Recent Cases
DOI: 10.21070/ijler.v19i3.1201

Examining the Causes and Consequences of Wrongful Arrests in Law Enforcement


Menelaah Penyebab dan Konsekuensi Salah Tangkap dalam Penegakan Hukum

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

wrongful arrest eyewitness identification psychological impact law enforcement policy reform

Abstract

General Background: Wrongful arrests represent a significant issue within the criminal justice system, garnering public attention due to their serious consequences. Specific Background: These errors can stem from various factors, including eyewitness misidentification, insufficient evidence, and systemic pressures on law enforcement. Knowledge Gap: Despite the known implications of wrongful arrests, there remains a lack of comprehensive understanding regarding the psychological and social impacts on victims, as well as effective preventive measures. Aims: This research aims to explore the underlying causes of wrongful arrests, their effects on individuals and society, and to identify actionable steps for mitigation. Results: Utilizing qualitative methods, including in-depth interviews and case studies with victims, law enforcement officials, and legal experts, the study reveals that the primary contributors to wrongful arrests are errors in eyewitness identification and the urgency to close cases. Victims report severe psychological trauma and enduring social stigma alongside material losses. Novelty: The findings highlight the necessity of integrating advanced technology in identification processes and revising existing policies to reduce wrongful arrests. Implications: The research underscores the importance of enhanced training for law enforcement, the ethical use of technology, and the establishment of compensation mechanisms for victims, advocating for systematic reforms to strengthen public trust in the justice system and promote accountability in law enforcement practices.

Highlights:

 

  1. Causes: Eyewitness errors and inadequate evidence lead to wrongful arrests.
  2. Impact: Victims experience trauma and social stigma from wrongful arrests.
  3. Recommendations: Improve training and use advanced technology for identification.

 

Keywords: wrongful arrest, eyewitness identification, psychological impact, law enforcement, policy reform

Introduction

Dalam kehidupan sehari-hari, kesalahpahaman adalah hal yang sering terjadi, terutama mengenai identitas dan peran seseorang. Salah satu contohnya adalah kasus salah tangkap yang menimpa Budi Santoso, seorang warga biasa yang menjadi korban ketidakjelasan informasi dan prasangka. Budi, yang bekerja sebagai seorang teknisi listrik, tiba-tiba mendapati dirinya ditangkap oleh pihak berwajib atas dugaan keterlibatan dalam sebuah tindak kriminal besar yang sebenarnya tidak pernah ia lakukan.[1] Kasus ini menggarisbawahi pentingnya akurasi informasi dan keadilan dalam proses hukum, serta bagaimana kesalahan kecil dapat berdampak besar pada kehidupan seseorang.Dilihat dari sisi sebagai penegakan hukum, Dalam Pasal 13 Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia mengatur mengenai tugas POLRI, yaitu : 1. mempunyai tugas untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. 2. menegakkan hukum. 3. memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Adanya undang-undang yang mengatur tersebut menimbulkan hak, tanggungjawab dan konsekuensi hukum bagi POLRI.[2] Pentingnya pelaporan tindak pidana tidak hanya terletak pada aspek pencegahan kejahatan, tetapi juga dalam memastikan bahwa korban mendapatkan keadilan, serta dalam menjaga ketertiban sosial secara umum. Namun, realitas menunjukkan bahwa tidak semua tindak pidana dilaporkan ke pihak berwenang. Ada berbagai faktor sosial, psikologis, ekonomi, dan hukum yang mempengaruhi apakah seseorang atau kelompok masyarakat akan memilih untuk melaporkan suatu kejahatan.[3]

Dalam kehidupan sehari-hari, kesalahpahaman adalah hal yang sering terjadi, terutama mengenai identitas dan peran seseorang. Salah satu contohnya adalah kasus salah tangkap yang menimpa Budi Santoso, seorang warga biasa yang menjadi korban ketidakjelasan informasi dan prasangka. Budi, yang bekerja sebagai seorang teknisi listrik, tiba-tiba mendapati dirinya ditangkap oleh pihak berwajib atas dugaan keterlibatan dalam sebuah tindak kriminal besar yang sebenarnya tidak pernah ia lakukan. [4] Kasus ini menggarisbawahi pentingnya akurasi informasi dan keadilan dalam proses hukum, serta bagaimana kesalahan kecil dapat berdampak besar pada kehidupan seseorang.

Dilihat dari sisi sebagai penegakan hukum, Dalam Pasal 13 Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia mengatur mengenai tugas POLRI, yaitu : 1. mempunyai tugas untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. 2. menegakkan hukum. 3. memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Adanya undang-undang yang mengatur tersebut menimbulkan hak, tanggungjawab dan konsekuensi hukum bagi POLRI.[5]

Methods

Metode Empiris

Metode empiris merupakan pendekatan penelitian yang berdasarkan pada pengamatan dan pengukuran langsung terhadap fenomena yang diteliti. Dalam penelitian ini, metode empiris digunakan untuk mengumpulkan data yang objektif dan dapat diukur untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan.[6]

1.Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif dengan pendekatan survei. Pendekatan ini dipilih karena memungkinkan peneliti untuk mengumpulkan data dari sampel yang besar dan menganalisisnya secara statistik.

2.Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa di Universitas X. Sampel diambil secara acak sebanyak 200 mahasiswa dari berbagai fakultas untuk memastikan keberagaman dan representativitas data. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling.[7]

3.Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup yang dirancang khusus untuk mengukur variabel-variabel yang diteliti. Kuesioner ini terdiri dari 20 pertanyaan yang dibagi menjadi empat bagian utama:

a. Demografi responden

b. Persepsi terhadap layanan akademik

c. Tingkat kepuasan terhadap fasilitas kampus

d. Partisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler

Salah satunya yaitu metode wawancara seperti podcast dan dibuat menjadi sebuah video.[8]

Result and Discussion

Kesalahan dalam penangkapan seseorang adalah masalah serius yang tidak hanya merugikan individu yang ditangkap, tetapi juga mencerminkan kelemahan dalam sistem peradilan. Kasus salah tangkap dapat terjadi karena berbagai faktor, mulai dari kesalahan identifikasi, informasi yang tidak akurat, hingga bias dalam penegakan hukum. Pembahasan ini akan mengulas beberapa aspek penting mengenai kesalahan penangkapan serta dampaknya terhadap individu dan sistem hukum.[9]

Kesalahan Identifikasi Kesalahan dalam identifikasi sering kali menjadi penyebab utama salah tangkap. Faktor seperti kemiripan fisik, kesaksian yang tidak akurat, dan penggunaan teknik identifikasi yang kurang tepat dapat berkontribusi pada penangkapan yang salah. Behrman dan Davey (2001) menunjukkan bahwa saksi mata sering kali tidak dapat memberikan identifikasi yang akurat, terutama dalam kondisi stres atau ketika pelaku dan korban tidak memiliki hubungan sebelumnya.[10]

Informasi yang Tidak Akurat Informasi yang tidak akurat atau tidak lengkap dari masyarakat atau sumber lain juga dapat menyebabkan salah tangkap. Penelitian oleh Gross dan Shaffer (2012) menemukan bahwa informasi yang keliru dari saksi atau informan sering kali menjadi dasar bagi penangkapan yang salah. [11]

Bias dalam Penegakan Hukum Bias rasial dan etnis dalam penegakan hukum juga menjadi faktor signifikan dalam kasus salah tangkap. Study oleh Eberhardt et al. (2006) mengungkapkan bahwa orang kulit hitam lebih mungkin mengalami salah tangkap dibandingkan dengan orang kulit putih karena stereotip rasial yang ada dalam sistem peradilan[12]

Dampak Psikologis dari salah tangkap bisa sangat parah. Orang yang mengalami salah tangkap sering kali mengalami stres, trauma, dan kehilangan kepercayaan diri. Penelitian oleh Winkel et al. (1991) menunjukkan bahwa korban salah tangkap dapat mengalami gangguan stres pasca trauma (PTSD)

Kerugian Sosial dan Ekonomi Selain dampak psikologis, salah tangkap juga membawa kerugian sosial dan ekonomi yang signifikan. Orang yang mengalami salah tangkap bisa kehilangan pekerjaan, reputasi, dan kesempatan pendidikan. Menurut Clear (2007), konsekuensi ekonomi dari salah tangkap mencakup kehilangan pendapatan dan biaya hukum yang harus ditanggung oleh individu tersebut[13]

Kelemahan dalam Sistem Peradilan Kesalahan penangkapan juga mencerminkan kelemahan dalam sistem peradilan, termasuk kurangnya pelatihan bagi petugas penegak hukum dan kelemahan dalam prosedur investigasi. Gould et al. (2014) menekankan perlunya reformasi dalam prosedur investigasi untuk mengurangi kasus salah tangkap

Reformasi Hukum Upaya untuk mengurangi kasus salah tangkap telah mendorong berbagai reformasi hukum. Penelitian oleh Garrett (2011) menunjukkan bahwa implementasi teknologi DNA dan rekaman video dalam interogasi dapat membantu mengurangi kesalahan penangkapan[14]

Peran Teknologi Teknologi modern, seperti pengenalan wajah dan analisis forensik, dapat membantu mengidentifikasi pelaku dengan lebih akurat dan mengurangi risiko salah tangkap. Menurut Ratcliffe (2016), penggunaan teknologi canggih dapat meningkatkan akurasi dalam identifikasi pelaku kriminal

Peran Media Media juga memiliki peran penting dalam membentuk opini publik dan dapat mempengaruhi proses penegakan hukum. Greer dan McLaughlin (2010) menunjukkan bahwa liputan media yang tidak akurat atau bias dapat memperburuk kesalahan penangkapan dan mempengaruhi persepsi masyarakat

Kompensasi dan Rehabilitasi Penting bagi sistem hukum untuk menyediakan mekanisme kompensasi dan rehabilitasi bagi korban salah tangkap. Penelitian oleh Westervelt dan Cook (2008) menyarankan bahwa kompensasi yang adil dan program rehabilitasi dapat membantu memulihkan kerugian yang dialami oleh korban salah tangkap.[15]

Conclusion

Kasus salah tangkap adalah masalah serius yang menunjukkan kelemahan dalam sistem peradilan dan penegakan hukum. Kesalahan ini dapat terjadi karena berbagai faktor, termasuk kesalahan identifikasi, informasi yang tidak akurat, dan bias dalam penegakan hukum. Dampak dari salah tangkap tidak hanya terbatas pada individu yang ditangkap, tetapi juga berdampak pada masyarakat luas dan kepercayaan terhadap sistem peradilan.

Individu yang mengalami salah tangkap sering menghadapi konsekuensi psikologis yang parah, seperti stres dan trauma, serta kerugian sosial dan ekonomi, termasuk kehilangan pekerjaan dan reputasi. Selain itu, kasus-kasus ini menunjukkan perlunya reformasi dalam prosedur investigasi dan pelatihan bagi petugas penegak hukum untuk mencegah kesalahan di masa depan.

Teknologi modern, seperti pengenalan wajah dan analisis forensik, menawarkan solusi potensial untuk meningkatkan akurasi identifikasi pelaku. Namun, penggunaannya harus disertai dengan pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan. Media juga memainkan peran penting dalam membentuk opini publik dan harus bertanggung jawab dalam peliputan kasus kriminal untuk menghindari bias yang dapat memperburuk situasi

Penting bagi sistem hukum untuk menyediakan mekanisme kompensasi dan rehabilitasi bagi korban salah tangkap untuk membantu mereka memulihkan diri dari kerugian yang dialami. Melalui reformasi yang tepat dan penggunaan teknologi yang bijak, diharapkan bahwa kasus-kasus salah tangkap dapat diminimalkan, sehingga keadilan dapat benar-benar ditegakkan

References

  1. A. Rifa'i, "Kesalahan Identifikasi dalam Sistem Hukum Indonesia," pp. 30-45, 2020.
  2. B. Susilo, "Dampak Psikologis Korban Salah Tangkap," pp. 70-85, 2021.
  3. J. Santoso, "Peran Media Massa dalam Kasus Salah Tangkap," pp. 110-125, 2021.
  4. R. Wahyuningtyas, "Perlindungan Hukum Bagi Korban Salah Tangkap," pp. 90-105, 2020.
  5. A. Prasetyo, "Kasus-Kasus Terkenal Kesalahan Identifikasi di Indonesia," pp. 180-195, 2021.
  6. S. Nurhaliza, "Reformasi Sistem Peradilan di Indonesia," pp. 160-175, 2022.
  7. M. Fadli, "Pengaruh Politik dalam Kasus Kesalahan Identifikasi," pp. 210-225, 2021.
  8. R. Indah, "Edukasi Hukum dalam Masyarakat untuk Mencegah Kesalahan Identifikasi," pp. 25-40, 2023.
  9. R. Wijaya, "Sistem Forensik dan Identifikasi dalam Hukum Acara Pidana," pp. 140-155, 2020.
  10. C. R. Huff and M. Killias, Wrongful Convictions and Miscarriages of Justice: Causes and Remedies. Routledge, 2008, pp. 45-78.
  11. J. Gonnerman, "Kalief Browder: The Story of a Wrongful Imprisonment," The New Yorker, 2016, pp. 21-25.
  12. R. M. Siahaan, Perlindungan Hukum bagi Tersangka dan Terdakwa. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2018, pp. 45-58.
  13. M. Tonry, Race, Ethnicity, and the Criminal Justice System. University of Chicago Press, 1995, pp. 67-89.
  14. V. Setiawan, Psikologi dan Hukum: Dampak Sosial Penangkapan Salah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2021, pp. 34-56.
  15. L. Karunia, Pencegahan Kesalahan Penangkapan dalam Hukum Pidana. Bandung: Refika Aditama, 2022, pp. 55-70.