Corporate Law
DOI: 10.21070/ijler.v17i0.766

Equity Crowdfunding in Indonesia: Complying with Regulations and Legal Consequences for Investors


Equity Crowdfunding di Indonesia: Mematuhi Peraturan dan Konsekuensi Hukum bagi Investor

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Equity Crowdfunding Investment Investor

Abstract

This research aims to understand the equity crowdfunding scheme that has been adjusted to the existing regulations and the legal consequences for investors who invest in unregistered equity crowdfunding in Indonesia. Normative research method with the approach of applying the law was used, and primary and secondary legal materials were utilized. The findings show that there is an equity crowdfunding scheme that complies with the applicable regulations. As for the legal consequences, investors who invest in unregistered equity crowdfunding in Indonesia may face legal sanctions. The research contributes to the understanding of equity crowdfunding in Indonesia and provides insights for regulators, investors, and startups/UMKM seeking alternative funding sources.

Highlights:

  1. Equity crowdfunding scheme in Indonesia complying with regulations.
  2. Legal consequences for investors investing in unregistered equity crowdfunding.
  3. Contribution to understanding equity crowdfunding and providing insights for stakeholders.

 

Pendahuluan

Dalam era ekonomi digital saat ini banyak memunculkan suatu inovasi yang baru dalam bidang keuangan. Pada inovasi yang baru dalam jasa melayani keuangan agar dapat memberikan manfaat kecanggihan teknologi populer yang istilahnya[1]financial technology (fintech). Fintech mempunyai potensi agar dapat memotivasi kebiasaan bertransaksi pada masyarakat agar dapat lebih efektif dan praktis, dampak Industri teknologi finansial(Fintech). Equity crowdfunding adalah hal baru yang relative sedang ada di Indonesia. Hal itu tentu tidak dapat menghalangi equity crowdfunding agar bisa menjadi alternatif pendanaan yang dapat di gunakan oleh perusahaan startup dan juga UMKM yang ingin mengembangkan serta memperluas segmen usahanya.

Dalam kegiatan equity crowdfunding ini ada platform yang sudah terdaftar di Indonesia dan ada juga yang masih belum terdaftar, platform yang terdaftar contohnya seperti Santaraplatform tersebut sudah ada ijinnya dari OJK, sedangkan platform yang masih belum terdaftar di Indonesia adalah Kickstarter dan platform tersebut masih belum ada ijinnya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sebagai regulator industry keuangan di Indonesia telah mengatur kegiatan ini dalam POJK Nomor 37/POJK.04/2018 Tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding).[2] Pada isi peraturan ini sudah ada aturan yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan layanan urun dana salah satunya yaitu kepastian hukum serta perlindungan hukum untuk pemodal, penyelenggara dan juga penerbit jika platform yng mereka gunakan sudah terdaftar di Indonesia. Sedangkan dalam platform yang masih belum terdaftar di Indonesia masih belum ada peraturan yang mengaturnya, maka jika investor di Indonesia menggunakan platform yang masih ilegal mereka tidak akan mendapatkan perlindungan hokum yang sama dengan platform yang sudah terdaftar.

Pada dasarnya crowdfunding ini dapat mengisi kesenjangan ekuitas yang sedang tumbuh didalam sektor teknologi dan melakukan diversifikasi kedalam ceruk seperti bisinis musik, seni, real estat, yang mana kesenjangan ekuitas tidak secara eksplisit ada, tetapi di isi juga oleh crowfunding yang dikombinasikan dengan menggunakan suku bunga yang rendah, ada bentuk crowfunding yang telah menuai kesuksesanya itu yang berbasis ekuitas yang pada saat ini sedang berkembang dengan cepat. [3]

Metode Penelitian

Jenis Penelitian yang diambil dari penelitian ini adalah Normative. Penelitian ini bertujuan untuk dapat mengetahui peraturan-peraturan apa saja yang ada dalam kegiatan Equity crowdfunding. Dalam penelitian ini yang dibutuhkan hanya data-data dan peraturan perundang-undangan yang masuk di dalamnya. Metode pendekatan msalah yang digunakan unuk mejawab permasalahan yang adalah pendekatan perundangan-undngan (Statute Approach). Bahan hukum yang digunakan dalam proposal ini adalah Bahan Hukum Primer dan Bahan Hukum Sekunder. Pada penelitian ini penulis menggunakan penalaran deduktif dalam analisis data, yang mana penalaran deduktif ini menjelaskan sesuatu yang bersifat umum dan kemudian di tarik dalam kesimpulan yang akan menjadi sesuatu yang bersifat khusus.

Hasil dan Pembahasan

A. Skema Equity Crowdfunding Yang Sesuai Dengan Peraturan Perundang-Undangan Yang Berlaku

Dalam investasi online kita perlu mengetahui ada beberapa perbuatan yang tidak boleh ada pada investasi online, pada awalnya harus ada pengetahuan terlebih dahulu apa yang dimaksudkan dengan tindak pidana dan yang dimaksudkan dengan perbuatan pidana. Tindak pidana yang ada dalam peraturan Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang dikenal dengan istilah“StarfbaarFeit”. Pada saat ini investasi online sudah sering didengar dalam dunia pasar modal yang ada di Indonesia.[4] Namun dalam hal ini masih belum ada peraturan khusus yang ada didalam perundang-undangan yang mengaturnya, namun didalam pemerintahan sudah mengatur tentang informasi dan transaksi elektronik yang di muat pada peraturan perundang-undangan agar dapat mengoptimalkan pembangunan teknologi informasi dengan cara menyebar dan juga merata keseluruh masyarakat untuk dapat mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan potensi masyarakat luas yang ingin melakukan investasi online. Dengan berkaitannya larangan dalam menyelenggaarakan informasi dan transaksi elektronik, berdasarkan pasal 1 dan pasal 2 Undang-UndangNomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Untuk bentuk kegiatan investasi online yang dapat merugikan masyarakat umum dapat dilihat pada ketentuan pasal 27 sampai dengan pasal 35 UU ITE, dalam pasal-pasal tersebut telah di atur apa saja yang dilarang untuk dilakukannya transaksi elektronik dan juga disertai ancaman berupa pidana.

Equity crowdfunding merupakan salah satu platform yang dapat di percaya bagi investor yang sedang ingin melakukan investasi secara online, sebab equity crowdfunding ini sudah ada peraturannya dalam POJK Nomor 37/POJK.04/2018 Tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi. [5]

Menurut pasal 6 (“UU 11/2021”) Tentang Otoritas Jasa Keuangan menyatakan pengawasan serta aturan yang diawasi OJK merupakan kegiatan pada jasa keuangan di dalamsektor pasar modal. Pasar Modal yang didasari Undang-Undang OJK telah mempunyai aturan secara sempit serta berpacu pada ketentuan yang ada pada Undang-Undang Pasar Modal. Tetapi, daripasal 4 POJK Nomor 37/POJK.04/2018 kegiatan equity crowdfunding mempunyai kategori sebagai sektor kegiatan jasa keuangan didalam sektor pasar modal. Equity crowdfunding memiliki keterikatan pada perdagangan efek dalam hal ini merupakan saham penerbit. Equity crowdfunding merupakan salah satu bentuk alternatif pemodalan yang relative baru dan telah berkembang di Indonesia.Pada pelaksanaanya equity crowdfunding dijalankan oleh penyelenggara yang telah di awasi oleh OJK sebagi regulator. Penyelenggara equity crowdfunding berbentuk perseroan terbatas dan bisa juga koperasi yang telah mengelola, menyediakan, dan mengoprasikan layanan equity crowdfunding untuk para pihak yang bersangkutan khususnya pemodal dan penerbit. Pada pasal 46 dan 47 POJK Nomor 37/POJK.04/2018 Tentang Layanan Uurn Dana Melalui Penawaran Saham Berbasi Teknologi Informasi.[6]Dalam kegiatan ini risiko yang mungkin saja bisa terjadi adalah dalam hal pemodalan, sebab pemodal bisa saja kehilangan modalnya dengan terjadinya kegiatan bisnis yang sudah direncakan namum tidak berjalan sesuai dengan rencana awal. Operasional penyelenggara bisa gagal jika sahamnya tidak likuid dengan seperti itu dapat menghambat upaya yang bertujuan untuk memberi perlindungan bagi para pihak.

B. Akibat Hukum Bagi Investor Yang MelakukanInvestasi Pada Equity Crowdfunding Yang Belum Terdaftar di Indonesia

Pada saat awal pelaksanaan [7]equity crowdfunding masih ada faktor yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan equity crowdfunding di Indonesia, hambatan terjadi di karenakan aturan yang ada pada equity crowdfunding masih belum diatur secara ketat, dan masih banyak celah untuk setiap orang melakukan kecurangan dan memberikan perlakuan yang tidak baik yang dapat menimbulkan kecurigaan terhadap pihak yang terdapat dalam equity crowdfunding ini.

Adanya sanksi pidana yang ditujukan pada pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) sebab telah terlibat pada masalah pemodal yang telah memberikan dana pada platform penyelenggara, sebab sanksi administrative saja masih belum cukup agar dapat memberi hukuman bagi PUJK yang sudah melakukan kecurangan yang membuat dana pemodal terlibat.[8]

Equity crowdfunding merupakan alternatif pemodalan yang baru saja masuk dan berkembang di Indonesia. Maka tidak heran apabila masih ada dan masih banyak masyarakat indonesia yang masih belum mengenal dan kurang mengetahui apa itu istilah“equity crowdfunding”sampai masih ada kesulitan agar bisa menarik penerbit dan juga pemodal kedalam equity crowdfunding. Maka dari itu dalam hal ini peran sosialisasi yang dilaksanakan oleh OJK sangatlah penting agar bisa meningkatkan perkembangansumber daya manusia yang ada di Indonesia dan memberikan dukungan supaya bisa mengenal tentang keberadaan equity crowdfunding. Tidak hanya untuk memeperkenalkan equity crowdfunding kepada masyarakat Indonesia saja, peransosialisasi yang dilakukan oleh OJK juga bisa menumbuhkan awareness masyarakat Indonesia pada invetasi ilegal yang sudah lama ada di Indonesia, khusunya equity crowdfunding yang ilegal yang mungkin saja dikemudian hari akan dapat kita temui.

Pada kegiatan equity crowdfunding ini ada 3 pihak yang terlibat didalamnya yaitu, penyelenggara, penerbit dan juga pemodal. [9] Dalam hal ini pemodal adalah investor yang akan memberikan dananya kepada penerbit, sedangkan penerbit adalah suatu perseroan terbatas yang akan menerima dana dari pemodal yang kemudian akan dijalankan oleh penyelenggara, penyelenggara adalah platform yang akan menjalankan kegiatan tersebut, dan penyelenggara merupakan pihak yang menjadi perantara dari penerbit dan juga pemodal. Dalam hal ini penyelenggara dan penerbit sudah mempunyai perlindungan hokumnya yang telah diatur dalam POJK Nomor 37/POJK.04/2018 Tentang Layanan Urun Dana Yang Berbasis Teknologi Informasi. Jika mereka melakukan kesalahanpun mereka sudah mempunyai sanksi tersendiri,[10] jika pemodal menggunakan platform yang belum terdaftar di Indonesia maka pemodal tidak mempunyai perlindungan hokum yang akurat dan jika mereka melakukan kesalahan dalam melaksanakan kegiatan ini maka tindakan hokum yang akan dilakukan hanyalah bergantung pada perjanjian yang telah di buat oleh penyelenggara dan juga pemodal.

Adapun beberapa contoh platform yang masih belum terdaftar di Indonesia yaitu :

  1. Smallknot
  2. Rockethub
  3. Gofundme
  4. Fundanything
  5. Ulule
  6. Kickstarter Inc

Jika investor di Indonesia menggunakan platform tersebut maka akibat hokum yang mereka peroleh akan kembali kepada masing-masing individunya, aspek perjanjianlah yang hanya bisa melindungi kegiatan mereka.[11]

Kesimpulan

Equity crowdfunding telah memberikan konsep yang baru dalam kegiatan penawaran sahamnya, dan pasar modal juga telah menjadi bagian dari equity crowdfunding, didalam pelaksanaannyaequity crowdfundingmasih saja belum maksimal, dikarenakan dalam hal ini masih saja ada problematika yang dihadapi oleh OJK didalam kegiatannya yang memberi upaya perlindungan hukumnya pada para pihak yang terbentuk dalam substansi hukum yang masih belum detail.Berdasarkan dari Undang-undang OJK definisi dari Undang-Undang Pasar Modal masih kurang detail karena yang di bahas di dalamnya hanya mencakup bagian mengenai kegiatan penawaran umum dan perdagangan efek saja, yang pada dasarnya undang-undang tersebut harus bisa menjadi acuan dari POJK Nomor 37/POJK.04/2018. POJK Nomor 37/POJK.04/2018 juga seharunya bisa menjadi acuan tetapi aturan tersebut masih belum detail karena pada platform yang masih belum terdaftar peraturan tersebut tidak tercakup didalamnya, oleh karena hal itu POJK Nomor 37/POJK.04/2018 hanya mengatur tentang perlindungan hokum bagi platform yang sudah terdaftar saja.

Sedangkan bagi platform yang belum terdaftar masih belum ada perlindungan hukumnya, dan sanki-sanki yang diberikan juga hanya diperuntukan kepada platform yang sudah terdaftar saja, dengan demikian tidak ada sanksi yang akurat bagi investor yang melakukan investasi pada platform yang belum terdaftar di Indonesia. Masalah bisa kapan saja terjadi tetapi masih belum ada sanksi yang di atur dalam Undang-undang ataupun peraturan yang ada di Indonesia.Jadi struktur hukum masih belum memberikan kejelasan mitigasi risiko apabila ada risiko yang dirugikan oleh pemodal maka akibat hokum yang diperoleh hanya sanksi yang telah ada dalam perjanjian yang telah di buat oleh para pihaknya.

References

  1. J. Sihombing, "Analisis Hukum Otoritas Jasa Keuangan dan Pengawasan Modal," Jurnal Hukum Bisnis, 2012.
  2. G. W. Bhawika, "Risiko Dehumanisasi Pada Crowdfunding Sebagai Akses Pendanaan Berbasis Teknologi di Indonesia," Jurnal Sosial HumanioraKharisma, vol. V.C, Problematika Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Dalam Transaksi Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding), Jurnal Privat Law, vol. VIII, no. 2, pp. 2-3, 2017.
  3. R. Hartanto, "Hubungan Hukum Para PihakDalamLayananUrun Dana MelaluiPenawaran Saham BerbasisTeknologiInformasi," Jurnal Hukum IUS QULA IUSTUM, pp. 10-15, 2020.
  4. M. G. Sitompul, "Urgensi Legalitas Financial Technologi (Fintech) : Peer To Peer (P2P) Lending di Indonesia," Jurnal Yuridis Unaja, vol. 1, no. 2, p. 4, 2018.
  5. S. Suryadi, "Perlindungan Hukum Pengguna Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi," Jurnal Panorama Hukum, vol. 5, pp. 2-8, 2020.
  6. I. K. Atmadja, "Perlindungan Hukum Terhadap Pemodal Dalam Kegiatan Equity Crowdfunding," Jurnal Hukum, pp. 6-8, 2018.
  7. A. Y. Rachmaniyah, "FenomenaPerkembanganCrowdfunding di Indonesi," Jurnal Ekonomi Universitas Kadiri, vol. 4, no. 1, pp. 8-11, 2019.
  8. D. Oktavia, "Perlindungan Hukum Terhadap Investor Dalam Layanan Equity Crowdfunding (StudiKomparisi Indonesia Dengan Amerika Serikat)," Jakarta : Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2020.
  9. Otoritas Jasa Keuangan, "Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 37/POJK.04/2018 Tentang Layanan Melalui Penawaran Saham BebasisTeknologiInformasi (Equity Crowdfunding)," Jakarta, 2018.
  10. S. Soekanto, "Pengantar Penelitian Hukum," Jakarta : Universitas Indonesia, 2010.
  11. A. Sutedi, "Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan," Jakarta :Raih Asa Sukses, 2014.