling yang sudah lunas dalam pembelian tidak dapat memiliki sertifikat hak milik dikarenakan bertentangan dengan aturan Bupati ( Nomor 59 ) yang mana menyebutkan bahwa "tidak dizinkan menjual tanah hijau sebagai tanah kavling." Dalam kasus ini kurangnya pengentahuan oleh pembeli bahwa tanah hijau tidak dapat dijual belikan dalam bentuk kavling [8].

B. Perlindungan Hukum Pembeli Tanah Kavling di Kabupaten Sidoarjo

a. Hukum Preventif Pembeli Tanah Kavling

Penyusunan peraturan perundang-undangan merupakan bentuk perlindungan hukum preventif karena bertujuan untuk menghindari konflik. Sesuai dengan Pasal 24, Pasal 37 (1) Surat Keputusan Pendaftaran Tanah 1997, pemindahan hak atas tanah harus dilakukan oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik dengan penjualan, hibah atau warisan, di samping lelang. tidak menjadi. Hal ini menjadi bukti untuk kepentingan pendaftaran tanah dan membantu mengurangi resiko perselisihan dimana suatu kontrak jual beli mengenai kebenaran suatu proses dipersengketakan oleh salah satu pihak dan untuk mengamankan kepentingan para pihak. Bukan default, dan pemilik tanah baru juga dapat memperbarui data kepemilikan tanah dan menjualnya kembali kepada orang lain. Perlindungan hukum yang represif membantu penyelesaian sengketa. Jika salah satu dari mereka wanprestasi setelah kontrak ditandatangani. Perlindungan hukum preventif para pihak juga termasuk dalam KUHPerdata. Perlindungan hukum dari kontrak di bawah tangan hanya Pasal 1338 KUHPerdata, dan semua kontrak yang dibuat secara hukum berlaku sebagai hukum bagi mereka yang menandatanganinya. Kontrak yang dibuat hanya dapat dibatalkan dengan persetujuan kedua belah pihak atau dengan alasan yang sah secara hukum.

b. Hukum Represif

Perlindungan hukum yang represif dapat diperoleh dengan mengajukan gugatan ke pengadilan kepada salah satu pihak bahwa pihak lain merasa didiskriminasi karena tidak bertindak. Namun, ketika menyelesaikan kemungkinan perselisihan antara satu pihak dan pihak ketiga, tidak hanya untuk menyelesaikannya melalui pengadilan. Penyelesaian konflik dilakukan dengan cara: [9]

  1. Musyawarah, adalah upaya negosiasi konflik dimana kedua belah pihak dipertemukan di luar pengadilan untuk mecapai kesepakatan yang “win-win solution”. Musyarawarah biasanya dilakukan dan disaksikan serta dipimpin oleh tokoh masyarakat atau orang yang dihormati keputusannya oleh masyarakat setempat yang bersifat netral dimana sengketa terjadi;
  2. Sidang pengadilan. Pengadilan yang bersangkutan adalah pengadilan umum yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan perdata sesuai dengan ketentuan undang-undang, menurut Pasal 25 (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Peradilan. Namun, sebelum persidangan, Putusan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang tata cara mediasi pengadilan menetapkan bahwa para pihak dalam persidangan perdata yang diadakan pada hari sidang pertama harus melakukan mediasi sawah. Mediasi akan dilakukan agar para pihak dapat menyelesaikan sengketa secara damai.
  3. Arbitrase, atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan negara, yaitu melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Berdasarkan ketentuan umum Pasal 30, Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Arbitrase Tahun 1999 dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, arbitrase menyelesaikan sengketa perdata di luar pengadilan umum berdasarkan perjanjian arbitrase tertulis antara para pihak yang bersengketa [10]. Perjanjian arbitrase adalah perjanjian yang berupa klausula arbitrase yang tertuang dalam perjanjian tertulis yang dibuat oleh para pihak sebelum terjadinya sengketa.

Kesimpulan

Pada praktek jual beli atas tanah kavling di Sidoarjo terdapat perbedaan dengan daerah lain di Indonesia yang terletak pada Peraturan Bupati Nomor 59 tahun 2018 yang berfokus pada syarat untuk membangun tanah kavling dengan site plan yang diatur berdasarkan jenis bangunan yang akan dibangun berupa perumahan atau non-perumahan yang menentukan proses jual beli dapat dilanjutkan kepada tahap Akta Jual Beli dan pembuatan Sertifikat Hak Milik.Perlindungan hukum terhadap pembeli tanah kavling dapat dilakukan apabila telah terjadi Ikatan Jual Beli (IJB) di depan Notaris PPAT yang sesuia dengan Undang-Undang Hukum Perdata. Dapat dilakukan pengajuan gugatan ke Pengadilan Negeri atas dasar wanprestasi yang dilakukan oleh pihak pengembang (developer). Apabila perjanjian dilakukan di bawah tangan maka proses pengajuan gugatan perlu disertakan bukti-bukti otentik yang dapat memperkuat perjanjian karena tidak dilakukan sesuai Undang-Undang Hukum Perdata sehingga proses untuk memperoleh perlindungan hukum tidak bisa langsung didapatkan oleh pembeli.

References

  1. J. Christanto, "Ruang Lingkup Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan," Konserv. Sumber Daya Alam, pp. 1-29, 2014.
  2. H. Nugroho, "Menggugat Kekuasaan Negara," 2001.
  3. Yustina, "Prosedur Memperoleh Sertifikat Atas Tanah dan Kepastian Hukumnya Menurut Undang-Undang Pokok Agraria," 2005.
  4. ___, "Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Pemukiman," 1992.
  5. W.N. Fitri, S. Sjamsuddin, and Hermawan, "Evaluasi Perda RTRW Kabupaten Sidoarjo Terhadap Penataan Pembangunan Penggolongan Kawasan Industri," J. Adminstrasi Publik, vol. 2, pp. 499-505, 2009.
  6. ___, "Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman dan Peraturan Bupati Sidoarjo," 2011.
  7. ___, "Peraturan Bupati Nomor 59 tahun 2018 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Persetujuan Rencana Tapak (Site Plan)," 2018.
  8. Hasaluddin, "Puluhan User Tanah Kavling Bambu Kuning Tuntut Pengembalian Uang Pembelian," Republik Jatim, 2020. [Online]. Available: https://www.republikjatim.com/baca/puluhan-user-tanah-kavling-bambu-kuning-tuntut-pengembalian-uang-pembelian. [Accessed: Mar. 16, 2023].
  9. ___, "Keputusan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Mediasi Pengadilan," 2016.
  10. ___, "Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa," 1999.