General Background: Earnings management significantly impacts stakeholders' decisions based on reported profits. Specific Background: This study examines the effects of profitability, accounting conservatism, liquidity, and earnings persistence on earnings management in manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) from 2019 to 2023. Knowledge Gap: Previous research shows inconsistent findings, particularly regarding accounting conservatism and liquidity's effects, highlighting a need for further investigation. Aims: This research aims to clarify these influences within the Indonesian manufacturing sector. Results: Using quantitative analysis of 135 firms, findings reveal that profitability and earnings persistence positively affect earnings management, while liquidity negatively impacts it. Accounting conservatism does not significantly influence earnings management. Novelty: This study incorporates earnings persistence as a critical factor, contributing to existing literature. Implications: The results suggest investors should exercise caution in their decisions due to potential financial reporting manipulation and emphasize the need for improved transparency in financial reporting practices.
Highlights:
Keywords: Earnings Management, Profit Persistence, Accounting Conservatism, Liquidity, Earnings Persistence
Kemampuan sebuah industri untuk menghasilkan laba maksimum dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerjanya. Karena fakta bahwa laba sangat penting bagi kemampuan untuk mempertahankan operasi organisasi yang sedang berlangsung dan kemajuannya. Laba adalah ukuran kinerja utama yang digunakan bisnis untuk menilai keberhasilannya, baik secara internal maupun eksternal [1]. Manajemen laba adalah masalah yang mendapat banyak perhatian dari pihak luar karena laba adalah indikator kinerja utama untuk bisnis, dan keputusan bisnis - terutama yang melibatkan investasi - dibuat berdasarkan indikator ini [2].
Beberapa contoh fenomena yang mencerminkan masalah manajemen laba termasuk kasus yang terjadi di PT Lippo Karawaci Tbk, di mana laba periode berjalan pada semester 1 tahun 2018 mencapai Rp 1,15 triliun, meningkat 135% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Fenomena serupa terjadi pada PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) pada Maret 2019, di mana terjadi penggelembungan dana. Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa masih ada perusahaan, termasuk di sektor manufaktur, yang menggunakan praktik yang tidak jujur dalam pelaporan keuangan, yang dapat merugikan pemegang saham. Laporan keuangan yang disajikan haruslah relevan, akurat, dan transparan karena hal ini memengaruhi keputusan investor dalam berinvestasi. Manajemen bertanggung jawab untuk menyusun dan menyajikan laporan keuangan perusahaan. Investor menggunakan laporan keuangan tersebut untuk membuat keputusan investasi. Oleh karena itu, manajemen cenderung ingin menunjukkan kinerja yang maksimal agar dapat memberikan informasi dan nilai keuntungan yang menguntungkan bagi perusahaan. Dalam konteks informasi keuntungan, hal ini menjadi fokus untuk mengevaluasi kinerja manajemen perusahaan, sesuai dengan yang diungkapkan dalam SFAC No.1. Oleh karena itu, manajemen mungkin menggunakan berbagai cara dan metode akuntansi untuk mengoptimalkan presentasi data keuntungan perusahaan agar terlihat lebih baik [3].
1. Konsep SDGs
Konsep SDGs diangkat dalam penelitian ini agar dicapainya secara global pembangunan yang ditetapkan. SDGs (Sustainable Development Goals) merupakan serangkaian manfaat pembangunan yang ditetapkan dan dijalankan oleh (PBB) agar dicapainya secara global hingga tahun 2030. Tujuan-tujuan ini dirancang untuk mengatasi berbagai tantangan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat di seluruh dunia. SDGs mencakup beragam isu, mulai dari pengentasan kemiskinan hingga perlindungan lingkungan. SDGs 8, dalam konteks Anda, menekankan pada pertumbuhan ekonomi yang merata, produktivitas tenaga kerja, dan penciptaan pekerjaan yang layak bagi semua orang. Ini mengacu pada upaya untuk menciptakan kondisi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, di mana pertumbuhan ekonomi didukung oleh kesempatan kerja yang adil, produktif, dan layak bagi seluruh anggota masyarakat. Determinasi variabel yang mempengaruhi manajemen laba sebagai implementasi dari SDGs 8 akan melibatkan identifikasi faktor-faktor memengaruhi manajemen laba demi konteks pencapaian economy grouwth yang merata, peningkatan produktivitas tenaga kerja, dan penciptaan pekerjaan yang layak. Beberapa variabel yang mungkin mempengaruhi manajemen laba dalam konteks ini yakni, Pertama, kebijakan pemerintah yang meliputi kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi inklusif dan penciptaan lapangan kerja yang layak dapat memengaruhi praktik manajemen laba perusahaan. Kedua, Struktur ekonomi yaitu suatu negara atau wilayah dapat mempengaruhi insentif perusahaan untuk melakukan manajemen laba. Misalnya, dalam ekonomi yang berkembang, tekanan untuk memenuhi target pertumbuhan ekonomi yang ambisius dapat mendorong praktik manajemen laba. Ketiga, Pengelolaan Sumber Daya Manusia yaitu meliputi Pengelolaan tenaga kerja yang optimal dan produktif dapat memengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan dan, akibatnya, praktik manajemen laba yang diadopsi. Keempat, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang meliputi Prinsip-prinsip etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan dapat memengaruhi keputusan manajemen terkait pelaksanaan manajemen laba. Firma yang berkomitmen untuk menciptakan nilai jangka panjang untuk semua pemangku kepentingan mungkin lebih condong demi menghindari pelaksanaan manajemen laba yang merugikan. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, perusahaan dapat merancang strategi manajemen laba yang sejalan dengan prinsip-prinsip SDGs 8 untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang merata, produktivitas tenaga kerja yang optimal, dan penciptaan pekerjaan yang layak untuk semua.
Menurut penelitian [4] tujuan manajemen laba merupakan untuk membohongi para pemangku kepentingan yang tertarik dengan kinerja dan kondisi perusahaan dengan cara memanipulasi atau mempengaruhi informasi dalam laporan keuangan. Seorang manajer dapat memilih untuk menerapkan manajemen laba karena faktor-faktor seperti profitabilitas, persistensi laba, likuiditas, dan konservatisme akuntansi. Kemampuan bisnis untuk menghasilkan laba pada tingkat penjualan, aset, dan modal diukur dan dievaluasi dengan menggunakan profitabilitas [5]. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh [6] menyatakan bahwa variabel profitabilitas secara signifikan dan positif mempengaruhi sebagian manajemen laba. Oleh karenanya profitabilitas tidak memiliki hubungan dengan manajemen laba. Oleh karena itu, profitabilitas tidak memiliki hubungan dengan tingkat manajemen laba [2].
Menurut [7] menyatakan bahwa konservatisme adalah respons yang masuk akal terhadap ketidakpastian yang akan melingkupi aktivitas ekonomi. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh [2] menunjukkan dampak substansial dari konservatisme akuntansi terhadap manajemen laba. Sedangkan pada penilitian [8] mengklaim bahwa konservatisme tidak terlalu berpengaruh pada pentingnya Likuiditas adalah faktor yang mendorong manajer untuk mengendalikan laba selain konservatisme akuntansi. Menurut munawir dalam penelitian likuiditas perusahaan dapat didefinisikan sebagai kapasitasnya untuk membayar tagihan tepat waktu atau sebagai kemampuannya untuk memenuhi kewajiban keuangan yang mendesak. Penelitaian sebelumnya yang dilakukan oleh menunjukkan dampak menguntungkan dari likuiditas terhadap manajemen laba. Sedangkan pada penelitian nilai likuiditas yang lebih tinggi diterjemahkan ke dalam manajemen laba yang lebih rendah karena variabel likuiditas memiliki dampak negatif terhadapnya. Nilai likuiditas yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan telah membayar utang lancarnya dengan menggunakan aset yang dimilikinya saat ini, sehingga meniadakan kebutuhan akan manajemen laba untuk mendapatkan kredit dari kreditur. Namun demikian, karena perusahaan belum dapat menggunakan aset lancarnya secara maksimal, nilai likuidasi yang tinggi juga bukan merupakan hal yang positif.
Selain likuiditas, elemen lain yang mendorong manajer untuk melakukan manajemen laba adalah persistensi laba. Menurut situasi laba yang diprediksi untuk masa depan dikenal sebagai persistensi laba. Bisnis yang secara konsisten menghasilkan laba dapat menarik investor dan pengguna laporan keuangan yang bersedia menanamkan uangnya ke dalam bisnis tersebut. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan terbalik antara persistensi laba dan manajemen laba, yaitu jika persistensi laba naik, maka manajemen laba akan turun dan sebaliknya. Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara persistensi laba dan manajemen laba.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, Dengan ditemukannya ketidaksamaan hasil penelitian diatas, maka peneliti meiliki tujuan untuk meneliti kembali dengan judul “ Pengaruh Profitabilitas, Konservatisme Akuntansi, Likuiditas Dan Persistensi Laba Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei Pada Tahun 2019-2023”. Grand Theory pada penelitian ini adalah Agencyteory (Teory Keagenan) yang menerangkan hubungan timbal balik antara prinsipal dengan agen yakni pemilik modal dengan pemilik perusahaan . Yang berarti bahwa saham yang pihak manajemen miliki mencakup komisaris, atau pihak direksi. Pengukuran kepemilikan saham manajerial dengan presentase kepemilikan saham manajemen atas semua saham perusahaan yang tersebar. Ketidaksamaan penelitian ini dari penelitian sebelumnya yakni, peneliti memakai perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI. Kemudian peneliti menambahkan variabel independen yaitu persistensi laba yang diduga dapat mempengaruhi variabel lainnya. Alasan peneliti memilih perusahaan makanan dan minuman pada tahun 2019 -2023 karena konsumsi masyarakat terhadap makanan dan minuman tetap menjadi kebutuhan pokok meski terjadi krisis ekonomi sekalipun.
2. Hubungan Antar Variabel
a. Pengaruh Profitabilitas terhadap Manajemen Laba
Profitabilitas merupakan tindakan kesanggupan perusahaan dalam menciptakan keuntungan. Pada penelitian ini, profitabilitasnya diukur memakai skala rasio. ROA yakni mmebandingan laba bersih sesudah pajak dengan jumlah asset. Menurut penelitian pemeriksaan jangka panjang tercermin dalam profitabilitas, yang dianalisis sebelum dan sesudah pemotongan pajak. Menurut penelitian menunjukkan bagaimana profitabilitas mempengaruhi manajemen laba dengan cara yang menguntungkan. Secara umum, nilai profitabilitas perusahaan dapat digunakan sebagai pengukur kinerjanya semakin tinggi rasionya, semakin sukses organisasi dalam menghasilkan laba dari setiap aset yang diinvestasikan. Manajemen menggunakan manajemen laba, yang melibatkan pengaturan laba periode berjalan di bawah laba riil, ketika profitabilitas perusahaan mencapai puncaknya selama periode tertentu. Sedangkan pada penlitian menunjukkan bahwa profitabilitas memiliki dampak merugikan yang besar terhadap manajemen laba, dan bahwa nilai perusahaan sebagai manajer laba akan menurun ketika profitabilitasnya meningkat. Berdasarkan penelitian terdahulu dapat merumuskan hipotesis sebagi berikut:
H1: Profitabilitas berpengaruh Positif terhadap Manajemen Laba
b. Pengaruh Konservatisme Akuntansi terhadap Manajemen Laba
Konservatisme merupakan sistematika akuntansi yang dapat mencegah manajer bertindak oportunis untuk memajukan kepentingan mereka sendiri. Karena manajer memiliki akses ke lebih banyak data akuntansi dan ekonomi tentang perusahaan daripada pihak luar, konservatisme itu sendiri dapat membatasi tindakan manajemen untuk membentuk laba Menurut penelitian menunjukkan dampak substansial dari konservatisme akuntansi terhadap manajemen laba. Tujuan penerapan konsep konservatisme akuntansi adalah untuk memastikan bahwa perusahaan berhati-hati dalam memilih dan menggunakan teknik akuntansi mereka. Konservatisme akuntansi adalah prinsip yang mengharuskan pembukuan perusahaan dipersiapkan dengan hati-hati dan verifikasi tingkat tinggi. Semua kemungkinan kerugian dicatat ketika kerugian tersebut ditemukan, sedangkan keuntungan hanya dapat dicatat ketika kerugian tersebut telah terealisasi sepenuhnya. Menurut teori ini, perusahaan biasanya akan menunda pengungkapan pendapatan untuk mempertahankan laba yang dilaporkan secara konsisten tanpa melihat kenaikan yang besar. Akan tetapi, terdapat berbagai temuan penelitian menunjukkan bahwa konservatisme tidak banyak berpengaruh terhadap pengelolaan laba. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, kita dapat mengajukan hipotesis berikut :
H2: Konsevatisme berpengaruh positif terhadap Manajemen Laba
c. Pengaruh Likuiditas terhadap Manajemen Laba
Ukuran yang disebut likuiditas menunjukkan seberapa baik bisnis dapat membayar utang jangka pendek . Likuiditas rasio keuangan yang sering digunakan untuk mengevaluasi kinerja suatu perusahaan. Menurut penelitian menunjukkan bhawa terdapat dampak positif yang signifikan dari variabel likuiditas terhadap manajemen laba, setidaknya sebagian. Sedangkan pada penelitian menunjukkan hasil manajemen laba yang negatif. Kemampuan perusahaan untuk melunasi utang jangka pendeknya meningkat seiring dengan likuiditasnya. Manajer akan mengubah aset lancar perusahaan jika rasio likuiditasnya rendah.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, kita dapat mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H3: Likuiditas berpengaruh positif terhadap Manajemen Laba
d. Pengaruh Persistensi Laba terhadap Manajemen Laba
Persistensi laba adalah kemampuan untuk meramalkan laba berulang di masa depan bagi perusahaan. Kemampuan indikator laba periode mendatang yang dihasilkan oleh perusahaan secara berulang-ulang. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kemampuan ekspektasi laba saat ini untuk menjelaskan hasil di masa depan dikenal sebagai persistensi laba Pada penelitian menunjukkan bahwa persistensi laba tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Selaras dengan penelitian menunjukkan bahwa persistensi laba tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis penelitiannya adalah
H4: Persistensi Laba berpengaruh negatif terhadap Manajemen Laba
3. Kerangka Konseptual
Penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian yang digunakan. Tujuan dari penelitian kuantitatif adalah untuk memeriksa hubungan antara dua variabel atau lebih, khususnya bagaimana perubahan pada satu variabel berdampak pada perubahan pada variabel lainnya [16].
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data atau informasi yang diperoleh dari laporan atau sumber lain yang tidak disediakan secara langsung oleh perusahaan. Data tersebut berupa laporan keuangan tahunan yang diambil dari Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui situs www.idx.com.
Perusahaan manufaktur di sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan menyampaikan laporan keuangannya antara tahun 2019 dan 2023 merupakan populasi di penelitian ini. Seluruh 27 perusahaan di sektor makanan dan minuman yang bergerak di bidang manufaktur dari tahun 2019 - 2023. Pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling, yang merupakan metode pengambilan sampel dengan mempertimbangkan parameter tertentu secara selektif. [17]. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini yaitu:
No. | Kriteria | Jumlah sample |
---|---|---|
Perusahaan manufaktur sector makanan dan minuman yang tercatat di BEI pada tahun 2019 – 2023. | 27 | |
1 | Perusahaan manufaktur sector makanan dan minuman yang menerbitkan laporan Keuangan secara berturut-turut pada tahun 2019-2023. | (0) |
2 | Perusahaan manufaktur sektor makanan dan minuman yang memakai mata uang selain rupiah dalam penyajian laporan keuangan. | (0) |
3 | Perusahaan manufaktur sektor makanan dan minuman yang mendapatkan laba secara berturut-turut pada tahun 2019-2023. | (0) |
Jumlah sampel Perusahaan x 5 Tahun | 27 | |
Total sampel | 135 |
Variabel | Definisi | Indikator |
---|---|---|
Manajemen Laba (Y) | Manajemen laba merupakan suatu praktik dimana manajemen perusahaan dengan sengaja mempengaruhi angka-angka dalam laporan keuangan. Tujuannya adalah untuk membuat laporan lebih menarik bagi pemangku kepentingan seperti investor, kreditor, dan analis pasar. Manajemen Laba diproksikan memakai model modified Jones dengan discretionary accruals. Pengukuran variabel ini menerapkan skala nominal, yang mana peneliti harus memperkirakan variabel ini dengan memakai persamaan regresi ordinary least square dalam memperoleh angka discretionary accruals. Nondiscretionary accruals tidak dipakai peneliti sebab dianggap angka bisa mengalami perubahan, maka akan membuat pengukuran manajemen laba menjadi bias. Tahap untuk menentukan discretionary accruals: Menentukan skor total akrual . | TACt = Nit – CFOtDimana: TACt: Total akrual perusahaan i pada tahun ke t CFOt : Arus kas operasi perusahaan I pada tahun ke tNit: Laba bersih sesudah pajak perusahaan i pada tahun ke t (EBIT) Sumber: [18]. |
Profitabilitas (X1) | Profitabilitas (profitability) adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba melalui operasional usahanya dengan menggunakan dana aset yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut . Profitabilitas sebagai kesanggupan perusahaan menciptakan keuntungan. Pada penelitian ini, profitabilitasnya diukur memakai skala rasio. ROA yakni mmebandingan laba bersih sesudah pajak dengan jumlah asset. Menurut . menerangkan bahwa ROA ialah rasio yang dipergunakan dalam memperbandingkan hasil usaha yang diperoleh dari operasional perusahaan yang mempunyai jumlah aktiva ataupun pemodalan yang dipakai untuk memperoleh laba. Bertambh tingginya angka Return On Assestmaka kian baik, yang artinya perusahaan tersebut bisa menggunakan kekayaannya guna memperoleh keuntungan yang banyak. | ROA = Laba bersih setelah pajak / Total Asset Sumber : [20] |
Konservatisme Akuntansi (X2) | Konservatisme akuntansi adalah prinsip yang mengharuskan pembukuan perusahaan dipersiapkan dengan hati-hati dan verifikasi tingkat tinggi. Semua kemungkinan kerugian dicatat ketika kerugian tersebut ditemukan, sedangkan keuntungan hanya dapat dicatat ketika kerugian tersebut telah terealisasi sepenuhnya. Pengukuran konservatisme menurut , yang ketiga yaitu memakai market to book ratio yakni yang menggambarkan angka pasar relatif dengan nilai buku perusahaan. BTMR ialah hasil pembagian antara jumlah ekuitas dengan harga jumlah saham yang tersebar. Bila rasio nilainya melebihi 1 berarti perusahaan sudah memakai konservatisme akuntansi. Penelitian yang akan diadakan ini memakai BTMR (book to market ratio) ialah hasil bagi jumlah ekuitas dengan harga total saham yang beredar. Terdapat rumus ukuran konservatisme akuntansi yaitu Berikut ini rumus ukuran konservatisme akuntansi yakni: | Market to book = Harga pasar per saham / Nilai buku per saham Book to market ratio = Total ekuitas / Outstanding share x closingprice Sumber : [21] |
Likuiditas (X3) | Likuiditas merupakan salah satu variabel rasio keuangan yang sering digunakan untuk mengevaluasi kinerja suatu perusahaan. Rasio likuiditas diukur dengan rasio aset lancar dibagi kewajiban lancar. Dalam penelitian ini likuiditas dihitung dengan menggunakan rasio lancar atau dikenal juga dengan istilah current rasio . | Rasio lancar = Aktiva lancar / Hutang lancar Sumber : [22] |
Persistensi Laba (X4) | Persistensi laba adalah laba yang mempunyai kemampuan indikator laba periode mendatang yang dihasilkan oleh perusahaan secara berulang-ulang. Persistensi Laba merupakan Untuk mengukur persistensi laba dalam penelitian ini penulis menggunakan rumus menurut . yaitu dengan cara EBT pada tahun sebelumnya, diselisihkan dengan laba EBT pada tahun. sekarang, kemudian dibagi dengan total asset. | Berikut rumus persistensi laba: PRST = EBT t -1- EBT t -1 / Total Asset Sumber : [23] |
Data sekunder, atau informasi yang dikumpulkan secara tidak langsung-yaitu tidak langsung dari subjek penelitian adalah yang digunakan dalam penelitian ini.. Data sekunder penelitian ini diperoleh dari Situs IDX (). Dalam penelitian ini, pendekatan dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data. Pendekatan dokumentasi dilakukan dengan cara memperoleh informasi atau data keuangan perusahaan manufaktur sektor makanan dan minuman yang terdaftar di BEI pada tahun 2019 sampai dengan tahun 2023. .
Penelitian ini menggunakan IBM SPSS 26.0 untuk analisis data. Pendekatan yang digunakan meliputi analisis statistik deskriptif, uji asumsi klasik, analisis regresi linier berganda, uji hipotesis, dan uji koefisien determinasi. Sebuah teknik yang disebut statistik deskriptif mengkarakterisasi keadaan data yang telah dikumpulkan dan menyajikannya dengan cara yang masuk akal. . Untuk memastikan bahwa data yang dihasilkan tidak memihak, uji asumsi tradisional menguji apakah model regresi yang dipilih dapat dievaluasi keakuratannya dan sesuai untuk digunakan. . Tujuan dari analisis regresi linier berganda adalah untuk menjelaskan bagaimana beberapa variabel independen dan satu variabel dependen berhubungan satu sama lain. . Sejauh mana perubahan dalam variabel dependen dapat dijelaskan oleh model ditentukan oleh koefisien determinasi. .
Penelitian ini menggunakan uji asumsi klasik. Ada empat pengujian dalam uji asumsi klasik yang terdiri dari:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat variabel pengganggu atau variabel residu yang mengikuti distribusi normal dalam model regresi. Model regresi yang baik adalah yang datanya berdistribusi normal, yakni mempunyai nilai signifikansi > 0,05 atau mendekatinya.
2. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas dirancang untuk menguji apakah terdapat korelasi antar variabel independen dalam model regresi. Tujuannya untuk menguji apakah variabel-variabel tersebut berhubungan dengan model regresi. Jika tidak terdapat multikolinearitas pada data, maka dapat ditentukan bila nilai toleransi lebih besar dari 0,10, dan nilai VIF kurang dari 10.
3. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dipakai dalam menguji apakah ada auto korelasi antara kesalahan pengganggu pada tahun t dengan kesalahan pada tahun t-1 (sebelumnya). nilai yang dipakai adalah nilai Durbin Watson dalam model regresi linear. Apabila korelasi terjadi maka dinyatakan adanya autokorelasi.
4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas ini memeriksa untuk melihat apakah ada varian yang tidak sama dalam residual suatu penelitian. Model regresi yang dibutuhkan adalah residual varian dari satu pengamatan ke pengamatan konstan yang lain ataupun disebut homoskedastisitas. Dengan syarat nilai signifikan variabel bebas > 5 .
Model analisa data penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda sangat berguna ketika menguji lebih dari dua variabel independent terhadap variabel dependen. Analisis regresi linier berganda dipakai dalam penelitian untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Yakni yang menjadi variabel bebas adalah Profitabilitas, Konservatisme Akuntansi, Likuiditas dan Persistensi Laba sedangkan variabel terikatnya adalah Manajemen Laba (Y). Secara umum persamaan analisis berganda dilakukan untuk menguji hipotesis-hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
Rumus persamaan regresi linier berganda
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + e
Keterangan:
Y: Manajemen Laba
a: Konstanta
b1: Koefisien Regresi Profitabilitas
b2: Koefisien Regresi Konservatisme Akuntansi
b3: Koefisien Regresi Likuiditas
b4: Koefisien Regresi Persistensi Laba
X1: Variabel Profitabilitas
X2: Variabel Konservatisme Akuntansi
X3: Variabel Likuiditas
X4: Variabel Persistensi Laba
E: Persentase Kesalahan
Menurut , “ Benar, koefisien determinasi (R-squared) merupakan ukuran yang digunakan untuk mengevaluasi seberapa baik model regresi menjelaskan variasi dalam data. Nilai R-squared berkisar antara 0 dan 1, dan semakin mendekati 1, semakin baik model regresi tersebut dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Dalam konteks ini, nilai R-squared yang mendekati 1 menunjukkan bahwa model dapat menjelaskan sebagian besar variasi dalam variabel dependen menggunakan variabel independen yang ada dalam model. Namun, penting untuk diingat bahwa R-squared tidak memberikan informasi tentang signifikansi statistik dari model itu sendiri. Meskipun nilai R-squared yang tinggi menunjukkan bahwa model secara keseluruhan cocok dengan data dengan baik, tetapi hal itu tidak berarti bahwa setiap variabel independen secara individual memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, selain memperhatikan nilai R-squared, penting juga untuk melakukan uji t (parsial) untuk menguji signifikansi masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen..
uji statistik t umumnya digunakan untuk mengevaluasi signifikansi koefisien regresi dalam model regresi. Nilai t-statistic mengindikasikan seberapa signifikan pengaruh variabel independen secara individu terhadap variabel dependen dalam model. Dalam banyak kasus, batasan yang umum digunakan untuk tingkat signifikansi adalah 0,05 (5%). Jika nilai t-statistic lebih kecil dari 0,05, maka variabel independen dianggap signifikan secara statistik dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya, jika nilai t-statistic lebih besar dari 0,05, maka variabel independen dianggap tidak signifikan secara statistik dan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.. Uji statistik T dilakukan untuk menge tahui sejauh mana pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menjelaskan variasi variabel dependen.
Hasil uji statistik deskriptif mampu meringkas atau menggambarkan informasi dari setiap variabel yang digunakan dalam penelitian ini dengan menyajikan nilai minimum, maksimum, rata-rata (mean), dan standar deviasi. Hasil uji statistik deskriptif untuk setiap variabel ditampilkan pada Tabel 3 berikut ini:
Descriptive Statistics | |||||
N | Minimum | Maximum | Mean | Std. Deviation | |
---|---|---|---|---|---|
Manaajemen Laba | 135 | -7441765000000.00 | 1665345000000.00 | -342510506898.4740 | 1215818621495.27120 |
Profitabilitas | 135 | -399673656.00 | 8302363654.00 | 126400397.3630 | 723695055.46721 |
Konservatisme Akuntansi | 135 | -2449603137.00 | 9970470097.00 | 3535587944.4667 | 2969765331.32294 |
Likuiditas | 135 | 1.00 | 9954171402.00 | 1882401462.1704 | 1753647008.90009 |
Presistensi Laba | 135 | -69012628606.00 | 15615384000000.00 | 1225112130156.4893 | 2929458221268.66650 |
Valid N (listwise) | 135 |
Hasil output SPSS menunjukkan jumlah sampel penelitian (N) ada 95 variabel. Berikut penjelasan tiap masing-masing variabel :
Tabel 3 menunjukkan bahwa variabel Manajemen Laba dari 135 sampel perusahaan manufaktur sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki nilai rata-rata sebesar -342.510.506.898,4740 dengan standar deviasi sebesar 1.215.818.621.495,27120. Nilai tertinggi yang tercatat adalah 1.665.345.000.000,00, sedangkan nilai terendah adalah -7.441.765.000.000,00.
Tabel 3 menunjukkan bahwa variabel Profitabilitas dari 135 sampel perusahaan manufaktur sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki nilai rata-rata sebesar 126.400.397,3630 dengan standar deviasi sebesar 723.695.055,46721. Nilai tertinggi yang tercatat adalah 8.302.363.654,00, sedangkan nilai terendah adalah -399.673.656,00.
Tabel 3 menunjukkan bahwa variabel Konservatisme Akuntansi dari 135 sampel perusahaan manufaktur sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki nilai rata-rata sebesar 3.535.587.944,4667 dengan standar deviasi sebesar 2.969.765.331,32294. Nilai tertinggi yang tercatat adalah 9.970.470.097,00, sementara nilai terendah adalah -2.449.603.137,00.
Tabel 3 menunjukkan bahwa variabel Likuiditas dari 135 sampel perusahaan manufaktur sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki nilai rata-rata sebesar 1.882.401.462,1704 dengan standar deviasi sebesar 1.753.647.008,90009. Nilai tertinggi yang tercatat adalah 9.954.171.402,00, sementara nilai terendah adalah 1,00.
Tabel 3 menunjukkan bahwa variabel Persistensi Laba dari 135 sampel perusahaan manufaktur di sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki nilai rata-rata sebesar 1.225.112.130.156,4893 dengan standar deviasi sebesar 2.929.458.221.268,66650. Nilai tertinggi yang tercatat adalah 15.615.384.000.000,00, sedangkan nilai terendah mencapai -69.012.628.606,00.
Pengujian asumsi klasik dalam penelitian ini bertujuan untuk memastikan kelayakan model regresi yang digunakan. Pengujian ini mencakup evaluasi normalitas, multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Berikut adalah hasil uji asumsi klasik yang diterapkan dalam penelitian ini untuk menilai keandalan model yang digunakan.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test | ||
---|---|---|
Unstandardized Residual | ||
N | 135 | |
Normal Parametersa,b | Mean | .0002324 |
Std. Deviation | 103844014661.78150000 | |
Most Extreme Differences | Absolute | .226 |
Positive | .209 | |
Negative | -.226 | |
Test Statistic | .226 | |
Asymp. Sig. (2-tailed) | .097c | |
a. Test distribution is Normal. | ||
b. Calculated from data. | ||
c. Lilliefors Significance Correction. |
Berdasarkan Tabel 5, nilai Asymp. Sig. sebesar 0,097 lebih besar dari α = 0,05. Hasil uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov Test yang ditunjukkan dalam Tabel 4 mengindikasikan bahwa nilai probabilitas ≥ 0,05, sehingga uji normalitas terpenuhi. Dengan nilai signifikansi model regresi yang lebih besar dari 0,05, dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini terdistribusi secara normal.
Coefficientsa | |||
---|---|---|---|
Model | Collinearity Statistics | ||
Tolerance | VIF | ||
1 | Profitabilitas | .978 | 1.022 |
Konservatisme Akuntansi | .909 | 1.101 | |
Likuiditas | .975 | 1.025 | |
Presistensi Laba | .937 | 1.068 | |
a. Dependent Variable: Manajemen Laba |
Dari hasil uji multikolinieritas yang disajikan dalam Tabel 6, nilai tolerance untuk masing-masing variabel lebih besar dari 0,10, dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) kurang dari 10. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinieritas. Untuk menentukan apakah terdapat masalah multikolinieritas, nilai VIF digunakan sebagai acuan; jika nilai VIF < 10 atau nilai tolerance > 0,1, maka dapat disimpulkan bahwa multikolinieritas tidak terjadi.
Coefficientsa | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|
Model | Unstandardized Coefficients | Standardized Coefficients | t | Sig. | ||
B | Std. Error | Beta | ||||
1 | (Constant) | 187304341091.431 | 74532299562.491 | 2.513 | .013 | |
Profitabilitas | 34.023 | 56.331 | .044 | .604 | .547 | |
Konservatisme Akuntansi | 15.410 | 14.244 | .081 | 1.082 | .281 | |
Likuiditas | -31.723 | 23.283 | -.098 | -1.363 | .175 | |
Presistensi Laba | .107 | .014 | .555 | 7.530 | .222 | |
a. Dependent Variable: ABS_RES |
Berlandaskan hasil uji heteroskedastisitas pada table 6. Nilai signifikan dari setiap variabel bebas lebih besar dari 0,05 yang artinya variabel bebas tidak berpengaruh terhadap absolute residual (ABS_RES_1), Sehingga tidak didapati gejala heteroskedastisitas pada hasil uji tersebut.
Model Summary b | |||||
---|---|---|---|---|---|
Model | R | R Square | Adjusted R Square | Std. Error of the Estimate | Durbin-Watson |
1 | .995a | .990 | .990 | 105429511160.63474 | 1.993 |
a. Predictors: (Constant), Presistensi Laba, Profitabilitas, Likuiditas, Konservatisme Akuntansi | |||||
b. Dependent Variable: Manajemen Laba |
Berdasarkan hasil uji autokorelasi, nilai Durbin-Watson (DW) sebesar 1,993 dengan jumlah sampel 135 dan jumlah variabel sebanyak 3. Nilai durbin (du) yang diperoleh adalah 1,7802. Berdasarkan syarat yang harus dipenuhi, yaitu \( du < DW < 4 - du \), yaitu 1,7802 < 1,9930 < 2,2198, dapat disimpulkan bahwa nilai DW (1,9930) berada di antara nilai du (1,7802) dan 4 - du (2,2198). Oleh karena itu, model tersebut tidak menunjukkan adanya autokorelasi.
1. Uji R²
Model Summary | ||||
---|---|---|---|---|
Model | R | R Square | Adjusted R Square | Std. Error of the Estimate |
1 | .895a | .899 | .896 | 105429511160.63474 |
a. Predictors: (Constant), Presistensi Laba, Profitabilitas, Likuiditas, Konservatisme Akuntansi |
Berdasarkan Tabel 9. Nilai koefisien determinasi adjusted R squaresebesar 0.896 ini berarti 89,6% Manajemen Laba, Perusahaan manufaktur sector makanan dan minuman yang tercatat di BEI pada tahun 2019 – 2023 dipengaruhi oleh Profitabilitas, Konservatisme Akuntansi, Likuiditas, Presistensi Laba kemudian sisanya sebesar 10,4% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.
2. Uji Analisis Regresi Linier Berganda (uji t)
Analisis regresi linier berganda adalah suatu pendekatan statistik yang mengilustrasikan pola hubungan antara dua atau lebih variabel melalui sebuah persamaan matematis. Analisis regresi linier berganda dapat dilakukan setelah melalui proses uji asumsi klasik yang telah diselesaikan
Coefficientsa | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|
Model | Unstandardized Coefficients | Standardized Coefficients | t | Sig. | ||
B | Std. Error | Beta | ||||
1 | (Constant) | 110391906310.562 | 16835310672.832 | 6.557 | .000 | |
Profitabilitas | 30.695 | 12.724 | .021 | 2.412 | .017 | |
Konservatisme Akuntansi | -.042 | 3.217 | .000 | -.013 | .990 | |
Likuiditas | -14.764 | 5.259 | -.025 | -2.807 | .006 | |
Presistensi Laba | .350 | .003 | -.992 | -108.967 | .000 | |
a. Dependent Variable: Manajemen Laba |
3. Analisis Regresi Linier Berganda
Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda pada Tabel 9, variabel Profitabilitas terbukti berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba dengan tingkat signifikansi kurang dari 0,05, yaitu 0,017, dan nilai beta sebesar 30,695. Hal ini menunjukkan bahwa variabel Profitabilitas (X1) memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap Manajemen Laba (Y), sehingga hipotesis 1 diterima.
Selain itu, Tabel 9 juga menunjukkan bahwa Konservatisme Akuntansi tidak berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba, dengan tingkat signifikansi lebih dari 0,05, yaitu 0,990, dan nilai beta negatif sebesar -0,042. Ini berarti bahwa variabel Konservatisme Akuntansi (X2) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba (Y), sehingga hipotesis 2 ditolak.
Lebih lanjut, Tabel 9 menunjukkan bahwa Likuiditas memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap Manajemen Laba, dengan tingkat signifikansi kurang dari 0,05, yaitu 0,006, dan nilai beta negatif sebesar -14,764. Dengan demikian, variabel Likuiditas (X3) berpengaruh negatif signifikan terhadap Manajemen Laba (Y), sehingga hipotesis 3 diterima.
Terakhir, Tabel 9 menunjukkan bahwa Persistensi Laba juga memiliki pengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba, dengan tingkat signifikansi kurang dari 0,05, yaitu 0,000, dan nilai beta positif sebesar 0,350. Ini menunjukkan bahwa variabel Persistensi Laba (X4) berpengaruh positif signifikan terhadap Manajemen Laba (Y), sehingga hipotesis 4 diterima.
1. Pengaruh Profitabilitas terhadap Manajemen Laba
Berdasarkan hasil pengujian parsial pada Tabel 9, variabel Profitabilitas menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap Manajemen Laba. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa semakin tinggi nilai profitabilitas, semakin besar kemungkinan manajemen laba dilakukan. Dengan profitabilitas yang tinggi, perusahaan mungkin menarik minat investor untuk menanamkan modalnya. Jika perusahaan menghasilkan laba yang melebihi perkiraan untuk bonus, manajer dapat melakukan manajemen laba untuk mengatur laporan laba sehingga tidak jauh dari perkiraan. Laba yang melebihi target dapat disimpan untuk laporan laba di periode berikutnya jika laba pada periode mendatang diperkirakan akan lebih rendah. Tingginya Return on Assets (ROA) menunjukkan bahwa aset perusahaan telah digunakan secara optimal untuk menghasilkan keuntungan. Jika laba perusahaan pada suatu periode sangat tinggi, ada kemungkinan terjadinya penurunan laba pada periode berikutnya, yang dapat meningkatkan daya tarik investor. Sebaliknya, rasio rendah menunjukkan produktivitas aset yang buruk, yang dapat mendorong manajemen untuk melakukan manajemen laba. Dengan demikian, meskipun profitabilitas tinggi, hal tersebut tidak selalu mempengaruhi manajemen laba secara langsung, karena dividen yang dibagikan juga cenderung lebih rendah. Penelitian ini konsisten dengan temuan penelitian [31] dan [32] yang menunjukkan bahwa Profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap Manajemen Laba, namun berbeda dengan penelitian [33] yang menemukan bahwa Profitabilitas tidak berpengaruh terhadap Manajemen Laba.
2. Pengaruh Konservatisme Akuntansi terhadap Manajemen Laba
Berdasarkan hasil pengujian parsial pada Tabel 9, variabel Konservatisme Akuntansi tidak berpengaruh terhadap Manajemen Laba. Hal ini disebabkan oleh kurangnya penerapan prinsip konservatisme akuntansi sebagai bentuk kehati-hatian dalam menghadapi ketidakpastian, yang seharusnya membuat perusahaan lebih memperhitungkan risiko bisnis. Perusahaan yang tidak menerapkan prinsip konservatisme akuntansi dapat menghasilkan laba yang lebih konsisten, sehingga informasi laba menjadi lebih stabil dan mudah diprediksi. Tidak adanya tekanan pada manajer untuk menghasilkan hasil operasional sesuai harapan pemilik membuat manajer kurang terdorong untuk menerapkan konservatisme akuntansi. Konservatisme
akuntansi seringkali terkait dengan pengurangan pendapatan (income decreasing), yang biasanya tidak dipicu oleh kewajiban pajak atau kebutuhan untuk transparansi yang berlebihan dalam laporan keuangan. Hal ini juga dapat menghindari sorotan media dan biaya politik yang mungkin timbul jika laba yang tinggi dicatat selama periode keuntungan [34]. Penelitian ini mendukung temuan dari penelitian [35], yang menunjukkan bahwa Konservatisme Akuntansi tidak berpengaruh terhadap Manajemen Laba. Namun, temuan ini berbeda dengan penelitian [36] dan [37], yang menyatakan bahwa Konservatisme Akuntansi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Manajemen Laba.
3. Pengaruh Likuiditas terhadap Manajemen Laba
Berdasarkan hasil pengujian parsial pada Tabel 9, variabel Likuiditas menunjukkan pengaruh negatif dan signifikan terhadap Manajemen Laba. Artinya, semakin tinggi nilai likuiditas perusahaan, semakin rendah kecenderungan untuk melakukan manajemen laba. Tingginya likuiditas menunjukkan bahwa perusahaan mampu melunasi utang jangka pendek dengan aset lancar yang dimilikinya, sehingga tidak perlu melakukan manajemen laba untuk mendapatkan pinjaman dari kreditur. Menurut [38], koefisien regresi yang negatif mengindikasikan adanya hubungan terbalik antara likuiditas dan manajemen laba. Namun, nilai likuiditas yang sangat tinggi juga dapat menandakan bahwa perusahaan tidak mengelola aset lancarnya secara optimal, karena adanya dana yang tidak terpakai secara maksimal. Dalam konteks ini, perusahaan dengan likuiditas tinggi kemungkinan besar tidak akan melakukan manajemen laba. Penelitian ini bertentangan dengan temuan Winingsih (2017), yang menunjukkan bahwa likuiditas tidak mempengaruhi manajemen laba, di mana tingkat likuiditas yang tinggi tidak memengaruhi praktik manajemen laba. Rasio likuiditas mencerminkan kesehatan perusahaan dan memberikan manfaat bagi berbagai pihak berkepentingan, termasuk manajemen dan pemilik perusahaan, untuk menilai kemampuan perusahaan dalam melunasi utang jangka pendek. Semakin tinggi likuiditas perusahaan, semakin baik kemampuannya dalam memenuhi kewajiban utang jangka pendek. Jika rasio likuiditas rendah, manajer mungkin cenderung melakukan manipulasi pada aset lancar perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian [32], yang menunjukkan bahwa Likuiditas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Manajemen Laba, tetapi berbeda dengan penelitian [39], yang menemukan bahwa Likuiditas berpengaruh positif dan signifikan terhadap Manajemen Laba.
4. Pengaruh Presistensi Laba terhadap Manajemen Laba
Berdasarkan hasil pengujian parsial pada Tabel 9, variabel Persistensi Laba menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap Manajemen Laba. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi persistensi laba, semakin tinggi pula kecenderungan untuk melakukan manajemen laba, dan sebaliknya. Perusahaan dengan laba yang stabil atau berkelanjutan cenderung melakukan modifikasi terhadap laba yang dilaporkan karena kinerja keuangan perusahaan dianggap baik, sehingga manajemen dapat memperoleh kepercayaan dari investor dan kreditur. Praktik manajemen laba dapat dipengaruhi oleh tingkat persistensi laba perusahaan. Artinya, tingkat persistensi laba yang tinggi dapat mengurangi motivasi manajemen untuk melakukan manajemen laba. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian [40], yang menunjukkan bahwa Persistensi Laba berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba. Namun, hasil ini berbeda dari penelitian [41] dan [42], yang menemukan bahwa Persistensi Laba tidak berpengaruh terhadap Manajemen Laba.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, diperoleh kesimpulan berikutnya :
Profitabilitas dan Persistensi laba Berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba. Karena, Jika perusahaan memperoleh laba yang semakin tinggi diatas perkiraan yang disyaratkan untuk memperoleh bonus, manajer akan melakukan manajemen laba agar laba yang akan dilaporkan tidak jauh dari perkiraan sehingga laba yang kelebihan tersebut tidak dilaporkan tetapi digunakan untuk laporan laba periode berikutnya jika laba dibawah perkiraan. semakin tinggi ROA membuktikan bahwa aset yang dimiliki perusahaantelah digunakan semaksimal mungkin sehingga dapat memperoleh keuntungan. Saat laba yang dihasilkan perusahaan pada satu periode sangat tinggi, maka akan terdapat kemungkinan terjadi penurunan laba pada periode berikutnya. Dan Perusahaan dengan laba yang persisten atau berkelanjutan cenderung akan melakukan modifikasi terhadap laba yang dimiliki karena kinerja keuangan perusahaan dianggap sudah baik dan manajemen dapat memperoleh kepercayaan dari investor maupun kreditur. Hal ini menunjukan praktik manajemen laba dapat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tingkat persistensi laba perusahaan. Ini berarti bahwa tingginya tingkat persistensi laba perusahaan dapat menyebabkan adanya penurunan motivasi manajemen dalam melakukan tindakan manajemen laba.
Konservatisme akuntansi tidak berpengaruhn terhadap manajemen laba. Karena, Perusahaan tidak menerapkan prinsip konservatisme akuntansi akan menghasilkan laba yang konsisten. Laba yang konsisten akan memberikan informasi laba yang menjadi lebih baik dan mudah untuk diprediksi. Tidak adanya tuntutan kepada manajer untuk menghasilkan suatu operasional sesuai keinginan pemilik membuat manajer tidak menerapkan konservatisme akuntansi.
Likuiditas berpengaruh positif signifiukan terhadap manajemen laba. Dengan nilai likuiditas yang tinggi berarti perusahaan sudah berusaha untuk melunasi hutang-hutang jangka pendeknya dengan aset lancar yang dimiliki, tidak harus melakukan manajemen laba agar mendapatkan pinjaman dari kreditur. . semakin tinggi tingkat likuiditas suatu perusahaan tidak akan mempengaruhi manajemen laba. Kondisi kesehatan sutau perusahaan antara lain dicerminkan dengan rasio likuiditas. Rasio ini juga memberikan cukup banyak manfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan, pihak berkepentingan ialah manajemen dan pemilik perusahaan guna untuk menilai kemampuan mereka sendiri dalam malunasi hutang jangka pendek. Semakin tinggi likuiditas perusahaan maka semakin tinggi pula kemampuan perusahaan dalam melunasi hutangjangka pendeknya.