Environmental Law
DOI: 10.21070/ijler.v19i4.1175

Assessment of Waste Management Program Implementation in a Local Community


Penilaian Implementasi Program Pengelolaan Sampah di Sebuah Komunitas Lokal

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Waste Management Integrated Program Implementation Community Engagement Resource Allocation

Abstract

The general background this research focuses on the implementation of the Integrated Waste Management Program (TPST) to address waste management issues at the village level. Specific background includes the lack of understanding regarding the effectiveness of existing waste management programs, which often do not run optimally. Knowledge gap this drives further research to evaluate these programs. Aims of this research is to describe and analyze the implementation of the TPST waste management program and assess the indicators that influence its success. Results of the research show that the implementation of this program is considered quite good with the indicators of communication, resources, disposition, and bureaucratic structure having been met. Novelty of this research lies in the application of implementation theory by George Edward III in the context of waste management in villages, providing new insights into the factors that influence program effectiveness. Implications of this research suggest that village governments conduct ongoing evaluations and improvements to facilities and infrastructure to enhance the quality of waste management and produce organic fertilizer, thereby reducing the amount of residue generated.

Highlights: 

  • Implementation assessed through indicators: communication, resources, disposition, and bureaucratic structure.
  • Ongoing evaluations are essential for enhancing waste management effectiveness.
  • Recommendations include improving facilities to produce organic fertilizer and reduce waste residue.

Keywords: Waste Management, Integrated Program, Implementation, Community Engagement, Resource Allocation

Pendahuluan

Penanganan sampah dan pengelolaan sampah yang ada di Indonesia pada umumnya hampir sama, yaitu dengan cara pengumpulan sampah terus diangkut ke TPST untuk dikelolah, dipilah-pilah dan residu diangkut ke TPA. Adapun pengelolahan sampah meliputi pemilahan sampah sesuai jenisnya dan sifatnya, pemanfaatan sampah untuk didaur ulang, pencacahan sampah organic yang dijadikan pupuk maupun pengkomposan, pengumpulan sampah residu untuk diangkut ke TPA. Hasil pengelolahan sampah di kota/kabupaten berbeda beda, ada yang mengelolah hingga maksimal dengan hasil sampah residu sedikit/nol dan ada yang masih menghasilkan sampah residu yang masih banyak. Hal inilah yang membedakan tingkat keberhasilan pengelolahan sampah dari setiap kota/kabupaten. Setiap kota/kabupaten mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ada beberapa factor yang menyebabkan hasil pengelolahan sampah itu berbeda-beda. Pertama adalah faktor sarana dan prasarana, kedua yaitu sumber daya manusianya, dan ketiga inovasi pengelolahan sampah.

Pengelolahan sampah di Indonesia berdasarkan UU No 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, sampah yang diolah dibagi menjadi tiga, pertama yaitu pengelolahan sampah rumah tangga, sampah ini berasal dari aktivitas rumah tangga, bisa sampah organik maupun anorganik. Yang kedua adalah sampah sejenis sampah rumah tangga, sampah ini dihasilkan dari kegiatan setiap hari dari hotel, restoran, tempat wisata dan tempat lainnya, sampah yang dihasilkan bisa berupa sampah organic maupun anorganik, dan yang ketiga adalah sampah spesifik yang dikategorikan sebagai sampah yang mengandung B3 (bahan bahan berbahaya) [1]. Pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah spesifik merupakan tanggung jawab pemerintah, sedangkan pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga bisa dikelolah swasta atau pemerintah. Pengelolahan sampah rumah tangga atau sejenis rumah tangga bisa dilaksankan dengan cara pengurangan sampah dan penanganan sampah, pengurangan sampah yang meliputi pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Dalam hal ini, pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat memiliki perannya masing-masing.

UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah sebagai acuan bagi daerah-daerah yang ada di Indonesia terkait regulasi di dalam konteks wilayah regional terkait program desentralisasi dan otonomi daerah dimana daerah itu mempunyai wewenang dalam mengatur daerahnya, dan salah satunya adalah mempunyai peraturan tentang pengelolahan sampah. Apakah TPST di daerah-daerah sudah berjalan sesuai aturan dan berjalan dengan maksimal ataupun belum. Undang-undang menjelaskan bahwa pemerintah daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan sebagaimana dimaksud undang undang ini, antara lain menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah.

Ada beberapa hal yang dilakukan dalam menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat. Pertama memberikan pendidikan pengolahan samapah di sekolah. Hal ini bisa dilaksanakan dengan memberikan pendidikan pengelolahan sampah yang benar kepada murid-murid sekolah, memberikan pengertian tidak membuang sampah sembarangan dan apa akibatnya, dampaknya apabila pengelolaan sampah tidak benar. Bila belajar pengelolaan sampah dilakukan sejak dini, bisa menumbuhkan kesadaran akan pentingnya pengolaan sampah. Hal ini juga di dukung dengan contoh dari lingkungan dan penyediaan fasilitas pengolaan sampah di Indonesia. Kedua pendekatan dengan memberikan contoh yang ada disekitar masyarakat, contoh apabila sampah yang ada di TPA sudah penuh maka sampah akan menggunung dan menimbulkan pencemaran, padahal hal itu bisa dicegah dengan pemilahan sampah yang baik, mendaur ulang dan komposter [2]. Bidang keagamaan menjelaskan bahwa agama kita mengajarkan untuk menjaga alam ini, salah satunya dengan pengolaan sampah yang benar. Ketiga dengan komunikasi yang efektif, kamunikasi yang efektif menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah, komunikasi efektif adalah proses pertukaran ide, pemikiran, pendapat, pengetahuan serta data, sehingga pesan yang diberikan bisa dipahami dengan jelas.

Pemerintah daerah menyusun rencana pengurangan dan penanganan sampah yang dituangkan dalam rencana strategis dan rencana kerja tahunan SKPD [3]. Pemerintah daerah juga di haruskan melaksanakan pengelolahan sampah dan menfasilitsi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah. Prasarana dan sarana untuk pengelolaan sampah menjadi hal yang penting agar pengolaan sampah bisa terproses dengan baik [4]. Diantaranya seperti tempat penanpungan sementara (TPS), tempat pemprosesan akhir (TPA), tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) bank sampah, truk pengakut sampah dan gerobak sampah. Tempat penampungan sementara (TPS) juga penting disediakan karena TPS dipergunakan untuk menampung sampah masyarakat sebelum sampah tersebut diangkut ke tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) atau tempat pemrosesan akhir (TPA). Pembangunan tempat pemrosesan sementara (TPS) harus disediakan diberbagai tempat/wilayah, hal ini untuk menghidari sampah dibuang sembarangan oleh masyarakat. Apabila ada tempat penampungan sementara maka sampah tidak akan berserakan dimana-mana. Tempat pemrosesan akhir (TPA) juga wajib disediakan atau dibangun oleh pemerintah daerah. Tempat pemrosesan akhir (TPA) mempunyai peran yang sangat penting. Di dalam system pengolaan sampah di Indonesia TPA memang menjadi tujuan akhir dari pengolaan sampah, tapi bukan pembuangan terakhir. TPA merupakan tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan. Disamping itu di TPA juga dilaksanakan pemilihan sampah, daur ulang sampah anorganik, pengomposan sampah organik, peninbunan sampah residu dari proses-proses pemilahan sampah, daur ulang dan pengkomposan. Aktivitas – aktivitas inilah yang menjadi fungsi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang benar. Sehingga sampah yang berakhir di penimbunan tidak menimbulkan masalah baru. Kondisi TPA di Indonesai sudah mulai melaksanakan perbaikan-perbaikan dalam pengelolaan sampah. Pemerintah juga mewajibkan diadakannya bank sampah. Hal ini merupakan salah satu proses pemilhan sampah di tingkat masyarakat. Bank sampah sangat membantu dalam pengurangan sampah. Bank sampah juga bisa bernilai ekonomis, sehingga bisa membantu perekonomian masyarakat [5].

Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KLHK) terus mendorong pemerintah daerah untuk memiliki kebijakan dan strategi penanganan sampah mulai dari sumber sampah sampai ke pemrosesan akhir sampah. "Pemerintah daerah harus menyusun Dokumen JAKSTRADA (Kebijakan Strategi Daerah) sebagai dokumen yang menggambarkan target capaian dan upaya pengelolaan sampah secara kuantitatif yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam program pengelolaan sampah secara terintegrasi mulai dari sumber sampai ke tempat pemrosesan akhir (TPA) dan dilaksanakan oleh seluruh Organisasi Perangkat Daerah". Kebijakan Strategi Daerah ini akan menjadi rencana induk pengelolaan sampah di daerah (master plan) yang terukur pencapaiannya secara bertahap sampai tahun 2025 dan mendukung pencapaian target Kebijakan dan Strategi Nasional (JAKSTRANAS) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Kebijakan Strategi Daerah sendiri merupakan turunan dari amanat Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (JAKSTRANAS) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, yang baru ditetapkan pada tanggal 23 Oktober 2017. Aturan ini merupakan terobosan baru dalam pengelolaan sampah nasional yang melibatkan 32 Kementerian/Lembaga terkait, dunia usaha, asosiasi, dan komunitas terlibat dalam pengelolan sampah nasional. Untuk mendukung penyelenggaraan Kebijakan Strategi Daerah, KLHK telah menetapkan Permen LHK nomor P.10/Menlhk/Setjen/PLB.0/4/2018 pada tanggal 21 April 2018 Tentang Pedoman Penyusunan Kebijakan dan Strategi Daerah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga [6]. Pedoman ini akan memberikan arahan kepada seluruh daerah, baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota dalam menyusun JAKSTRADA. Untuk percepatan penyusunan JAKSTRADA provinsi dan kabupaten/kota, KLHK merasa perlu melakukan pendampingan penyusunan dokumen JAKSTRADA kepada instansi-instansi yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup dan perencanaan daerah di provinsi, kabupaten/kota.

Di Kabupaten Sidoarjo pengelolaan sampah diatur dalam Peraturan Daerah nomor 6 Tahun 2012 tentang pengelolaan sampah. Berdasarkan Peraturan Dearah Bupati Sidoarjo No 6 Tahun 2012 tentang Pengelolahan Sampah dan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan [7]. Pemeritah Kabupaten Sidoarjo menyusun rencana pengurangan dan penanganan sampah yang dituangkan dalam rencana strategis dan rancana kerja tahunan. Dalam melaksanakan rencana pengurangan dan penanganan sekurang-kurangnya memuat target pengurangan sampah, target sarana dan prasarana pengurangan sampah mulai dari sumber sampah sampai dengan TPA. Peraturan Daerah ini menerangkan bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya dengan cara pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang secara sistematis, menyeluruh serta berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah ialah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan , daur ulang atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu pada material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap lingkungan atau estetika. Pengelolaan sampah bersifat integral dan terpadu secara berantai dengan urutan yang berkesinambungan yaitu penampungan/pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pembuangan/pengelolaan. Meskipun sampah merugikan , tetapi sampah juga dapat diubah menjadi barang – barang yang bernilai manfaat jika kita bisa mengolahnya dengan baik. Untuk meminimalisasi dampak dari sampah, maka sampah yang dibuang harus dipilah. Prinsip yang bisa diterapkan dalam pengelolaan sampah kita kenal 4R.

Dalam menagani sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga dilakukan dengan cara : pertama Pemilahan yaitu proses pemilahan sampah merupakan suatu kegiatan memisahkan setiap jenis sampah agar proses pewadahan dan pengolahan hingga daur ulang dapat mudah dilakukan. Pemilahan sampah dimulai di rumah-rumah. Jenis sampah yang umumnya diketahui antara lain, yaitu sampah organik (basah), sampah anorganik (kering), dan sampah B3 (bahan beracun dan berbahaya). Kedua pengumpulan yaitu pengumpulan sampah merupakan aktivitas penanganan yang tidak hanya mengumpulkan sampah dari wadah individual atau dari wadah komunal (bersama) melainkan juga pengangkutannya ke tempat terminal tertentu, baik dengan pengangkutan langsung maupun tidak langsung. Pengumpulan sampah dilakukan dari masing-masing sumber sampah kemudian diangkut ke tempat penampungan sementara atau ke tempat pengolahan sampah skala kawasan, atau dapat diangkut langsung menuju tempat pemrosesan akhir tanpa melakukan proses pemindahan. Ketiga pengangkutan yaitu pengangkutan sampah adalah bagian persampahan yang bersasaran membawa sampah dari lokasi pemindahan atau dari sumber sampah secara langsung menuju tempat pemerosesan akhir (TPA). Keempat Pengolahan dan Proses yang dilakukan pada TPST umumnya berupa : pemilahan, pencacahan sampah organik, pengomposan, penyaringan kompos, pengepakan kompos, dan pencacahan plastik untuk daur ulang. Kelima Pemrosesan akhir sampah. Tempat pemrosesan akhir (TPA) adalah tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.

Sebagai salah satu wilayah administrasi di Kabupaten Sidoarjo, Pemerintah Desa Bligo juga melaksanakan tanggungjawab dalam menangani masalah sampah di Desa Bligo. Setelah adanya TPST di Desa Bligo permasalah sampah mulai berkurang. Dulu sewaktu belum dibangun TPST, sampah diangkut langsung oleh DLHK dan pengambilan dan pengangkutan tidak setiap hari, tiga sampai empat hari baru diangkut. Karena terlalu lama sampah itu menumpuk maka timbulah pencermaran lingkungan, mulai dari bau yang tidak sedap, serta mengumpulnya lalat-lalat dan bertelur. Disamping itu pemandangannya di Desa Bligo terlihat kumuh karena tumpukan sampah dimana-mana. Dengan adanya TPST tentunya sangat membantuh menyelesaikan masalah sampah. Lingkungan terlihat bersih dari sampah dan pencemaran lingkungan pun sudah mulai berkurang. TPST di kelolah dan di pimpin oleh beberapa pengurus. Pengurus TPST dipilih dengan cara musyawarah di tingkat desa. Pengurus TPST bertugas dan bertanggung jawab tentang jalannya sistem pengelolaan sampah. Program pengelolaan sampah di TPST Desa Bligo dilaksanakan dengan cara pengambilan sampah, pengumpulan sampah, pemilahan sampah, pengumpulan sampah sejenis, penampungan sampah residu, dan pengangkutan sampah residu ke TPA Jabon. Kegiatan TPST dimulai dari petugas pengangkut mengambil sampah dari rumah ke rumah warga. Sampah diangkut dan dibawah ke TPST dan selanjutnya dilakukan pemilahan sampah dan residu sampah diangkut ke TPA Jabon. Pengelolaan sampah bersifat integral dan terpadu secara berantai dengan urutan yang berkesinambungan yaitu penampungan/pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pembuangan/pengelolaan. Sampah meskipun merugikan, sampah juga dapat diubah menjadi barang yang bermanfaat jika kita bisa mengolahnya . Untuk meminimalisasi dampak dari sampah, sampah yang dibuang harus dipilah . Prinsip yang bisa diterapkan dalam pengelolaan sampah kita kenal 4R yaitu sebagai berikut. Pertama setiap hari petugas sampah ke rumah-rumah warga untuk mengambil sampah dan diangkut ke TPST, kedua di TPST sampah itu dipilah sesuai jenisnya, ketiga mendaur ulang pada sampah nonorganik, keempat membersihkan tempat pengelolahan sampah setiap hari, kelima residu sampah di taruh di bak truk sampah untuk diangkut ke TPA Jabon.

No Tahun Sampah Masuk Sampah terpilah Residu
1 2021 636 Ton 447 Ton 189 Ton
2 2022 660 Ton 470 Ton 190 Ton
3 2023 - Oktober 580 Ton 438 Ton 142 Ton
Table 1. Data Rekapitulasi Jumlah Tonase Sampah di Pemerintah Desa Bligo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo

Berdasarkan tabel I, jumlah sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Desa Bligo setiap tahunnya meningkat. Data ini merupakan volume sampah yang masuk di TPST Desa Bligo setiap tahunnya. Desa Bligo merupakan daerah yang padat penduduknya dan setiap tahun bertambah penduduknya sehingga sampah yang dihasilkanpun ikut bertambah. Jumlah residu juga masih cukup besar, hal ini dikarenakan peralatan mesin pencacah di TPST Desa Bligo tidak berfungsi sehinga sampah organik yang seharusnya dicacah kemudian dijadikan pupuk organik tidak dapat dilaksanakan.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Erdi Ferdiasyah Arsyiah (2019) menunjukan bahwa pemerintah desa Ngampelsari dalam pengelolaan sampah berbasis pemberdayaan masyarakat [8]. Penyuluhan dari lurah dengan memberikan motivasi untuk menjaga kebersihan lingkungan dan pengolahan sampah. Pelatihan yang diberikan Sub Dinas Kebersihan berupa pelatihan pengolaan sampah menjadi pupuk. Bantuan dalam pengolaan sampah berupa bak penampunga sampah dan gerobak yang mendukung usaha warga dalam mengelola sampah organik. Kebijakan yang dibuat Pemerintah Kabupaten Sidoarjo ternyata hanya mengatur pengelolaan sampah, tetapi belum menyentuh pemberdayaan masyarakat yang mengolah sampah dan daur ulang sehingga bernilai ekonomis.

Kedua, hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Edy Nurcahyo dan Ernawati (2019) menyatakan bahwa penyuluhan hukum tentang peningkatan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga di Desa Mabulungo dihadiri oleh masyarakat dan aparatur Pemerintah Desa Mabulugo sebagai peserta yang dapat penyuluhan hukum [9]. Penyuluhan pengelolaan sampah rumah tangga tersebut diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan. Adapun harapan dari penyuluhan ini desa Mabulugo dapat membuat Peraturan Desa berkaitan dengan pengelolaan sampah. Dapat mewujudkan lingkungan desa yang bersih dan terbebas dari pencemaran lingkungan akibat sampah.

Ketiga, hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Khosiah dan Rini Kurniawati (2019) menujukkan bahwa peran pemerintah desa sudah berusaha dalam pengelolaan sampah di Desa Roto Kecamatan Bolo Kabupaten Bima melalui komunikasi dalam pengelolaan sampah rumah tangga [10]. Penyampaian informasi dalam pelaksanaan kebijakan dalam pengelolaan sampah. Konsistensi informasi sumber daya dalam pelaksanaan uantuk mengatasi timbunan sampah. Kendala-kendala Pemerintah Desa dalam pengelolaan sampah di Desa Roto yaitu minimnya informasi, kurangnya komitmen dalam pengelolaan sampah.

Dari observasi dilapangan terdapat beberapa masalah dalam implementasi program pengelolaan sampah TPST di Desa Bligo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo, diantaranya yang pertama adalah sarana prasarana TPST berupa alat pencacah sudah rusak dan belum diperbaiki sehingga pengelolan sampah tidak bisa dilaksanakan dengan baik, sampah organik tidak dapat dicacah untuk dijadikan pupuk organik dan alat pengangkut sampah ada yang rusak dan tidak dapat diperbaiki lagi, sehingga dalam pengangkutan sampah dari rumah-rumah warga yang akan diangkut ke TPST terhambat dan hal ini membuat lingkungan menjadi tercemar karena sampah tidak segera diangkut. Yang ke dua kurangnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah TPST di Desa Bligo, belum adanya warga yang menjadi petugas pemilah sampah, sehingga harus mencari orang luar untuk menjadi petugas pemilah sampah. Ke tiga Pemerintah Desa Bligo masih belum punya peraturan desa tentang pengelolaan sampah di Desa Bligo.

Dari observasi dilapangan penelitih memilih teori implementasi kebijakan yang dirumuskan oleh George Edward III terdapat 4 faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan antara lain yaitu faktor (1) komunikasi, menurut Edward III komunikasi diartikan sebagai “proses penyampaian informasi kepada komunikan”. Informasi mengenai kebijakan publik perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan dapat mengetahui apa yang harus mereka persiapkan dan lakukan untuk menjalankan kebijakan tersebut sehingga tujuan dan sasaran kebijakan sesuai dengan yang diharapkan. (2) sumberdaya, bahwa faktor sumberdaya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan. Menurut Edward III bahwa sumberdaya tersebut meliputi sumberdaya manusia, sumberdaya anggaran, sumberdaya peralatan, dan sumberdaya kewenangan. Sumberdaya manusia merupakan salah satu variable yang mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan. (3) disposisi, pengetian disposisi menurut Edward III dikatakan sebagai “kemauan, keinginan dan kecenderungan para pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakkan tadi secara sungguh-sungguh sehingga apa yang menjadi tujuan kebijkan dapat diwujudkan”. Edward III mengatakan bahwa :Jika implmentasi kebijakan ingin berhasil secara efektif dan efisiens, para pelaksana (implementors) tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan danmempunyai kemampuan untuk melakukan kebijakan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Dan (4) struktur birokrasi struktur organisasi yang bertugas mengimplementasi kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek dari struktur organisasi adalah Standard Operating Procedure (SOP) dan fragmentasi. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, yang menjadikan aktivitas organisasi tidak fleksibel [11].

Metode

Penelitian ini dilakukan di Desa Bligo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo. Lokasi ini berfokus pada proses pengimplementasian program pengelolaan sampah TPST di Desa Bligo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini mengunakan metode kualitatif [12]. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan sebuah informasi yang tidak dapat diperoleh melalui teknik statistik atau pengukuran. Alasan menggunkan pendekatan kualitatif adalah penelitian dapat menghasilkan data deskriptif berupa ucapan maupun gambaran atau tindakan seseorang yang diamatinya. Tujuan penelitian kualitatif merupakan untuk memahami data yang telah dihasilkan dari survei lapangan. Teknik pengumpulan data menurut Sugiyono (2016:274) data bisa diperoleh melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumber data, dicatat, dan diamati seperti wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedangkan data sekunder, data yang diperoleh secara tidak langsung, sumber data sekunder bisa diperoleh dari jurnal atau media massa.

Teknik penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yang digunakan sebagai sumber informasi data berdasarkan aspek-aspek tertentu. Dalam penelitian ini sebagai informannya adalah Kepala Desa Bligo, Ketua pengurus TPST, 1(satu) orang pelaksana/petugas TPST, 1 (satu) orang pengawas, 1 (satu) orang bendahara Pemerintah Desa Bligo. Penelitian menggunakan metode analisis oleh interaktif dari Edward III yang meliputi, pertama pengumpulan data, pengumpulan data dapat dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Kedua, reduksi data, reduksi data merupakan proses yang berupa selektif berfokus pada penyederhanaan, abstrak, dan trasformasi data mentah dari catatan tertulis untuk menggabungkan informasi penting dan membuang informasi yang tidak perlu. Ketiga, penyajian data, penyajian data adalah kombinasi dari sebuah informasi yang dikumpulkan di lapangan dalam bentuk yang konsiten dan dapat lebih muda di akses. Dengan begitu lebih muda untuk mendapatkan gambaran umum dan dapat memudahkan melakukan penelitian secara keseluruhan. Keempat, Penarikan Kesimpulan, penarikan kesimpulan adalah mengumpulkan semua data berdasarkan bahan hasil peneli di lapangan.

Hasil dan Pembahasan

A. Implementasi Program Pengelolaan Sampah TPST di Desa Bligo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo

Implementasi program pengelolaan sampah TPST di Desa Bligo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo menurut acuan implementasi George Edward III dalam Agustino (2014:149). Untuk mengetahui implementasi Program Pengelolaan Sampah TPST di Desa Bligo, penulis menggunakan teori implementasi menurut George Edward III yang menyebutkan beberapa indikator yang mempengaruhi implementasi suatu program yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi.

1. Komunikasi

Dalam indikator komunikasi bahwa kegiatan atau rangkaian hingga informasi kebijakan mampu mengetahui apa yang perlu dipersiapkan serta disampaikan untuk mencapai misi yang telah direncanakan hingga tepat sasaran. Sehingga komunikasi memastikan apakah target implementasi dapat tercapai. Sehingga komunikasi ini membawa dampak yang penting bagi tercapainya sebuah implementasi program. Menurut Edward III, kebijakan publik hendak dilakukan dengan efektif antara penyelenggara kebijakan maupun rancangan dan pelaksana kepentingan. Dengan komunikasi, misi dan tujuan kebijakan dapat tersosialisasi dengan baik [13]. Komunikasi yang dilaksanakan Pemerintah Bligo berupa sosialisasi tentang pembangunan dan pengelelolaan TPST kepada masyarakat. Sosialisasi bertempat di Balai Desa Bligo dengan dihadiri ketua lingkungan, tokoh masyarakat dan masyarakat. Pemateri disampaikan oleh Bapak Kepala Desa Bligo dan pendampingan dari dinas lingkungan hidup dan kebersihan Kabupaten Sidoarjo.

Figure 1.Sosialisasi tentang TPST Desa Bligo

Berikut informasi hasil wawancara bersama Bapak H. Adi Suwardoyo, SE selaku Kepala Desa Bligo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo.

Bahwa sebelum dibentuknya TPST masyarakat untuk penampungan sampah ada keluhan, sampah morat marit ada dimana-mana didepan rumah tidak teratur. Dengan munculnya adanya TPST otomatis ada sosialisasi ke warga untuk menanggulangi adanya sampah, ada pemilahan sampah, itu disosialisasikan kepada masyarakat semua seluruh RT yang ada di Desa Bligo. Jadi sampah basah, sampah kering, sampah B3, itu semua disosialisasikan sehingga tempat untuk pengelolaan sampah ini tidak hanya dibebankan kepada TPST tetapi ada pemilahan-pemilahan dari pada sampah”. (Wawancara 16 Juni 2024)

Penjelasan dari Bapak H. Adi Suwardoyo, SE menjelaskan bahwa di Desa Bligo sudah melaksanakan sosialisasi tentang adanya TPST. Bapak Kepala Desa juga menjelaskan bahwa dulu sebelum adanya TPST masyarakat mengalami permasalahan tentang sampah, seperti tidak ada penampungan sampah yang layak, sampah berceceran dimana-mana di depan rumah-rumah warga dan tidak tertata dengan baik. Situasi ini menimbulkan keluhan dari masyarakat. Hal ini membuat pencemaran polusi, bau yang tidak sedap menggagu kesehatan, ada banyak lalat yang mengerumuni sampah. Apalagi kalau sampah itu sudah berhari-hari belum diangkut oleh truk sampah DLHK maka baunya sangat tidak enak. Tujuan utama komunikasi adalah untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pengelolaan sampah yang lebih baik melalui TPST dan pemilahan sampah. Tujuan lainnya adalah untuk mengajak masyarakat berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sampah, sehingga tanggung jawab tidak hanya dibebankan kepada TPST. Dengan dilaksanakannya sosialisasi kepada masyarakat tentang adanya TPST dan pengelolaan sampah betul, itu membuat perubahan perilaku masyarakat tentang membuang sampah. masyarakat diberikan sosialisasi bagaimana cara pengelolaan sampah yang benar. Partisipan dalam komunikasi ini adalah pihak TPST sebagai komunikator dan seluruh warga dari setiap Rukun Tetangga (RT) di Desa Bligo sebagai komunikan. Isi pesan yang disampaikan dalam sosialisasi meliputi a. Pengenalan TPST sebagai fasilitas pengelolaan sampah. b. Pentingnya pemilahan sampah menjadi sampah basah, sampah kering, dan sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). c. Tanggung jawab bersama dalam pengelolaan sampah, tidak hanya dibebankan kepada TPST. Saluran komunikasi yang digunakan adalah sosialisasi langsung kepada masyarakat di setiap RT di Desa Bligo. Bentuk sosialisasi ini memungkinkan adanya interaksi dua arah antara komunikator dan komunikan, sehingga terjadi pertukaran informasi dan umpan balik secara lebih efektif. Umpan balik dari masyarakat dapat dilihat dari perubahan perilaku dalam memilah dan mengelola sampah sesuai dengan sosialisasi yang diberikan. Umpan balik ini penting untuk mengevaluasi keberhasilan sosialisai dan penyesuaian strategi komunikasi di masa mendatang. Umpan balik dapat berupa pertanyaan, tanggapan, atau bahkan praktik nyata dalam pemilahan sampah oleh masyarakat. Akibat dari sosialisasi ini adalah adanya perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat dalam mengelola sampah secara lebih baik dan terstruktur melalui pemilahan sampah. Jika komunikasi berhasil, masyarakat akan lebih sadar akan pentingnya pengelolaan sampah dan berpartisipasi aktif dalam program TPST. Hal ini dapat memberikan dampak positif terhadap kebersihan lingkungan, kesehatan masyarakat, dan keberlanjutan lingkungan di Desa Bligo. Dalam proses sosialisasi ini, penting untuk menerapkan prinsip-prinsip komunikasi yang efektif, seperti keterbukaan antara Pemerintah Desa Bligo dan masyarakat, sehingga tercipta suasana yang kondusif untuk saling bertukar informasi dan pendapat [14]. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, komunikasi akan lebih efektif dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah melalui TPST. Dalam konteks sosialisasi ini, pesan utama yang ingin disampaikan adalah pentingnya pengelolaan sampah yang baik dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat melalui pemilahan sampah. Komunikasi yang efektif dan sosialisasi yang tepat diharapkan dapat mengubah perilaku masyarakat dalam menangani masalah sampah di lingkungan mereka.Selain itu, sosialisasi ini juga bertujuan untuk menciptakan kesadaran dan tanggung jawab bersama dalam menjaga kebersihan lingkungan. Masyarakat diharapkan tidak hanya mengandalkan TPST, tetapi juga berperan aktif dalam pemilahan sampah sejak dari sumbernya, yaitu rumah tangga. Keberhasilan sosialisasi ini akan sangat tergantung pada kemampuan Pemerintah Desa dalam menyampaikan pesan secara jelas, tepat, dan persuasif, serta keterbukaan dan partisipasi aktif dari masyarakat. Dengan komunikasi yang efektif, diharapkan permasalahan pengelolaan sampah di Desa Bligo dapat diatasi secara berkelanjutan dan menciptakan lingkungan yang lebih bersih, sehat, dan ramah lingkungan.

Berikut informasi hasil wawancara bersama Bapak M.Z.I, SE selaku pengawas TPST

Mengenai sosialisasi untuk TPST adaya itu dilakukan oleh dinas DLHK kabupaten sidoarjo dengan mengundang semua atau seluruh pengurus pengelolah TPST sesidoarjo, intinya sosialisasi tersebut mengenai bagaimana cara mengelolah sampah yang baik dan benar dan sesuai dengan atau tidak menyalahi regulasi, dan juga sosialisasi mengenai manfaat adanya TPST, nah disini pada saat atau inti dari sosialisasi tersebut yaitu pengelolaan sampah itu sebaiknya juga dilakukan oleh masing-masing TPST dengan cara yang pertama dipilah, kemudian dicacah dan disebisah mungkin kalau bisa didaur ulang ya didaur ulang. Jadi sehingga nilai residu atau sisa pembuangan akhirnya itu minim sekali seperti itu. Dan juga mengenai manfaat adanya TPST itu memang oleh dinas kabupaten sidoarjo(Wawancara 16 Juni 2024).

Penjelasannya dalam wawancara ini, pengelolaan sampah yang tepat dan berkelanjutan menjadi isu penting bagi banyak wilayah, termasuk Kabupaten Sidoarjo. Untuk meningkatkan kesadaran dan keterampilan masyarakat dalam pengelolaan sampah, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Sidoarjo mengadakan sosialisasi kepada pengurus Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di wilayah tersebut. Sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai pengelolaan sampah yang baik dan benar, sesuai dengan regulasi yang berlaku, serta manfaat adanya TPST bagi masyarakat sekitarDinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Sidoarjo mengadakan sosialisasi kepada seluruh pengurus pengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di wilayah Sidoarjo. Sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan informasi dan panduan mengenai pengelolaan sampah yang baik dan benar, serta manfaat adanya TPST bagi masyarakat. Tujuan utama komunikasi dalam sosialisasi ini adalah memberikan pemahaman kepada pengurus TPST tentang cara mengelola sampah secara tepat, sesuai dengan regulasi yang berlaku, menyampaikan informasi mengenai manfaat adanya TPST bagi masyarakat sekitar, mendorong pengurus TPST untuk menerapkan pemilahan, pencacahan, dan daur ulang sampah dalam pengelolaannya dan meminimalkan residu atau sisa pembuangan akhir sampah melalui pengelolaan yang tepat. Selain itu, sosialisasi ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran pengurus TPST dan masyarakat sekitar tentang manfaat adanya TPST. TPST tidak hanya berfungsi sebagai tempat pengelolaan sampah, tetapi juga dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat jika dikelola dengan baik.

Penjelasan diatas jika dikaitkan dengan teori implementasi menurut Edward III sebagaimana komunikasi sudah berjalan sesuai target sasaran dalam proses dalam suatu implementasi. Karena realita dilapangan Pemerintah Desa Bligo sudah melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang program pengolahan sampah TPST Desa Bligo. Kejelasan dan konsistensi informasi sangat penting untuk memastikan masyarakat memahami program pengelolaan sampah TPST dengan baik. Pemerintah Desa Bligo memberi penjelasan tentang manfaat TPST, cara kerjanya TPST dan juga peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah TPST. Semua itu dijelaskan secara efektif sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan partisipasi masyarakat dalam program ini. Dengan mengoptimalkan aspek komunikasi, diharapkan program implementasi pengelolaan sampah TPST bisa berjalan lebih lancer dan mencapai tujuannya dalam meningkatkan pengelolaan sampah di desa bligo. Oleh karena itu proses implementasi pada aspek komunikasi sudah berjalan dengan baik.

2 . Sumber Daya

Sumber daya ini diartikan sebagai komponen dan alat utama yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran dalam implementasi kebijakan pemerintah. Ketika menerapkan langkah-langkah kebijakan, ketersediaan sumber daya yang berkualitas sangat penting untuk mencapai tujuan kebijakan. Oleh karena itu, sumber daya merupakan penentu utama keberhasilan, yang pada gilirannya menentukan keberhasilan implementasi kebijakan. Dalam situasi seperti ini, keberhasilan implementasi sangat bergantung pada peran penting sumber daya manusia. Dalam melaksanakan kebijakan, perlu mempertimbangkan tidak hanya kuantitas tetapi juga kualitas sumber daya manusia [15]. Implementasi tindakan publik yang diputuskan oleh pemerintah memerlukan dukungan sumber daya yang memadai. Sekalipun kebijakan tersebut dirancang dengan baik, tujuan tersebut bisa gagal jika tidak didukung oleh sumber daya yang memadai. Berikut wawancara dengan Bapak Kepala Desa Bligo.

“Orang-orang yang mengurusi dan pengurus TPST masih belum maksimal untuk mengelola sampah karena kemampuannya, wawasannya, pengetahuan tentang TPST masih sangat kurang. Tapi pelan-pelan dengan adanya semangat dari pada pengurus TPST mereka tahap demi tahap belajar untuk mengelola TPST dengan benar dan tepat sesuai dengan sasaran. Kadang memang yang jadi kendala adalah sarana untuk mengambil residu sampah, sarana untuk mengelola sampah, contohnya misalnya untuk pengilingan sampah sehingga residunya jadi sedikit, kemudian yang sampah basah bisa dikelola sebagai pupuk itu yang sarana yang masih sangat kurang (Wawancara 16 Juni 2024).

Penjelasan dari wawancara dengan Kepala Desa Bligo bahwa pengelolaan sampah merupakan salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh Desa Bligo. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) menjadi solusi yang diandalkan untuk mengatasi permasalahan sampah secara komprehensif. Namun, implementasi TPST yang efektif masih menghadapi berbagai kendala, terutama terkait dengan sumber daya manusia dan infrastruktur. Dalam konteks ini, kita melihat adanya kesenjangan antara konsep ideal TPST dengan realitas di lapangan. Orang-orang yang mengurusi dan mengelola TPST masih belum mampu memaksimalkan potensi pengelolaan sampah. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan, wawasan, dan pengetahuan teknis tentang operasional TPST yang optimal. Meskipun demikian, terdapat indikasi positif berupa semangat dan kemauan dari para pengurus TPST Desa Bligo untuk belajar dan berkembang. Mereka menunjukkan komitmen untuk meningkatkan kapasitas mereka secara bertahap, dengan tujuan akhir dapat mengelola TPST Desa Bligo sesuai dengan standar dan sasaran yang ditetapkan.

No Nama Jabatan
1 Juliadi Pemilah dan Pengangkut
2 Iwan Pemilah
3 Sujito Pemilah dan Pengangkut
4 Kambya Pemilah dan Pengangkut
5 Mochammad Pemilah dan Pengangkut
6 Suwarti Pemilah
Table 2. Data Sumber Daya Manusia sebagai Pemilah di TPST Desa Bligo

Di sisi lain, tantangan infrastruktur juga menjadi kendala signifikan. Keterbatasan sarana untuk mengelola sampah, khususnya dalam proses pengambilan residu dan pengolahan sampah, menjadi hambatan dalam optimalisasi kinerja TPST. Hal ini terlihat dari kurangnya fasilitas pengilingan sampah yang dapat mengurangi volume residu, serta terbatasnya sarana untuk mengolah sampah basah menjadi pupuk. Sumber daya manusia merupakan komponen krusial dalam pengelolaan TPST yang efektif. Aspek penting terhadap kondisi sumber daya manusia di TPST Desa Bligo bahwa pengurus TPST tidak memiliki latar belakang pendidikan atau pelatihan khusus di bidang pengelolaan sampah. Hal ini mengakibatkan kurangnya pemahaman mendalam tentang prinsip-prinsip dasar pengelolaan sampah terpadu, termasuk metode pemilahan, pengolahan, dan pemanfaatan sampah. Pengurus TPST yang relatif baru dalam bidang ini dan belum memiliki pengalaman praktis yang memadai. Hal ini menyebabkan keterbatasan dalam menghadapi situasi-situasi kompleks yang sering muncul dalam operasional harian TPST. Wawasan yang terbatas tentang perkembangan terbaru dalam teknologi dan metode pengelolaan sampah menyebabkan ketidakmampuan untuk mengadopsi praktik-praktik terbaik yang sudah terbukti efektif di tempat lain. Kurangnya keterampilan manajemen operasional menyebabkan inefisiensi dalam pengelolaan sumber daya, penjadwalan, dan koordinasi antar bagian di TPST. Meskipun menghadapi berbagai keterbatasan, adanya semangat dan kemauan untuk belajar dari para pengurus TPST merupakan modal penting. Hal ini menunjukkan potensi untuk pengembangan kapasitas yang berkelanjutan jika didukung dengan program pelatihan dan pendampingan yang tepat.

Figure 2.Kegiatan TPST Desa Bligo

Berdasarkan wawancara dengan pengawas TPST M.Z menjelaskan bahwa

Sumber daya khusunya di Desa Bligo kita nilai kurang , karena untuk TPST tersebut dikelolah oleh kelompok swadaya masyarakat , jadi pengurus-pengurus atau anggota dari TPST tersebut beranggotakan dari masyarakat sekitar yang nota bilihnya besik atau beground dari masing-masing w arga tersebut berbeda-beda umurnya . Juga dari segi usia juga tergolong banyak yang sudah tua saya rasa, sehingga hanya mengandalkan tenaga saja . Jadi untuk yang ada beberapa yang muda juga tetapi semua kebanyakan dari warga itu hanya mengandalkan tenaga . Untuk pengelolaan sendiri mengenai pengetahuan tentang pengelolaan , pengetahuan tentang bagaimana cara mengelola TPST. Ini yang perlu dibutuhkan atau diasah kembali dengan cara mungkin nanti dilakukan atau diusulkan untuk pelatihan-pelatihan , diikut sertakan pelatihan-pelatihan , bimtek ataupun juga workshop-workshop ya tentang bagaimana cara mengelola sampah dan juga mengelola TPST tersebut . Tapi untuk sejauh ini , selama di Desa Bligo ini Alhamdulillah sudah berjalan dengan baik . Cuman mengenai pengelolaan sara rasa masih belum sampai akhir ya . Karena disini pengelolaan itu karena eh sebetulnya n aman ya itu TPS 3R, recycle, reduce, jadi sehingga pengelolaan itu harusnya sampai tuntas . tapi disini kenyataannya memang karena memang tadi kembali lagi ke ap anamany a tingka t sumbe r dayany a yang berbeda-bed a ataupu n yang masi h mungki n belu m mempun i sehingg a pengelolaa n TPST tersebu t hany a sebata s pengambila n dan pemilaha n it us aj a. Jadi masi h teta p m engandalka n di pembuanga n di TPA”.

Penjelasan dari wawancara ini adalah sumber daya manusia pengurus dan pekerja masih kurang maksimal, dikarenakan pengalaman dalam mengelola sampah masih kurang efektif. Hal ini menggambarkan kondisi sumber daya manusia di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Desa Bligo. Sumber daya di Desa Bligo dinilai kurang memadai untuk pengelolaan TPST. Pengurus dan anggota TPST terdiri dari masyarakat sekitar dengan latar belakang (background) yang beragam. Usia pengurus dan anggota pengelola TPST bervariasi, namun banyak di antaranya sudah tergolong lanjut usia. Mayoritas anggota, baik yang muda maupun yang tua, hanya mengandalkan tenaga fisik dalam mengelola TPST. Keragaman latar belakang dan usia anggota pengelola dapat menjadi kekuatan sekaligus kelemahan. Di satu sisi, keragaman ini dapat membawa berbagai perspektif dan pengalaman dalam pengelolaan sampah. Namun di sisi lain, perbedaan latar belakang dan dominasi anggota berusia lanjut dapat menyebabkan keterbatasan dalam penerapan metode pengelolaan sampah yang lebih modern dan efisien. Ketergantungan pada tenaga fisik, baik oleh anggota muda maupun tua, mengindikasikan kurangnya penerapan teknologi atau metode pengelolaan sampah yang lebih canggih. Hal ini dapat menjadi hambatan dalam mengoptimalkan proses pengelolaan sampah di TPST Desa Bligo. Pernyataan ini membahas tentang kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas dan pengetahuan pengelola TPST. Pengurus dan anggota perlu di ikut sertakan pelatihan-pelatihan, bimbingan teknis dan penyelengaraan workshop-workshop tentang pengelolaan sampah yang benar. Usulan untuk mengadakan pelatihan, bimtek, dan workshop menunjukkan adanya kesadaran akan pentingnya pengembangan kapasitas pengelola TPST. Ini adalah langkah positif dalam upaya meningkatkan efektivitas pengelolaan sampah di Desa Bligo. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan pengelola TPST dapat membawa dampak signifikan pada kualitas pengelolaan sampah. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang teknik-teknik modern dalam pengelolaan sampah, para pengelola dapat mengoptimalkan proses di TPST dan potensialmente mengurangi ketergantungan pada tenaga fisik semata. Meskipun TPST sudah berjalan dengan baik, adanya kesadaran bahwa pengelolaan belum optimal menunjukkan adanya keinginan untuk terus berkembang dan meningkatkan kualitas layanan pengelolaan sampah di Desa Bligo.

No Tahun Jumlah Anggaran Sumber Dana
1 2021 Rp. 50.000.000,- APBDes
2 2022 Rp. 40.000.000,- APBDes
3 2023 Rp. 50.000.000,- APBDes
Table 3. Data Anggaran Keuangan di Pemerintah Desa Bligo untuk TPST Desa Bligo

Menurut George C Edward III, sumber daya adalah penggerak dan pelaku. Pada aspek sumber daya finansial juga sangat dibutuhkan untuk mendukung adanya implementasi sehingga tepat sasaran. Berdasarkan wawancara dengan kepala Desa Bligo menjelaskan bahwa

Bahwa sudah 3 tahun ini mulai tahun 2022. 2023, dan 2024 ini desa telah membantu untuk sumber daya keuangannya melalui APBDes, melalui usulan-usulan pengurus TPST baik itu untuk kekurangan biaya yang dikeluarkan oleh TPST itu dibantu oleh desa melalui APBDes. (Wawancara 16 Juni 2024).

No Nama Jabatan
1 Imam Sanusi Pembina
2 Atam Yudha Suwito Pengawas
3 M. Zuhal Imanulloh Pengawas
4 Sudarto Ketua KSM
5 Lilik Bendahara
Table 4. Data Pengurus TPST Desa Bligo

Hasil wawancara dijelaskan bahwa dalam upaya mengatasi permasalahan yang dihadapi TPST, Desa Bligo memberikan anggaran keuangan kepada TPST. TPST merupakan fasilitas yang dirancang untuk mengelola sampah secara efisien dan berkelanjutan, namun operasionalnya seringkali terkendala oleh keterbatasan sumber daya keuangan. Dalam hal ini, Desa Bligo telah menunjukkan komitmen yang luar biasa dalam mendukung operasional TPST-nya selama tiga tahun berturut-turut, yaitu dari tahun 2021 hingga 2023. Dukungan ini diwujudkan melalui alokasi dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), yang merupakan instrumen keuangan utama dalam tata kelola desa. Mekanisme bantuan yang diberikan oleh Desa Bligo ini menggambarkan sebuah model kerjasama yang sinergis antara Pemerintah Desa Bligo dan pengelola TPST. Proses pengajuan usulan oleh pengurus TPST menunjukkan adanya komunikasi dua arah yang efektif, di mana kebutuhan operasional TPST dapat diidentifikasi dan dikomunikasikan dengan jelas kepada Pemerintah Desa. Bantuan keuangan yang diberikan melalui APBDes ini tidak hanya mencerminkan kesadaran pemerintah desa akan pentingnya pengelolaan sampah yang baik, tetapi juga menunjukkan fleksibilitas dalam penggunaan anggaran desa untuk mengatasi permasalahan yang krusial bagi kesejahteraan masyarakat. Untuk memahami signifikansi dari dukungan finansial ini, penting untuk menganalisis konteks yang lebih luas dari pengelolaan sampah di tingkat desa. TPST, sebagai sebuah konsep, muncul sebagai solusi untuk mengatasi keterbatasan sistem pengelolaan sampah konvensional yang seringkali tidak mampu menangani volume sampah yang terus meningkat. TPST menerapkan pendekatan terpadu dalam pengelolaan sampah, yang meliputi proses pemilahan, pengomposan, daur ulang, dan pemrosesan akhir [16]. Pendekatan ini tidak hanya bertujuan untuk mengurangi volume sampah yang berakhir di tempat pembuangan akhir, tetapi juga untuk mengoptimalkan potensi ekonomi dari sampah melalui proses daur ulang dan pengomposan. Biaya operasional TPST meliputi berbagai aspek, mulai dari gaji karyawan, pemeliharaan peralatan, hingga biaya transportasi. Tanpa dukungan finansial yang memadai, banyak TPST yang kesulitan untuk mempertahankan operasionalnya secara berkelanjutan [17]. Dalam konteks ini, inisiatif desa untuk memberikan bantuan keuangan melalui APBDes selama tiga tahun berturut-turut merupakan sebuah terobosan yang penting. Ini menunjukkan pemahaman pemerintah desa akan pentingnya investasi jangka panjang dalam infrastruktur pengelolaan sampah. Bantuan yang diberikan selama tiga tahun berturut-turut (2021, 2022, dan 2023) menunjukkan konsistensi dan komitmen jangka panjang dari Pemerintah Desa. Hal ini sangat penting dalam konteks pembangunan berkelanjutan, di mana kontinuitas dukungan seringkali menjadi faktor kunci keberhasilan sebuah program. Model kerjasama antara pemerintah desa dan TPST ini merupakan bagian kegiatan pemerintah desa untuk berperan aktif dalam mengatasi permasalahan lingkungan. Untuk memastikan keberlanjutan jangka panjang, perlu ada strategi yang komprehensif yang meliputi tidak hanya aspek pendanaan, tetapi juga pengembangan kapasitas, inovasi teknologi, dan peningkatan partisipasi masyarakat.

Berdasarkan wawancara dengan Bendahara Desa Bligo Mochamad Syaifudin, ST menjelaskan bahwa:

Pemerintah Desa Bligo menganggarkan angaran untuk TPST KSM Bligo Mandiri sesuai dengan program desa bligo yang tertuang dalam RPJMDes dan visi misi kepala desa yaitu untuk tercapainya pelaksanaan pembangunan desa sub bidang kawasan pemukiman kegiatan pembangunan atau rehabilitasi atau peningkatan fasilitas pengelolaan sampah di desa bligo kecamatancan di kabupaten sidoarjo. Program tersebut dicanamkan dikarenakan sampah merupakan salah satu permasalahan sosial yang ada di masyarakat. Jika ditangani atau dikelolah dengan baik akan menghasilkan manfaat lebih tapi jika tidak dikelola atau ditangani dengan baik menimbulkan permasalahan kerawanan sosial masyarakat yang ada di masyarakat. Pada tahun 2021 pagu anggaran senilai Rp. 40.000.000,-untuk pembangunan fasilitas kanopy TPST Bligo Mandiri. Tahun 2022 pagu anggaran senilai Rp. 15.000.000,-untuk perbaikan kendaraan pengangkut sampah dan Rp. 25.000.000,- untuk jalan paving TPST. Tahun 2023 Pemerintah Desa Bligo menganggarkan senilai RP. 50.000.000,-untuk pengadaan bak truk sampah dan perbaikan bak kendaraan pengangkut sampah. Tahun ini 2024 diangarkan Rp. 15.000.000,-untuk perbaikan kanopy atap TPST. Manfaat yang dirasakan masyarakat adalah adanya pengelolaan sampah yang baik sehingga tidak menimbulkan sosial atau kerawanan sosial di desa bligo seperti halnya penumpukan sampah, polusi dan seterusnya. Manfaat yang lain yaitu menciptakan lapangan pekerjaan,meningkatkan perekonomian, pada sumber sektor pengelolaan persampahan (Wawancara 26 Juni 2024).

Dari fenomena diatas jika dikaitkan dengan teori implementasi menurut Edward III sebagaimana sumber daya sudah sesuai, alasannya pada segi sumber daya finansial sudah dianggarkan atau tersedia anggaran khusus untuk pengelolaan sampah di TPST. Sumber daya adalah bagian yang memengaruhi keberhasilan implementasi yang diberikan. Setiap sumber daya harus dikelola oleh sumber daya lain, apakah itu dari segi manusia atau keuangan. Menurut teori Edward III, sumber daya keuangan adalah penggunaan uang untuk melaksanakan program atau tugas tertentu. Dengan kendala keuangan, sebuah program tidak dapat berjalan secara efisien. Jika salah satu dari sumber daya manusia atau finansial tidak berjalan efektif, maka keberlangsungan program atau kebijakan akan berjalan lambat dan seadanya atau tidak sesuai visi misi.

3. Disposisi

Disposisi Pada aspek diposisi secara langsung yang dimaksudkan ialah karakter penyelenggara pun mempengaruhi tindakan pelaksana untuk menerapkan kebijakan, sebab pemangku ialah individu dan belum dapat lepas dari kewenangan, pandangan, serta kepentingan pribadi yang hendak diraih (Abdul Aziz, 2016). Hal ini juga bahwa seorang penyelenggara bukan hanya dari mengetahui apa saja tupoksinya tetapi juga pada komitmen untuk melaksanakan implementasi. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Sudarto selaku Ketua pengurus TPST Desa Bligo,

pada umumnya untuk pembagian kewenangan dalam pelaksanaan pengelolaan sampah sudah sesuai dengan tupoksinya. Bagian bendahara mencatat dan membuat laporan keuangan. Bagian pengangkut sampah mengambil sampah dari rumah warga dan di bawahke TPST. Bagian pemilah dan kebersihan, yaitu memilah-milah sampah dan membersihkan lokasi TPST(Wawancara 26 Juni 2024) .

Segi pembagian tupoksi sudah sesuai dengan tugasnya masing-masing, sehingga pengurus dan pekerja menentukan dukungan dan keberhasilan implementasi program pengelolaan sampah TPST Desa Bligo. Dari adanya pembagian wewenang dan tugas pengurus dan anggota di TPST, maka dari pernyataan diatas bisa dikatakan. sudah melakukan pengelolaan sampah TPST dengan benar.

No Jabatan Tupoksi
1 Pembina Memberikan bimbingan teknis dalam pengelolaan TPSTMembantu menyelesaikan masalah yang dihadapi TPSTMengevaluasi kinerja TPST
2 Pengawas Melakukan pemantauan rutin terhadap operasional TPSTMemeriksa kualitas dan kuantitas pengolahan smpahMengawasi penerapan Standar Operasional Prosedur
3 Ketua Pengurus KSM Bertanggungjawab atas kinerja operasional TPST secara keseluruhanMemimpin dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan TPSTMenyusun rencana kerja dan anggaran TPSTMelakukan koordinasi dengan pihak eksternal
4 Bendahara Mengelola keuangan TPST secara keseluruhanMenyusun dan mengelola anggaran TPSTMenyiapkan laporan keuangan secara berkalaMencatat semua transaksi keuangan TPST
Table 5. Data Tupoksi Struktur Pelaksana TPST Desa Bligo

Dari pernyataan diatas bahwa fenomena tersebut jika dikaitkan dengan teori implementasi menurut Edward III bahwa disposisi dilapangan sudah melaksanakan dengan maksimal, karena dalam implementasi program pengelolaan sampah TPST Desa Bligo sudah sepenuhnya dilaksanakan. Karena suatu implementor pada teori Edward III dideskripsikan mengarahkan adanya suatu kejujuran dan komitmen yang dimana melaksanakan tahap-tahap program secara konsisten. Sehingga bukan hanya mengetahui saja tetapi menjadi kesan baik dan mempunyai komitmen tinggi sehingga menumbuhkan antusias kepada sasaran.

4. Struktur Birokasi

Struktur birokrasi, sebagaimana diuraikan oleh Edward III, memainkan peran vital dalam keberhasilan implementasi program pengelolaan sampah TPST. Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas dan terperinci menjadi landasan penting bagi efektivitas operasional TPST, sesuai dengan prinsip struktur birokrasi Edward III. Fragmentasi tugas antar instansi terkait dalam pengelolaan TPST harus dikoordinasikan dengan baik untuk menghindari tumpang tindih dan celah implementasi. Kejelasan struktur organisasi dalam pengelolaan TPST, mulai dari tingkat pengambilan kebijakan hingga pelaksana lapangan, sangat penting untuk memastikan alur kerja yang efisien. Fleksibilitas dalam struktur birokrasi, seperti yang dianjurkan Edward III, memungkinkan program pengelolaan sampah TPST untuk beradaptasi dengan kondisi dan tantangan lokal yang beragam. Sistem monitoring dan evaluasi yang terintegrasi dalam struktur birokrasi pengelolaan TPST memfasilitasi perbaikan berkelanjutan. Alur komunikasi yang jelas antar unit dalam struktur birokrasi TPST menjamin koordinasi yang baik dan pengambilan keputusan yang cepat. Pembagian wewenang dan tanggung jawab yang tepat dalam struktur birokrasi TPST mencegah kebingungan dan meningkatkan akuntabilitas, mencerminkan elemen kunci dalam teori implementasi Edward III. Kapasitas struktur birokrasi untuk mengakomodasi inovasi dan teknologi baru dalam pengelolaan sampah TPST mencerminkan aspek adaptabilitas. Mekanisme umpan balik dari masyarakat yang terintegrasi dalam struktur birokrasi TPST memungkinkan penyesuaian program yang responsif, sejalan dengan konsep implementasi kebijakan yang dinamis menurut Edward III. Seperti yang disampaikan oleh Bapak M. Zuhal selaku pengawas TPST Desa Bligo,

“ di TPST Desa Bligo mengenai SOP nya untuk alur pergerakan sampah yang pertama dari rumah warga itu masing-masing rumah itu ada bak sampah yang nantinya sampah-sampah tersebut diambil oleh petugas pengangkut sampah dari TPST. Selanjutnya sampah yang berasal dari warga dimasukan di bak penampungan sampah yang ada di TPST dan kemudian dipilah dikumpulkan sesuai jenisnya. Jadi untuk hasil pilahan sampah yang bisa dimanfaatkan atau bernilai ekonomis itu dikemas atau dipaking dikumpulkan kemudian nanti dijual. Sehingga menghasilkan nilai atau masukan dari hasil penjualan sampahtersebut. Dan untuk sampah yang tidak bernilai ekonomis atau tidak bisa digunakan atau disebut residu dimasukan kebak truk sampah yang nanti akan diangkut ke TPA di DLHK Jabon(Wawancara 09 Juli 2024)

Standar operasional prosedur TPST Desa Bligo telah disusun untuk memastikan pengelolaan sampah yang efektif dan terstruktur. SOP ini mencakup 5 (lima) tahapan utama dalam pengelolaan sampah, mulai dari pengambilan sampah dari rumah warga hingga pengiriman sampah residu ke TPA Jabon. Berikut ini menggambarkan alur proses pengolaan sampah TPST secara sistematis.

Figure 3.Standar Operasional Prosedur (SOP) TPST Desa Bligo

Fenomena dari pernyataan mengenai struktur birokrasi diatas jika dikaitkan dengan teori Edward III dimana struktur birokrasi sudah dilaksanakan sesuai dengan SOP yang diberikan dan juga sudah memperhatikan SOP pada Implementasi pengelolaan sampah TPST Desa Bligo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo. Terbukti bahwa TPST Desa Bligo telah menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas untuk pengelolaan TPST, mulai dari pemilahan sampah di tingkat rumah tangga, pengangkutan, hingga pengolahan di TPST. Pembagian tugas dan tanggung jawab antara dinas terkait, aparat desa, dan pengelola TPST telah diatur dengan jelas untuk menghindari tumpang tindih dan kebingungan. TPST Desa Bligo juga membentuk tim koordinasi lintas sektor untuk memastikan kelancaran implementasi dan penanganan cepat terhadap kendala yang muncul. Pernyataan-pernyataan ini menggambarkan bagaimana pihak birokrasi desa berupaya mengimplementasikan program pengelolaan sampah TPST dengan memperhatikan empat aspek kunci dalam teori Edward III. Tentu saja, dalam praktiknya, implementasi kebijakan bisa jadi lebih kompleks dan menghadapi berbagai tantangan yang perlu diatasi secara berkelanjutan.

Simpulan

Berdasarkan pembahasan dan uraian tantang implementasi program pengelolaan sampah di TPST Desa Bligo Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo dapat disimpulkan dengan ditinjau dari 4 aspek yaitu sebagai berikut : Pertama, Komunikasi selama implementasi program pengelolaan sampah di TPST Desa Bligo merupakan faktor penting dalam keberhasilan suatu proyek. Namun, diyakini bahwa komunikasi di Desa Bligo sudah optimal karena sudah ada sosialisasi khusus yang diberikan oleh Pemerintah Desa Bligo kepada masyarakat desa mengenai program pengelolaan sampah di TPST Desa Bligo. Kedua adalah Sumber Daya, sumber daya dari segi manusia pada implementasi program pengelolaan sampah TPST Desa Bligo sudah mampu dalam melaksanakan tugas pengelolaan sampah yang ada di Desa Bligo. Untuk segi sumber daya finansial sampai saat ini dalam implementasi program pengelolaan sampah TPST Desa Bligo sudah dianggarkan untuk kegiatan sosialisasi. Pada sumber daya fisik atau sarana prasarana TPST Pemerintah Desa Bligo dalam mendukung proses implementasi program pengelolaan sampah TPST sudah memadai, khususnya untuk menunjang operasional kegiatan pengelolaan sampah baik dalam hal perbaikan kendaraan pengangkut sampah dan perbaikan gedung TPST. Ketiga adalah Disposisi secara umum sikap dan respon dalam implementasi program pengelolaan sampah TPST ini sudah cukup optimal, karena pengurus, pengawas dan pekerja TPST sudah bisa melaksanakan tugasnya dengan cukup baik. Keeempat yaitu Struktur Birokrasi di Desa Bligo sampai saat ini sudah melaksanakan sesuai dengan SOP yang serupa sehingga diupayakan kegiatan program pengelolaan sampah berjalan dengan baik, dengan sesuai tugas jabatan dan tanggungjawab masing-masing. Dari keseluruhan dari hasil penarikan kesimpulan, bahwa peneliti merekomendasikan kepada Pemerintah Desa Bligo agar lebih mengevaluasi atau perbaikan implementasi program pengelolaan sampah TPST dalam hal pengadaan sarana dan prasarana berupa alat pencacah agar TPST bisa menghasilkan pupuk organik dan mengurangi jumlah residu.

References

  1. P. R. Indonesia, “Undang-undang Republik Indonesia No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah,” 2008.
  2. D. Sujatmiko, “Optimalisasi Perencanaan Pengelolaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Desa Cangkringan Sukodono Sidoarjo,” Bisma Bimbing. Swadaya Masy., vol. 1, no. 1, pp. 1–16, 2019, [Online]. Available: http://ejournal.ijshs.org/index.php/bisma/article/view/442%0Ahttps://ejournal.ijshs.org/index.php/bisma/article/download/442/344
  3. Kemendagri, “Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Sampah,” 2010.
  4. M. F. Ali and A. R. U. B, “Implementation of the Mekarsari Integrated Waste Management Site ( TPST ) Program in Kureksari Village , Waru District , Sidoarjo Regency [ Implementasi Program Tempat Pengolahan Sampah Terpadu ( TPST ) Mekarsari di Desa Kureksari , Kecamatan Waru , Kabup”.
  5. M. Rapii, M. Z. Majdi, R. Zain, and Q. Aini, “Pengelolaan Sampah Secara Terpadu Berbasis Lingkungan Masyarakat Di Desa Rumbuk,” Dharma Raflesia J. Ilm. Pengemb. dan Penerapan IPTEKS, vol. 19, no. 1, pp. 13–22, 2021, doi: 10.33369/dr.v19i1.13201.
  6. P. L. H. dan Kehutanan, “Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.10/MenLHK/setjen/plb.0/4/2018 Tentang Pedoman Penyusunan Kebijakan Dan Strategi Daerah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga,” Pedoman Kebijak. Dan Strateg. Drh. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, pp. 1–18, 2018.
  7. Perda Kabupaten Sidoarjo, “Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 6 Tahun 2012. Pengelolaan Sampah Dan Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan,” vol. 1965, pp. 1–28, 2012.
  8. M. E. Ferdiansyah and A. Arsiyah, “Peran Pemerintah dan Kader Masyarakat dalam Pemberdayaan Masyarakat untuk Pengolahan Sampah,” JKMP (Jurnal Kebijak. dan Manaj. Publik), vol. 2, no. 2, pp. 191–204, 2014, doi: 10.21070/jkmp.v2i2.438.
  9. E. Nurcahyo and E. Ernawati, “Peningkatan Kesadaran Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Di Desa Mabulugo, Kabupaten Buton,” Empower. J. Pengabdi. Masy., vol. 2, no. 02, pp. 31–37, 2019, doi: 10.25134/empowerment.v2i02.1940.
  10. R. Kurniawati and K. Khosiah, “Peran Pemerintah Desa Dalam Pengelolaan Limbah Pasar Di Desa Rato Kecamatan Bolo Kabupaten Bima,” JISIP (Jurnal Ilmu Sos. dan Pendidikan), vol. 3, no. 1, 2019, doi: 10.58258/jisip.v3i1.818.
  11. G. C. Edward, Implementing Publik Policy. Washington D.C: Congressional Quarterly Press, 1980.
  12. L. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012.
  13. B. K. Patria Adhi Baskoro, “Implementasi Kebijakan Penanganan Sampah Di Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo,” Adm. Negara, vol. 9, no. 2, pp. 149–158, 2021.
  14. A. Mustafia and H. Sukmana, “Peran Pemerintah Desa Dalam Pengelolaan Sampah di Desa Sruni,” 2021.
  15. R. Nurfalah, “Implementasi Kebijakan Tentang Pengelolaan Sampah Oleh Pemerintah Desa Pawindan Kecamatan Ciamis Kabupaten Ciamis (Studi Analisis di Tempat Pengelolaan Sampah Reduce Reuse Recycle Magot Desa Pawindan),” J. Skripsi Univ. Galuh Ciamis, vol. 3, no. 1, pp. 37–44, 2023, [Online]. Available: http://repository.unigal.ac.id:8080/handle/123456789/3421
  16. A. A. Kartika and S. I. Puspikawati, “Sistem Pengelolaan Sampah Di Tpst 3r Tembokrejo Kecamatan Muncar Banyuwangi,” Prev. J. Kesehat. Masy., vol. 12, no. 2, p. 183, 2021, doi: 10.22487/preventif.v12i2.197.
  17. N. Khanifah, “Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah Di Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah,” 2022.