Labor Law
DOI: 10.21070/ijler.v15i0.765

Legal Protection of the Rights of Women Workers in Sidoarjo Regency


Perlindungan Hukum Hak Pekerja Perempuan Di Kabupaten Sidoarjo

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Worker Protection Female Workers Implementation of Legislation

Abstract

Increased economic growth and the number of new industries resulted in the expansion of employment opportunities for both men and women, and did not prioritize job skills requirements that specifically attracted women to work. In modern times, female workers are more dominant than male workers. Workers should get legal protection to guarantee and protect their rights as workers. Workers' protection itself is regulated in Law No. 13 of 2003 which was changed to Law No. 11 of 2021 on Job Creation. The Sidoarjo regional government should monitor and supervise the implementation of laws that protect the rights of women workers in Sidoarjo so that it can be known and assessed whether the implementation of the applicable laws is appropriate or not, and efforts can be made to increase legal protection if it is not appropriate.

Pendahuluan

Pekerja sudah seharusnya memiliki perlindungan hukum guna menjamin dan terpenuhinya Haknya dalam bekerja, serta agar tidak terjadi suatu kejadian diskriminasi atas dasar apapun, seperti perbedaan gender atau jenis kelamin. Perlindungan hukum tersebut dibuat agar tenaga kerja mendapatkan kesejahteraan, akan tetapi, dengan tetap memperhatikan kepentingan usaha dan perkembangan dunia usaha yang semakin maju.

Pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat dan banyaknya industri – industri baru yang bermunculan membuat terjadinya peningkatan peluasan lowongan kerja dengan tidak mengutamakan syarat keterampilan khusus bagi Laki - Laki maupun Perempuan dengan imbalan gaji yang pantas, membuat para Perempuan tertarik untuk bekerja.

Pada zaman modern ini pekerjaan tidak hanya didominasi oleh kaum Laki – Laki, akan tetapi pekerja Perempuan yang lebih mendominasi bahkan disambi dengan menjadi ibu rumah tangga agar dapat membantu perekonomian keluarga dalam segala aspek. Dengan bekerja di Pabrik, Industri Rumahan dan lain sebagainya. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Pekerja Perempuan mengalami pertumbuhan pada tahun 2018-2019. Tercatat pada tahun 2018 pekerja Perempuan berjumlah 47,95 juta orang, dan pada tahun 2019 mengalami peningkatan berjumlah 48,75 juta orang. Akan tetapi, keseimbangan pada total pekerjaan perempuan mengalami penuruan sebagai berikut, yang awalnya 38,66% pada 2018 menjadi 38,53% pada 2019.[1] Berdasarkan data tersebut dapat disimpulakan bahwa Pengusaha sendiri telah mengalami pembebanan tugas untuk mewujudkan terciptanya perlindungan terhadap pekerja Perempuan, sebagaiamana yang telah diatur pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep.224/Men/2003. Kewajiban yang harus dipenuhi adalah:

  1. Diwajibkan bagi pengusaha untuk mempekerjakan petugas kesalamatan di tempat kerja guna memastikan bahwa pekerja perempuan dilindungi dalam segala bentuk aktivitas asusila ditempat kerja.
  2. Tersedianya kendaraan antar jemput bagi perempuan yang bekerja antara Pukul 23.00 malam hingga pukul 05.00 pagi
  3. Memberikan makanan dan minum yang bergizi dengan minimal 1.400 Kalori.
  4. Terdapatnya fasilitas WC/kamar mandi layak pakai dan sebisa mungkin terdapat kamar mandi Perempuan dan Laki – laki yang terpisah dengan pencahayaan lampu yang seterang dan senyaman mungkin.[2]

Pekerja Perempuan memiliki kategori usia, tidak hanya Perempuan yang sudah berusia dewasa, akan tetapi, Perempuan yang seharusnya masih belajar dan bersekolah memilih untuk bekerja karena tuntutan ekonomi atau suatu hal pribadi. Oleh karena itu, Pemerintah serta Masyarakat telah memberikan perhatian dengan menerapkan beberapa peraturan antara lain adanya larangan dan kelonggaran untuk Perempuan secara garis besar ialah Kerja pada Jam malam, Cuti hamil, dan pada saat Menstruasi.

Akan tetapi, realitanya banyak pekerja perempuan yang belum mendapatkan hak – haknya di karenakan masih adanya diskriminasi jenis kelamin serta hak – hak perempuan yang belum terpenuhi, misalnya, tidak mendapatkan makanan yang sehat dengan sekurang – kurangnya 1.400 Kalori dan hanya diberikan berupa uang makan, tidak adanya kendaraan guna antar jemput bagi pekerja perempuan yang bekerja diantara jam 23.00 – 07.00 sehingga keamanan tidak terjamin. Tidak memperoleh cuti haid dan hanya diberikan fasilitas sebuah ruangan khusus, saat mengalami masa haid, serta, hanya diperbolehkan cuti hamil 1,5 bulan dan pasca melahirkan 1,5 bulan itupun tidak digaji penuh dan hanya diberikan gaji selama satu bulan setengah, dengan teknis cuti dapat diambil dari pasca melahirkan atau saat masa hamil.[3] Dengan adanya data pekerja Perempuan yang meningkat setiap tahunnya, sangat penting untuk meningkatkan dan mengetahui adanya Perlindungan Pekerja, dengan tujuan menjamin dan memperoleh serta memperjuangkan Hak – Hak Dasar Pekerja dan tidak mendapatkan perlakuan dikriminasi secara fisik maupun verbal dari berbagai kalangan apapun.

Penulisan ini bertujuan untuk menjelaskan dan mengetahui bentuk Perlindungan Hukum Hak Pekerja Perempuan di Sidoarjo dalam Undang Undang Cipta Kerja Kluster Ketenagakerjaan serta implementasi Undang – Undang tersebut terhadap Hak Pekerja Perempuan dimasa pandemic Covid-19.

Melalui penelitiannya Athika Khoiriyah (2019), dengan Jurnal Perlindungan Hak-hak pekerja di Cv. Kijang Mas Sidoarjo Menurut Undang – undang Ketenaga Kerjaan dan Hukum Islam. Perlindungan hak pekerja belum sesuai dengan Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang KetenagaKerjaan. Yang membuat belum sesuai ialah, hanya beberapa yang telah diterapkan. Yang belum diterapkan antara lain ialah :

  1. Gaji pekerja tidak sesuai dengan UMR Sidoarjo.
  2. Pekerja yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS.

Henlia Peristiwi Rejeki, SH., MH dengan Jurnal Implementasi Hak – Hak Pekerja Perempuan Atas Upah dan Waktu Kerja Dalam Suatu Peraturan Perusahaan Berdasarkan Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (Studi Kasus PT. ISS Indonesia), ini membahas mengenai penerapan dari UU KETENAGAKERJAAN 13/2003 serta PP No.78/2015.[7]

Berdasarkan kedua penelitian terdahulu diatas dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai perbedaan dan persamaan yang diteliti penulis dengan penelitian terdahulu, yaitu perbedaannya tedapat pada fokus penelitian, dari sepuluh penelitian terdahulu mengambil salah satu permasalahan mengenai hak pekerja perempuan. Sedangkan, penulis meneliti secara keseluruhan permasalahan mengenai hak – hak yang seharusnya didapat oleh pekerja perempuan. lokasi dan waktu penelitian pun memiliki perbedaan, dikarenakan ke sepuluh penelitian terdahulu fokus meneliti pada suatu perusahaan sedangkan penulis melakukan penelitian pada Dinas Ketenagakerjaan yang menangani secara langsung permasalahan mengenai pekerja terlebih pekerja perempuan serta P3A tempat dimana dilaporkannya suatu kejadian yang berhubungan dengan perempuan. dan hasil penelitian dimana, suatu hasil penelitian penulis pasti berbeda beda tergantung dengan permasalahn yang diambil dan penyelesaiannya. Persamaannya ialah terdapat pada objek penelitian dimana secara kesuluruhan menggunakan objek pekerja perempuan serta undang – undang no.13/2003 Ketenagakerjaan serta penggunaan metode dan pendekatan penelitian yang hampir sama.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Sosial Legal (Penelitian Lapangan), agar dapat mengidentifikasi masalah lebih baik dari segi hukum dan segi interaksi sosial. Dengan menggunakan Metode Pendekatan Kualitatif, yang bersifat fleksibel dan umum. Dengan menggunakan jenis dan sumber data Sekunder, data yang diperoleh dari bahan pustaka yang berhubungan dengan Perlindungan Hukum Hak Pekerja Perempuan di Sidoarjo dan data Primer, yang diperoleh dari sumber asli atau pihak pertama yang diperoleh secara langsung dilapangan melalui wawancara. Dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara Observasi, Wawancara, dan Literasi Studi Pustaka.Lokasi penelitian sendiri dilakukan di :

  1. Dinas Tenaga Kerja Sidoarjo.
  2. Pemperdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak.
  3. Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur.

Hasil dan Pembahasan

A. Perlindungan Hukum Hak Pekerja Perempuan Berdasarkan Undang – Undang Cipta Kerja Kluster Ketenagakerjaan

Perlindungan Hukum pekerja diatur dalam Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2020 mengenai Cipta Kerja, yang terdiri dari 15 bab dengan jumlah 186 pasal. Sebelum UU tersebut disahkan, Perlindungan Ketenagakerjaan telah diatur dalam Undang – undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan. Secara spesifik hak – hak pekerja perempuan telah memiliki beberapa perlindungan.

B. Perlindungan Berdasarksn Undang – Undang No.13 Tahun 2003

Semua pekerja, baik perempuan maupun laki – laki, harus dilindungi serta hak – hak pekerja yang memang seharusnya didapatkan. Undang – Undang No.13 Tahun 2003 melindungi dan dijelaskan mengenai bentuk perlindungan yang seharusnya didapatkan terhadap pekerja terlebih untuk pekerja perempuan, dimana, Perempuan sudah seharusnya mendapatkan jaminan perlindungan mengenai fungsi reproduksi perempuan meliputi :

a. Cuti Menstruasi

Perempuan dengan menstruasi disertai rasa sakit pada hari pertama dan kedua yang mengakibatkan tidak dapat beraktifitas dan memberitahu pengusaha disertai surat keterangan kesehatan. Maka, pekerja perempuan tersebut tidak diwajibkan untuk bekerja karna mengalami gangguan terhadap reproduksi pekerja perempuan. Diatur pada Pasal 81 ayat (1) UU No.13/2003. Pelaksanaan ketentuan tersebut diatur sesuai ketentuan perjanjian perusahaan dan peraturan yang dalam perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Pekerja perempuan yang sedang cuti menstruasi hari pertama dan kedua pada masa mentruasinya tetap digaji oleh pengusaha diatur pada pasal 93 ayat (2) huruf (b). Pelaku usaha akan dikenakan sanksi pidana paling cepat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau disertai denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- dan paling banyak Rp. 400.000.000,- sesuai dengan ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 186 ayat (1) apabila pemberian upah pada masa cuti menstruasi tidak dipenuhi atau dilanggar.

Selain undang – undang ketenagakerjaan Cuti menstruasi dilindungi dalam konvensi internasional CEDAW pasal 11 ayat (1) huruf (f) yang mengatur, hak pekerja perempuan atas kesehatan dan keselamatan kerja, terlebih dalam perlindungan fungsi reproduksi pekerja perempuan.

b. Cuti Hamil dan Melahirkan

Menurut Iman Soepomo, ada kalanya kondisi tubuh perempuan lemah saat menjalankan kodratnya sebagai perempuan yang tidak dapat digantikan oleh kaum laki – laki. Salah satunya ialah saat hamil. Hamil merupakan suatu kodrat perempuan yang harus dijalani dan tentunya harus mendapatkan perlindungan yang pantas.

Pekerja permpuan dapat mengambil cuti hamil 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan, lama cuti pun dapat diperpanjang apabila diperlukan. Hal ini dapat disesuaikan dan diajukan berserta dengan surat keterangan dari Dokter Kandungan atau Bidan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 82 ayat (1) dan apabila pemilik usaha tidak memberikan hak pekerja perempuan sesuai dengan ketentuan, pemilik usaha dapat dipidana penjara selama 1 (satu) tahun paling sedikit dan 4 (empat) tahun paling banyak dan/atau disertai denda paling sedikit Seratus Juta Rupiah dan paling banyak Empat Ratus Juta Rupiah sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan No.13/2003 Pasal 185 ayat (1).

Hal ini dilanjutkan dengan Pasal 185 ayat (2) yang menyatakan tindak pidana kejahatan apabila tidak memberikan hak istirahat sebelum dan sesudah melahirkan kepada pekerja. Pada pengambilan cuti hamil, pekerja perempuan akan tetap dibayar penuh sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan No.13/2003 Pasal 84. Dan pengusaha wajib memberikan hak pekerja perempuan untuk mendapatkan upah penuh selama cuti sebelum dan sesudah melahirkan sesuai aturan Pasal 93 ayat (2) huruf g dan apabila hal tersebut dilanggar, maka pengusaha akan ditindak pidana pelanggaran dengan hukuman penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 4 tahun dan/atau disertai denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- dan paling banyak Rp. 400.000.000,- sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan No.13/2003 Pasal 186 ayat (1).

Selain undang – undang ketenagakerjaan cuti hamil dan melahirkan telah dilindungi dalam konvensi internasional dalam Pasal 3 ILO No.183/2000 mengenai pemerintah dan pengusaha yang sudah seharusnya membuat tindakan guna menjamin pekerja perempuan yang sedang mengandung untuk tidak dipekerjakan pada bidang yang dapat membahayakan kesehatan ibu serta anak yang dikandungnya. Sedangkan, Pasal 4 ILO No.183/2000 yang menyatakan bahwa cuti melahirkan tidak diperbolehkan kurang dari 14 minggu, dimana UU Ketenagakerjaan No.13/2003 hanya memperbolehkan selama 12 minggu. Masa istrirahat cuti hamil dapat diperpanjang apabila memang dibutuhkan berdasarkan alasan medis, dan pengusaha tetap wajib membayar upah dikarenakan pekerja perempuan tersebut dalam keadaan tidak sehat yang menyebabkan pekerja perempuan tidak mampu bekerja hal ini ditegaskan dalam Pasal 5 ILO. Selanjutnya Pasal 8 Konvensi ILO menyatakan bahwa pekerja perempuan yang kembali setelah mengambil cuti melahirkan wajib mendapatkan jaminan posisinya kembali dengan gaji yang setara dengan keadaan sebelum dilakukannya cuti hamil.

Dalam hal cuti hamil dan melahirkan ILO lebih unggul dalam menjamin hak pekerja perempuan dengan memberikan cuti lebih lama dalam masa istirahat 14 minggu dibandingkan dengan UU Ketenagakerjaan, serta dalam ILO telah ditegaskan dengan jelas mengenai hak pekerja perempuan untuk mendapatkan kembali pekerjaannya dengan posisi dan gaji yang sama setelah kembali dari masa cuti. Sedangkan dalam UU Ketenagakerjaan hal ini belum ditegaskan dengan jelas.

c. Cuti Keguguran

Pekerja yang mengalami keguguran dapat diberikan waktu istirahat 1,5 bulan atau jangka waktu yang ditentukan dengan surat keterangan dari Dokter Kandungan atau Bidan. Hal ini diatur dalam pasal 82 (2) sepanjang cacat fisik dan mental yang diakibatkn oleh keguguran, karena kondisi pekerja perempuan masih belum stabil. Selama pekerja perempuan mengambil cuti keguguran dan tidak masuk kerja pengusaha tetap memiliki kewajiban untuk membayarkan upah pekerja perempuan tersebut hal ini diatur dalam pasal 92 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.

Selain undang – undang perburuhan, cuti keguguran telah dilindungi dalam konvensi internasional CEDAW pasal 11 ayat (1) huruf (f) yang memberikan hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, khususnya perlindungan fungsi reproduksi pekerja perempuan.

d. Waktu Menyusui Anak

Pengusaha telah diwajibkan menyediakan fasilitas sesuai dengan kemampuan kondisi pengusaha, serta memberikan kesempatan yang sewajarnya kepada pekerja untuk menyusui anak yang masih memerlukan ASI selama waktu kerja disertai dengan pemberian fasilitas yang disediakan oleh pengusaha sesuai dengan kemampuan dan kondisi pengusaha. Hal ini sudah seharusnya terdapat dalam Perjanjian Kerja Bersama, karena bersamaan dengan ini diatur oleh Pasal 83 UU Ketenagakerjaan No.13/2003.[4]

Disisi lain, Konvensi Internasional pada Pasal 10 Konvensi ILO No.183/2000, Pekerja perempuan harus diberikan hak sepenuhnya dengan memberikan jeda waktu atau istirahat tanpa memotong upah pekerja perempuan, dikarenakan waktu jeda atau istirahat tersebut akan tetap terhitung sebagai jam kerja, untuk mempertahankan hak upah mereka. Pembahasan ini dibahas lebih lanjut pada Pasal 128 UU No.36/2009 mengenai Kesehatan, dengan menjelaskan semua pihak diharuskan mendukung pekerja perempuan untuk mendapatkan fasilitas dalam hal menyusui. Hak tersebut didapatkan sekurang – kurangnya dua tahun sesuai rekomendasi World Health Organization (WHO).

Dalam hal menyusui, ILO lebih unggul dari Undang – Undang Ketenagakerjaan dikarenakan ILO lebih memperhatikan mengenai pemberian jeda waktu dan pengurangan jam kerja, guna menyusui anaknya atau sekedar memerah ASInya, dan tetap mendapatkan hak upah yang seharusnya. Dan fenomena tersebut tidak diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

e. Hak Bekerja Pukul 23.00 hingga Pukul 07.00

Pasal 76 ayat (1) UU Ketenagakerjaan No.13/2003 telah menerangkan bahwa dilarang mempekerjakan pekerja perempuan dibawah 18 tahun pada pukul 23.00 hingga pukul 07.00.

Selanjutnya pada Pasal 76 ayat (2) telah menjelaskan, larangan bagi perusahaan untuk mempekerjakan pekerja perempuan pada pukul 23.00 hingga pukul 07.00 saat sedang mengandung disertai dengan surat pernyataan Dokter bahwa hal tersebut akan membahayakan pekerja perempuan serta kandungangannya.

Kemudian telah dijelaskan mengenai hak pekerja perempuan yang dipekerjakan pada pukul 23.00 hingga pukul 07.00 dalam ketentuan Pasal 76 ayat (3) dan Pasal 76 ayat (4), selaku berikut ini :

  1. Tersedianya angkutan antar jemput.
  2. Terlindunginya keamanan serta kesusilaan selama berada ditempat kerja.
  3. Memperoleh makanan dan minuman yang bergizi.[5]

Sedangkan, Konvensi ILO telah mengatur mengenai Usia Minimum yang diperbolehkan bagi pekerja perempuan adalah 15 tahun yang diatur pada Konvensi ILO No.138 tahun 1973 dan telah diratifikasi oleh Indonesia. Dan dalam melakukan tugasnya pekerja dilarang adanya kerja paksa dimana pekerja dapat memilih pekerjaan dengan bebas dan tidak boleh dipaksa sewenang – wenang dengan ancaman akan kehilangan pekerjaan. Hal ini diatur pada Konvensi ILO No. 29 tahun 1930 dan telah diratifikasi oleh Indonesia.

Berdasarkan pembahasan diatas dapat diketahui bahwa pekerja perempuan serta hak – haknya telah terlindungi dalam undang undang Nasional maupun Internasional dan sudah seharusnya untuk mengimplementsikan hal tersebut.

C. Perlindungan Berdasarkan Undang Undang Cipta Kerja No.11 Tahun 2020

Undang - Undang Cipta Kerja disahkan pada tanggal 5 Oktober 2021 dan diberlakukan pada tanggal 2 November 2021, meskipun sempat mengalami beberapa kali revisi, akan tetapi sekarang UU Cipta Kerja telah berlaku. Saat ditetapkannya UU Cipta Kerja diharapkan dapat meningkatkan realitas penegakan hak – hak pekerja perempuan agar dapat lebih diperhatikan dan tidak terabaikan. Meskipun sempat menimbulkan beberapa pro dan kontra, saat disahkannya UU Cipta Kerja mengenai beberapa Pasal yang terdapat pada UU Ketenagakerjaan No.13/2003.

Pada UU Cipta Kerja meskipun telah mengalami beberapa penghapusan Pasal pada UU Ketenagakerjaan No.13/2003, akan tetapi UU Ketenagakerjaan masih tetap berlaku sesuai ketentuan yang berlaku, apabila dalam UU No.13/2003 masih ada dan tidak dihapus, serta tidak diatur kembali dalam Undang – Undang Cipta Kerja maka aturan tersebutpun masih mengacu kepada UU No.13/2003. Undang – undang tersebut merupakan aturan dasar yang digunakan untuk mempekerjakan Pekerja Perempuan. Pengusaha sendiri yang hendak mempekerjakan Pekerja perempuan di himbau dapat mengarah pada undang – undang yang berlaku dan dapat digunakan sebagai arahan serta acuan dalam memepekerjakan pekerja Perempuan.

Tujuan yang dimaksud dengan adanya perlindungan hukum bagi pekerja perempuan adalah memberikan perlindungan terhadap pekerja, terlebih lagi pekerja perempuan dari tindakan kesewenang – wenangan perusahaan dan untuk membangun hubungan yang harmonis dalam perusahaan yang sesuai dengan prinsip hubungan industrial. Dalam hal ini meskipun telah hilangnya suatu diskriminasi jenis kelamin atau kesetaraan gender dimana posisi dan kedudukan pekerja perempuan telah sama dengan laki – laki, akan tetapi secara kodrat pekerja perempuan tetap perlu memiliki perlindungan yang lebih.

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat diketahui bahwa UU Ketenagakerjaan No.13/2003 masih tetap berlaku dengan ketentuan isi yang tidak diubah sesuai dengan yang telah diatur sebelumnya, dikarenakan memang tidak diatur kembali dalam UU Cipta Kerja dan masih sesuai dengan isi ketentuan pada UU Ketenagakerjaan. Perlindungan yang mencakup mengenai pekerja perempuan pada Undang – Undang Ketengakerjaan masih tetap berlaku dikarenakan hal ini memang tidak dirubah maupun dibahas dalam UU Cipta Kerja.

Ada beberapa Pasal dalam UU No.13/2003 yang telah dirubah menjadi UU Cipta Kerja yang dapat dikatakan merugikan wanita seperti perhitungan jam kerja lembur pasal 81 angka 22 UU Cipta Kerja lembur yang semulanya 3 jam sehari sama dengan 14 jam seminggu pada UU No.13/2003, sekarang menjadi 4 jam sehari sama dengan 18 jam seminggu. Hal ini sedikit memberatkan pekerja perempuan dimana kondisi pekerja perempuan dalam hal reproduksi lebih rendah dibanding pekerja laki – laki.

Selain itu UU Cipta Kerja telah perubahan mengenai Upah minimum, yaitu pada Pasal 88 UU Cipta kerja menjelaskan mengenai perhitungan upah minimum akan mengikuti peraturan pemerintah. Hal ini dikatakan merugikan perempuan, karena pengupahan dilakukan dengan cara perhitungan satuan waktu kerja. Hal ini sungguh merugikan bagi para pekerja terutama pekerja perempuan, dikarenakan upah yang dihitung perjam akan menghilangkan upah yang diterima secara tetap perbulan dan menyebabkan gangguan kesehatan reproduksi pekerja perempuan. Selain perhitungan upah per satuan waktu, upah juga dihitung dengan satuan hasil (produksi) yang tercantum pada pasal 88 B.

Selain itu, UU Cipta Kerja telah mengubah pasal 161 UU Ketenagakerjaan No.13/2003 mengenai PHK, yang mana pihak perusahaan harus memberikan surat peringatan terlebih dahulu sebelum Pemutusan Hubungan Kerja sekarang telah dihapus dan diubah pada Pasal 154A UU Cipta Kerja, dimana Perusahaan diperbolehkan memutuskan Hubungan Kerja secara sepihak apabila perusahaan dalam keadaan Pengambil alihan, Peleburan, Pemisahaan Perusahaan, Penggabungan, Force Majeur, Tutup karena rugi dan pailit. Pelaku usaha dapat melakukan PHK tanpa adanya perundingan terlebih dahulu dengan pekerja.

Untuk mempermudah pemahaman dari pembahasan diatas, dibentuklah table berikut agar dapat memudahkan dalam memahami Undang – Undang Nasional serta Konvensi Internasional. Sebagai berikut :

Tabel 3.2 Undang Undang Nasional dan Konvensi Internasional

Hak Pekerja Perempuan Refrensi atau acuan
UU No.13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja Konvensi ILO CEDAW Ket .
Cuti Menstruasi Pasal 81Pekerja yang sakit saat masa menstruasi pertama dan kedua, tidak wajib kerja dan melapor ke pemiik usaha disertai surat dokter.Pasal 93 ayat (2) huruf (b)Pemilik Usaha wajib membayar gaji penuh pekerja perempuan yang mengambil istirahat haid.Pasal 186 ayat (1)Apabila pasal 81 ayat (1) dilanggar maka pengusaha dapat dijatuhi hukuman tindak pidana dengan pidana kurungan yang disertai dengan denda. Tidak Diubah Tidak Diatur Pasal 11 ayat (1) huruf (f)Pekerja perempuan berhak dilindungi kesehatan dan keselamatannya ditempat kerja, terutama fungsi reproduksinya. Dalam hal ini undang – undang lebih unggul dalam perlindungan hak pekerja perempuan dikarenakan lebih rinci mengenai perlindungan pekerja perempuan selama masa menstruasi.
Cuti Hamil dan Melahirkan Pasal 76Menurut Dokter/Bidan, pemilik usaha dilarang mempekerjakan pekerja hamil jika bekerja dari jam 11 malam sampai jam 7 pagi dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan ibu dan kandungannya..Pasal 82Pekerja berhak untuk beristirahat dalam waktu 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan pasca melahirkan sesuai dengan perhitungan dokter/bidanPasal 84Gaji penuh tetap menjadi hak pekerja perempuan yang sedang cuti hamilPasal 93 ayat (2) Huruf (g)Perusahaan dinyatakan wajib memberikan Gaji penuh kepada pekerja perempuan yang mengambil cuti melahirkan.Pasal 185 ayat (1)Pemilik Usaha dapat dikenai sanksi pidana dan kurungan penjara dan/disertai denda jika tidak memberikan gaji.Pasal 185 ayat (2)Dinyatakan pengusaha sebegai pelaku tindak kejahatan. Tidak Diubah Pasal 3 No.183/2000Pengusaha wajib menjamin pekerja perempuan tidak diwajibkan mengerjakan sesuatu yang dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan pekerja dan anak dalam kandungan.Pasal 4 No.183/2000Cuti hamil minimal harus 14 minggu.No.183/2000Perpanjangan masa istirahat dapat diperpanjang dengan alasan dan kondisi medis disertai pernyataan Dokter kandungan atau Bidan yang merawat.Pasal 8 No.183/2000Pekerja perempuan yang cuti hamil dan kembali harus dijamin posisi jabatan dan gaji yang tetap. Pasal 11 ayat (1) huruf (f)Pekerja perempuan berhak dilindungi kesehatan dan keselamatannya ditempat kerja, terutama fungsi reproduksinya. Dalam hal ini ILO memberikan perlindungan yang lebih baik mengenai cuti hamil dan melahirkan, contohnya ILO memberikan hak cuti melahirkan minimal 14 minggu sedangkan pada UU Ketenagakerjaan hanya memberikan 12 minggu.
Cuti Keguguran Pasal 82 ayat (2)Menurut Dokter/Bidan pekerja berhak mendapatkan 1,5 bulan istirahat.Pasal 92 ayat (1)Pengusaha wajib membayar gaji secara penuh selama pekerja perempuan mengambil cuti istirahat. Tidak Diubah Tidak Diatur Pasal 11 ayat (1) huruf (f)Pekerja perempuan berhak dilindungi kesehatan dan keselamatannya ditempat kerja, terutama fungsi reproduksinya.. Dalam hal ini Undang – Undang ketenagakerjaan lebih unggul dalam melindungi hak pekerja perempuan. Dibandingan dengan Konvensi Internasional.
Cuti Menyusui Pasal 83 Memberikan kesempatan selayaknya pada Pekerja guna menyusui anaknya pada waktu jam kerja. Tidak Diubah Pasal 10 No.183/2000Pekerja perempuan harus diberikan hak jeda waktu diantara jam kerja dan mengurangi jam kerja, tetapi tetap dihitng sebagai jam jam kerja guna menyusui anaknya. Pekerja tetap mendapatkan hak Upahnya secara penuh. Tidak Diatur Dalam hal ini ILO lebih unggul dibandingkan UU Ketenagakerjaan, dibuktikan dengan hak pekerja perempuan dalam menyusui lebih dilidungi dengan memberikan jeda waktu/istirahat dengan dihitung tetap sebagai jam kerja. Sehingga pekerja perempuan akan tetap mendapatkan hak upahnya secara penuh. Sedangkan pada UU Ketenagakerjaan hal mengenai tetap di upah saat pekerja perempuan menyusui tidak diatur.
Hak bekerja pukul 23.00 hingga pukul 07.00 76 ayat (1)Dilarang mempekerjakan Pekerja Perempuan dibawah umur 18 Thn pada pukul 11 malam hingga pukul tujuh pagi.76 ayat (2)Pekerja Perempuan dperbolehkan tidak bekerja apabila sedang mengandung disertai dengan surat Dokter yang menyatakan akan membahayakan bagi kandungan dan Pekerja Perempuan sendiri apabila bekerja pada jam 11 malam hingga jam 7 pagi76 ayat (3)- Mendapatkan minuman dan makanan yang bergizi- Dilindungi Kesusilaan serta keamanan oleh pengusaha selama berada ditempat kerja76 ayat (4)Pengusaha menyiapkan kendaraan Antar Jemput bagi Pekerja Perempuan yang bekerja pada jam 11 malam hingga jam 7 pagi. Tidak Diubah Konvensi ILO No.138/1973Dilarang mempekerjakan pekerja perempuan dibawah umur 15 (Lima Belas) Tahun. Tidak Diatir Dalam hal ini UU Ketenagakerjaan lebih baik dibandingkan denga ILO, mengingat usia 15 tahun masih dianggap belum dewasa dan tidak dapt dipekerjakan karena kondisi mental anak yang belum stabil.
Hak Jam Kerja yang memadai 77 ayat (1)ada 2 ketentuan sistem kerja, yaitu :7 jam kerja slama 1 hari sama dengan 40 jam kerja selama 1 minggu, 6 hari kerja selama 1 minggu8 jam kerja slama 1 hari sama dengan 40 jam kerja dalam 1 minggu, 5 hari kerja dalam 1 minggu783 jam sehari dan selama 14 jam dalam seminggu waktu kerja lembur. Pasal 78 Diubah pada Pasal 81 angka 22 Sehari 4 jam dan 18 jam perminggu. No. 1/1919Mengenai jam kerjaaNo.47/193540 jam seminggu Tidak Diatur Dalam hal ini ILO lebih baik dikarenkan, 40 jam kerja dalam seminggu telah termasuk lembur. Sedangkan dalam UU Ketenagakerjaan 40 jam seminggu diluar lembur.
Hak Upah Minimum Yang Layak 88 Pekerja berhak mendapatkan Gaji minimum dan setiap pemilik usaha wajib memberikannya. Hal ini berlaku bagi semua pengusaha Pasal 88 Diubah pada Pasal 90BPengusaha mikro dan kecil tidak wajib memberikan upah minimum kepada pekerja No. 95/1949Perlindungan Upah Tidak Diatur Indonesia belum meratifikasi Konvensi ILO tersebut.
Table 1.

B. Implementasi Undang – Undang Cipta Kerja Kluster Ketenagakerjaan Terhadap Hak Pekerja Perempuan Di Masa Pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 adalah suatu virus yang menyerang sistem pernafasan pada organ tubuh manusia. Virus Covid-19 memiliki dampak cukup besar, tidak hanya pada kesehatan manusia Covid-19 juga berdampak terhadap perekonomian Indonesia, dengan turunnya produktivitas perusahaan hingga ada beberapa perusahaan yang terpaksa terhenti seperti pariwisata, produksi, restoran dan beberapa jenis usaha lainnya. Berdasarkan hal tersebut, dampak Covid-19 membuat beberapa pengusaha/perusahaan mengambil suatu langkah kebijakan dengan merumahkan pekerjanya. Karena hal tersebut banyak pekerja yang kehilangan pemasukan akibat dampak dari dirumahkannya pekerja.

Pada masa pandemi Covid-19 pekerja sudah seharusnya mendapatkan perlindungan terkait keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan pasal 86 ayat (1) huruf a UU Ketenagakerjaan No.13/2003. Tidak hanya pekerja perusahaan pun memiliki perlindungan hukum dengan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 Tahun 2020 mengenai Pekerja yang dilindungi dan berjalannya Usaha terkait Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 (SE Menaker 3/2020) menyatakan pekerja yang digolongkan menjadi Orang Dalam Pemantauan (ODP) akibat dampak Covid-19 dan memiliki surat keterangan Dokter terlampir, sehingga pekerja dilarang masuk kerja sampai dengan 14 hari atau dapat disesuaikan dengan standar Kementrian Kesehatan, setelah itu, upahnya akan tetap diberikan secara penuh. Hal tersebut juga berlaku terhadap pekerja yang tengah menjalani karantina/isolasi mandiri akibat dampak wabah virus Covid-19 yang menyebabkan tidak dapat masuk kerja dan harus didukung dengan surat keterangan Dokter. Maka upah juga akan tetap didapatkan secara penuh sesuai peraturan per uu.

Maka dari itu, perusahaan dapat membuat sistem dimana memasukkan sebagian pegawainya secara bergiliran dengan merumahkan terlebih dahulu sebagian pekerja yang lain, dan dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha perubahan besar tersebut maka pembayaran upah pekerja akan dilakukan sesuai kesepakatan pengusaha dengan pekerja dan apabila dlam perjanjian kerja belum dicapai kesepakatan maka dapat mengacu pada peraturan perundang - undangan. Sesuai dengan aturan SEKEPMen Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 Tahun 2020 mengenai perlindungan Pekerja serta kelangsungan Usaha terkait Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19.

Dan dinyatakan pada SE Menteri Tenaga Kerja No:SE-05/M/BW/1998 pengusaha yang mengalami kesulitan dapat mengambil tindakan sebagai upaya penyelamatan perusahaan dengan merumahkan pekerja untuk sementara waktu dan tidak mengarah pada PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) disertai dengan ketentuan upah yang harus tetap diberikan, seperti upah pokok dan tunjangan atau sesuai kesepakatan yang telah disetujui antara pekerja dengan pengusaha. Pengusaha sendiri telah dihimbau agar tidak melakukan PHK dengan mengupayakan beberapa langkah alternatif. Namun, apabila memang PHK merupakan solusi dari upaya langkah terakhir maka hal tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan No.13/2003 sebagaimana telah diubah menjadi UU No.11/2020 Cipta Kerja, dimana pengusaha wajib memberitahukan alasan pekerja yang bersangkutan tersebut di PHK. Dan apabila terjadi penolakan PHK maka penyelesaiannya wajib melalui perundingan bipatrit (musyawarah) antara pengusaha dengan pekerja. Dan jikalau masih belum menemui titik temu maka dapat dilanjutkan pada tahap berikutnya yang sesuai dengan mekanisme UU No.2/2004 mengenai Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Setelah ditemukannya penyelesaian dan tetap mengharuskan pekerja di PHK maka pesangon akan dilakukan sesuai regulasi turunan UU Cipta Kerja yaitu PP No.35/2021 perjanjian kerja waktu tertentu, alih daya, waktu kerja, dan waktu istirahat, serta PHK Pasal 40 ayat (2) perhitungan pesangon korban PHK PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) disertai pengusaha wajib membayarkan UPMK (Uang Penghargaan Masa Kerja) bagi pekerja yang di PHK dan dana yang seharusnya didapat, sebagai berikut :

Masa Kerja Uang Pesangon yang Didapat
Kurang dari 1 Tahun 1 Bulan Gaji
1 thn maupun lebih namun kurang dari 2 thn 2 Bln Gaji
2 thn maupun lebih namun krg dari 3 thn 3 Bln Gaji
3 thn maupun lebih namun krg dari 4 thn 4 Bln Gaji
4 thn maupun lebih namun krg dari 5 thn 5 Bln Gaji
5 thn maupun lebih namun krg dari 6 thn 6 Bln Gaji
6 thn maupun lebih namun krg dari 7 thn 7 Bln Gaji
7 thn maupun lebih namun krg dari 8 thn 8 Bln Gaji
8 thn maupun lebih 9 Bln Gaji
Table 2.Perhitungan Pesangon Korban PHKPP No.35/2021

Masa Kerja UPMK yang Didapat
3 thn maupun lebih namun kurang dari 6 Thn 2 Bln Gaji
6 thn maupun lebih namun krg dari 9 Thn 3 Bln Gaji
9 thn maupun lebih namun krg dari 12 Thn 4 Bln Gaji
12 thn maupun lebih namun krg dari 15 Thn 5 Bln Gaji
15 thn maupun lebih namun krg dari 18 Thn 6 Bln Gaji
18 thn maupun lebih namun krg dari 21 Thn 7 Bln Gaji
21 thn maupun lebih namun krg dari 24 Thn 8 Bln Gaji
24 thn maupun lebih 10 Bln Gaji
Table 3.Perhitungan UPMKPP No.35/2021

Sementara itu yang dimaksud hak pergantian uang yang seharusnya didapat meliputi :

  1. Cuti pertahun yang belum berakhir dan sedang diambil.
  2. Biaya pekerja ketempat dimana pekerja tersebut diterima kerja.
  3. Lain hal yang disepakati pada kontrak kerja, aturan perusahaan, atau kesepakatan kerja bersama.

Dari ketiga faktor upah yang dijadikan dasar perhitungan uang pesangon dan UPMK ialah :

  1. Gaji pokok
  2. Tunjangan tetap yang diterima oleh karyawan dan keluarga.[6]

Untuk memahami permasalahan diatas telah dilakukan wawancara dengan berbagai sumber meliputi :

a. Dinas Ketenagakerjaan Sidoarjo

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Mediator Hubungan Industrial Dinas Ketenagakerjaan Sidoarjo dalam 3 tahun terakhir terdapat data sebagai berikut mengenai jumlah pengusaha serta keseluruhan jumlah pekerja pada wilayah Sidoarjo.

No. Data Jumlah
Perusahaan di Wilayah Sidoarjo 3924
Perusahaan yang Mempekerjakan Perempuan 822
Pekerja di Wilayah Sidoarjo 103.552
Jumlah Pekerja Perempuan di Wilayah Sidoarjo 31.840
Table 4.Data Keseluruhan Pengusaha dan Pekerja Wilayah SidoarjoDinas Tenaga Kerja Sidoarjo tahun 2021

Berdasarkan data diatas dapat dikatakan bahwa Jumlah Pekerja Perempuan di Wilayah Sidoarjo banyak untuk membantu sektor dunia usaha di Sidoarjo, maka dari itu sudah seharusnya perlu lebih ditingkatkan suatu peraturan yang mengatur mengenai hak pekerja perempuan agar dapat lebih mudah mendapatkan haknya yang belum didapat.

b. Pusat Pelayanan Terpadu Terhadap Perlindungan Perempuan dan Anak

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan pihak Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Terhadap Perempuan dan Anak, mengatakan bahwasanya dalam 3 tahun terakhir ini belum dan tidak terdapat laporan terkait dengan adanya tindakan Pelecahan Seksual dan Psikis serta diskriminasi pada ruang lingkup Pekerja Perempuan. Dan pada saat wawancara beliau selaku Kepala P3A mengatakan kemungkinan para pekerja mengadu kepada Serikat Buruh dan telah diselesaikan secara kekeluargaan dan damai. Maka dari itu jumlah pelaporan nihil pada wilayah sidoarjo.

c. Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Jawa Timur

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak narasumber Sekertaris Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Jawa Timur mengatakan bahwasanya ditemukan beberapa perusahaan yang memang melanggar aturan dengan tidak melaporkan jumlah pekerja mereka dengan jujur, bahkan beberapa memang tidak dituliskan secara jelas dan akurat guna menghindari beberapa hal yang dapat merugikan perusahaan tersebut, serta kontrak kerja yang seharusnya dilaporkan kepada dinas ketenagakerjaan provinsi jawa timur tetapi tidak dilaporkan oleh pihak perusahaan.

Dapat dikatakan para pihak perempuan mengalami kesulitan dalam melaporkan hal yang mereka alami terlebih apabila mereka merupakan pekerja outsourcing, dimana yang akan bertanggung jawab bukanlah perusahaan yang bermitra dengan perushaan pekerja tersebut, melainkan perusahaan outsorcing itu sendiri yang akan bertanggung jawab dengan dana yang diberikan oleh perusahaan yang telah menjadi mitra perusahaan outsourcing tersebut.

Dilanjutkan dengan hasil wawancara Bagian Pengawasan ketenagakerjaan dan keselamatan kerja serta Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial pada wawancara tersebut mendapatkan beberapa data proyek kerja yang sedang dilakukan oleh pihak Disnaker Trans Jatim bagian Pengawasan ketenagakerjaan dan keselamatan kerja dengan beberapa perusahaan yang dapat diajak untuk bekerja sama salah satu poyek yang dikerjakan ialah Pedoman Gerakan Kerja Perempuan Sehat Produktif (GP2SP), kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan memberikan perlindungan kesehatan Hak Pekerja Wanita dan terutama diperuntukan bagi pekerja wanita yang sedanng mengandung. Yang dilakukan pada proyek kegiatan ini antara lain Pelayanan Kesehatan Reproduksi bagi ibu Hamil, Deteksi Dini Penyakit tidak Menular pada Pekerja Perempuan, Peningkatan Pemberian ASI selama jam kerja di tempat kerja, serta Pengendalian Lingkungan Kerja pada pekerja perempuan yang hamil dan menyusui.

d. UPT Balai Latihan Kerja Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Timur

Berdasarkan hasil wawancara pada bagian Sub Koordinasi Wilayah Pengawas Sidoarjo dijelaskan beberapa masalah yang timbul saat masa pandemi Covid-19 ini terkait pengupahan para pekerja yang telah dirumahkan. Berikut ialah salah satu kasus laporan yang ditangani oleh pihak SubKorwil Sidoarjo.

PT. Sin Chang yang beralamatkan di Jl. Raya Sawocangkring No.1, Wonoayu – Sidoarjo, ialah Perusahaan yang melakukan pelanggaran. Perusahaan tersebut melakukan pelanggaran semasa pandemi dengan tidak memberikan gaji terhadap pekerja yang telah dirumahkan. Isnaini Widayanti yang pekerja PKWT selama 11 bulan terhitung dari 17 Juni 2019 hingga 16 Mei 2020 pada PT. Sin Chang bagian Programer CNC, dan bertempat tinggal di Dsn. Semambung RT.16/RW.07, Krikilan, Driyorejo – Gresik. Isnaini dirumahkan pada tanggal 20 April 2020. Isnaini menuntut pihak PT. Sin Chang dikarenakan terhitung pada bulan Maret hingga berakhirnya PKWT tidak mendapatkan gaji penuh dalam 2 bulan, sebelum dirumahkannya pekerja. Dan pekerja menuntut untuk mendapatkan haknya agar mendapatkan gaji utuhnya, akan tetapi perusahaan membantah untuk memberikan Hak pekerja tersebut dengan dalih telah sahnya UU Cipta Kerja. Akan tetapi Isnaini telah bekerja penuh selama 2 bulan dan dirumahkan sebelum UU Cipta Kerja Disahkan sehingga berdasarkan kasus dari Isnaini maka, UU yang digunakan sebagai rujukan adalah UU KETENAGAKERJAAN No.13/2003.. Perusahaan setuju akan memberikan Hak pekerja akan tetapi tidak sepenuhnya, hal ini tentu tidak sebanding dengan hasil kerja dan tenaga yang telah diberikan oleh pekerja. Mengingat mengenai pasal 1 angka 30 UU KETENAGAKERJAAN No.13/2003 dan terlepas dari sebelum terbitnya PP 36 tahun 2021 mengenai Pengupahan perusahaan sudah sewajibnya memberikan Hak Pekerja tersebut.

Berdasarkan kasus diatas Pasal 1 angka 30 UU KETENAGAKERJAAN No.13/2003 menjelaskan pekerja berhak mendapatkan upah sebagai imbalan dari jasa yang telah dikeluarkan oleh Pekerja dalam bentuk uang. Pada PP 36/2021 ketentuannya tetap sama dengan ketentuan UU KETENAGAKERJAAN tercantum pada pasal 1 ayat (1) tentang hak upah dan Pasal 49 ayat (1) dimana apabila perusahaan dinyatakan pailit wajib mendahulukan pemberian gaji terlebih dahulu terhadap pekerja.

Sebelum diberlakukannya UU Cipta Kerja, Tenaga Kerja di Wilayah Kabupaten Sidoarjo memiliki Perlindungan Ketenegakerjaan terkait hak – hak Pekerja Perempuan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo No. 9 tahun 2008 mengenai Pelayanan Ketenagakerjaan. Dalam Perda tersbuut yang membahas terkait Ketenagakerjaan tercantum pada pasal 2 hingga pasal 5. Dimana pasal 2 memuat mengenai adanya pelayanan Ketenagakerjaan mencakup adanya pembinaan tentang perluasan dan pengembangan tenaga kerja. Dan pada pasal 3 mencakup penjelasan pada pasal 2 huruf a dan pada pasal 4 menjelaskan pasal 2 huruf b dan pasal menjelaskan pengertian mengenai pasal 2 huruf c. dan tidak membahas secara khusus meliputi hak pekerja perempuan.

Maka dari itu telah diketahui kita sebagai Pekerja dapat menuntut dan memperjuangkan Hak kita sebagai Pekerja terlebih Pekerja Perempuan. Dan apabila memang ada terjadinya suatu kejadian yang tidak di inginkan seperti PHK sepihak, tidak diberikannya hak sesuai peraturan UU Cipta Kerja dan Ketenagakerjaan yang berlaku serta terjadinya suatu diskriminasi perusahaan terhadap pekerja maka, para pekerja dapat melaporkannya pada Disnaker Sidoarjo maupun Disnaker Transmigrasi Provinsi Jatim dengan alur dan tata cara sebagai berikut :

Supplementary Files

Gambar 4.1 Kerangka Konseptual Alur Pengaduan

Berdasarkan hal tersebut pekerja dapat melaporkan perusahaan apabila mendapatkan suatu tindakan dikriminasi maupun tidak terpenuhinya hak sebagai pekerja dengan cara membuat laporan pengaduan yang akan dicatat dalam buku agenda dan dilengkapi dengan lembar disposisi, selanjutnya surat akan di disposisikan pada bagan yang menangani masalah pengaduan untuk ditindak lanjuti ditandai dengan paraf persetujuan kemudian pengaduan yang telah di disposisikan Kepala Dinas dengan paraf tersebut yang didokumentasi kan akan dicatat dalam buku register disertai surat masuk yang akan diberikan kepada yang bersangkutan guna memberikan jadwal terhadap pemohon agar mendapatkan jawaban secara langsung dengan tanda terdokumentasikannya serta terdistribusikannya surat pelaksana.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, Berikut ialah hasilnya :

Perlindungan hukum hak pekerja perempuan di Sidoarjo dalam Undang – Undang Cipta Kerja No.11/2021 tidak diatur dan masih mengacu pada Undang – undang No.13 tahun 2003 Ketenagakerjaan. Dalam UU Cipta Kerja tidak ditemukan mengenai peningkatan peraturan serta peraturan baru maupun perubahan mengenai perlindungan hak pekerja perempuan yang terdapat dalam UU No.13/2003. Akan tetapi dalam beberapa Pasal terdapat suatu aturan yang dapat dikatakan menyudutkan para pekerja perempuan. Dalam UU Ketenagakerjaan No.13/2003 tidak ditingkankan perlindungannya dalam perubahan Undang Undang yaitu UU Ciptakerja dan lebih merugikan pekerja wanita dalam hal reproduksi dengan salah satu contohnya dengan memberikan kerja tambahan disini tidak dapat dikatakan juga bahwa wanita lemah akan tetapi secara fisik dan reproduksi laki – laki memang lebih unggul daripada perempuan. Dan ada beberapa pasal yang tidak kondusif dengan pekerja perempuan pula dengan adanya pasal yang memberikan daftar kebutuhan para pekerja disitu lebih mendominasi kepada kebutuhan pokok para pekerja laki – laki dibuktikan dengan adanya kebutuhan pokok alat cukur, peci, deodorant akan tetapi kebutuhan wanita seperti pembalut tidak tercantum maupun tersampaikan.

Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa Instansi terkait serta data yang didapatkan Implementasi dari UU Cipta Kerja yang melindungi Pekerja Perempuan di Sidoarjo telah sesuai dengan UU Cipta Kerja, dikarenakan belum terdapat adanya laporan pengaduan pelanggaran terhadap hak pekerja perempuan. Penjelasan tersebut didukung oleh Pihak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Timur dengan bekerjasama dengan berbagai perusahaan, dengan mengadakan sosialisasi pemberian Obat – obatan serta beberpa suplemen vitamin bagi pekerja perempuan terlebih apabila pekerja perempuan tersebut sedang mengandung. Kegiatan yang tengah dilaksanakan tersebut ialah Gerakan Pekerja Perempuan Sehat Produktif (GP2SP). Dan dapat disimpulkan sebaik apapun hukum yang telah dibuat dan diberlakukan suatu negara, akan tetapi bila tidak memiliki pemimpin yang mengerti makna hukum dan pemimpin yang baik maka hukum itu akan rusak dan menjadi suatu hal yang sia – sia.

References

  1. Badan Pusat Statistik, “Perempuan Mendominasi Tenaga Kerja Usaha Jasa”, (https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/10/14/perempuan-mendominasi-tenaga-kerja-usaha-jasa, diakses pada Juni 2020)
  2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : KEP.224/MEN/2003 tentang Kewajiban Pengusaha Yang Memperkerjakan Pekerja/Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 sampai dengan 07.00. (https://jdih.kemnaker.go.id/data_wirata/2003-4-2.pdf)
  3. Imam Muchtarom, SKRIPSI:”Tinjauan Yuridis Perndungan Tenaga KerjaWanita Ditinjau dari UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan (Studi Kasus : PT. Aksara Solo Pos Surakarta)” (Surakarta, UMS, 2010)
  4. Henlia Peristiwi Rejeki, SH., MH, Jurnal: “Implementasi Hak – Hak Pekerja Perempuan Atas Upah dan Waktu Kerja Dalam Suatu Peraturan Perusahaan Berdasarkan Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (Studi Kasus PT. ISS Indonesia)”, (Tanggerang, UNPAM, 2017)
  5. Wungsu, Gede Kurnia Uttara, dan I Ketut Wirawan, “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Perempuan yang Dipekerjakan Pada Malam Hari”, Kertha Semaya, Journal Ilmu Hukum: Volume 5 No.1 (2017): 3-4
  6. uu KETEGAKERJAAN
  7. Indonesia. (2020). Undang – Undang Cipta Kerja No.11 Tahun 2020. Indonesia: Sekertariat Negara
  8. International Labour Organization. 2014. Safety and Health at Work: A Vision for Sustainble Prevention. Germani: ILO
  9. Women, Law and Development, Hak Asasi Manusia Kaum Perempuan, Langkah demi langkah, Terjemahan: CEDAW
  10. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo No. 9 tahun 2008 mengenai Pelayanan Ketenagakerjaan