Production Management
DOI: 10.21070/ijler.v19i4.1169

Risk Management in Production using Quality Risk Approach and FMEA


Manajemen Risiko dalam Produksi menggunakan Pendekatan Risiko Kualitas dan FMEA

Program Studi Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Program Studi Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Risk Management Production Process QRM FMECA AQUA

Abstract

Abstract: The production process of 600ml AQUA at PT Tirta Investama (AQUA) Pandaan faces significant risks, including non-compliance with standards in bottle density, incorrect packaging labels, unreadable bottle codes, box failures, and barcode rework. These issues pose challenges in maintaining product quality and operational efficiency. Specific Background: With 247 bottles failing density standards and 18 packaging errors occurring daily, effective risk management is crucial. Knowledge Gap: Previous studies have not integrated Quality Risk Management (QRM) and Failure Mode Effect and Criticality Analysis (FMECA) to address production risks in the context of AQUA's operations. Aims: This study aims to identify the highest critical risk points and propose mitigation strategies. Results: Utilizing QRM and FMECA, 42 risks were identified, categorized into 20 acceptable, 21 tolerable, and 1 unacceptable risk, specifically related to pallets stuck on conveyors due to substandard quality. Novelty: The application of these integrated methodologies provides a systematic approach to identifying and mitigating risks in the production process, highlighting the necessity for in-depth inspections by logistics and machine operators. Implications: The findings underscore the importance of rigorous quality control and proactive risk management in manufacturing to enhance product quality and minimize operational disruptions, thus ensuring customer satisfaction and competitiveness in the market.

Highlights:

  • Effective risk management is crucial to ensure product quality and operational efficiency.
  • Integration of QRM and FMECA identifies critical risk points in the production process.
  • Regular inspections and quality control can significantly reduce unacceptable risks.

Keywords: Risk Management, Production Process, QRM, FMECA, AQUA

Pendahuluan

A. Latar Belakang

PT Tirta Investama (AQUA) merupakan salah satu perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang secara konsisten menyajikan produk air minum dengan kualitas terbaik sehingga tetap mampu bertahan di tengah persaingan pasar banyaknya variasi produk air minum. PT Tirta Investama (AQUA) Pandaan memproduksi 2 jenis produk, yaitu returnable dan nonreturnable. Produk returnable terdiri dari 1 produk, yaitu AQUA 5 Gallon dan produk nonreturnable atau Small Packaging Size (SPS) terdiri dari Mizone 500ml, AQUA 220ml, AQUA 600ml, dan AQUA 1500ml.

Proses produksi SPS 600ml terdiri dari 6 tahap, yaitu Blowing, Filling, Labelling, Coding, Wrappround dan Palletizer. Blowing merupakan proses pembentukan material preform menjadi botol. Filling merupakan proses pengisian air pada kemasan botol 600ml. Filling terintegrasi dengan proses capping, yaitu pemberian tutup botol. Labelling merupakan proses pemberian label pada luar botol. Coding merupakan penambahan nomerator produk pada tutup dan tubuh botol. Wrappround merupakan proses pengemasan SPS 600ml ke dalam box karton yang berisi 24 pcs. Palletizer merupakan tahap penyusunan box pada palet.

Pengendalian proses produksi bertujuan untuk menjaga kebutuhan serta kepuasan pelanggan berdasarkan output produksi yang dihasilkan [1]. Proses produksi pada AQUA merupakan hal yang memeprlukan perhatian karena rentan terjadinya risiko mulai dari kepadatan kemasan, label, kode produksi, gagal box, hingga barcode pada palet. 247 unit botol jatuh di conveyor per hari karena kepadatan kemasan yang tidak memenuhi standar. 18 botol per hari out of conveyor karena label kemasan yang tidak tepat. 122 botol keluar dari conveyor karena kode tidak terbaca oleh sensor. 7 kali per hari terdapat gagal box pada mesin Wrappround. Barcode pada palet 3 kali per hari memerlukan rework. Metode pengendalian yang digunakan oleh perusahaan berupa lembar ceklis yang diisi secara manual dan memuat jumlah reject, kendala atau risiko yang terjadi, serta tindakan yang dilakukan dalam mengatasi risiko. Kelemahan dari metode yang diterapkan perusahaan yaitu tidak adanya tingkat prioritas pada setiap kejadian dan tahapan yang perlu dilakukan apabila kejadian kembali terulang. Oleh karena itu, analisis terhadap setiap risiko yang terjadi perlu dilakukan agar risiko yang berulang serta memberikan dampak besar pada proses produksi dapat diminimalkan atau dihilangkan.

Risiko merupakan ketidakpastian yang timbul karena ketidakmampuan untuk meramalkan kemungkinan di masa mendatang [2]. Melakukan pengendalian terhadap risiko dapat membantu perusahaan dalam mengurangi kerugian [3]. Manajemen risiko proses produksi pada penelitian ini menggunakan integrasi metode QRM dan FMECA. QRM secara garis besar memiliki tujuan untuk meminimalkan risiko yang berdampak pada kualitas produk melalui beberapa tahapan dalam melakukan analisis. Failure Mode Effect Criticality Analysis (FMECA) merupakan versi baru dari metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA) [4]. FMEA mengidentifikasi kegagalan yang mungkin terjadi melalui tahap identifikasi kejadian, dampak yang ditimbulkan, serta frekuensi waktu kejadian [5]. FMECA memiliki variabel yang dapat mengukur seberapa kritis tingkat risiko yang terjadi, sehingga lebih akurat dan tepat untuk dilakukannya tahap analisis selanjutnya.

Penelitian terdahulu tentang manajemen risiko proses produksi antara lain Nasution mengggunakan metode Failure Modes And Effects Analysis (FMEA) dalam melakukan identifikasi risiko kegagalan pada proses pembuatan Toilet Soap Plant [6]. Penelitian Hadiwiyanti yaitu menentukan penyebab cacat kritis produk biskuit memakai metode Failure Mode Effect and Critically Analysis (FMECA) [7]. Wali melakukan identifikasi risiko pada kegiatan operasional produk galvalum memakai metode House of Risk (HOR) [8]. Marodiyah menggunakan metode Quality Risk Management (QRM) dan Failure Mode Effect and Critically Analysis (FMECA) untuk mendapatkan risiko tertinggi serta mitigasi risiko pada proses pembangunan gedung bertingkat [9]. Yahman menggunakan metode fuzzy FMEA dan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk melakukan analisis risiko serta menentukan strategi mitigasi pada proses produksi beras [10].

Pada PT Tirta Investama (AQUA) Pandaan, belum ada penelitian terdahulu yang mengkaji tentang manajemen risiko di area 1, area 2, area 3, maupun area 4 menggunakan integrasi metode QRM dan FMECA. Oleh karena itu, diharapkan penelitian ini dapat meminimalkan risiko proses produksi yang menyebabkan penurunan kualitas produk

Tujuan Penelitian : (1) Mengetahui risiko tertinggi yang terjadi pada proses produksi SPS 600ml PT Tirta Investama (AQUA) Pandaan, (2) Mengetahui mitigasi risiko proses produksi SPS 600ml PT Tirta Investama (AQUA) Pandaan.

Metode

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di PT Tirta Investama (AQUA) Pandaan Manufacturing Area 4 yang terletak di Jalan Raya Surabaya – Malang km 48,5 Sukorejo, Kali Tengah, Karang Jati, Kecamatan Pandaan, Pasuruan, Jawa Timur. Periode waktu pelaksanaan penelitian yaitu selama 6 bulan.

B. Pengambilan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari observasi, wawancara, dan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka meliputi metode dan indikator penilaian serta gambaran umum perusahaan terutama pada manufaktur area 4 PT Tirta Investama (AQUA) Pandaan.

C. Alur Penelitian

Berikut merupakan tahapan penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Figure 1.Diagram Alir Penelitian

Penelitian diawali dengan mengidentifikasi permasalahan pada perusahaan secara umum. Selanjutnya, studi pendahuluan berupa studi pustaka dan studi lapangan. Studi pustaka bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan lebih terkait metode, indikator penilaian, serta gambaran umum area 4 PT Tirta Investama (AQUA) Pandaan. Studi lapangan bertujuan untuk mengtahui secara langsung permasalahan yang terjadi di line 3 dan 4 pada area 4.

Tahap risk identification menggunakan metode QRM melalui proses observasi, wawancara, dan pengisian kuesioner kepada narasumber yang menguasasi dan memahami proses produksi SPS 600ml. Observasi dilakukan untuk mengamati alur proses produksi serta kemungkinan risiko yang dapat terjadi. Wawancara merupakan proses pemberian pertanyaan secara lisan kepada narasumber terkait proses produksi, risiko, dan dampak yang ditimbulkan. Narasumber pada penelitian ini yaitu 9 operator mesin, 2 teknisi proses, dan 1 shift leader yang masih terlibat dalam proses produksi. Prinsip dari Quality Risk Management (QRM) yaitu mengevaluasi dan mengendalikan risiko produksi yang mempengaruhi kualitas produk [11]. Tahapan dalam QRM ada tiga, yaitu:

1. Melakukan identifikasi risiko

Risiko yang diidentifikasi merupakan risiko yang terjadi selama proses produksi berlangsung.

2. Melakukan analisis risiko

Setelah dilakukan identifikasi, risiko dianalisis melalui penilaian terhadap risiko menggunakan metode yang dapat diintegrasikan.

3. Melakukan pengambilan keputusan

Tahap terakhir yaitu pengambilan keputusan terhadap risiko yang sudah dianalisis berupa kegiatan menghindari atau mengurangi [12].

Langkah selanjutnya yaitu proses risk analysis menggunakan metode Failure Mode Effect Criticality Analysis (FMECA). Hasil identifikasi risiko menggunakan metode QRM diubah ke dalam kuesioner untuk memperoleh penilaian skala Severity (S), Occurance (O), Detection (D). FMECA digunakan sebagai alat untuk menganalisis titik kritis pada proses produksi [13]. FMECA merupakan metode yang menggunakan integrasi metode FMEA dan Critically Analysis. FMEA digunakan untuk mengevaluasi risiko yang terjadi melalui penilaian Risk Priority Number (RPN). RPN diperoleh melalui perkalian tingkat keparahan (severity), tingkat seberapa banyak terjadinya risiko (Occurance), dan tingkat pengendalian atau deteksi (detection) [14]. Matriks RPN dapat dilihat pada rumus berikut.

RPN = S×O×D (1)

Sumber: [15], [16], [17]

Indikator penilaian Severity (S) dapat dilihat pada Tabel 1, indikator penilaian Occurance (O) pada tabel Tabel 2, dan indikator penilaian Detection (D) pada Tabel 3.

Effect Severity Effect for FMEA Rating
Tidak ada Bentuk kegagalan tidak ada efek samping 1
Sangat minor Tidak berakibat langung 2
Minor Efek terbatas 3
Sangat rendah Perlu sedikit rework 4
Rendah Memerlukan rework cukup banyak 5
Sedang Produk rusak (reject) 6
Tinggi Mengakibatkan gangguan peralatan 7
Sangat tinggi Mengakibatkan gangguan mesin 8
Berbahaya peringatan Gangguan mesin sehingga mesin berhenti 9
Berbahaya tanpa adanya peringatan Mengakibatkan gangguan mesin dan mengancam keselamatan Pekerja 10
Table 1.Nilai Severity
Probability of Failure Failure Rates Rating
Sangat tinggi Terjadi setiap 1 dalam 2 itemTerjadi setiap 1 dalam 3 item 109
Tinggi Terjadi setiap 1 dalam 8 itemTerjadi setiap 1 dalam 20 item 87
Sedang Terjadi setiap 1 dalam 80 itemTerjadi setiap 1 dalam 400 itemTerjadi setiap 1 dalam 2000 item 654
Rendah Terjadi setiap 1 dalam 15000 item 3
Sangat rendah Terjadi setiap 1 dalam 150000 item 2
Remote Terjadi setiap 1 dalam 1500000 item 1
Table 2.Nilai Occurance
Detection Criteria of Detection by Process Rating
Hampir tidak mungkin Tidak ada alat pengontrol 10
Sangat jarang Alat pengontrol yang sulit dipahami 9
Jarang Alat pengontrol sulit mendeteksi kegagalan 8
Sangat rendah Kemampuan control/kegagalan sangat rendah 7
Rendah Kemampuan control/kegagalan rendah 6
Sedang Kemampuan control/kegagalan sedang 5
Agak tinggi Kemampuan control/kegagalan sangat tinggi 4
Tinggi Kemampuan control/kegagalan tinggi 3
Sangat tinggi Kemampuan control/kegagalan sangat tinggi 2
Hampir pasti Kemampuan control/kegagalan hampir pasti 1
Table 3.Nilai Detection

Setelah nilai RPN diketahui, analisis kritikal (critical analysis) dilakukan menggunakan matriks kritikal seperti pada Tabel 4.

Critically Risk Acceptance
Criticallity Level Score
Low 0-30 Acceptance
Moderate 31-60 Tolerable
High 61-180
Very High 181-252 Unacceptable
Critical 253-324
Very critical >324
Table 4.Critically [15].

Tahap evaluation merupakan tahap analisis risiko dengan nilai kritis unacceptable untuk mengatahui faktor penyebab terjadinya risiko tersebut sehingga dapat dihasilkan outputberupa mitigasi risiko yang sesuai dengan sebab risiko tersebut. Selanjutnya dapat ditarik kesimpulan dari penelitian yang dilakukan.

Hasil dan Pembahasan

A. Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko proses produksi SPS 600ml menggunakan metode QRM dari hasil observasi dan wawancara sehingga didapatkan 42 risiko yang terjadi selama proses produksi SPS. Dapat dilihat pada Tabel 5.

Proses Komponen Risiko Penyebab Dampak
Blowing (A) Preform jatuh pada rail (A1) Preform outstandard Reject preform
Preform jatuh di dalam mesin blowing (A2) Mesin mati Reject preform
Nozzle uplate (A3) Ejector aus tidak bisa melepas preform, three sector aus Preform tersangkut di spindle
Botol jatuh dari air conveyor (A4) Teflon aus, cacat pada neck botol, botol miring Reject bottle
Botol tidak terbentuk sesuai standar (A5) Posisi preform miring pada mesin mold, setting proses tidak sesuai dengan material Jatuh di conveyor, produk reject
Botol kurang padat (A6) Settingan temperatur saat di oven tidak sesuai, pressure angin kurang Jatuh di conveyor, produk reject
Filling (B) Volume air kurang dari 600ml (B1) Lifting aus, tekanan pengisian kurang Reject bottle
Lantai produksi tergenang air (B2) Nozzle Filling bocor Extrawork untuk pembersihan
Botol jatuh dari neck lifting (B3) Botol miring Reject bottle
Gagal capping (B4) Botol miring atau tidak tepat Reject bottle
Drying (C) Botol tidak kering secara menyeluruh (C1) Durasi pengeringan singkat Mesin labeller basah
Volume udara kecil (C2) Kurang pengecekan pada mesin Mesin labeller basah
EVC Fisik Botol (D) Monitor error, tidak menghitung barang reject (D1) Sensor monitor basah Extrawork untuk menghitung produk reject
Pemborosan kemasan botol (D2) Sensor error Rework pengecekan fisik botol secara manual
Air membasahi lantai produksi (D3) Tekanan tuas pendorong reject terlalu overpower Extrawork pembersihan lantai produksi
Labelling (E) Botol tersangkut di conveyor (E1) Botol kurang padat Extrawork untuk perbaikan engsel
Produk reject berupa label berwarna merah (E2) Sambungan roll label Reject product
Potongan acak/salah potong (E3) Error pada kesesuaian kecepatan, panjang label melebihi standar ukuran. Waste label, downtime untuk menyesuaikan titik potong secara manual
Botol terjatuh di dalam mesin labeller (E4) Botol kurang padat Reject product
Roll label berputar terbalik (E5) Error pada mesin roll Downtime untuk penyesuaian secara manual
Waste roll label (E6) Roll label dibuang saat masih ada beberapa kali gulungan extra biaya
Gagal splicing (E7) Sambungan antara 2 roll label lepas Downtime untuk menyambung secara manual
Label tersangkut/ngeroll di pinch roller (E8) Bahan dari vendor, fit roller kotor dan terlalu panas sehingga label nempel Cleaning, menentukan titik potong secara manual
Notifikasi pada monitor tidak muncul (E9) Monitor error Produk reject tidak terdeteksi
Coding (F) Lupa pengambilan sampel Coding (F1) Human error Tidak ada draf untuk bukti telusur
Tinta Coding tidak keluar/kualitas Coding buruk (F2) Mesin error Coding tidak terbaca di mesin EVC
Botol tidak mendapat nomerator (F3) Botol terjatuh di conveyor Coding Reject product
EVC Coding dan Label (G) Sensor kotor (G1) Human error saat maintenance Tidak dapat membaca Coding dan label
Coding tidak terbaca (G2) Letak Coding keluar dari area deteksi Pengecekan ulang oleh operator
Wrapp-round (H) Botol falling down (H1) Botol kurang padat Down time mesin
carton box not release (H2) Vacum pad kotor, pecah Down time mesin
Vacum pad pecah (H3) Operatr kurang teliti saat maintenance Down time mesin untuk pemasangan vacum pad
Nozzle pada lem tersumbat (H4) Nozzle aus atau kotor Down time untuk mengganti nozzle
Sensor lem salah deteksi box (H5) Sensor kotor Waste lem mengotori mesin
Lem terlalu sedikit/terlalu banyak (H6) Pengaturan suhu kurang tepat, lem belum mencair Kardus tidak dapat terbentuk
Gagal box (H7) Kardus tidak kaku sesuai standar, potitioning kardus kurang tepat Waste kardus, down time untuk reposisi
Tinta kode tidak keluar (H8) Mesin Coding error extra biaya untuk perbaikan
Penimbang box salah membaca berat box (H9) Operator kurang teliti saat set up Down time untuk set up ulang
Palletizer (I) Box terjatuh saat akan diletakkan di atas palet (I1) Mesin pengangkat box error Barang reject, waste botol dan box
Palet tersangkut di conveyor (I2) Palet outstandard Downtime untuk set up secara manual
Barcode tidak tercetak (I3) Mesin memerlukan perbaikan Pencetakan manual
Barcode tidak terbaca (I4) Sensor kotor/rusak Scan manual
Table 5.Identifikasi Komponen Risiko

B. Analisis Risiko

Analisis risiko pada prses produksi SPS 600ml pada PT Tirta Investama (AQUA) Pandaan Manufacturing Area 4 dilakukan dengan menggunakan metode FMECA. Penilaian dilakukan dari hasil kuesioner pemberian nilai Severity, Occurance, dan Detection pada tiap komponen risiko. Nilai RPN didapatkan dari perkalian nilai S, O, dan D. Setelah didapatkan nilai RPN, analisa titik kritis teradap komponen risiko dilkukan berdasarkan Tabel 4 dan hasil analisa titik kritisnya dapat dilihat pada Tabel 6.

Komponen risiko S O D RPN Critically Level Risk Acceptance
A1 5 2 3 30 Low accaptance
A2 7 2 2 28 low accaptance
A3 9 3 3 81 High tolerable
A4 6 5 4 120 High tolerable
A5 6 2 3 36 Moderate tolerable
A6 6 3 3 54 Moderate tolerable
B1 6 4 2 48 Moderate tolerable
B2 3 9 5 135 High tolerable
B3 7 4 4 112 High tolerable
B4 7 4 2 56 Moderate tolerable
C1 5 7 5 175 High tolerable
C2 5 5 4 100 High tolerable
D1 4 5 2 40 Moderate tolerable
D2 4 3 2 24 Low accaptance
D3 6 6 4 144 High tolerable
E1 4 5 5 100 High tolerable
E2 6 3 1 18 Low accaptance
E3 3 3 1 9 Low accaptance
E4 8 5 2 80 High tolerable
E5 8 3 1 24 Low accaptance
E6 2 2 1 4 Low accaptance
E7 7 3 2 42 Moderate tolerable
E8 9 3 3 81 High tolerable
E9 8 2 1 16 Low accaptance
F1 3 1 2 6 Low accaptance
F2 6 3 2 36 Moderate tolerable
F3 6 2 2 24 Low accaptance
G1 7 2 1 14 Low accaptance
G2 7 2 2 28 Low accaptance
H1 7 3 2 42 Moderate tolerable
H2 7 4 3 84 High tolerable
H3 6 2 1 18 Low accaptance
H4 7 3 2 42 Moderate tolerable
H5 8 1 2 16 Low accaptance
H6 5 2 2 20 Low accaptance
H7 8 2 2 32 Moderate tolerable
H8 6 2 2 24 Low accaptance
H9 6 1 2 12 Low accaptance
I1 6 2 2 24 Low accaptance
I2 7 7 5 245 Very high Unaccaptable
I3 3 2 1 6 Low accaptance
I4 3 2 1 6 Low accaptance
Table 6.Analisa Tingkat Kritis Komponen risiko

Berdasarkan 42 komponen risiko yang teridentifikasi, sejumlah 20 risiko berada pada titik kritis Low. 10 risiko teridentifikasi moderate,11 risiko teridentifikasi high, dan 1 risiko teridentifikasi very high. Analisa titik kritis menggunakan matriks kritikal terdapat ada Tabel 7.

Risk Acceptance Critically Level
Low moderate High Very high Critial Very critical
Acceptance A1 A2 D2 E2 E3 E5 E6 E9 F1 F3 G1 G2 H3 H5 H6 H8 H9 I1 I3 I4
Tolerable A5 A6 B1 B4 D1 E7 F2 H1 H4 H7 A3 A4 B2 B3 C1 C2 D3 E1 E4 E8 H2
Unaccaptable I2
Table 7.Matriks Kritikal

Risiko dengan kategori acceptanceberarti bahwa tidak adanya kendala yang memberikan dampak besar terhadap jalannya produksi maupun terhadap kualitas produk. Diketahui 20 risiko termasuk ke dalam kategori acceptance dengan level kritis low, sehingga 20 risiko tersebut tidak menyebabkan kendala yang didukung oleh penilaian detection berada dalam rentang 1 sampai 2 yang berarti dapat dikendalikan dengan pasti. Berdasarkan tingkat keparahan, 20 risiko tersebut sebagian besar mengakibatkan gangguan mesin yang juga menyebabkan reject product dengan tingkat kejadian pada rentang 1 hingga 4 yang dikategorikan rendah.

Risiko dengan kategori tolerable tidak dijadikan prioritas perbaikan dan berjumlah 21 risiko. 10 risiko berada pada level kritis moderate yang dapat mengakibatkan tingginya jumlah produk reject. Meskipun demikian, tingkat kejadian risiko tersebut berada pada rentang 2 hingga 4 yang berarti kemunginan terjadinya risiko tersebut rendah dengan pengendalian opeator saat terjadinya risiko tersebut tinggi karena penilaian detection pada rentang 1 hingga 4.

Sejumlah 11 risiko berada pada level kritis high dengan tingkat keparahan risiko menyebabkan rework, downtime, hingga cacat produk. Tingkat kejadian risiko berada pada rentang 3 sampai 9 yang berarti bahwa 11 risiko tersebut sering terjadi, namun dapat dikendalikan karena tingkat deteksi berada pada rentang 2 hingga 4. Namun 11 risiko tersebut tidak dapat dihiraukan karena memiliki nilai RPN yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan tingkat keparahan yang berada pada rentang 4 hingga 8 yang berarti bahwa risiko tersebut memberikan dampak tinggi berupa rejecthingga gangguan peralatan.

Risiko yang masuk ke dalam kategori unacceptable serta level krits very high berjumlah 1, yaitu risiko palet tersangkut di conveyoryang berarti bahwa evaluasi serta perbaikan perlu untuk segera dilakukan. Hal tersebut disebabkan oleh tingkat keparahan sebesar 7 yang mengakibatkan gangguan pada peralatan dengan frekuensi terjadian yang tinggi karena nilai occurance sebesar 7 dan pengendalian terklasifikasi agak tinggi.

C. Evaluasi

Risiko palet tersangkut di conveyor merupakan risiko dengan nilai RPN sebesar 245 dan dikategorikan sebagai risiko yang sangat tinggi dan masuk ke dalam risiko yang tidak dapat diterima (unacceptable). Risiko palet tersangkut di conveyorberada pada proses produksi Palletizeryang merupakan tahap akhir pada proses produksi AQUA SPS 600ml. Meski berada pada akhir proses, terjadinya risiko tersebut menyebabkan waktu henti pada proses Wrapproundhingga Labellingdan menyebabkan penurunan produktivitas mesin. Penyebab terjadinya risiko tersebut dievaluasi menggunakan diagram tulang ikan dengan mempertimbangkan 5M + 1E, yaitu Man, Method, Material, Machine, Measurementdan Environtment.

Figure 2.Diagram tulang ikan palet tersangkut di conveyor

1. Material

Penyebab palet tersangkut di conveyor berdasarkan material yaitu pada kondisi palet yang tidak sesuai dengan standar, yaitu ukuran palet yang tidak presisi, sekat antar lapis palet yang tidak lengkap, palet yang basah, serta kondisi palet yang retak atau bahkan pecah.

2. Machine

Penyebab risiko palet tersangkut di conveyor berdasarkan mesin yaitu adanya serpihan palet yang terjatuh di conveyor sehingga menyebabkan henti mesin. Penyebab yang kedua yaitu pada mesin belum ada indikator kondisi palet yang tidak memenuhi standar, sehingga risiko palet tersangkut di conveyor akan terus terjadi.

3. Measurement

Measurement atau pengukuran yang menyebabkan risiko palet tersangkut di conveyor terjadi yaitu kurangnya inspeksi secara berkala pada kondisi palet serta penyortiran pada palet dari vendor kurang menyeluruh.

4. Method

Metode penanganan atau tindakan saat terjadinya risiko palet tersangkut di conveyor masih dilakukan secara manual, yaitu dengan mengevakuasi atau mereposisi palet yang sedang tersangkut di conveyor tanpa dibantu dengan mesin atau alat yang lain. Di sisi lain, hal ini juga membahayakan bagi pekerja yang melakukan penanganan.

5. Man

Penyebab terjadinya risiko berdasarkan man yaitu operator kurangnya melakukan pengawasan pada kondisi palet terutama sebelum masuk ke mesin Palletizer. Penanggung jawab logistik juga bertanggung jawab terhadap kondisi palet karena pengadaan melalui departemen logistik.

6. Environtment

Berdasarkan lingkungan atau environtment¸ palet tersangkut di conveyor disebabkan oleh keadaan gudang yang lembab karena musim penghujan, sehingga kondisi palet tidak kering dan menyebabkan palet tersangkut di conveyor.

D . Mitigasi Risiko

Palet tersangkut di conveyor sebagian besar disebabkan oleh material palet yang tidak sesuai standar. Hal tersebut juga didukung oleh faktor penyebab lainnya. Mitigasi risiko yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Memastikan kondisi palet sebelum masuk ke dalam mesin sesuai standar, yaitu kering, presisi, tidak ada bagian yang pecah/retak dan seluruh bagian palet lengkap.

2. Menandai palet yang outstandard apabila ditemukan saat di dalam mesin dan disisihkan setelah dimuat kontainer.

3. Memastikan mesin bersih dari serpihan palet sebelum mesin dijalankan, terutama pada saat set up mesin yang dilakukan setiap pagi.

4. Melakukan inspeksi secara berkala terkait kualitas palet.

5. Memastikan Departmen Logistik yang melakukan pengadaan melakukan penyortiran palet secara menyeluruh dan mendetail, serta memberikan catatan peringatan pada vendor yang menyediakan palet tidak sesuai standar perusahaan.

6. Memperbaiki gudang yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan agar berada pada kondisi kering meskipun sedang musim hujan, serta melakukan

Simpulan

Proses produksi Small Packaging Size 600ml pada PT Tirta Investama (AQUA) Pandaan Manufacturing Area 4 mengalami 42 risiko. Risiko dengan kategori unaccaptable sejumlah 1 risiko, yaitu palet tersangkut di conveyor dengan risk priority number 245. Risiko palet tersangkut di conveyor terklasifikasi sebagai risiko dengan tingkat very high sehingga memerlukan evaluasi serta perbaikan. Risiko tersebut terjadi pada akhir proses produksi dan menyebabkan gangguan pada proses produksi sebelumnya. Perusahaan perlu memastikan orang-orang yang terlibat selama proses produksi sadar akan kerugian yang diakibatkan risiko tersebut. Kualitas material dari vendor harus disaring secara ketat agar risiko akibat dari material dapat diminimalkan. Metode yang digunakan berhubungan dengan mesin sehingga perlu perawatan mesin agar risiko yang disebabkan oleh metode dan mesin dapat dikurangi. Pengukuran dalam memastikan kualitas bahan baku maupun mesin perlu ditingkatkan agar tidak ada risiko yang terjadi akibat measurement yang tidak sesuai dengan standar perusahaan.

Mitigasi risiko selama proses produksi akan terlaksana dengan baik apabila terdapat komitmen dari semua pihak yang terlibat selama proses produksi SPS 600ml untuk memastikan bahwa risiko yang pernah terjadi dengan frekuensi keajadian tinggi dapat dihindarkan dan tidak ada kemungkinan untuk terjadi lagi.

References

  1. D. A. Walujo, T. Koesdijanti, and Y. Utomo, Pengendalian Kualitas. Surabaya: Scopindo Media Pustaka, 2020.
  2. T. Novianti, Manajemen Risiko. Malang: Media Nusa Creative, 2017.
  3. I. Marodiyah, A. S. Cahyana, and I. R. Nurmalasari, “Integrasi Metode QRM dan FMEA Dalam Manajemen Risiko Petani Tebu,” J. Produkt., vol. 2, no. 3, pp. 1–5, 2022.
  4. W. U. Maulidah and H. C. Wahyuni, “Food Safety and Halal Risk Mitigation in Fish Crackers Supply Chain with FMECA and AHP,” Procedia Eng. Life Sci., vol. 1, no. 1, pp. 1–9, Mar. 2021, doi: 10.21070/pels.v1i1.844.
  5. H. C. Wahyuni and W. Sulistyowati, Pengendalian Kualitas Industri Manufaktur dan Jasa. Sidoarjo: UMSIDA Press, 2020.
  6. F. R. P. Nasution and I. N. Nasution, “Identifikasi Risiko Kegagalan Proses Produksi Toilet Soap Plant (Sabun Mandi Padat) di PT. XYZ Dengan Menggunakan Metode Failure Modes and Effects Analysis (FMEA),” J. Manaj. Rekayasa Dan Inov. Bisnis, vol. 1, no. 1, pp. 45–59, 2023.
  7. S. R. Hadiwiyanti and E. Yuliawati, “Penentuan Penyebab Cacat Kritis Produk dengan Menggunakan FMECA,” Semin. Nas. Teknol. Ind. Berkelanjutan II, vol. 2, pp. 26–34, 2022.
  8. L. Wali et al., “Analisis Manajemen Risiko pada PT. Nusa Indah Metalindo Menggunakan Metode House of Risk,” J. Teknol. Dan Manaj., vol. 3, no. 2, pp. 75–84, Nov. 2022, doi: 10.31284/j.jtm.2022.v3i2.3092.
  9. I. Marodiyah and I. Sudarso, “Analisis Risiko Guna Peningkatan Kualitas Proses Pembangunan Gedung Bertingkat,” J. Ind. Eng. Manag., vol. 15, no. 2, pp. 49–60, 2020.
  10. M. B. Yahman, A. Profita, and H. D. Widada, “Analisis Risiko dan Penentuan Strategi Mitigasi pada Proses Produksi Beras,” Matrik, vol. 20, no. 2, p. 67, Mar. 2020, doi: 10.30587/matrik.v20i2.1112.
  11. A. R. Andriansyah and W. Sulistyowati, “Pengendalian Kualitas Produk Clarisa Menggunakan Metode Lean Six Sigma dan Metode FMECA (Failure Mode and Effect Criticality Analysis),” ProZima Product. Optim. Manuf. Syst. Eng., vol. 4, no. 1, pp. 47–56, Mar. 2020, doi: 10.21070/prozima.v4i1.1272.
  12. P. Chang and Y.-L. He, “Study of Failure Mode, Effect and Criticality Analysis,” in 2016 International Conference on Applied Electronics (AE), Pilsen, Czech Republic: IEEE, Sep. 2016, pp. 93–96, doi: 10.1109/AE.2016.7577249.
  13. A. Rahman and F. Fahma, “Penggunaan Metode FMECA (Failure Modes Effects Criticality Analysis) dalam Identifikasi Titik Kritis di Industri Kemasan,” J. Teknol. Ind. Pertan., vol. 31, no. 1, pp. 110–119, Apr. 2021, doi: 10.24961/j.tek.ind.pert.2021.31.1.110.
  14. W. N. Tanjung, S. A. Atikah, S. Hidayat, E. Ripmiatin, S. S. Asti, and R. S. Khodijah, “Risk Management Analysis Using FMECA and ANP Methods in the Supply Chain of Wooden Toy Industry,” IOP Conf. Ser. Mater. Sci. Eng., vol. 528, no. 1, pp. 1–8, May 2019, doi: 10.1088/1757-899X/528/1/012007.
  15. F. R. Supoyo and R. A. Darajatun, “Analisis Pengendalian Kualitas untuk Mengurangi Defect Parking Brake dengan Metode FMEA di PT XYZ,” J. Serambi Eng., vol. 8, no. 1, pp. 4438–4444, 2023.
  16. T. Zakaria and A. D. Juniarti, “Analisis Pengendalian Kualitas Cacat Dimensi pada Header Boiler Menggunakan Metode FMEA dan FTA,” J. InTent, vol. 6, no. 1, pp. 24–36, 2023.
  17. B. Khrisdamara and D. Andesta, “Analisis Penyebab Kerusakan Head Truck-B44 Menggunakan Metode FMEA dan FTA (Studi Kasus: PT. Bima, Site Pelabuhan Berlian),” J. Serambi Eng., vol. 7, no. 3, pp. 3303–3313, Jul. 2022, doi: 10.32672/jse.v7i3.4255.