This study aims to describe the impact of environmental pollution, the causes of rejection from the Medali village community, and to evaluate the pollution violations in terms of environmental law. Furthermore, an analysis of the handling of pollution, the impact on the environment, an assessment of the location of the factory was conducted to criticize the existence of a rubber factory. This thesis research uses Law Number 32 Year 2009 concerning Environmental Protection and Management including handling and overcoming the risk of environmental pollution. This study uses the socio-legal method, using primary data and secondary data which are then analyzed using the juridical-empirical writing type specification, field observation data collection, interviews, and literature study. The results show, in the implementation of waste management by PT Bumi Nusa Makmur there is a mismatch with the proper standard of waste disposal, a violation of the establishment and expansion of company land, as well as environmental impacts in the form of environmental pollution related to air and liquid waste which affects the environment and communities around Medali village
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa dalam pasal tersebut, “Bumi dan air dan kekayaanalam yang terkandung di dalamnyadikuasai oleh negara dan dipergunakanuntuksebesar-besarkemakmuranrakyat”. Pasal ini mewajibkan hak kepada negara untuk mengatur dan mengunakan sumber daya alam yang wajib ditaati oleh seluruh rakyat Indonesia, serta memberikan beban tanggungjawab dan suatu kewajiban kepada negara untuk menggunakan sumber daya alam untuk kemakmuran seluruh rakyat. Sebagai kewajiban yang dipikul negara, maka pada sisi lain sudah barang tentu menjadi hak bagi rakyat Indonesia untuk mendapat kemakmuran melalui penggunaan sumber daya alam.
Lingkungan hidup pada prinsipalnya merupakan sistem yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya, sehingga pengertian lingkungan hidup hampir mencakup semua ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa di bumi ini. Oleh sebab itu lingkungan hidup termasuk manusia dan kebiasaannya merupakan aspek yang sangat menentukan dalam kebrlangsungan lingkungan hidup. Namun, tdak dapat dihindari bahwa aspek lingkungan pada saat ini dianggap tidak bernilai oleh sebagian yang lain, karena lingkungan hidup hanyalah sebuah materi yang ditujukann bagi manusia. Dengan kata lain manusia merupakan penguasa lingkungan hidup, sehingga lingkungan hidup hanya digambarkan sebagai objek bukan subjek.[1] Seperti yang telah dijelaskan dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang merupakan landasan dalam bidang lingkungan di dalam konstitusi.[2]
Antara lingkungan hidup dan manusianya terdapat hubungan timbalbalik. Manusia mempengaruhi lingkungan hidupnya, dan sebaliknya manusia akan selalu dipengaruhi oleh lingkungan hidup masing-masing.[3] Bahwa semakin maraknya kegiatan-kegiatan usaha yang bersinggungan secara langsung dengan lingkungan, maka akan turut mempengaruhi kualitas lingkungan tersebut, khususnya dalam kegiatan industri pengolahan karet yang dinilai memiliki nilai jual tinggi baik di dalam maupun di luar negeri. Pengelolaan lingkungan yang di antaranya termasuk pencegahan, penanggulangan, pencemaran, dan pemulihan lingkungan membutuhkan dikembangkannya perangkat kebijakan berupa peraturan yang tegas serta pengadaan program-program serta kegiatan dalam sistem pendukung pengelolaan lingkungan. Suatu sistem yang mencakup sumber daya manusia, kemitraan lingkungan serta kelembagaan termasuk peraturan hukum. Hubungan antara keseluruhan aspek tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa kegiatan pengelolaan tidak dapat berdiri sendiri, tetapi diharuskan saling berintegrasi dengan pelaksanaan-pelaksanaan pembangunan.
Upaya pembangunan yang semakin meningkat sekaligus perbaikan kesejahteraan hidup masyarakat yang bertumpu pada industri, selain menghasilkan produk yang dibutuhkan oleh masyarakat, juga menimbulkan resiko pencemaran lingkungan sebagai konsekuensi gencarnya industrialisasi yang tidak ramah lingkungan dalam pelaksanaannya, yakni dihasilkannya limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3), yang apabila dibuang begitu saja secara sembarang dapat mengancam kualitas lingkungan hidup, gangguan kesehatan, serta kelangsungan hidup makhluk hidup lain yang terdampak limbah
Kabupaten Mojokerto merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang melakukan upaya pembangunan sarana dan prasarana, baik secara fisik maupun non fisik. Pembangunan di Kabupaten Mojokerto banyak ditekankan pada industri, baik industri dalam skala besar dan juga skala menengah, mengingat banyak terdapat pabrik-pabrik dan wilayah industri yang berdiri di wilayah Mojokerto. Data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Mojokerto pada tahun 2020 menunjukkan bahwa terdapat enampuluhempat industri skala besar dan seratusduapuluhsatu industri skala menengah yang terdaftar di website resmi milik Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Mojokerto.[4]
Keberadaan industri perusahaan merupakan wujud peran aktiv dalam pengembangan dan peningkatan pembangunan ekonomi dan sosial dalam masyarakat di wilayah tersebut. Perusahaan serta masyarakat yang tinggal di sekitar merupakan 2 bagianyang saling bekerja sama dan saling mempengaruhi. Perusahaan sebagai pengelola sumber daya memerlukan masyarakat yang bekerja pada perusahaan tersebut dalam upaya pengembangan dan operasional perusahaan itu sendiri, masyarakat memerlukan perusahaan untuk meningkatkan ekonomi serta pengembangan daerah itu sendiri.[5] Dalam perkembangannya, baik perusahaan dan masyarakat kerap saling terjadi gesekan yang seringkali disebabkan pada masalah kurangnya penyerapan tenaga kerja yang berasal dari orang sekitar area industri, konflik masalah tanah yang akan digunakan untuk lokasi industri, serta konflik utamanya adalah terjadinya pencemaran lingkungan danpolusi yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan. Seperti yang telah terjadi di Desa Medali yang menjadi desa terdampak limbah industri pengolahan karet mentah dari PT Bumi Nusa Makmur.
Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian sosio-legal dengan pendekatan yuridis sosiologis yaitu dengan menganalisa temuan-temuan didalam penelitian berdasarkan fakta yang ada dilapangan. Dari bahan hukum yang diperoleh, penulis menggunakan metode analisisinduktif ialah proses penarikan kesimpulan yang dilakukan dari pembahasan ini mengenai permasalahan yang mempunyai sifat umum menuju permasalahan yang bersifat khusus.
Penelitian ini adalah penelitian hukum dengan model sosial legal, sehingga penulis atau peneliti turun langsung ke obyek penelitian dengan cara mewawancarai informan dan melakukan review bahan hukum baik itu primer ataupun sekunder. Data primer ini diperoleh dalam ruang melalui interview menyeluruh dengan para fihak yang terkait dalam conflic Pabrik Karet PT. BNM. Sedangkan data sekender didapat melalui journal, atau literasi, dokumen yang berkaitan dengan problem penelitian. Teknik analis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menganalis hasil interview dengan informant. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan info yang akuntabel demi menjawab persoalan penlisan skripsi. Data sekunder dipergunakan untuk landasan dalam menganalisis dan menghubungkan hasil dari wawancara dengan teori maupun consep dasar penulisan.[6]
PT yang bersangkutan didirikan tepat pada Desa Medali dimna sangat dekat dengan permukiman penduduk setempat. Tak ayal sumber aroma yang menyengat disebabkan oleh limbah gas berbahaya dari pabrik selalu dirasakan oleh masyarakat. Warga hanya merasakan manfaat dengan adanya Pabrik tersebut tertuju pada hal rekrutment tenaga kerja pabrik. Disisi lain masyarakat juga merasa dirugikan dengan keberadaan pabrik tersebut. Merujuk pada Tanggal 22 Juni 2017 Pabrik Karet itu sudah ditutup secara permanent berdasar hasil putusan Pengadilan TUN Surabaya. Merujuk pada suatu hal yang terjadi pada Pabrik karet PT BNM di Kab. Mojokerto, warga masyarakat berharap adanya aksi nyara yang dilakukan oleh Pejabat Pemerintah untuk memberikan hukuman terhadap pabrik itu guna segera memperbaik system pengelolaaan limbah, apabila tidak digubris masyarakat setempat akan menempuh jalur hukum agar pabrik tersebut segera ditutup. Pemerintah juga melakukan standartisasi kepada para investor agar kedepan tidak muncul suatu permasalahan.
Usaha Pemerintah dalam memediasi masyarakat tetep mendapatkan aksi unjuk rasa untuk dilakukannya penutupan terhadap perusahaan. Pemerintah menjelaskan bahwa harus sesuai protap untuk bisa melakukan penutupan pada Pabrik Karet PT Bum N M. Masyarakat seakan kehilangan rasa sabar karena sudah 8 delapan tahun lamanya merasakan kerugian atas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari pabrik tersebut Selama berdirinya pabrik karet tersebut tdak ada tindakan ril dari Pemda Untuk mencabut ijin H O. Karena apabila HO sudah dicabut dengan sendirinya pabrik tak bisa beroperasi karena itu merupakan salah satu keharusan penting untuk mendirikan suatu pabrik. Disisi lain Bapenas mengklaim bahwa lahan yang dipergunakan sesuai dengan UU dimana lahan tersebut termasuk lahan merah yang bisa digunakan untuk pembangunan industry, tetapi masyarakat menyangkal bahwa lahan itu sebenarnya masuk kategori lahan hijau yang bukan masuk dalam kategori kawasan industri. Disini sudah terjadi salah pengertian dan akan memperburuk citra Pemda di mata warga Medali. Manalah itu masyarakat menduga bahwa pemda Kab. Mojokerto tidak pro terhadap masyarakat.
Di desa Medali, Kec. Puri, Kabupaten Mojokerto, terdapat suatu kegiatan industri yang menyebabkan pencemaran lingkungan dan mendapat pertentangan oleh masyarakat sekitar. PT Bima Nusa Makmur bergerak di bidang industri pengolahan karet dan telah berdiri di desa tersebut sejak tahun 2008 di atas lahan pertanian seluas 28 hektar sebelum berkembang menjadi 3,5 hektar tanpa ijin pendirian bangunan.Perusahaan tersebut memproduksi bahan karet mentah yang diolah menjadi barang setengah siap jual, dan hasil produksinya diekspor ke berbagai negara untuk diolah kembali menjadi barang siap pakai. Perusahaan tersebut juga mempekerjakan sebagian besar warga sekitar desa Medali untuk menjadi karyawan di perusahaan tersebut, terlepas dari fakta bahwa wilayah tersebut kebanyakan masyarakatnya sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani.
Dalam kasus PT Bima Nusa Makmur yang ada sangkut paut dengan problem lingkungan, biasanya korporasi atau perusahaan merupakan subyek paling berkuasa sebagai fihak yang menyebabkan terjadinya penurunan baku mutu lingkungan hidup di suatu wilayah atau lingkungan masyarakat tertentu. Hal ini tidak lepas dari kegiatan korporasi yang mengeksploitasi sumber daya alam dalam rasio besar sebagai salah satu faktor produksi untuk menunjang operasional yang secara langsung atau tidak langsung yang dapat menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan dan terhadap masyarakat sekitar. Hal ini bisa menjadi pemicu timbulnya conflict antara korporasi dan masyarakat, dan rata-rata masyarakat dalam kasus lingkungan selalu dalam posisi yang menjadi korban/pihak yang lemah, karena pencemaran lingkungan hidup yang dilakukan korporasi hanya berorientasi pada motif perekonomi, dan ternyata kondisi ini sangat merusak lingkungan hidup, bahkan mengabaikan hak-hak makhluk hidup lainnya, seperti hak hidup manusia, hewan, dan tanaman.
Berdasarkan survey masyarakat oleh DLH Kabupaten Mojokerto menunjukkan bahwa masih ada bau limbah yang masih tercium. Bau tidak sedap tersebut tetap ada dan dirasakan oleh masyarakat selama 8 tahun lamanya, sehingga masyarakat tetap melakukan protes terhadap keberadaan pabrik tersebut.Dampak dari keberadaan industri pengolahan karet pasca ditutupnya PT Bima Nusa Makmur adalah masih adanya bekas limbah pembuangan di gorong-gorong bangunan pabrik yang terlanjur mengalir ke areal pertanian dan persawahan warga di sekitar pabrik. Akibat dari limbah yang tidak terkelola dengan baik tersebut menyebabkan perubahan kualitas tanah pertanian yang menjadi berwarna hitam dan abu-abu pucat sehingga tidak bisa digunakan untuk bercocok tanam karena tanah yang tercemar tersebut telah kehilangan fungsi tanah sebagai media tanaman. Akhirnya banyak tanaman yang dekat dengan wilayah bangunan pabrik tersebut tidak dapat tumbuh dan tidak bisa memperoleh hasil panen dengan optimal.
Merujuk pada hal diatas oleh karenanya masyarakat, maupun Pemerintah berhak dan wajib secara aktif berperan serta aktif dalam melestarikan kawasan lingkungan hidup, negara sudah berupaya memberikan perlindungan melalui berbagai peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, adlah suatu produc negara untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup, sekaligus memberi payung hukum bagi masyarakat agar selalu dapat terus hidup dalam lingkungan hidup yang layak dan sehat.
Pembuktian kerusakan lingkungan hidup harus merujuk pada mekanisme Pro Justisia, jika proses pembuktian ilmiah tidak bisa atau terhambat, maka Hakim harus mendahulukan kepentingan perlindungan lingkungan hidup, meskipun secara ekonomi ada profit besar, tetapi alasan yang hanya memikirkan berorientasi ekonomi tak dapat dibenarkan, karena alasan ekonomi tidak boleh dijadikan dasar bahwa perlindungan lingkungan hidup tidak diperlukan, karena kegiatan-kegiatan seperti industri pengelolaan limbah yang secara langsung maupun tidak langsung berdekatan dengan pemukiman masyarakat sangat beresiko dengan lingkungan hidup, seperti adanya pencemaran limbah B3.
PT Bima Nusa Makmur adalah sebuah perusahaan berskala besar yang bergerak di bidang pengolahan karet mentah yang menghasilkan produk bahan karet setengah jadi. Hasil produksinya banyak diekspor ke negara-negara lain untuk diolah kembali menjadi berbagai macam produkkaret siap pakai. Perusahaan tersebut terletak di wilayah Desa Medali, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto, dan telah berdiri sejak tahun 2008 dengan total luas lahan 2,8 hektar pada awal berdirinya perusahaan tersebut. Pada tahun 2016 perusahaan tersebut secara sengaja menambah luas lahan bangunannya menjadi 3,5 hektar tanpa ijin dari pemerintah Kabupaten Mojokerto.
Kendati demikian, PT Bima Nusa Makmur pada tahun yang sama di tahun 2016 masa berlaku ijin gangguan (HO) perusahaan tersebut telah habis kadaluwarsa dan harus diperpanjang. Tetapi hal itu justru menjadi awal konflik antara PT Bumi Nusa Makmur dengan Pemerintah Kabupaten Mojokerto yang diwakili Bupati Mojokerto bersama kelompok masyarakat Desa Medali yang terganggu dengan kegiatan operasional perusahaan tersebut, selain karena perusahaan tersebut melakukan perluasan lahan tanpa ijin, juga karena adanya pencemaran lingkungan berupa bau tidak sedap yang berasal dari cerobong asap perusahaan yang menjadi masalah yang mempengaruhi masyarakat untuk memprotes keberadaan pabrik tersebut di desa Medali.
Pencemaran lingkungan yang terjadi di desa Medali tidak lepas dari lalainya perusahaan tersebut dalam mengelola limbah buangan dengan baik. Dampak lingkungan yang timbul selain adanya bau tidak sedap yang bersumber dari cerobong asap, juga adanya limbah cair dari gorong-gorong milik perusahaan yang mencemari lahan serta sumur yang berada di sekitar pabrik, walaupun dampaknya tidak menyebar secara luas seperti pencemaran udara berupa bau yang menyebar hingga desa-desa lain di sekitar desa Medali. Akibatnya menyebabkan kegiatan masyarakat terganggu dalam melakukan aktivitas sehari-hari karena terus-menerus menghirup bau tidak sedap yang berasal dari perusahaan pengolah karet tersebut.
Pencemaran lingkungan hidup menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah suatu kegiatan yang masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Dalam prakteknya, PT Bima Nusa Makmur tidak mengelola limbah hasil produksinya dengan benar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Mojokerto terkait sampel yang diteliti di Laboratorium DLH Provinsi Jawa Timur dan Laboratorium Sucofindo, terdapat temuan alat penyaring limbah di pabrik tersebut yang tidak sesuai standar, serta pengelolaan limbah yang tidak dilakukan dengan benar. Hal ini membuat output limbah yang terbuang tidak sesuai dengan mutu kesehatan lingkungan. Dampak yang ditimbulkan dari limbah udara dan limbah cair mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup yang mengganggu masyarakat di desa Medali tempat perusahaan itu berdiri.
PT Bima Nusa Makmur selaku industri pengolah karet yang mengakibatkan timbulnya pencemaran lingkungan seharusnya melakukan penanggulangan pencemaran, yang salah satunya adalah memberikan informasi peringatan pencemaran kepada masyarakat. Adanya informasi peringatan dapat mencegah adanya masyarakat yang tinggal di wilayah dekat kegiatan industri terpapar oleh pencemaran yang dihasilkan oleh perusahaan. Selain itu, perusahaan juga wajib melakukan pemulihan terhadap pencemaran yang terjadi.
Ancaman Pidana bagi perusahaan pelaku pencemaran lingkungan berdasarkan peristiwa jika perusahaan tersebut sengaja membuang limbah maka diancam pidana berdasarkan Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH sebagai berikut:
Pasal 60 UU PPLH:Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.
Pasal 104 UU PPLH:
“Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”.
Berdasarkan kasus yang dialami oleh PT Bima Nusa Makmur, warga desa Medali mengeluhkan adanya pembuangan limbah yang tidak terkelola dengan baik dan tanpa sepengetahuan warga desa perusahaan tersebut secara sengaja membuang limbah cair dan limbah udara hasil pengolahan karet ke lingkungan sekitar warga desa Medali. Dumping (pembuangan) itu sendiri adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat di simpulkan Bentuk dan mekanisme dari Pengelolaan limbah yang tidak sesuai dalam kegiatan industri yang dilakukan oleh PT. Bumi Nusa Makmur menimbulkan dampak sebagai berikut : timbulnya sengketa dan perselihan di tengah masyarakat, terjadi ganguan di masyarakat, tidak diterbitnya ijin lingkungan dan ijin ganguan, penutupan perusahaan secara permanen, hilangnya pendapatan daerah dan pemutusan hubungan kerja bagi pekerja perusahaan, terjadinya pencemaran lingkungan hidup, muncul sengketa lingkungan hidup. PT Bumi Nusa Makmur tidak menerapkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan baik dan benar.