Recent Cases
DOI: 10.21070/ijler.v13i0.739

Analysis of the Decision of the Kotabumi District Court Decision Number: (109/PID.SUS/2019/PN) regarding Nursing Personnel Who Perform Operations without Delegation of Authority from Doctors


Analisis Putusan Pengadilan Negeri Kotabumi No: (109/PID.SUS/2019/PN) tentang Tenaga Keperawatan yang Melakukan Operasi tanpa Pelimpahan Wewenang dari Dokter

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Court Decision Nurse Delegation of Authority

Abstract

This study aims to determine the juridical analysis of the decision of the Kotabumi District Court with the number 109/PID. SUS/2019/PN KBU. The research method that the author uses is a normative juridical approach using a case approach or commonly known as a case approuch. The conclusion in this study explains that the decision of the Kotabumi District Court with the number . 109/PID. SUS/2019/PN KBU is appropriate because the delegation of authority from doctors to nurses as described in Article 29 paragraph 1 letter e of the Nursing Law is not merely in writing, but the delegation has been included in the SIP. therefore jumraini was found guilty because he was proven to have violated article 46 paragraph (1) and was subject to administrative sanctions.

Pendahuluan

Setiap orang mempunyai hak asasi manusia, salah satunya adalah hak manusia dalam memperoleh perawatan kesehatan. Perawatan kesehatan adalah suatu elemen yang harus di wujudkan untuk mensejahterakan manusia sesuai dengan cita-cita negara Indonesia. Pelayanan / perawatan kesehatan dapat diartikan sebagai segala aktivitas atau kegiatan yang dilakukan untuk menjaga kessejahteraan manusia.[1]

Pelayanan kesehatan termasuk bagian penting dalam kehidupan masyarakat, yang berarti seorang perawat memiliki peran khusus dalam penyelenggaraan kesehatan. Khususnya ketika perawat memberikan perawatan kesehatan. seorang perawat merupakan tenaga yang sangat berjasa bagi pasien dalam hal kesehatan. Sebab di dalam kehidupan sehari hari mereka bersentuhan langsung dengan pasien[2]. didalam hukum perawat diizinkan melakukan kegiatan medis apabila mendapat tugas kekuasaan atau pelimpahan wewenang dari dokter.

Dalam prakteknya tidak jarang terjadi kesalahan/kelalaian dalam melakukan kegiatan medis. kelalaian merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seorang perawat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip tenaga kerja keperawatan[3]. Kelalaian tersebut terjadi apabila seorang perawat melakukan pelayanan kesehatan tidak sesuai dengan praktik keperawatan sehingga menyebabkan cidera atau kerugian kepada pasiennya

Di sisi lain, di temukan tenaga keperawatan yang membuka praktik pelayanan kesehatan, namun tenaga keperawatan yang memberikan pelayanan kesehatan tersebut ditangkap oleh aparat kepolisian sebagaimana peristiwa penangkapan yang terjadi di kotabumi. Meskipun seorang tenaga keperawatan telah menempuh pendidikan resmi tentang keperawatan, tenaga keperawatan tidak dapat membuka tempat prakteknya secara mandiri, sebab apabila seorang tenaga keperawatan ingin membuka praktek secara mandiri harus disertai dengan syarat-syarat yang sesuai undang-undang dan dengan izin pemerintah. Hal sebagaimana tersebut di atas menunjukan bahwa tidak semua petugas kesehatan dapat bekerja dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada individu yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Karena tidak menghalangi kemungkinan tejadi suatu kesalahan/kealpaan yang dilaksanaakan oleh tenaga keperawatan dalam menjalankan kewajiban ahlinya. Bahkan dapat berdampak fatal dan menimbulkan kerugian bagi pasien[3]. Maka dari itu Mengenai hal ini perlu adanya pemahaman mengenai tenaga kesehatan.

Perawat adalah seorang tenaga professional dalam bidang perawatan kesehatan sebagaimana di jelaskan oleh (praptiningsih, 2006) yaitu: “ seorang perawat untuk menjalankan kegiatan tenaga keperawatan harus tepat dengan mempelajari teori-teori keperawataan yang mana hal tersebut dapat di pertanaggungjawabkan oleh seorang perawat.[4]

Dalam memberikan pelayanan/asuhan keperawatan, seorang perawat harus focus untuk merawat dan mendidik pasien tentang penyembuhan dini dan antisipasi penyakit. Maka dengan cara ini seorang perawat harus mengembangkan serta melaksanakan rencana asuhan keperawatan,seperti;

  1. memberi pelayanaan keperawatan sesuai dengan kode moral sesuai dengan pedoman pelayanan keperawatan.
  2. merujuk pasien yang tidak bisa di rawat oleh seorang ahli kesehatan yang layak sesuai dengan drajat dan keahliannya,
  3. memberikan data yang lengkap, sah, benar, dan jelas tentang kegiatan tenaga keperawatan pada pasien dan keluarganya.
  4. melakukan kegiatan pelimpahan wewenang dari tenaga medis.[5]

Pada dasarnya, setiap manusia melakukan kesalahan serta kelalain, sama seperti halnya seseorang pearawat dalam melakukan pelayanan medis, dan hal tersebut penting untuk di bahas, mengingat fakta bahwa kesalahan serta kelalaian tersebut memiliki akibat yang sangat merugikan bagi pasien secara keseluruhan karena dapat menghilangkan nyawa seseorang. Oleh sebab itu, hal ini dapat menimbulkan adanya hukum pidana, karena perkara pokok antara hukum kesehatan dengan hukum pidana adalah akibat langsung dari kesalahan. Dan perlu adanya pertanggungjawaban apabila seorang perawat melakukan kelalaian dalam melakukan perawatan kesehatan. maka untuk menjalankan tindakan keperawatan, tenaga perawat seharusnya mengikuti prosedur dan peraturan serta ketentuan yang telah di dapatkannya selama menjalankan pendidikan dan sesuai dengan Etika keperawatan yang merupakan bagaimana perawat bertindak melakukan sesuatu, pada tindakan prakteknya sehari-hari.

Salah satu contoh kasus, Seorang perawat melakukan tindakan medis berupa operasi di ruang praktik miliknya, tanpa adanya pelimpahan wewenang. Pada tanggal 19 Desember 2018, datang di tempat praktik seorang pasien bernama AS, untuk mengecek bisul pada telapak kaki. Kemudian JM langsung melakukan tindakan kepada AS dengan cara memberi suntuikan dan membedahnya. Namun hasilnya tidak memuaskan bahkan sangat membahayaklan jiwa pasien, oleh karena itu keluarganya membawanya AS tersebut ke Puskesmas karena AS merasakan kesakitan, namun setelah sampai disana AS ditolat dikarenakan sudah di laukakn pembedahan oleh JM dan merujuk untuk di bawa ke RSUD, tetapi setelah sampai dan di periksa oleh pihak RSUD AS meninggal dunia.

Merujuk pada latar belakang diatas, maka penulis memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui Bagaimana analisa yuridis Putusan Pengadilan Negeri Nomor 109/ Pid. Sus/2019/PN Kbu tentang tenaga keperawatan yang melakukan operasi tanpa pelimpahan wewenang dari dokter.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian menggunakan metode penelitian normatif. Penelitian normatif adalah suatu metode penelitian hukum yang berbasis pada bahan-bahan dan kaidah-kaidah hukum yang sudah ada.[6] Penelitian ini bertumpu pada pengkajian terhadap aturan hukum formil yaitu undang-undang, pedoman – pedoman, serta juga tulisan lain yang mengandung ide-ide teoritis dan nantinya akan diidentifikasi dengan isu hukum atas apa yang dibahas oleh penulis dalam skripsi ini. Ilmu hukum dikatakan sebagai ilmu yang bersifat preskriptif karena memiliki tujuan untuk mngkaji validitas hukum, konsep- konsep dan norma hukum

berikut adalah jenis bahan hukum yang digunakan oleh penulis dalam meneliti untuk mengumpulkan bahan bahan hukum seperti bahan hukum primer yang terdiri atas bahan hukum yang memiliki kekuatan hukum dari dokumen hukum, dan arsip hukum terkait berupa:

  1. Putusan Pengadilan Negeri Kotabumi No. 109/PID.SUS/2019/PN KBU ),
  2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
  3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan,
  4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan.

serta Bahan hukum yang dimaksud ialah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai penelitian terdahulu maupun penelitian yang diidentifikasikan dengan masala – masalah yang sedang diteliti. Diantaranya adalah buku, artikel ilmiah, makalah hukum, literatur hukum dan juga jurnal yang relevan dengan perlidnungan Hukum.

Hasil dan Pembahasan

A. Analisis yuridis putusan pengadilan Negeri Kotabumi dengan No. (109/pid.sus/2019/pn kbu )

Pada pengadilan Negeri kotabumi, terdapat salah satu kasus pidana seorang perawat yang melakukan kegiatan medis tanpa pelimpahan wewenang dari dokter dan melakukan kegiatan tersebut di rumah terdakwa. bahwa terdakwa jumraini adalah seorang perempuan yang berprofesi sebagai perawat di rsud. pada tanggal 19 desember 2018 bertempat di rumah terdawa dengan sengaj telah melakukan tindak pidana yaitu melakukan kegiatan medis di rumah tanpa izin.

Dalam menjalankan tindakan keperawatan, maka perawat seharusnya mengikuti prosedur dan peraturan serta ketentuan yang telah di dapatkannya selama menjalankan pendidikan dan sesuai dengan etika keperawatan. yang mana Fungsi perawat merupakan pelayanan kesehatan. dan dalam setiap pekerjaan, pasti ada resiko yang di tempuh, sama halnya dengan perawat yang dalam ini melaksanakan tugasnya seperti halnya menjalankan kegiatan medis, bahkan bisa saja melakukan kesalahan maupun kelalaian yang berakibat fatal sehingga membahayakan pasien. kesalahn ini merupakan tindakan yang melanggar peraturan serta menimbulkan pertanggungjawaban pidana oleh perawat apabila terbukti melakukan kesalahan. oleh sebab itu kode etik sangat penting untuk seluruh profesi apapun jika hendak menjalankan kegiatan atau praktek langsung karena hubungan hukum antara perawat dan pasien sangat diperlukan.

Kode etik merupakan penegasan prinsip – prinsip ahli yang digunakan untuk dijadikan pedoman apabila akan membuat keputusan aturan kerja dalam suatu kegiatan.[7] dan kode etik juga merupakan suatu susunan standart, nilai, serta pedoman pedoman para ahli yang sudah jelas tertulis dan ditegaskan mana yang benar dan mana yang dapat diterima, serta mana yang tidak benar dan mana yang tidak dapat diterima bagi para ahli. Kode etik menegaskan suatu tingkah laku atau kegiatan yang salah maupun benar. kegiatan yang tidak boleh dilakukan dan yang harus dilakukan. Guna keselamatan dan kesembuhan seorang pasien dapat ditemukan sebuah pernyataan hukum yaitu “Agroti Lex Suprema” hukum tertinggi adalah keselamatan pasien itu sendiri, oleh karena itu suatu nilai utama etika adalah memberikan asuhan kepada pasien ialah suatu bagian yang harus dilakukan seorang perawat.

Perawat profesional wajib mematuhi, memahami aturan dalam pengimplementasiannya setiap hari agar tindakan medisnya aman. batas legal dan prakteknya sehari-hari, asuhan keperawatan yang legal dapat katakan sebagai kegiatan keperawatan yang mempunyai mutu dan mematuhi aturan yang berlaku serta aturan dalam undang-undang. Etika keperawatan merupakan bagaimana dari seorang perawat bertindak melakukan sesuatu, dalam suatu tindakan praktiknya sehari-hari, Etika memiliki arti dalam mendapati setiap apa yang dilakukan itu telah sesuai atau tidak dengan prinsip-prinsip yang sudah ditentukan. Kode etik keperawatan juga merupakan bentuk janji atau dogma yang menentukan kepedulian moral, nilai serta tujuannya, setiap perawat pada dasarnya dapat memberikan pelatyanan keperawatan yang sesuai dengan pedoman atau prosedur yang tepat tanpa kelalalian. Dalam ilmu keperawatan terdapat standar yang menjadikan dasar bagi perawat dalam menjalankan setiap kegiatan atau praktik keperawatan, untuk terhindar dari tindakan kelalaian atau kealpaan sehingga akan membahayakan nyawa pasien. Maka dalam hal ini berarti perawat terbukti melakukan kesalahan yang dapat diartikan pula sebagai keadaan yang di sengaja dilakukan oleh seseorang dalam melakukan perbuatan pidana dengan akal dan pikiran yang sehat. maka bisa dikatakan bahwa Unsur kesalahan tersebut sangat penting didalam hukum pidana sebab pertanggungjawaban pidana dari pelaku kejahatan timbul atas unsur kesalahan. dan ada hubungannya dengan sifat melawan hukum. dikarenakan hal tersebut dapat menjadi suatu pertimbangan bagi hakim atas seseorang yang melakukan perbuatan dikatakan bersalah atau tidak bersalah[8]

B. Duduk Perkara

berawal pada tanggal 18 Desember 2018, Alex Sandra (Alex) yang berusia 19 tahun pergi ke rumah Jumraini, yang merupakan seorang perawat yang menjalankan tugasnya di RSUD Riyacudu Kotabumi, yang Awalnya Alex ingin agar terdakwa untuk membantunya mengobati luka yang bengkak dan merah disebabkan tertusuk paku di kandang ayam, Karena terdakwa tersebut merupakan tetangga Alex. Namun sebelum terdakwa sempat membantunya Alex pulang. selanjutnya Pada keesokan harinya, Alex kembali lagi ke kediaman terdakwa bersama arin yang merupakan adiknya, dalam keadaan alex yang terluka di kakinya, yang tidak kunjung sembuh, arena meminta tolong pada terdakwa agar dapat mengobati luka pada kaki kakaknya, karena alex sudah berusaha ke beberapa pukesmas namun hasilnya nihil. arena juga menunjukkan beberapa obat ang diterima dari pukesmas yaitu seperti Amoxicillin, Paracetamol, Vitamin C, dan CTM. Melihat kondisi alex yang semakin memburuk kemudia terdakwa melakukan pemeriksaan pada Alex yang ternyata luka tersebut sudah mengalami infeksii yang parah, yang terdapat darah dan nanah pada luka tersebut. setelah di cek suhu tubuhnya ternyata Alex atau si korban ini sudah mencapai 39,5C. ahirnya terdakwa menganjurkan kepada alex agar berobat kerumah sakit atau dokter namun arena yaitu aik alex mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai cukup uang untuk melakukan pergi berobat kerumah sakit atau dokter. karena Arena terus menerus meminta bantuan kepada korban agar menolong kakaknya kemudian terdakwa bersedia menolongnya dengan cara membersihkan luka yang ada di kaki korban dengan memakai pinset dan kasa yang steril. sehingga mengeluarkan darah diluka tersebut. Perawatan luka tersebut memakan waktu sekitar 30 menit. Karena badan alex semakin panas terdakwa memberikan beberapa obat seperti Paracetamol, Antasida, Asam Mefenamat, dan Allergen (CTM). kemudia terdkwa tetap menyarankan Alex ke RS dan ronsent. Namun arena lagi-lagi mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai biaya untuk periksa ke RS. selanjutnya setelah dua hari kemudian, Arena kembali lagi ke tempat terdakwa untuk memberi tahukan kepadanya bahwa korban berada di RSUD, karena luka tersebut semakin parah. Namun terdakwaa sedang tidak dirumah karena sedang bertugas dan belum pulang. dan ahirnya Alex meninngal dunia di RSUD riyacudu kotabumi, dan ahirnya alex meninggal dunia di RSUD Riyacudu Kotabumi dan Menurut hasil pemeriksaan RSUD, AS meninggal dunia disebabkan komplikasi berbahaya akibat infeksi.

C . Argumentasi dan Pertimbangan Hakim

Sebelum hakim menjatuhkan putusan maka, maka hakim sudah mempertimbangkan segala sesuatu yang didasari dari keterangan saksi – saksi yang di hadirkan di persidangan dan dibawah sumpah, menurut keterangan saksi korban, keterangan alat bukti surat, keterangan pembelaan dari terdakwa maka di peroleh sebuah fakta yang relevan. bahwa benar terdakwa adalah seorang perawat yang bertugas di RSUD melakukan pertolongan terhadap korban dirumahnya sendiri dan terdakwa mengakui bahwa dia sering menolong siapa saja yang membutuhksn pertolongan dengan menerima biaya disebabkan keterbatasan tenaga kesehatan di kota tempatnya. Bahwa menurut fakta tersebut hakim menetapkan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa jumraini adalah perbuatan yang salah. Dalam memutuskan haal tersebut terdakwa jumraini memenuhi unsur-unsur yang sudah diajukan oleh jaksa penuntut umum JPU yaitu:

Memenuhi Unsur ke 1 “Tenaga Kesehatan” yang berkedudukan siapa saja subjek hukum diduga sudah melakukan tindak pidana dan pelaku tersebut harus mampu bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukannya“menimbang siapa saja yang menjalankan praktik tanpa izin” dan unsur ini haruslah dapat dibuktikan terdakwa memberikan pelayanan atau melakukan praktek tanpa izin dengan menarik biaya Sesuai dalam pasal 46/1 undang- undang no. 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan.

Memenuhi Unsur ke 2 “ tenaga kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan dan melakukan kelalaian berat sehingga menyebabkan pasien luka berat atau meninggal dunia”. menimbang bahwa dalam unsur kedua ini hakim berpendapat bahwa dakwaan ini hanya alternatif saja, sudah cukup apabila salah satunya sudah terbuti maka yang lain tidak perlu dibuktikan. dimana dalam artian jumraini terbukti bahwa jumraini adalah seorang perawat yang mana seharusnya menjalankan keperawatan sesuai dengan pelimpahan dari dokter dan asuhan keperawatan, sesuai dalam Pasal 84 undang-undang Nomor 36/ 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

D . Analisis Putusan Hakim

Ditinjau dari Aspek pertimbangan hakim dengan melalui proses persidangan maka terdakwa Jumraini dinyatakan sah terbukti bersalah. Menimbang bahwa terdakwa sudah memenuhi unsur- unsur dakwaan mengenai pelimpahan wewenang menurut Pasal 29 ayat (1) Undang- Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan yaitu dalam menjalankan praktek keperawatan, perawat bertugas apabila adanya pelimpahan wewenang dan juga terdapat keterbatasan dalam menjalankan tugasnya.

Hakim menjatuhkan hukuman kepada Terdakwa dengan menimbang apakah hukuman tersebut telah memberikan keadilan atau malah sebaliknya.24 hakim tidak dapat menghapus baik untuk alasan pembenar ataupun alasan pemaaf, maka Terdakwa harus mempertanggung jawabkan perbuatan yang dilakukan.

Oleh sebab itu dalam kasus ini, Jumraini diputus oleh hakim terbukti memenuhi unsur kesalahan yang ada pada Pasal 46 ayat (1) undang - undang no. 36/2014 yakni dijelaskan bahwa Setiap Tenaga Kesehatan yang menyelenggarakan praktek wajib memiliki izin. Izin yang dimaksud tersebut berbentuk SIP yang dijelaskan pada Pasal 1 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan yaitu Surat Izin Praktik (SIP), dengan bukti tertulis yang didapat dari pemerintah kabupaten / kota sebagai bentuk pemberian kewenangan dalam menjalankan praktek mandiri. Karena unsur kesalahan yang dilakukan Jumraini tidak sesuai juga dengan Pasal 33 ayat (1) UU Keperawatan yaitu tugas yang sedang dilakukan jumraini ini keadaan terbatas dikarenakan tidak adanya tenaga medis atau klinik di tempat tersebut. namun pada dasarnya perawat wajib memiliki SIP dalam melakukan kegiatan medis atau berpraktek dirumahnya, tetapi dalam kasus ini jumraini tidak memilikinya, dan jumraini hanya mempunyai Surat Tanda Registrasi Sementara Perawat sebagaimana pada Pasal 1 ayat (12) Peraturan Menteri tentang Keperawatan , STRP ini merupakan bukti tertulis yang didapat dari konsil keperawatan kepada perawat yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pelayanan kesehatan di bidang kesehatan yang bersifat sementara di Indonesia, maka yang artinya disini STRP di terbitkan untuk perawat dapat berpraktik di Rumah Skit, atau pukesmas, bukan untuk berpraktik mandiri.

Dalam kasus ini, yang dilakukan oleh Jumraini sesuai dengan hal-hal yang telah terungkap dipersidangan belum termasuk dalam konteks hukum berat yang mengakibatkan matinya orang lain. Hal ini diperkuat karena Alex dan adiknya datang ke Jumbraini dengan memohon untuk membantu merawat luka pada kaki pada kaki yang tertusuk paku karena mereka tidak mempunyai cukup uang untuk berobat kerumah sakit. Maka dapat diartikan bahwa kondisi pada saat itu dalam keadaan darurat serta apa yang dilakukan oleh jumraini hanya untuk menolong Alex. Dan pada saat itupun Jumraini sudah menyarankan untuk berobat ke dokter atau rumah sakit namun pasien menolak. Alasan berikutnya Tetanus pada kaki pasien yang mengakibatkan kematian harus dibuktikan lebih dalam atas penyebabnya. Serta dalam kondisi darurat pelayanan kesehatan untuk memberikan pertolongan spesifikasi pasien yang dapat ditolong oleh pelayanan kesehatan, berdasarkan penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh Jumraini hanya untuk membantu tetangganya yang membutuhkan pertolongan, jadi tidak hanya semata-mata atas hendak dari dirinya sendiri.[9]

Jaksa Penuntut Umum menunut Jumraini atas pelanggaran yang tercantun pada Pasal 83 Ayat (2) UU Tenaga Kesehatan, dalam uraian dakwaan menjelaskan bahwa Jumraini sebagai terdakwa melakukan tindak pidana yakni kelalaian berat sampai mengakibatkan pasien meninggal, dan harus di pidana penjara yakni selama 3 tahun 6 bulan namun dikurangi selama terdakwa tersebut ada dalam tahanan, selain itu agar terdakwa diperintah untuk ditahan., Penuntut umum pun menyatakan sebagian alat bukti yang ada dalam putusan hakim. Maka dalam kasus ini jaksa penuntut umum menerapkan asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis sebagaiman dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP yang berarti jika tindakan tersebut masuk dalam ketentuan pidana umum sekaligus pidana khusus, maka ketentuan yang khusus lah yang akan di gunakan. yang artinya aturan hukum akan mengesampingkan aturan yang umum.31 Maka dapat diartikan bahwa UU Tentang Tenaga Kesehatan adalah Undang-Undang Khusus. Mengenai urgensi Lex Specialis Derogat Legi Generalis yakni yang di maksud ketentuan umum adalah pada pasal 359 dan 360 KUHP dimana ajaran kesalahan (schuld) dalam hukum pidana atas unsur kesengajaan (dolus) atau kealpaan/kelalaian (culpa). baik itu dilakukan dengan sengaja atau dengan adanya kelalaian maka hal tersebut dapat dipidana, hal ini dapat diartikan semua akan dipidana dengan ketentuan adanya unsur kesengajaan atau terjadi kealpaan

Dalam kasus ini, terlihat jelas jumraini sengaja melakukan perawatan terhadap Alex, karena desakan Arena adik Alex, sehingga jumraini lalai, melakukan perawatan secara langsung tanpa ada izin praktik, maka dalam konteks hal tersebut Jumraini melanggar pasal 359 dan 360 KUHP. yakni: “Barangsiapa apabila melakukan kesalahan sehingga berdampak pada kematian seseorang maka akan di pidana penjara selama 5 tahun atau dengan kurungan selama 1 tahun”. Disini dijelaskan bahwa Tindak pidana yang mengakibatkan matinya seseorang tersebut tidak diharapkan oleh terdakwa, namun hal tersebut dikarenakan karena terdakwa kurang hati – hati dalam melakukan tindakan sehingga membuat pasien meninggal dunia. selain itu juga diatur dalam pasal 84 uu tenaga kesehatan yang menyatakan bahwa setiap tenanga kesehatan yang apabila melakukan kelalaian berat sehingga membuat pasien tersebut luka berat maka akan di pidana penjara selama– lama nya 3 tahun, namun apabila kelalaian berat tersebut dilakukan sehingga membuat pasien meninggal dunia maka akan dipidana selama – lamanya 5 tahun. dan dalam hal ini perbuatan Jumraini dan apa yang telah terungkap dimuka persidangan belum termasuk dalam konteks hukum berat yang mengakibatkan matinya orang lain hanya sebatas untuk menolong, karena hal tersebut diperkuat dari Alex dan adiknya menghampiri ke Jumraini dengan memohon bantuan untuk mengobati luka pada kaki yang tertusuk paku dikarenakan mereka tidak mempunyai biaya untuk berobat kerumah sakit. Maka dapat diartikan bahwa kondisi pada saat itu dalam keadaan darurat serta tindakan yang dilakukan jumraini sekedar untuk memberikan pertolongan. Dan pada saat itupun Jumraini sudah menyarankan untuk berobat ke dokter atau rumah sakit namun pasien menolak. Alasan berikutnya Tetanus pada kaki pasien yang mengakibatkan kematian harus dibuktikan lebih dalam atas penyebabnya. Serta dalam kondisi darurat pelayanan kesehatan untuk memberikan pertolongan spesifikasi pasien yang dapat ditolong oleh pelayanan kesehatan, berdasarkan penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa yang dilakukan oleh Jumraini hanya untuk membantu semua orang yang membutuhkan bantuan, dan bukan atas dasar kemauan diri semdiri.[9]

Menimbang dengan adanya proses yang sedemikian ini, maka Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dan juga keterangan para Ahli baik Ahli dari Penuntut Umum maupun para Ahli dari Terdakwa yang menyatakan bahwa kematian yang diakibatkan Sepsis yang dialami korban tidak serta merta dapat langsung dikaitkan dengan tindakan medis yang dilakukan Terdakwa, banyak faktor yang mempengaruhi kondisi korban sehingga menyebabkan korban meninggal dunia, dihubungkan dengan fakta di pesidangan yaitu tidak dilakukannya autopsi terhadap korban Alex Sandra, sehingga kurangnya scientific evidence untuk dipertimbangkan. sebagaimana pasal 46 Ayat (1) UU Tenaga Kesehatan maka hakim memberikan keputusan bahwa terdakwa secara sah melakukan tindakan pidana bagi siapa saja tenaga kesehatan yang menyelenggarakan praktik dirumah tanpa izin yang mana dalam unsur dakwaan kedua penuntut umum maka akan dipidana dengan denada sejumlah Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) beserta ketentuan dan jika tidak dapat membayar denda tersebut maka wajib digantikan dengan kurungan selama 6 bulan.[10]

Kesimpulan

Peneliti berkesimpulan bahwa analisa putusan Pengadilan Negeri Kotabumi no. 109/pid.sus/2019/pn kbu mengenai pelimpahan wewenang dokter ke perawat, yakni putusan hakim sudah sesuai karena pelimpahan wewenang kepada perawat sebagaimana dijelaskan pada pasal 29 ayat 1 huruf e UU Keperawatan tidak hanya semata-mata secara tertulis seperti halnya yang biasa dilakukan antara dokter dan perawat di Rumah sakit, pukesmas, atau klinik. Namun, pelimpahan tersebut sudah dituangkan didalam SIP, dimana perawat yang ingin membuka praktik secara mandiri harus memiliki izin SIP sesuai dengan Pasal 46 (1) UU Tenaga Kesehatan. namun perawatan yang dilakukan oleh Jumraini dilakukan secara mandiri di rumah, maka hal tersebut jelas menyimpang karena Jumraini tidak memiliki Izin SIP, oleh karena itu Jumraini dinyatakan bersalah dan terbukti melanggar pasal 46 ayat (1) dan dikenakan sanksii administrasi, yaitu bisa dengan diberikan peringatan tertulis, pemberian denda atau bisa juga dengan pencabutan izin.

References

  1. soerjono soekanto, “KEDOKTERAN,” vol. 10, no. 1, p. 5, 1983.
  2. yulianita Henny, “BAB I PENDAHULUAN A . Latar Belakang Penelitian,” p. 44, 2011.
  3. S. Sibarani, “Aspek Perlindungan Hukum Pasien Korban Malpraktik Dilihat Dari Sudut Pandang Hukum Di Indonesia,” Justitia Pax, vol. 33, no. 1, pp. 1–22, 2017, doi: 10.24002/jep.v33i1.1417.
  4. P. Sri, Kedudukan hokum prawat dalam upaya pelayanan kesehatan dirumah sakit. jakarta, 2006.
  5. Undang- Undang RI, “Undang-undang RI No. 38,” TENTANG KEPERAWATAN, no. 10, pp. 2–4, 2014.
  6. amiruddin dan zainal asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum – Amiruddin & Zainal Asikin, Edisi revi. 2007.
  7. N. Zakiyah, “kode etik keperawatan,” vol. 148, pp. 148–162.
  8. k Barhaspati, “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Malpraktek Yang Dilakukan Oleh Bidan,” J. kerta wicara, vol. 9, no. 7, pp. 1–11, 2020, [Online]. Available: http://repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/1519/1/SKRIPSI1301-1801062816.pdf.
  9. A. Mayssara A. Abo Hassanin Supervised, “‘Analisis Hukum MalPraktik Perawat Jumraini’, Fakultas Hukum Universitas Malahayati Bandar Lampung, Bandar Lampung, hal 70-71,” Pap. Knowl. . Towar. a Media Hist. Doc., pp. 62–75, 2014.
  10. Republik Indonesia, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan,” Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 2014.