The General background procrastination is a prevalent issue that affects productivity and efficiency in various settings, including work environments. Specific background this behavior can be particularly detrimental among individuals with multiple responsibilities, such as community cadres, who often struggle to manage their time effectively. Knowledge gap despite the recognition of time management as a crucial skill, there is limited research on its impact specifically among community cadres in reducing work procrastination. Aims this study aims to evaluate the effectiveness of time management training on the procrastination levels of cadres in a specific area. Results a quantitative experimental approach using a one-group pretest-posttest design was employed, involving 41 active cadres who underwent the training. the findings revealed a notable decrease in procrastination levels, with pretest scores averaging 66.000 and posttest scores averaging 65.000, indicating a positive shift after the intervention. Novelty this research contributes to existing literature by highlighting the potential of targeted time management training in addressing procrastination among community workers. Implications the outcomes suggest that implementing such training could enhance productivity and efficiency among cadres, advocating for broader applications of time management strategies in similar community-based settings to foster improved performance and commitment.
Highlights:
Keywords: Procrastination, Training, Cadres, Productivity, Research
Kader Surabaya Hebat atau yang disingkat menjadi KSH ini adalah sebuah kelompok yang dibentuk oleh Pemerintah Kota Surabaya sejak tahun 2021 dan di SK-kan langsung oleh Wali Kota Surabaya, yaitu Eri Cahyadi. KSH merupakan kelompok yang dibentuk karena para anggotanya berperan aktif terhadap masyarakat, saling mendukung, dan berkolaborasi untuk mencari solusi atas permasalahan sosial yang muncul di lingkungan sekitar. KSH terbentuk dari kelompok perempuan berada pada setiap Rukun Tetangga (RT) di Surabaya . Selain itu, KSH juga merupakan pekerja sosial yang mengabdi untuk melayani Masyarakat . KSH memiliki tugas yang cukup beragam yaitu antara lain: membantu menangani stunting, bayi gizi buruk, lansia, hingga menjadi fasilitator lingkungan dan kesehatan untuk warga sekitarnya . Mempunyai tugas atau pekerjaan yang beragam akan menimbulkan permasalahan seperti tugas tidak selesai tepat waktu, tugas dikerjakan sembarangan karena batas waktu yang semakin dekat hingga menimbulkan kesalahan. Seseorang yang cenderungan untuk menunda suatu pekerjaan atau bisa disebut dengan procrastinator, yaitu seseorang yang melakukan
Prokrastinasi adalah suatu kecenderungan untuk menunda dalam memulai maupun menyelesaikan kinerja secara keseluruhan untuk melakukan aktivitas lain yang tidak berguna, sehingga kinerja menjadi terhambat, serta tidak pernah menyelesaikan tugas dengan tepat . Prokrastinasi juga dapat diartikan sebagai perilaku menunda dimana individu terlibat dalam memulai dan menyelesaikan tugas pekerjaan sambil melakukan aktivitas lain yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, sehingga mengakibatkan berkurangnya efisiensi, kegagalan menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, dan seringnya ketidakhadiran dalam pertemuan . Prokrastinasi kerja adalah ketika seorang karyawan dengan sengaja menahan diri untuk memulai, melaksanakan, atau menyelesaikan suatu tugas yang menjadi tanggung jawabnya, meskipun seseorang tersebut menyadari bahwa perilaku tersebut mempunyai risiko yang lebih negatif .
Menurut Ferrari terdapat empat aspek dari prokrastinasi yaitu: penundaan untuk memulai dan menyelesaikan pekerjaan, keterlambatan dalam mengerjakan pekerjaan, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual, melakukan aktivitas yang lebih menyenangkan . Ciri Prokrastinasi menurut Burka Yuen adalah lebih suka untuk menunda pekerjaan atau tugas-tugasnya, berpendapat lebih baik mengerjakan nanti daripada sekarang dan menunda pekerjaan adalah bukan suatu masalah, terus mengulang perilaku prokrastinasi, dan kesulitan mengambil keputusan
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Adha & Putra, (2019) yang berjudul “Hubungan motivasi kerja terhadap prokrastinasi kerja pegawai negeri sipil di dinas lingkungan hidup Kab. Solok” secara teoritis, subjek dalam penelitian ini melakukan aktivitas lain saat bekerja sehingga mengakibatkan 76 persen mengalami prokrastinasi (Adha & Yeltas Putra, n.d.) . Penelitian lain yang dilakukan oleh Handayani dkk, (2023) yang berjudul “Efikasi Diri Dengan Prokrastinasi Pada Karyawan Taman Wisata Air Wendit Kabupaten Malang” menunjukkan hasil bahwa Tingkat prokrastinasi pada karyawan dalam penelitian ada pada kategori yang tergolong tinggi . Tidak peduli usia, jenis kelamin, status pekerjaan atau pelajar, prokrastinasi terjadi pada setiap orang. Sedikitnya 95 persen orang melakukannya sesekali dan sekitar 15 –20 persen melakukannya dengan frekuensi konsisten
Berdasarkan survei awal melalui pembagian kuisioner kepada 30 kader menunjukkan hasil bahwa sebanyak 12 persen kader lebih memilih menonton televisi daripada mengerjakan tugas, 24 persen lebih memilih untuk bermain sosial media daripada mengerjakan tugas, dan 29 persen lebih memilih untuk liburan lebih dulu dan menunda pekerjaan yang seharusnya dilakukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa 30 kader memenuhi ciri-ciri prokrastinasi yaitu menunda pekerjaan atau tugas-tugasnya, berpendapat lebih baik mengerjakan nanti daripada sekarang, dan menunda memulai pekerjaan karena ada yang lebih menarik dan menyenangkan dari pekerjaan mereka .
Prokrastinasi dapat mengganggu kelancaran proses kerja internal masing-masing lembaga dan semakin melemahkan citra lembaga. Sementara itu, dari segi prokrastinator, hal ini tidak hanya berdampak negatif pada hasil kerja karyawan, tetapi juga keadaan psikologisnya dapat terganggu.Penundaan dapat mengakibatkan pekerjaan menjadi terlambat, bertambahnya beban kerja sehingga menyebabkan meningkatnya stres kerja. Orang yang suka menunda-nunda perlu menambah waktu kerjanya, bekerja lembur atau menyelesaikan pekerjaannya di rumah.Istirahat yang kurang akan membuat otak sulit berkonsentrasi serta menimbulkan efek psikologis seperti mudah tersinggung, frustasi atau bahkan depresi. Kinerja organisasi akan terganggu karena kualitas pekerjaan yang dihasilkan kurang optimal . Tingkat prokrastinasi penting untuk diturunkan karena prokrastinasi dapat menghambat kemajuan perusahaan, akibat pekerjaan yang harus selesai dalam waktu yang singkat pada faktanya selesai dalam waktu yang melebihi target. Penundaan tersebut menyebabkan kemajuan perusahaan yang tertunda, sehingga memerlukan korelasi karyawan dengan kompensasi yang diberikan oleh perusahaan . Oleh karena itu menurunkan prokrastinasi sangat membantu untuk keberlangsungan proses kerja dan bersangkutan dengan instansi.
Prokrastinasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah manajemen waktu . Manajemen waktu merupakan suatu usaha atau disiplin yang dilakukan oleh seseorang secara hati-hati agar dapat menggunakan waktunya secara efektif . Manajemen waktu ialah suatu keterampilan yang harus dimiliki seseorang agar dapat menggunakan waktu yang ada dengan lebih efektif dan efisien. Keterampilan manajemen waktu yang baik membantu seseorang menyelesaikan tanggung jawab tepat waktu, menghindari stres, meningkatkan produktivitas dan kualitas hidup. Kegagalan dalam menggunakan waktu yang tersedia dapat menyebabkan seseorang kewalahan dengan tugas yang harus diselesaikan, terburu-buru, yang berujung pada stres, tidak produktif, dan rasa bersalah .
Saat anggota suatu organisasi dapat secara konsisten mengatur waktunya, maka organisasi tersebut akan berfungsi dengan baik. Mencapai keterampilan manajemen waktu sangat penting karena dapat menjadi tantangan bagi bisnis untuk mencapai tujuan mereka. Pelatihan manajemen waktu diperlukan jika individu dalam organisasi tidak memiliki kemampuan untuk mengelola prioritas mereka . Kemampuan seseorang dalam memprioritaskan manajemen waktu dapat ditingkatkan dengan pelatihan manajemen waktu. Prioritas pekerjaan ditetapkan berdasarkan urgensi dan signifikansinya. Pastikan kegiatan mana yang harus diselesaikan dalam sebulan, mana yang bisa diselesaikan dalam sehari, dan tugas mana yang paling krusial harus diselesaikan tepat waktu .
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Elida, (2019) juga menggunakan pelatihan manajemen waktu untuk menurunkan tingkat prokrastinasi pada karyawan, dan hasil yang diperoleh adalah terdapat penurunan tingkat prokrastinasi pada karyawan antara sebelum dan sesudah pelatihan manajemen waktu . Penelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen menggunakan pelatihan manajemen waktu untuk menurunkan tingkat prokrastinasi. Jenis penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi tentang bagaimana menggunakan manajemen waktu untuk membantu karyawan sebagai landasan untuk penelitian pengembangan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah “Apakah terdapat dampak dalam pelatihan manajemen waktu terhadap prokrastinasi kerja pada Kader Surabaya Hebat sebagai pekerja sosial ?”
Strategi eksperimen kuantitatif Pendekatan eksperimen kuantitatif digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan one – group pretets – posttest design . Karena kelompok eksperimen tidak dibagi secara acak, maka jenis penelitian ini menggunakan non randomized control trial.Penelitian ini dilakukan pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan terhadap sekelompok peserta kelompok eksperimen. Tujuan dari pelatihan manajemen waktu ini adalah untuk mengajarkan keterampilan manajemen waktu kepada peserta dan menurunkan tingkat prokrastinasi kerja. Sebanyak 41 kader di Kelurahan Sidotopo Wetan mengikuti pelatihan ini, terdiri dari satu kelompok yaitu 41 kader dalam kelompok eksperimen. Kriteria berikut digunakan dalam pemilihan subjek: masih aktif sebagai KSH, memiliki tingkat prokrastinasi tinggi, dan belum pernah terlibat dalam pelatihan manajemen waktu. Penelitian ini menggunakan adaptasi skala prokrastinasi kerja yang disebarluaskan melalui Google Form sebagai alat pengumpul data.
Alat ukur yang digunakan adalah skala adaptasi prokrastinasi kerja yang dilakukan oleh Putra, (2019) menggunakan aspek prokrastinasi yang terdiri dari 4 aspek menurut Ferrari yaitu: keterlambatan dalam memulai dan menyelesaikan tugas, keterlambatan dalam bekerja, interval waktu antara kinerja yang dijadwalkan dan yang sebenarnya, dan terlibat dalam aktivitas yang lebih. Dengan memanfaatkan program (SPSS), Skala Prokrastinasi Kerja terdiri dari 26 item dengan reliabilitas uji statistik Cronbach's Alpha 16.0 for Windows dan nilai reliabilitas item sebanyak 0,876. Total terdapat 26 item pernyataan, dan kemungkinan jawaban adalah SL (selalu), SR (sering), JR (jarang), dan TP (tidak pernah).
Langkah-langkah Eksperimen | |||
---|---|---|---|
Tahap 1 Persiapan | a. Wawancara dilakukan dengan koordinator KSH untuk memilih subjek yang akan menerima pelatihan manajemen waktu. Peneliti kemudian mengidentifikasi satu RW yang mendapat perlakuan b. Arahan diberikan oleh koordinator KSH kepada anggota KSH bahwa serangkaian tes dan pelatihan akan diadakan c. partisipan diberikan skala prokrastinasi untuk mengetahui tingkat prokrastinasi mereka dalam bekerja | ||
Tahap 2 Pelaksanaan | a. Kelompok eksperimen mengikuti program pelatihan yang diawali dengan pemberian materi dan diakhiri dengan sesi diskusi dimana peserta berbagi pengalaman b. Kemudian Kelompok eksperimen diberi stimulus berupa contoh penerapan kerangka kerja prioritas yang telah mereka dapatkan saat menerima pelatihan | ||
Tahap 3 Penutup | a. Skala prokrastinasi kerja diberikan kepada kelompok eksperimen sebagai tes akhir setelah pelatihan manajemen waktu untuk post test. b. Hasil pre test dan post test kemudian dianalisis untuk mengetahui efektivitas pelatihan manajemen waktu. |
A. Hasil
Terdapat 41 partisipan dalam penelitian ini. Seluruh partisipan adalah Kader Surabaya Hebat yang sudah memenuhi kriteria. Peneliti memiliki hipotesis yaitu terdapat pengaruh dalam pelatihan manajemen waktu terhadap prokrastinasi kerja pada Kader Surabaya Hebat. Sebelum melakukan pengujian hipotesis, dilakukan analisis data untuk memastikan asumsi dasar homogenitas dan normalitas data terpenuhi. Uji normalitas Shapiro-Wilk dan uji Levene digunakan untuk memastikan bahwa data terdistribusi normal dan varians antar kelompok homogen. Jika hasil signifikansi p pada kedua uji lebih besar dari 0,05 (p > 0,05), maka data memenuhi asumsi dan siap untuk diuji hipotesisnya.
W | P | |
---|---|---|
Pre Test | 0.968 | 0. 295 |
Post Test | 0.836 | <.001 |
Selanjutnya dilakukan uji normalitas terhadap pre test dan post tes kelompok eksperimen. Metode Paired Sample T-Test (Shapiro-Wilk) digunakan untuk melakukan uji normalitas. Temuan post test menunjukkan signifikansi p kurang dari 0,001, sedangkan hasil pre-test menunjukkan signifikansi p sebesar 0,295. Analisis data menunjukkan bahwa distribusi pre-test dan post-test tidak normal (p < 0,05) yang berarti nilai signifikansi pre test dan post test < 0,05 menunjukkan bahwa uji normalitas tidak terpenuhi.
F | df1 | df2 | P |
---|---|---|---|
12.597 | 1.000 | 80.000 | < .001 |
Selanjutnya metode Test of Equality (Leven's) diterapkan pada uji homogenitas penelitian. Temuan uji homogenitas selanjutnya menunjukkan bahwa prokrastinasi kerja memiliki tingkat signifikan p = <.001 (p<0,05) dan Flevans= 12,597. Temuan penelitian menunjukkan bahwa variabel penundaan kerja dianggap tidak homogen, sehingga berarti Levene's dilanggar. Jika data tidak berdistribusi normal atau jumlah data sangat sedikit serta level data adalah nominal atau ordinal, maka perlu digunakan alternatif metode-metode statistik yang tidak harus memakai suatu parameter tertentu seperti Mean, standar deviasi, variansi, dan lain lainnya. Metode ini disebut sebagai metode statistik non parametrik [23]
Measure 1 | Measure 2 | W | Z | Df | P | Hodges-Lehmann Estimate | Rank-Biserial Correlation | SE Rank-Biserial Correlation | ||||||
Prokrastinasi Pre Test | Prokrastinasi Post Test | 642.500 | 2.747 | 0.006 | 2.500 | 0.492 | 0.177 | |||||||
Note. Wilcoxon signed-rank test. |
Kemudian uji hipotesis selanjutnya menggunakan non parametrik. Uji hipotesis menggunakan uji-t sampel berpasangan menunjukkan bahwa nilai signifikansi p adalah 0,006, kurang dari 0,05. Hipotesis ini dapat dikatakan diterima. Selain itu, Cohen's d menunjukkan pengaruh yang signifikan sebesar 0,492, yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen sebelum dan sesudah pelatihan manajemen waktu
Prokrastinasi Pre Test | Prokrastinasi Post Test | |
---|---|---|
Valid | 41 | 41 |
Missing | 0 | 0 |
Median | 66.000 | 65.000 |
Std. Deviation | 2.837 | 8.743 |
Minimum | 60.000 | 26.000 |
Maximum | 72.000 | 80.000 |
Hasil deskriptif menunjukkan bahwa media dari pre test (66.000) ke media post test (65.000) mengalami penurunan. Artinya, terdapat penurunan tingkat prokrastinasi pada kelompok eksperimen setelah dilakukan pelatihan manajemen waktu.
B. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan tingkat prokrastinasi pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah pelatihan manajemen waktu. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Elida, (2019) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat prokrastinasi pada kelompok eksperimen setelah dilakukan pelatihan manajemen waktu. Penelitian ini lebih lanjut mengungkapkan bahwa ada perubahan pada kelompok kontrol setelah pelatihan. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang menunjukkan perubahan positif pada perilaku prokrastinasi setelah pelatihan manajemen waktu . Manajemen waktu memegang peranan penting dalam menjalankan aktivitas dengan lebih efektif dan efisien. Manajemen waktu juga memungkinkan seseorang untuk mengatur setiap tugas sesuai dengan waktu yang tersedia untuk menyelesaikannya .
Sebuah studi menunjukkan hasil yang signifikan mengenai kinerja karyawan terkait manajemen waktu yang baik. Ketika anggota organisasi melaksanakan tugasnya akan mempengaruhi efisiensi kerja dan mendorong pencapaian tujuan. Manajemen waktu membantu karyawan fokus pada tugas yang ada dan dapat mempengaruhi peningkatan produktivitas dan pencapaian tujuan tertentu. Selain itu, manajemen waktu yang baik akan membantu seseorang menghindari situasi sibuk yang dapat membuat seseorang merasa stres dan mempengaruhi situasi . Peneliti menggunakan manajemen waktu untuk mengurangi tingkat prokrastinasi karena pentingnya manajemen waktu tidak hanya berlaku dalam konteks akademik atau pekerjaan, tetapi juga dapat diterapkan dalam berbagai aktivitas lainnya . Manajemen waktu dapat digunakan untuk membantu seseorang menyelesaikan tugas yang bertanggung jawab, tepat waktu, menghindari stres, dan meningkatkan produktivitas serta kualitas hidup. Tidak menggunakan waktu yang tersedia dapat menyebabkan seseorang merasa kewalahan dan terburu-buru dalam mengerjakan tugas, sehingga menimbulkan stres, tidak produktif, dan rasa bersalah .
Manfaat manajemen waktu juga mencegah penundaan. Selain itu, Manajemen Waktu membantu seseorang untuk menggunakan waktu secara efektif dan efisien, mendelegasikan tugas kepada anggota, mengatur pekerjaan, mengatur pertemuan dan menyelesaikan beberapa tugas. Hal ini juga dapat membantu seseorang pulih secara mental dan fisik setelah pengalaman yang penuh tekanan. Seseorang menjadi lebih disiplin dan bertanggung jawab dalam memanfaatkan waktu, menjadi terorganisir, meningkatkan kualitas dirinya dan menjadi lebih percaya diri. Manajemen waktu juga dapat mencegah dan mengurangi stres serta kecemasan . Dengan demikian, Manajemen waktu memiliki manfaat yaitu mencegah prokrastinasi, membantu efisiensi penggunaan waktu, delegasi tugas, pengaturan pekerjaan dan pertemuan, meningkatkan kualitas diri serta kepercayaan diri, mengurangi stres, dan kecemasan.
Sebagai seorang karyawan, adalah tugas untuk mengerjakan tenggat waktu atau tugas tertentu serta memastikan untuk menyelesaikan tugas atau tenggat waktu tersebut tanpa penundaan. Ketika karyawan gagal memerangi penundaan, dampaknya adalah kehidupan sehari-hari yang efektif menjadi terhambat dan karyawan tidak dapat menyelesaikan tugasnya secara optimal . Oleh karena itu, penting untuk mengurangi prokrastinasi terhadap karyawan.
Prokrastinasi dapat dikurangi dengan menggunakan waktu yang tepat. Manajemen waktu yang baik memungkinkan seseorang untuk bekerja lebih cerdas, bukan lebih keras, dan melakukan lebih banyak hal dalam waktu yang lebih singkat, bahkan ketika waktunya singkat dan berada di bawah tekanan. Waktu yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi kurang efektif dan menimbulkan stress Pentingnya manajemen waktu adalah tidak membiarkan pekerjaan menumpuk karena tidak terbiasa menunda-nunda, dan dapat menyeimbangkan kepentingan pekerjaan dengan kepentingan lain sehingga mendapatkan pekerjaan yang memuaskan . Ketika aktivitas selesai tepat waktu, manajemen waktu sangat membantu pengaturan emosi, sehingga mengurangi kemungkinan rasa khawatir dan rumit mengenai tanggal selesainya setiap aktivitas. .
Terdapat juga trategi lain untuk mengurangi prokrastinasi. Salah satunya adalah penerapan sanksi. Keterlambatan karyawan mempengaruhi proses perusahaan dan memperlambat pengoperasian sistem tersebut. Sistem perusahaan berarti bahwa karyawan memiliki waktu yang semakin terbatas untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Di sisi lain, konflik peran ganda yang menimbulkan prokrastinasi dapat diatasi dengan memberikan konseling kepada karyawan yang terkena dampak konflik dan memastikan bahwa mereka merasa mendapat dukungan sosial dari salah satu peran yang mereka kerjakan . Dari penjelasan tersebut menunjukkan bahwa prokrastinasi juga dapat dikurangi dengan pemberian sanksi bagi yang melakukannya, dan juga melalui konseling.
Dari kajian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah pelatihan. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya penurunan tingkat prokrastinasi pada kelompok eksperimen. Dengan demikian, pelatihan manajemen waktu dapat menurunkan tingkat prokrastinasi kerja pada Kader Surabaya Hebat.
Penelitian ini memiliki keterbatasan. Pertama, Seluruh subjek berasal dari 1 RW Surabaya. Hal ini dapat membatasi kemampuan generalisasi hasil pada wilayah lain dengan kondisi sosial, budaya, dan organisasi yang berbeda. Perbedaan kontekstual ini dapat berdampak pada efektivitas pelatihan manajemen waktu. Kedua, prokrastinasi kerja juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Tanpa pendekatan yang mencakup berbagai aspek kehidupan kader, hasil penelitian tidak sepenuhnya mencerminkan kebutuhan dan realitas yang dihadapi oleh kader.
Saran untuk penelitian lebih lanjut diharapkan untuk melibatkan sampel yang lebih besar dan lebih beragam dari berbagai RW atau kecamatan di Surabaya. Hal tersebut akan memastikan bahwa hasil peneltian lebih representatif dan dapat diterapkan pada populasi kader yang lebih luas. Selain itu, mengintegrasikan pelatihan manajemen waktu dengan intervensi lain yang mendukung kesejahteraan dan produktifitas kader, seperti pelatihan keterampilan interpersonal, manajemen stres, dan motivasi kerja, dapat menghasilkan manfaat yang lebih berkelanjutan.