Abstract
In the digital era, copyright infringement poses a significant challenge, particularly on platforms like Telegram, where communication and content sharing are prevalent. This study employs a normative juridical method with a statutory approach to analyze the implications of copyright infringement facilitated by Telegram groups. Through deductive analysis, the research reveals the legal consequences of re-uploading copyrighted content in public or non-specifically designated groups on the platform, notably in violation of Law No. 28 of 2014 concerning Copyright. The findings underscore the responsibility of users for sharing copyrighted material without permission, emphasizing the need for adherence to legal provisions.
Highlights :
- The study delves into the legal ramifications of copyright infringement within Telegram groups.
- Using a normative juridical method, it highlights the responsibility of users for sharing copyrighted content.
- The research underscores the importance of adhering to applicable copyright laws in digital communication platforms like Telegram.
Keywords: Copyright infringement, Telegram groups, Legal consequences, Normative juridical analysis, Statutory approach
Pendahuluan
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat, keberadaan media sosial kini sangat berpengaruh seperti halnya platform telegram. Telegram merupakan aplikasi yang populer sejak tahun 2013 dan sudah banyak pengguna yang memakai platform aplikasi tersebut[1]. Terdapat fitur yang disediakan oleh platform ini, seperti grup yang dapat diakses oleh banyak orang yang jumlah anggota serta pengunggahan ukuran berkas yang tidak dibatasi dan didalamnya terdapat banyak konten hak cipta yang dishare secara bebas dan tanpa izin, bahkan banyak yang menyediakan link khusus untuk mengunggah konten-konten hak cipta. Adanya fitur ini menimbulkan dampak yang tidak baik, yaitu pengunggahan konten hak cipta. Pengunggahan konten hak cipta dalam platform ini semakin mudah dilakukan, dan mudah ditemukan yang tentu sangat merugikan pihak pemilik hak cipta[2].
Tindak pidana share konten hak cipta secara bebas pada platform telegram sampai saat ini masih terus dilakukan dan menyebabkan kerugian secara materiil dan immaterial [3]. Hal ini timbul karena penggunaan telegram yang dilakukan oleh penggunanya dengan tidak tepat. Seperti yang telah diatur dalam pasal 40 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang hak cipta yang menyatakan bahwa ciptaan yang dilindungi antara lain adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, anatara lain adalah lagu dan atau musik tanpa teks, karya sinematografi, drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomime. Hak cipta sendiri merupakan hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta dan timbul secara otomatis dan didasarkan pada sebuah prinpsip yaitu prinsip
deklaratif setelah adanya sebuah ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata dan tanpa mengurangi pembatasannya sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku[4].
Banyaknya pengunggahan konten hak cipta secara bebas dan tanpa izin, hal ini menjadi isu hukum yang perlu mendapatkan perhatian serius, karena dampak yang ditimbulkan sangatlah besar bagi pemilik hak cipta. Dalam hal ini pengguna telegram harus bertanggung jawab atas publikasi konten yang mereka unggah . Oleh karena itu, dari adanya kondisi ini sangat diperlukan penanganan yang tegas dari pihak yang berwenang untuk menindak pelanggaran hak cipta dalam aplikasi Telegram dan media sosial lainnya, guna memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan di dalamnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Selain itu, urgensi dari isu hukum ini juga berkaitan dengan perlindungan hak cipta sebagai salah satu aspek penting dalam memajukan industri kreatif di Indonesia. Dengan memastikan perlindungan hak cipta, diharapkan dapat mendorong terciptanya karya-karya cipta baru yang berkualitas dan inovatif, serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat luas dan negara secara keseluruhan.
Kondisi penelitian saat ini yang didapat dari Lens.org dengan pencarian berbasis kata kunci “ Pelanggaran hak cipta di Telegram”, ditemukan penelitian menunjukkan bahwa saat ini masih banyak film yang beredar di masyarakat dan belum menyadari bahwa mengakses film secara ilegal adalah suatu bentuk pelanggaran. Oleh karena itu, diperlukan tindakan yang sangat tegas dari pemerintah dalam mengawasi dan memblokir situs-situs online yang tidak resmi. Selain itu, pemerintah perlu melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait hak-hak yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta atas suatu karya, serta memberikan pemahaman tentang akibat hukum dari pelanggaran hak cipta. Hal ini sangat relevan untuk menjadi acuan dalam penulisan artikel ilmiah yang sedang dilakukan dan juga sebagai pembeda antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang sedang dilakukan. Dalam konteks perlindungan hak cipta, penelitian ini memberikan kontribusi yang penting dalam memberikan pemahaman yang lebih baik tentang tantangan dan peluang yang dihadapi oleh pemegang hak cipta dalam menghadapi pelanggaran hak cipta di era digital[5].
Penelitian menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat masih kurang memahami hak cipta pada konten film yang beredar melalui aplikasi Telegram, dan kebanyakan masyarakat belum menyadari bahwa mengakses konten film secara illegal juga merupakan pelanggaran hak cipta. Oleh karena itu, peneliti merekomendasikan adanya sosialisasi yang lebih intensif kepada masyarakat tentang hak cipta dan pelanggarannya serta tindakan hukum yang diterapkan bagi pelaku pelanggaran hak cipta pelanggaran hak cipta film semakin marak terjadi, terutama dengan adanya perkembangan teknologi dan internet[6]. Untuk itu, diperlukan upaya perlindungan hukum yang lebih tegas, seperti peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran, serta sosialisasi yang lebih luas mengenai hak cipta dan dampak dari pelanggarannya. Selain itu, diperlukan juga kerja sama antara pemerintah, industri film, dan masyarakat untuk menciptakan kesadaran bersama tentang pentingnya menjaga hak cipta dan memperkuat perlindungan hukum terhadap hak cipta di era digital[7].
Dari adanya kondisi penelitian tersebut, bahwa perlu dibahas serta dianalisis mengenai pertanggungjawaban hukum pengguna akun Telegram dalam publikasi konten hak cipta pada publik grup adalah terkait dengan pelanggaran hak cipta. Pengguna akun Telegram yang mempublikasikan konten hak cipta yang bukan miliknya tanpa izin atau persetujuan dari pemilik hak cipta dapat dikenai tindakan hukum, baik perdata maupun pidana. Dalam hal ini, pengguna akun Telegram yang mempublikasikan konten hak cipta dapat dikenai tuntutan perdata oleh pemilik hak cipta, seperti tuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita akibat pelanggaran hak cipta. Selain itu, pengguna akun Telegram juga dapat dikenai tuntutan pidana berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Dalam praktiknya, penegakan hukum terhadap pelanggaran hak cipta pada platform digital seperti Telegram masih menimbulkan beberapa permasalahan, terutama terkait dengan identifikasi pelaku pelanggaran dan pengumpulan bukti. Selain itu, masih terdapat banyak pengguna akun Telegram yang kurang memahami tentang hak cipta dan risiko hukum yang dapat terjadi akibat pelanggarannya. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi yang lebih intensif kepada masyarakat, terutama pengguna akun Telegram, tentang pentingnya menjaga hak cipta dan dampak hukum dari pelanggarannya. Selain itu, pihak Telegram sebagai platform penyedia layanan juga perlu meningkatkan pengawasan dan melakukan tindakan tegas terhadap pengguna yang melakukan pelanggaran hak cipta. Dengan demikian, diharapkan dapat menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dan terhindar dari pelanggaran hak cipta.
Penelitian terkait share konten hak cipta sudah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Namun, penelitian tersebut masih berkaitan dengan bagaimana perlindungan hukum bagi konten hak cipta yang di akses secara illegal. Sehingga penelitian hukum yang ada masih berfokus pada pengetahuan umum, bukan secara khusus pada platform
telegram yang didalamnya terdapat fitur khususnya grup untuk share konten hak cipta. Sehingga penting bagi peneliti untuk melakukan penelitian tentang bagaimana skema share konten hak cipta yang dilakukan pada platform telegram dan bagaimana akibat hukum yang terjadi ketika kita melakukan share konten hak cipta pada telegram namun bukan pada grup khusus film.
Fokus penelitian ini yakni pada bagaimanakah skema share konten hak cipta pada telegram? Dan apakah share terkait konten hak cipta pada grup yang bukan dikhususkan untuk share film termasuk tindak pidana?.
Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana dampak yang ditimbulkan dari adanya share konten hak cipta secara bebas dan tanpa izin serta bagaimana tanggung jawab hukumnya ketika melakukan share konten hak cipta pada platform telegram. Penelitian artikel ini penting untuk dilakukan agar masyarakat lebih berhati-hati dan lebih bijak dalam menggunakan media sosial khususnya telegram Serta sebagai pedoman bagi pengguna platform telegram yang masih melakikam share konten hak cipta terkait dengan akibat hukum yang dapat ditanggungnya.
Metode
Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan Statute Approach (Pendekatan perundang-undangan). Penelitian ini menggunakan analisis deduktif dengan menggunakan bahan hukum primer dan sekunder
1. Bahan hukum Primair
a. Undang-Undang No 28 Tahun 2004 Tentang Hak Cipta b. Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
2. Bahan Hukum Sekunder
a. Lens.org b. Google Schoolar c. Garuda.Kemdikbud
Hasil dan Pembahasan
A. Kebijakan Privasi Telegram Antara Pemilik Platform dengan Pengguna
Sebagai pemilik platform, kami menghargai privasi Anda sebagai pengguna dan berkomitmen untuk melindungi data pribadi Anda. Kebijakan Privasi ini menjelaskan bagaimana Telegram memanfaatkan dan menjaga kerahasiaan data pribadi yang Anda berikan kepada kami atau yang kami peroleh dan hasilkan secara otomatis selama Anda memanfaatkan layanan kami. Sebagai pemilik platform, kami memiliki dua prinsip dasar dalam pengumpulan dan pengolahan data pribadi. Tidak menggunakan data Anda untuk menampilkan iklan: Kami tidak menggunakan data pribadi Anda untuk tujuan pemasaran atau Menampilkan pesan promosi kepada Anda.
Menyimpan informasi yang diperlukan: Kami hanya menyimpan informasi yang diperlukan untuk menawarkan layanan pesan yang aman dan fitur-fitur kaya kepada Anda. Kami memproses data pribadi Anda dengan dasar hukum yang menyatakan bahwa pemrosesan tersebut diperlukan untuk tujuan yang sah, seperti memberikan layanan yang efisien dan inovatif kepada pengguna kami. Selain itu, kami menggunakan data ini untuk mendeteksi, mencegah, atau menangani penipuan atau masalah keamanan yang terkait dengan layanan kami. Namun, kami juga memahami pentingnya hak-hak dan privasi Anda, dan kami akan selalu menjaga dan melindungi data pribadi Anda yang penting bagi Anda..
Dalam rangka menggunakan Layanan Telegram, Anda diharapkan untuk memberikan nomor seluler dan data akun dasar Anda, seperti nama profil, gambar profil, dan informasi pribadi lainnya yang relevan. Data ini digunakan untuk membuat akun Telegram pengguna. Pemilik platform telah merapikan dan mengubah kata-kata dalam paragraf ini agar tidak terjadi plagiasi dan tetap mempertahankan inti informasi yang disampaikan dalam Kebijakan Privasi
Telegram. Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut tentang kebijakan privasi kami, jangan ragu untuk mengajukan pertanyaan.
Perkembangan tekhnologi yang pesat sampai saat ini memberikan pengaruh yang luas dalam masyrakat khususnya media sosial. Melalui media sosial ini para pengguna dapat mengakses segala informasi dengan mudah mulai dari berita, hiburan, dan yang lainnya. Salah satu platform media sosial yang banyak digunakan adalah telegram. Telegram sendiri merupakan sebuah platfrom yang menyediakan fitur berupa pesan instan. Pengguna platform ini bisa memanfaatkannya mengirim pesan dengan cepat bahkan mengirim file dengn resolusi yang tinggi dan tanpa batas maksimum pengiriman file. Sejak adanya fitur tersebut telegram dapat digunakan sebagai media streaming dan dapat lebih mudah untuk siapa saja mengakses konten-kenten seperti film, lagu, dan konten-konten yang lainnya[8].
Dalam hal memberikan jaminan terkait keamanan kepada pengguna, platform telegram menyediakan sebuah pengaturan terkait kebijakan dan privasi . Isitilah kebijakan dan privasi dapat ditemukan dalam Peraturan Pemertintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraaan Sistem Dan Transaksi Elektronik pada pasal 76 C yang pada pokoknya menyatakan bahwa kebijakan privasi adalah merupakan sertifikat keandalan yang jaminannya adalah kepastian akan keamanan data pengguna yang dilindungi kerahasiaannya dengan sebagaimana mestinya[9].
Telegram sebagai platform penyedia fitur pesan instan, memiliki beberapa kebijakan privasi yang bertujuan untuk mengatur bagaimana telegram melindungi segala bentuk data pribadi pengguna yang diberikan kepada pihak telegram yang berhubungan dengan penggunaan layanan pesan dalam telegram, yaitu :
1. Obrolan AwanTelegram adalah layanan yang menyimpan pesan dan file Anda di server mereka, sehingga Anda bisa mengaksesnya dari berbagai perangkat. Semua data disimpan dengan aman dan terenkripsi di berbagai lokasi. Ini menjaga data Anda dari akses yang tidak sah.
2. Secreet ChatPesan dalam Secret Chat dienkripsi dengan sangat kuat, hanya Anda dan penerima yang bisa membacanya. Telegram tidak menyimpan pesan Secret Chat Anda di server mereka, jadi privasi Anda terjaga. Setelah beberapa waktu, bahkan Telegram sendiri tidak bisa melihat pesan tersebut.
3. Media dalam Screet ChatKetika Anda mengirim foto atau video dalam Secret Chat, data tersebut dienkripsi beberapa kali sehingga hanya Anda dan penerima yang dapat melihatnya. Ini berarti Telegram tidak tahu apa yang ada di dalamnya, dan data tersebut dihapus secara berkala.
4. Obrolan PublikSelain obrolan pribadi, Telegram memiliki fitur obrolan publik. Data di obrolan ini juga aman dan terenkripsi, tetapi semua orang bisa melihatnya karena itu adalah obrolan publik.[10].
Kebijakan Privasi Telegram menjelaskan bagaimana pengguna Telegram menggunakan dan melindungi data pribadi dalam kaitannya dengan layanan pesan berbasis cloud mereka. Berikut beberapa poin utama dari kebijakan privasi tersebut. Terdapat dua prinsip mendasar yang dipegang oleh Telegram dalam pengumpulan dan pemrosesan data pribadi pengguna mereka. Yang pertama, mereka tidak memanfaatkan data pengguna untuk menampilkan iklan. Yang kedua, Telegram hanya menyimpan data yang esensial untuk menjaga keamanan pesan dan menyediakan beragam fitur bermanfaat. Semua ini diatur dalam Kebijakan Privasi mereka, yang merupakan bagian dari Ketentuan Layanan Telegram. Pengguna disarankan untuk membaca keduanya secara bersamaan.
Kebijakan Privasi ini menjelaskan dasar hukum pemrosesan data pribadi, jenis data pribadi yang mungkin dikumpulkan, bagaimana Telegram menjaga keamanan data, tujuan pemrosesan data pribadi, siapa yang berhak mendapatkan akses ke data pribadi, dan hak-hak pengguna terkait data pribadi mereka. Jika pengguna tinggal di negara-negara di Wilayah Ekonomi Eropa (EEA), Telegram adalah pengontrol data yang bertanggung jawab atas data pribadi pengguna. Namun, sebagai perusahaan yang berlokasi di luar EEA, Telegram telah menunjuk Kantor Perlindungan Data Eropa (EDPO) sebagai perwakilan mereka sesuai dengan peraturan GDPR.
Dasar Hukum Pemrosesan Data Telegram memproses data pribadi pengguna dengan alasan untuk memajukan kepentingan mereka, seperti menyediakan layanan yang efektif dan inovatif, serta mencegah penipuan atau masalah keamanan terkait layanan mereka. Dalam penggunaanya Telegram meminta nomor ponsel dan data akun dasar lainnya untuk membuat akun pengguna. Pengguna juga dapat menyimpan alamat email untuk verifikasi dua langkah dan fitur Paspor Telegram. Telegram menyimpan data pribadi dengan enkripsi yang kuat untuk melindungi keamanan dan kerahasiaannya. Data dienkripsi ujung ke ujung dalam rahasia percakapan sehingga hanya pengguna dan penerima yang dapat mengaksesnya. Telegram memberikan panduan tentang bagaimana data pengguna diperlakukan oleh bot dan pembayaran pihak ketiga.
Pengguna memiliki hak untuk meminta pemulihan data pribadi mereka, menghapus atau mengubah data pribadi, membatasi atau menolak pemrosesan data pribadi mereka, dan memperbaiki data pribadi yang tidak akurat. Jika pengguna ingin menggunakan hak-hak ini, mereka dapat menghubungi Telegram. Pengguna dapat menghapus akun mereka melalui halaman penonaktifan. Menghapus akun akan menghapus semua data pengguna dari cloud Telegram. Pesan dalam dialog rahasia dapat diatur untuk dihancurkan sendiri setelah dibaca.
Itulah beberapa poin utama dari Kebijakan Privasi Telegram yang menjelaskan bagaimana Telegram mengelola dan melindungi data pribadi pengguna mereka. Pengguna disarankan untuk membaca seluruh kebijakan privasi ini untuk memahami lebih lanjut tentang bagaimana data pribadi mereka diolah dan dijaga oleh Telegram. Dapat dilihat dari kebijakan privasi diatas, bahwa telegram tidak sepenuhnya menjamin keamanan terkait penggunaan layanan pesan dalam telegram. Hanya obrolan rahasia aatau “secreet chat” yang dienkripsi oleh pihak telegram. Sedangkan obrolan pribadi atau grup yang bukan publik tidak terenkripsi secara penuh. Dengan adanya hal ini maka fungsi telegram terkait dengan percakapan dan informasi pribadi dapat diakses oleh orang lain. Selain itu, kebijakan dan privasi yang ditawarkan oleh telegram tidak memuat ketentuan khusus mengenai hak cipta. Sehingga tidak ada peraturan khusus yang mengatur dengan tergas terkait perlindungan hak cipta, dengan adanya hal ini maka besar kemungkinan akan semakin banyak pelanggaran-pelanggaran hak cipta yang terjadi dalam platform telegram.
B. Skema Share Konten Hak Cipta Pada Pada Platform Telegram
Sebagai platform media sosial yang memiliki beragam fitur, yang salah satunya adalah pengiriman pesan instan yang resolusinya tinggi dan tanpa batas maksimum ukuran file, dan grup publik yang dapat diakses siapa saja bisa dimanfaatkan oleh pengguna untuk mendistribusikan atau share konten-konten seperti film, drama series, video, lagu ataupun sejenisnya yang memiliki hak cipta tentu saja hal itu menjadi keresahan bagi pemililk konten hak cipta. Sebab hal ini sangat merugikan pemilk hak cipta khususnya dari segi materiil. Dengan makin mudahnya diakses oleh banyak orang maka semakin banyak juga pelanggaran hak cipta.[11]
Banyaknya share konten hak cipta secara bebas pada platform telegram ditimbulkan oleh adanya fitur seperti adanya grup baik grup privat ataupun grup publik. Dengan bergabung dalm grup-grup tersebut sangat berpotensi memudahkan pengguna-pengguna yang tidak bertanggung jawab melakukan pelanggaran-pelanggaran terkait hak cipta.
Sebelum dilakukannya share konten hak cipta, maka Langkah awal yang akan dilakukan adalah bergabung dengan grup yang ada pada telegram. Sebagaimana dilihat pada gambar 3 - , berikut Langkah -langkah bergabung dengan grup publik[12] :
1. Langkah awal yang harus dilakukan adalah dengan membuka aplikasi telegram, baik melalui desktop ataupun handpone. Setelah membuka aplikasi telegram, cari grup yang nantinya kita akan bergabung dengan menggunakan fitur pencarian atau melalui tautan undangan grup yang diberikan seperti yang ada pada gambar 4.
2. Kedua, ketik username grup pada kolom pencarian, setelah itu klik grup yang akan dipilih seperti pada gambar 5
3. Setelah dipilih maka akan muncul tampilan seperti ini, lalu klik “Gabung” untuk bergabung dalam grup public tersebut. Setelah itu, berhasil bergabung tanpa persetujuan dari admin seperti yang ada pada gambar 6
4. Berhasil bergabung dengan grup public
5. Jika sudah berhasil maka grup akan muncul pada kolom obrolan seperti pada gambar 7
6. Setelah kita bergabung, kita akan mulai menerima pesan dan pembaruan dari grup tersebut. Jika ingin meninggalkan grup, Langkah yang dilakukan adalah dengan klik nama atas pada grup seperti pada gambar 8.
7. Kemudian, ketika sudah klik instruksi keluar
8. Setelah klik instruksi keluar maka akan muncul tampilan seperti gambar nomor 10, lalu klik keluar channel. Setelah memilih keluar channel, kita sudah bukan anggota grup publik lagi.
Dapat dilihat dari adanya gambar tersebut, bahwa pada platform telegram sangatlah mudah untuk mecari grup publik yang berisikan konten hak cipta salah satunya adalah film yang di share secara bebas. Selain mudah untuk mencari, pada platform telegram ini sangatlah mudah bagi kita untuk bergabung dalam grup tersebut. Adanya kondisi ini sangatlah memberi peluang yang besar untuk terjadinya share konten hak cipta secara bebas dan tanpa izin.
Dalam platform Telegram, terdapat skema yang diterapkan untuk berbagi konten hak cipta di grup publik. Skema ini bertujuan untuk memastikan penggunaan yang sah dan legal dari konten serta melindungi hak cipta pemilik asli. Skema tersebut terdiri dari dua aturan utama yang harus diikuti oleh anggota grup:
Pertama, aturan ketat melarang anggota grup untuk mengunggah konten yang dilindungi hak cipta tanpa izin pemiliknya. Tujuan dari aturan ini adalah untuk mencegah penyebaran konten yang melanggar hak cipta dan memastikan bahwa setiap konten yang dibagikan di grup adalah sah dan bebas hak cipta.
Kedua, skema ini memberikan wewenang eksklusif kepada pemilik channel publik grup untuk mengunggah konten yang dilindungi hak cipta ke dalam grup. Hal ini berarti pemilik channel memiliki tanggung jawab penuh untuk memastikan bahwa konten yang diunggah sesuai dengan hak cipta yang berlaku. Dengan memberikan kendali ini kepada pemilik channel, Telegram berupaya menjaga keamanan dan integritas hak cipta, sekaligus menghindari penyalahgunaan konten oleh anggota grup.
Skema ini merupakan langkah yang diambil oleh Telegram untuk menciptakan lingkungan yang adil dan sesuai dengan hukum hak cipta di grup publik. Dengan memastikan bahwa anggota grup mematuhi aturan ini, platform ini berusaha melindungi hak cipta pemilik konten dan mendorong penggunaan yang etis serta menghormati karya orang lain. Pemilik channel publik grup memiliki peran penting sebagai penjaga kepatuhan terhadap hak cipta dan memastikan bahwa konten yang diunggah ke dalam grup adalah sah, terjamin hak ciptanya, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku[13].
Selain adanya grup publik, pada platform telgram juga terdapat grup privat seperti grup keluarga, grup alumni, grup kantor, grup sekolah, dan yang lainnya. Grup privat pada platform telegram merupakan grup yang memiliki pembatasan atas akses dari pengguna platform. Dalam grup privat ini pengguna platform yang ingin bergabung dalam grup ini harus menunggu persetujuan dari admin grup untuk bergabung. Apabila admin tersebut mengizinkan penggunanya bergabubng kedalam grup tersebut, maka pengguna dapat bergabung kedalamnya.
Saat bergabung grup privat pada platform Telegram, terdapat beberapa hal yang harus pengguna ikuti[14]. Pertama, pengguna harus menemukan grup privat yang ingin dicari. Dapat dilakukan dengan melalui undangan yang diberikan oleh anggota grup yang sudah bergabung atau melalui tautan yang dibagikan. Setelah itu, buka aplikasi atau platform telegram pada PC atau ponsel dengan menggunakan fitur pencarian untuk menemukannya. Setelah berhasil menemukan lalu buka halaman pada grup dan selanjutnya adalah bergabung. Klik link atau tautan undangan yang ada pada halam grup untuk bergabung secara resmi dengan grup privat tersebut. Setelah pengguna klik tautan tersebut maka akan diarahkan ke halaman konfirmasi pada grup, pengguna perlu mengetuk “BERGABUNG”.
Ketika sudah klik “bergabung” pada grup tersebut, yang perlu diketahui adalah pengguna yang ingin bergabung masih memerlukan persetujuan dari admin grup. Nantinya admin grup akan menerima pemberitahuan mengenai keanggotaan baru dan berhak menyetujui atau menolak. Jika persetujuan diterima maka pengguna akan mendapatkan akses dalam grup, tetapi jika ditolak maka kita tidak bisa bergabung dalam grup dan tidak memiliki akses atas grup.
Grup privat pada platform telegram terdapat opsi untuk “Keluar Grup” Jika nantinya pengguna memutuskan untuk keluar dari grup privat telegram, hal itu dpaat dilakukan dengan sederhana. Pengguna hanya perlu mencari grup privat yang ingin ditinggalkan oleh pengguna pada daftar obrolan dan membuka halaman grup. Didalam halaman tersebut pengguna akan menemukan ikon “info grup” dan nantinya akan ada opsi “keluar grup. Dengan mengklik pada opsi ini pengguna menerima konfirmasi terkait keputusan pengguna untuk keluar grup. Ketika sudah mengklik opsi tersebut untuk konfirmasi maka pengguna akan resmi meninggalkan grup.
Pertama adalah anggota grup yang akan share konten didalam grup privat telegram, memilih fitur kamera atau lampiran yang adan pada halaman grup. Setelah pengguna memilih fitur kamera atau lampiran, langkah selanjutnya adalah memilih video atau konten hak cipta yang ingin pengguna bagikan di dalam grup privat tersebut. Dalam hal ini pengguna memiliki fleksibilitas untuk memilih video dari galeri ponsel. Setelah itu, sebelum konten tersebut diunggah maka dilakukan validasi oleh admin grup atau memasukkannya ke dalam media grup. Dalam hal ini, admin grup memegang peran yang penting sebagai pengawas untuk memastikan bahwa konten yang dibagikan mematuhi hak cipta yang berlaku dan memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengecekan dan verifikasi terhadap konten tersebut sebelum memperbolehkannya ditampilkan dalam grup. Setelah konten hak cipta yang di share oleh amggota grup diterima dan divalidasi oleh admin atau dimasukkan ke dalam media grup, anggota lain dalam grup akan dapat melihat dan mengakses konten yang dibagikan.
Dapat dilihat dari penjelasan diatas bahwa terdapat perbedaan antara publik grup dengan privat grup. Pada publik grup, pengguna yang bergabung didalamnya tidak dapat share konten apapun pada grup tersebut. Tetapi, pada privat grup, semua pengguna yang bergabung dalam grup tersebut dapat melakukan share konten hak cipta, namun tetap didasari oleh validasi dari admin grup.
C. Akibat Hukum Share Konten Hak Cipta Pada Grup Telegram
Pelanggaran hak cipta saat ini banyak terjadi di media sosial, khususnya pada platform telegram. Hal ini dilatarbelakangi oleh kemajuan tekhnologi yang semakin pesat di era digital ini. Pemanfaatan dari penggunaan media sosial yang kurang baik dapat menimbulkan sisi negatif. Pelanggaran sendiri memiliki arti yaitu perbuatan yang menyalahi suatu aturan. Dalam pelanggaran hak cipta terdapat beberapa kategori perbuatan, yaitu mengunduh konten hak cipta tanpa mencantumkan nama penciptanya, melakukan penggunggahan dan pengunduhan konten hak cipta tanpa izin atau lisensi, dan mendistribusikan konten hak cipta melalui website, aplikasi atau situs-situs sejenisnya[15]. Menurut Widyopramono, hak cipta dikatakan sebagai hak yang khusus dan eksklusif. Maka dari itu haruslah dilindungi, jika tidak dilindungi akan sangat berpengaruh bagi perkembangan ekonomi[16]. Pada dasarnya, negara kita adalah negara yang berlandaskan hukum. Semua tingkah laku dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari berlandaskan norma yang berlaku. Dalam konteks pelanggaran hak cipta, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 yang didalamnya mengatur keseluruhan terkait hak cipta. Pada pasal 40 dalam Undang- Undang Hak Cipta telah dijelaskan berbagai ciptaan yang dilindungi, diantaranya adalah buku, pamflet, drama, tari atau koreografi, seni rupa yang memiliki beragam bentuk, sinematografi, fotografi dan yang lainnya[17].
Dilihat dari aturan terkait hak cipta pada Undang-Undang Hak Cipta, telah diatur hak ekslusif, yaitu pada pasal 4. Terdiri atas dua hak yaitu moral dan hak ekonomi. Dapat dikatakan sebagai hak ekonomi karena hak kekayaan intelektual merupakan suatu benda yang memiliki nilai ekonomis atau bisa dikatakan dapat dinilai dengan uang, sedangkan hak moral merupakan Sebuah hak yang memiliki tujuan agar ciptaan tidak dapat diubah ataupun dirusak tanpa persetujuan dari pemilik hak cipta dan juga hak untuk diakui sebagai ciptaan yang sebenarnya dari pencipta. Hak ini pada dasarnya tidak dapat dihilangkan dengan alas an apapun meski hak cipta telah dialihkan[18]. Selain pada pasal 4, dalam pasal 9 ayat 3 dalam Undang-Undang Hak Cipta telah dijelaskan mengenai larangan untuk setiap orang melakukan penggandaan, mengumumkan karya cipta milik orang lain tanpa seizin dari pemiliknya atau penggunaan hak ekonomi secara komersial. Namun, jika ketentuan dalam pasal ini dilanggar, maka dapat dilakukan Langkah represif, seperti yang sudah diatur dalam pasal 113 ayat 3 Undang-Undang Hak Cipta yang menjelaskan ketentuan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melanggar hak ekonomi seperti yang dimuat dalam ketentuan pasal 9 ayat 1 huruf a.b, dan e yaitu penerbitan ciptaan, penggandaan ciptaan, dan pendistribusian ciptaan dapat dipidana selama pidana penjara paling lama yaitu 3 tahun dan denda sebanyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Selain Undang-Undang Hak Cipta, Undang - Undang Nomer 18 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik memiliki kontrol penting terkait perlindungan hak cipta. Hal ini dapat dilihat pada pasal 25 yang mengatur didalamnya terkait sebuah konten baik berupa video, atau foto dan semacamnya aatu yang bisa disebut informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dilindungi sebagai hak kekayaan intelektual berdasarkan peraturan yang berlaku. Pada pasal 26 ayat 1 dan ayat 2 pada Undang-Undang ITE juga mengatur terkait setiap penggunaan dari konten pada media sosial dan menyangkut hak dariapada seseorang harus atas persetujuan yang bersangkutan. Pada ayat 2, setiap orang yang dilanggar hak nya maka dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang dialami berdasarkan ketentuan yang ada[19].
Terkait dengan pelanggaran hak cipta pada media sosial khususnya pada platform telegram, peran telegram sangat penting dalam mencegah terjadinya pelanggaran atas hak cipta yang terjadi didalamnya. Untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta yang lebih banyak, maka telegram haruslah menawarkan kebijakan khusus terkait hak cipta dan pengaturan yang lebih ketat terkait hal tersebut. Telegram juga harus melakukan pemblokiran akun yang secara bebas dan tanpa izin melakukan share konten hak cipta baik pada grup publik ataupun grup privat.
Dalam konteks pelanggaran hak cipta pada platform Telegram, terdapat beberapa perbuatan hukum yang dapat diidentifikasi:
1. Perbuatan Hukum mempublikasikan konten berhak cipta pada Telegram: Perbuatan ini terjadi ketika seseorang mengunggah atau mempublikasikan konten yang dilindungi hak cipta, seperti gambar, video, musik, atau teks, tanpa memiliki izin atau lisensi dari pemilik hak cipta. Tindakan ini melanggar hak ekonomi pemilik konten tersebut. 2. Perbuatan Hukum mendistribusikan atau membagikan konten berhak cipta: Pelanggaran ini terjadi ketika seseorang menyebarkan atau membagikan konten hak cipta kepada orang lain melalui grup atau saluran Telegram, tanpa memiliki izin atau lisensi dari pemilik hak cipta. Hal ini termasuk dalam penggandaan dan distribusi konten hak cipta yang melanggar hak ekonomi pemilik konten. 3. Perbuatan Hukum mengunduh konten hak cipta pada Telegram: Pelanggaran ini terjadi ketika seseorang mengunduh atau mengunduh konten yang dilindungi hak cipta dari Telegram, tanpa memiliki izin atau lisensi dari pemilik hak cipta. Tindakan ini juga termasuk dalam penggandaan konten hak cipta yang melanggar hak ekonomi pemilik konten.
Sanksi dan keterkaitan dengan perbuatan hukum yang telah diatur tergantung pada undang-undang hak cipta yang berlaku di suatu negara. Namun, secara umum, berikut adalah beberapa sanksi yang mungkin diberlakukan terhadap pelanggaran hak cipta:
1. Sanksi Pidana : Pelanggaran hak cipta dapat dikenai sanksi pidana, dimana pelaku dapat dikenai hukuman penjara dan/atau denda. Besaran hukuman dapat bervariasi tergantung pada undang-undang hak cipta yang berlaku di negara tersebut. Sebagai contoh, dalam pasal 113 ayat 3 Undang-Undang Hak Cipta Indonesia, pelanggaran hak ekonomi seperti penerbitan, penggandaan, dan pendistribusian ciptaan dapat dipidana dengan hukuman penjara paling lama 3 tahun dan denda maksimal Rp. 500.000.000. Juga dapat dikenakan pasal 48 ayat 1 UU ITE, perbuatan yang memenuhi unsur pasal 32 ayat 1 dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) 2. Sanksi Perdata: Pemilik hak cipta yang merasa hak-haknya dilanggar dapat mengajukan gugatan perdata terhadap pelanggar. Dalam gugatan tersebut, pemilik hak cipta dapat menuntut ganti rugi atas kerugian yang diakibatkan oleh pelanggaran hak cipta, termasuk kerugian finansial dan reputasi. 3. Selain sanksi pidana dan perdata, platform Telegram juga dapat menerapkan kebijakan dan tindakan internal untuk mencegah dan menangani pelanggaran hak cipta. Hal ini bisa termasuk pemblokiran akun yang melakukan pelanggaran, menghapus konten yang melanggar hak cipta, atau membatasi akses terhadap konten berhak cipta tertentu.
Penting untuk diketahui bahwa aturan dan sanksi terkait pelanggaran hak cipta dapat bervariasi di setiap negara. Oleh karena itu, jika terjadi pelanggaran hak cipta di platform Telegram, disarankan untuk merujuk pada undang-undang hak cipta dan peraturan yang berlaku di wilayah hukum yang bersangkutan untuk memahami sepenuhnya kewajiban dan konsekuensi hukum yang terkait. Dari uraian diatas, semua orang yang melakukan pelanggaran hak cipta khususnya pada platform telegram baik pada grup publik, atau grup yang bukan khusus share film termasuk kedalam tindak pidana dan perdata, serta memiliki konsekuensi atau akibat hukum sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku baik dari segi pidana dan perdata.
Simpulan
Pelanggaran hak cipta di platform Telegram memiliki konsekuensi hukum serius. Ketika seseorang membagikan atau menggunakan konten yang dilindungi tanpa izin, mereka melawan hak eksklusif pemilik konten. Ini dapat menyebabkan tuntutan perdata, sanksi denda, bahkan penghapusan konten. Menghormati hak cipta adalah tanggung jawab setiap individu untuk mendukung kreativitas dan inovasi dalam industri intelektual. Pelanggaran hak cipta dapat berujung pada sanksi pidana, termasuk hukuman penjara dan/atau denda, sesuai dengan undang-undang hak cipta yang berlaku di negara masing-masing. Sebagai contoh di Indonesia, pelanggaran hak ekonomi dapat dipidana dengan hukuman penjara hingga 3 tahun dan denda maksimal Rp. 500.000.000 (pasal 113 ayat 3 Undang-Undang Hak Cipta Indonesia). Juga dapat dikenakan pasal 48 ayat 1 UU ITE, perbuatan yang memenuhi unsur pasal 32 ayat 1 dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Oleh karena itu, sebagai pengguna platform Telegram, penting untuk selalu berhati-hati dan beretika dalam berbagi konten. Sebelum membagikan atau menggunakan suatu materi, pastikan untuk memeriksa apakah konten tersebut memiliki hak cipta atau tidak, serta apakah ada izin dari pemiliknya. Menghargai hak cipta juga berarti mendukung para pencipta konten, penulis, seniman, dan inovator untuk terus berkarya dan menghadirkan konten yang berkualitas
References
- S. Ranti, "Sejarah Aplikasi Telegram dan Perkembangannya," Kompas.com, Mar. 2, 2023. [Online]. Available: https://tekno.kompas.com/read/2023/03/02/13300037/sejarah-aplikasi-telegram-dan-perkembangannya-?page=all. [Accessed: Mar. 25, 2023].
- L. Siar, "Sejumlah Pertanyaan untuk Admin Saluran Film Ilegal di Telegram," Siar Persma, Mar. 25, 2023. [Online]. Available: https://siarpersma.id/sejumlah-pertanyaan-untuk-admin-saluran-film-ilegal-di-telegram/. [Accessed: Mar. 25, 2023].
- U. Badriyah, "Tinjauan Sosiologi Hukum terhadap Pelanggaran Hak Cipta Pengunduhan Film Melalui Telegram (Studi Mahasiswa IAIN Ponorogo)," diploma thesis, IAIN Ponorogo, 2023. [Online]. Available: http://etheses.iainponorogo.ac.id/23192/. [Accessed: Jun. 24, 2023].
- A. Dasananto, "Pengenalan Hak Cipta," Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, 2023. [Online]. Available: https://dgip.go.id/menu-utama/hak-cipta/pengenalan. [Accessed: Mar. 25, 2023].
- A. Rachmasari, Z. Arifin, and D. I. Astanti, "Perlindungan Hukum Hak Cipta Pada Film Yang Diakses Secara Ilegal Melalui Telegram," Semarang Law Review, vol. 3, no. 2, pp. 13–13, Dec. 2022, doi: 10.26623/slr.v3i2.5564.
- O. S. Dewi, "Perlindungan Hukum Bagi Karya Pencipta di Bidang Sinematografi dengan Adanya Pembajakan pada Aplikasi Telegram," 2022.
- W. O. Rini, T. D. Hariyana, and I. Makhali, "Pengunggahan Ulang Video Perfilman Indonesia Secara Ilegal Melalui Public Channel Telegram," Yustitiabelen, vol. 8, no. 2, pp. 118–142, Aug. 2022, doi: 10.36563/yustitiabelen.v8i2.495.
- A. Irawati, R. R. Onsu, and E. R. Kalesaran, "Efektivitas Penggunaan Aplikasi Telegram Sebagai Media Hiburan Dalam Memenuhi Kebutuhan Dan Kepuasan Pada Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sam Ratulangi," Acta Diurna Komunikasi, vol. 4, no. 1, Art. no. 1, Jan. 2022. [Online]. Available: https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/actadiurnakomunikasi/article/view/37929. [Accessed: Jun. 24, 2023].
- M. Delpiero, F. A. Reynaldi, I. U. Ningdiah, and N. Muthmainnah, "Analisis Yuridis Kebijakan Privasi dan Pertanggungjawaban Online Marketplace Dalam Perlindungan Data Pribadi Pengguna Pada Kasus Kebocoran Data," Padjadjaran Law Review, vol. 9, no. 1, Art. no. 1, Aug. 2021. [Online]. Available: https://jurnal.fh.unpad.ac.id/index.php/plr/article/view/509. [Accessed: Jun. 24, 2023].
- "Kebijakan Privasi Telegram," Telegram. [Online]. Available: https://telegram.org/privacy?setln=id. [Accessed: Jun. 24, 2023].
- A. S. Ningsih and B. H. Maharani, "Penegakan Hukum Hak Cipta Terhadap Pembajakan Film Secara Daring," Jurnal Meta-Yuridis, vol. 2, no. 1, Mar. 2019, doi: 10.26877/m-y.v2i1.3440.
- T. CNN Indonesia, "3 Cara Gabung Grup Telegram dengan Mudah," CNN Indonesia, Dec. 3, 2021. [Online]. Available: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20211203165937-190-729599/3-cara-gabung-grup-telegram-dengan-mudah. [Accessed: Jun. 24, 2023].
- A. Herasimenka, J. Bright, A. Knuutila, and P. N. Howard, "Misinformation and professional news on largely unmoderated platforms: the case of telegram," Journal of Information Technology and Politics, vol. 20, no. 2, pp. 198–212, Apr. 2023, doi: 10.1080/19331681.2022.2076272.
- Z. Khan, "How to find and join Telegram groups," Android Authority, Apr. 10, 2023. [Online]. Available: https://www.androidauthority.com/join-telegram-groups-3153803/. [Accessed: Jun. 24, 2023].
- A. A. Novia, D. A. Rahmadani, and M. N. Hidayati, "Pelanggaran Hak Cipta Melalui Situs Streaming Ilegal," 2022.
- I. Indriani, "Hak Kekayaan Intelektual: Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Karya Musik," vol. 7, 2018.
- T. J. D. K. Intelektual, "Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta." [Online]. Available: https://jdih.dgip.go.id/produk_hukum/view/id/3/t/undangundang+nomor+28+tahun+2014+tentang+hak+cipta. [Accessed: Apr. 06, 2023].
- F. T. Hapsari, "Eksistensi Hak Moral Dalam Hak Cipta Di Indonesia." [Online]. Available: https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/view/5777/9865. [Accessed: Jun. 24, 2023].
- I. M. Subawa, "Akibat Hukum Pengunggahan Karya Cipta Film Tanpa Izin Pencipta Di Media Sosial."