Corporate Law
DOI: 10.21070/ijler.v13i0.738

Legal Protection for Creditors Holding Fiduciary Guarantee Due to Debtor Default


Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Pemegang Jaminan Fidusia Akibat Debitur Wanprestasi

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Legal Protection Creditor Fiduciary Guarantee Debtor default

Abstract

This study aims to determine the form of legal protection for creditors holding fiduciary guarantees due to default debtors at PT Batavia Prosperindo Finance, Tbk Sidoarjo Branch. This type of research includes juridical-normative research, with a chase approach (case approach), primary legal materials. Civil Law/Burgelijk Wetboek and Article 33 of the 1945 Constitution and Letter of Credit Agreement from PT Batavia Prosperindo Finance, Tbk Sidoarjo Branch, deductive data analysis. The results of this study indicate that legal protection for creditors who hold fiduciary guarantees due to debtors who default (a case study at PT Batavia Prosperindo Finance, Tbk Sidoarjo Branch that preventive and familial legal protection is prioritized by PT Batavia Prosperindo Finance in the form of demanding the debtor for the fulfillment of performance only , fulfillment of achievements accompanied by compensation (Article 1267 of the Civil Code), demanding and asking for compensation (only possible losses due to delays, cancellation of agreements, cancellations accompanied by compensation. Settlement of debtor defaults can be done through litigation by reporting to the authorities and also through other channels). Non Litigation, namely negotiations with the debtor.

Pendahuluan

Bunga pinjam uang merupakan salah satu keinginan manusia dimana hobi ini dijalankan melalui komunitas karena jaringan mendiagnosa uang sebagai cara pembayaran. Hampir semua orang telah menjadikan olahraga peminjaman uang sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan untuk membantu meningkatkan aktivitas keuangan mereka dan meningkatkan gaya hidup mereka. Lembaga pembiayaan meminjam dan meminjam uang untuk mengilhami sistem ekonomi jaringan, lembaga moneter untuk mengatasi masalah dalam menangani modal perusahaan komersial atau untuk kebutuhan tersier mereka [1].

Dalam olahraga pinjam meminjam, penyelesaian adalah suatu perbuatan penjara yang didasarkan seluruhnya pada suatu penyelesaian yang menimbulkan suatu akibat pidana dan suatu perjanjian adalah suatu hubungan pidana antara atau peristiwa-peristiwa tambahan yang didasarkan atas suatu kesepakatan untuk menimbulkan suatu akibat pidana [2]. Dalam suatu perjanjian atau penyelesaian harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, khususnya penyelesaian, kecakapan, hal-hal tertentu dan alasan yang sah. Dalam lembaga keuangan dalam menawarkan pinjaman modal ada persyaratan jaminan yang harus dipenuhi bagi pencari modal, jika mereka membutuhkan pinjaman atau modal tambahan (dalam situasi ini disebut kredit) dalam jangka waktu yang panjang dan singkat. salah satu lembaga pembiayaan atau pemberi pinjaman dalam menyajikan pembiayaan meminta jaminan. Jaminan adalah pengalaman realitas penjara bahwa pinjaman yang diberikan dapat dikembalikan pada waktu yang disepakati melalui peristiwa. Agunan adalah persepsi kreditur dalam kemampuan debitur untuk melunasi nilai kreditnya sesuai dengan pelunasannya. Fungsi assurance menjamin kreditur bahwa debitur mempunyai potensi untuk disepakati bersama. Oleh karena itu, jauh lebih penting untuk menyerahkan aset atau properti tertentu untuk menjadi jaminan khusus untuk pelunasan debitur [3]. Jaminan telah diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata yang mengatur bahwa setiap barang milik debitur, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sekarang maupun yang akan datang, dapat menjadi tanggungan debitur untuk segala perikatannya..

Pinjaman atau uang yang terutang telah diatur dalam Pasal 1754 KUHPerdata, yaitu suatu perjanjian dimana suatu perayaan ulang tahun memberikan kepada lawannya sejumlah barang tertentu yang telah habis karena pemakaian, dalam hal perayaan yang terakhir itu akan mengembalikan suatu barang. kuantitas positif. dari jenis yang sama dan di bawah situasi yang sama. Dalam setiap pelunasan utang piutang, dapat terjadi wanprestasi menurut Pasal 1234 KUHPerdata yaitu pelaksanaan tanggung jawab tidak terpenuhinya atau rusaknya jaminan, kelalaian yang dilakukan oleh debitur baik karena ia tidak memikulnya lagi. apa yang telah disepakati atau mungkin melakukan sesuatu yang konsisten dengan penyelesaian. yang seharusnya belum selesai, namun di luar itikad baik, terdapat banyak faktor terjadinya wanprestasi, bersama dengan motif debitur untuk memulai usaha dagangnya, debitur mengalami kemacetan, kerugian atau penipuan dan situasi memaksa atau overmacht. Pasal 1267 KUHPerdata, jika masing-masing pihak berdasarkan kesepakatan jika salah satu perayaan ulang tahun melanggar perjanjian dan atau melaksanakannya secara tidak sempurna, maka perayaan yang dirugikan oleh perbuatannya dapat memilih untuk memaksa pihak lain untuk mengadakan perjanjian. atau meminta pembatalan penyelesaian. diikuti dengan pembayaran kembali kerugian dan bunga [4].

Objek penelitian ini adalah perusahaan pembiayaan PT. Batavia Prosperindo Finance. Permasalahan yang sering terjadi adalah adanya debitur yang wanprestasi sehingga mengalihkan kendaraannya kepada pihak ketiga tanpa persetujuan kreditur atau PT. Batavia Prosperindo Finance. masyarakat umum debitur yang lalai dalam menagih atau wanprestasi, debitur beralasan bahwa ia lalai dalam tanggung jawabnya karena usahanya macet sehingga tidak dapat membayar angsuran, tetapi setelah diselidiki lebih lanjut melalui bagian penagihan lapangan, debitur telah memindahkan mobil itu ke perayaan lain mana pun (dalam hal ini perayaan ketiga) tanpa izin tertulis atau penyelesaian di antara kedua belah pihak. Upaya yang dilakukan dengan bantuan pemberi pinjaman adalah melalui pengiriman surat peringatan 1 dan dua sebagai pengingat tugas dalam tagihan untuk surat perjanjian untuk penyitaan peralatan mobil dalam rangka menyelamatkan aset perusahaan..

Mengenai penjaminan pembiayaan kendaraan bermotor dalam perjanjian kreditur dengan debitur di atas, terjadinya beralihnya unit mobil kepada pihak ketiga tanpa keahlian masing-masing peristiwa, lalu bagaimana upaya perlindungan hukum terhadap kreditur atas barang-barang jaminan yang ada sekarang? tidak di jari debitur? Kemudian kreditur berhak untuk menarik kembali mobil tersebut dan mempromosikannya atau jika pada hari ulang tahun ke-3 tidak mengembalikan mobil tersebut, maka kreditur berhak untuk meminta kompensasi dan hobi dari debitur dalam upaya melunasi hutang debitur. Eksekusi yang dilakukan dari kreditur tidak lagi harus dimohonkan melalui seleksi berkas pengadilan, tetapi kreditur memiliki kejahatan yang patut untuk melaksanakan eksekusi langsung sesuai dengan ketentuan penjara yang bersangkutan..

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan yang terkait dengan perlindungan hukum kreditur atas wanprestasi debitur yang memiliki itikad baik. Pada suatu penelitian yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Krediur Pemegang Jaminan Fidusia Akibat Debitur Wanprestasi (Study kasus di PT Batavia Prosperindo Finance, Tbk Cabang Sidoarjo)”

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara atau suatu proses untuk menemukan sebuah teori, konsep, dan sejenisnya yang berguna untuk menjawab isu hukum yang ada. Sehingga diperlukan sebuah metode penelitian yang tepat agar mendapat hasil yang sesuai dalam penelitian hukum [6]. Dalam kegiatan penelitian ini Penulis menggunakan jenis penelitian yuridis-normatif, yaitu penelitian yang membahas tentang aspek hukum berupa asas-asas hukum dimana penulis akan membahas perlindungan hukum bagi krediur pemegang jaminan fidusia akibat debitur yang wanprestasi pada PT Batavia Prosperindo Finance, Tbk Cabang Sidoarjo.

Pendekatan Masalah

Diperlukan suatu pendekatan dalam sebuah makalah yang sistematis untuk lebih menjelaskan dan menuai ambisi dan tujuan penelitian. Cara ini dimaksudkan agar dialog sesuai dengan ruang lingkup pembahasan dapat menyadarkan pada masalah yang dimaksud. Penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan normatif dengan pendekatan kejar (case approach) yang pada dasarnya melakukan pemeriksaan hukum berdasarkan secara menyeluruh pada kasus yang akan diteliti dari sudut pandang penerapan hukum dan dikaitkan dengan penulisannya. dari tesis ini [7].

Sumber Bahan Penjara

Ciri utama kajian hukum normatif dalam melakukan penelitian hukum terletak pada penyediaan informasi. persediaan utamanya adalah bahan hukum, bukan lagi informasi atau fakta sosial, karena fakta dalam kajian hukum normatif, bahan-bahan kejahatan itu mengandung peraturan-peraturan normatif [8]. Fakta-fakta yang diterima dan diolah dalam penelitian tindak pidana merupakan jenis data sekunder yang dalam hal ini digunakan sebagai bahan rutan nomor satu. bahan yang diperoleh dari aset perpustakaan. Substansi pidana yang akan diteliti atau dijadikan acuan berkaitan dengan permasalahan yang ada di dalam penelitian, khususnya [9]:

Dalam penulisan skripsi terdapat bahan hukum primer berfungsi sebagai penunjang penyelesaian skripsi ini yang berupa peraturan perundang-undangan, antara lain:

  1. Dasar hukum Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1)
  2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/Burgelijk Wetboek
  3. Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945
  4. Surat perjanjian kredit dari PT Batavia Prosperindo Finance, Tbk Cabang Sidoarjo

Bahan hukum sekunder juga sangat penting sebagai pelengkap penyelesaian penelitian ini seperti beberapa literatur yang mendukung untuk penyelesaian penelitian ini antara lain berupa buku-buku paket karangan para ahli hukum, literatur dari situs atau website dari internet, dan buku-buku penunjang lainnya.

Analisis Bahan Hukum

Setelah pengolahan data selesai, dilakukan analisis data secara kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan cara mengkonstruksikan data dalam bentuk uraian kalimat yang tersusun secara sistematis sesuai dengan pokok bahasan dalam penelitian ini,sehingga memudahkan untuk dimengerti guna menarik kesimpulan tentang masalah yang diteliti [10]. Kemudian akan dilakukan penarikan kesimpulan secara deduktif, yaitu metode dalam penelitian dengan berpikir secara dari hal hal umum ke khusus serta menggunakan logika untuk menarik kesimpulan.

Hasil dan Pembahasan

Perjanjian yang dibuat melalui para pihak akan mengikat mereka agar sesuai dengan sila mengikat kontrak atau sila Pacta sun Servanda yang berarti bahwa perjanjian yang dibuat secara sah melalui peristiwa mengikat para pihak secara lengkap sesuai dengan isi kontrak. yang juga terdapat dalam pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “segala perjanjian yang dibuat menurut undang-undang harus mengikuti peraturan bagi orang-orang yang memimpinnya. Perjanjian ini tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan cara penyelesaian kedua belah pihak, atau dengan motif ditentukan dengan menggunakan peraturan. Penyelesaian harus dilakukan dengan itikad baik.” namun pada kenyataannya tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan karena masih banyak kasus wanprestasi yang memerlukan upaya kesepakatan untuk menyelesaikan wanprestasi.Dalam hukum Indonesia, selama ini dikenal adanya pendekatan untuk menyelesaikan sengketa wanprestasi, khususnya melalui jalur litigasi. dan nonlitigasi Penyelesaian sengketa melalui jalur nonlitigasi adalah kesepakatan perkara hukum yang dilakukan di luar ruang sidang melalui musyawarah, negosiasi, mediasi, atau musyawarah. diselesaikan oleh pengadilan [12]..

Adapun skema perjanjian pembiayaan multi guna dengan jaminan penyerahan secara fidusia menurut PT Batavia Propesrindo Cabang Sidoarjo. Dalam surat tersebut berisikan Pemberi kredit atau penerima kredit dengan ini telah setuju dan mufakat untuk mengadakan perjanjian pembiayaan multiguna dengan cara pembelian dengan pembayaran secara angsuran berikut dengan segala perbahan, penambahan, pembaruhan atau perikatan-perikatan lainnya yang dikemudian hari akan dibuat (selanjutnya semua akan disebut perjanjian dengan syarat dan ketentuan atau skema sebagai berikut :

  1. Pasal 1 terkait Penentuan jumlah pokok kredit
  2. Pasal 2 terkait tujuan kredit
  3. Pasal 3 terkait jangka waktu kredit
  4. Pasal 4 terkait suku bunga kredit
  5. Pasal 5 terkait pembayaran angsuran kredit
  6. Pasal 6 terkait denda tunggakan
  7. Pasal 7 terkait jaminan
  8. Pasal 8 terkait asuransi jaminan
  9. Pasal 9 terkait beban biaya-biaya
  10. Pasal 10 terkait pembukuan dan laporan
  11. Pasal 11 terkait kelalaian dan pengakiran perjanjian
  12. Pasal 12 terkait syarat-syarat penarikan kredit
  13. Pasal 13 terkait penyelesaian perselisihan
  14. Pasal 14 terkait agen
  15. Pasal 15 terkait lain-lain
  16. Pasal 16 terkait lampiran

Perjanjian pembiayaan tersebut telah disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk ketentuan peraturan otoritas jasa keuangan, nomor 01/POJK.07/2013, tentang perlindungan konsumen sektor jasa keuangan. Berdasarkan skema diatas, dapat dijabarkan bahwa proses pembiayaan yang dilakukan dimulai dari debitur yang bisa langsung ke dealer atau menghubungi kreditur dalam hal ini PT Batavia Propesrindo Cabang Sidoarjo untuk mengajukan permohonan pembiayaan kendaraan bermotor, kemudian pihak kreditur menyiapkan dan melakukan proses survey ke debitur yang sebelumnya telah menyiapkan dokumen-dokumen pendukung, setelah terjadi kesepakatan , maka pihak dealer akan mengirimkan unit kendaraan sesuai spesifikasi yang telah disepakati.

berdasarkan alasan dari atasan bagian Billing di PT. Batavia Prosperindo departemen Sidoarjo bahwa selama tahun 2020 terdapat 35 debitur yang dinyatakan wanprestasi. penyelesaian wanprestasi pada PT. Batavia Propesrindo jurusan Sidoarjo adalah dengan langkah-langkah sebagai berikut : PT. Batavia Prosperindo departemen Sidoarjo Melakukan negosiasi dengan debitur yang melakukan wanprestasi untuk mengetahui alasan-alasan yang menyebabkan debitur merasa berat dalam melaksanakan tanggung jawabnya kepada PT. Batavia Prosperindo departemen Sidoarjo dan mencoba dan menawarkan jawaban agar debitur bisa keluar dari kesulitan.

Apabila setelah diperingatkan tetap saja debitur tidak lagi memenuhi prestasinya, maka PT. Batavia Prosperindo Departemen Sidoarjo akan mengambil langkah perusahaan dengan memberikan sanksi berupa denda atas keterlambatan harga angsuran sesuai kesepakatan bersama dalam Pasal 6 perjanjian Multi Guna Financing mengenai tunggakan biaya bagi PT. Batavia Prosperindo cabang Sidoarjo yang menyatakan bahwa “untuk setiap hari tagihan yang lewat jatuh tempo yang dilakukan melalui debitur kepada kreditur atas angsuran atau kewajiban lain yang diatur dalam penyelesaian ini, debitur wajib membayar denda keterlambatan sebesar 0,lima% per hari. jumlah yang harus dibayar, terutama berdasarkan perhitungan dua belas bulan adalah 360 hari, yang dapat diakumulasikan segera dan pada saat yang sama tanpa perlu tambahan kehati-hatian dari kreditur atau majikan yang sah.

Jika debitur tetap tidak menjawab, maka PT. Batavia Prosperindo cabang Sidoarjo akan mengirimkan surat panggilan atau surat peringatan 1, jika tidak ada tanggapan maka surat panggilan atau peringatan 2 mungkin dikirim, dan jika mil masih tidak diindahkan maka akan dikirim surat panggilan atau surat peringatan (SPT) terakhir . Jika somasi lainnya juga tidak dijawab, maka PT. Batavia Prosperindo Dinas Sidoarjo akan mengeksekusi atau menyita unit mobil yang menjadi objek pembiayaan yang ada di tangan debitur. Untuk menyita PT. Batavia Prosperindo cabang Sidoarjo menggunakan penawaran Debt Collector dalam atau Debt Collector dari luar badan usaha, tergantung kompleksitas klien yang dihadapi. Setelah item pembiayaan berubah menjadi sita, PT. Batavia Prosperindo departemen Sidoarjo akan melakukan penjualan umum untuk item pembiayaan. Proses jual beli umum dilakukan di tempat kerja pembawa kekayaan negara dan lelang kota Sidoarjo bertujuan untuk menutupi sisa utang dari debitur..

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan kreditor untuk menjaga agar tidak dirugikan oleh debitor, apabila terjadi wanprestasi dengan cara meminimalkan risiko sebelum pencairan kredit antara lain objek jaminan yang diterima menjadi jaminan merupakan benda atau barang yang tidak mudah rusak dan dalam kondisi prima (sesuai taksasi appraisal), meminta kelengkapan dokumen dalam syarat pencairan kredit, meminta jaminan tambahan dan setelah pencairan kredit harus dilakukan monitoring secara periodik terhadap objek jaminan [13].

Hal ini juga dipertegas dalam isi klausula akta jaminan fidusia dalam akta notaril yang mengatur tentang pengalihan objek jaminan fidusia. Salah satu cara untuk melindungi kepentingan kreditor adalah dengan memberikan ketentuan yang pasti akan kreditor. Diatumya data yang lengkap yang harus termuat dalam jaminan fidusia (Pasal 6 UUJF), secara tidak langsung memberikan pegangan yang kuat bagi kreditor sebagai penerima fidusia, khususnya tagihan mana yang dijamin dan besamya nilai jaminan, yang menentukan seberapa besar tagihan kreditor preferen.

Perlindungan hukum dan kepentingan kreditor dalam Undang-undang Jaminan Fidusia dapat dilihat pada Pasal 20 Undang-undang Jaminan fidusia : Fidusia tetap mengikuti Benda yang menjadi objek Jaminan fidusia dalam tangan siapapun Benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia" Ketentuan menegaskan bahwa jaminan fidusia mempunyai sifat kebendaan dan berlaku terhadapnya asas droit de suite, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek jaminan fidusia.

Seperti dalam perjanjian-perjanjian terkenal, dalam suatu penyelesaian sewa menyewa jika lessee (debitur) wanprestasi, lessor karena kreditur dapat menuntut lessee: pencapaian prestasi terbaik, pencapaian prestasi diikuti dengan pembayaran kembali (Pasal 1267 KUHPerdata), menuntut dan meminta ganti rugi (kerugian yang paling mungkin terjadi karena penundaan, pembatalan perjanjian, pembatalan yang diamati dengan bantuan pembayaran kembali. Demikian pula, lessor juga berhak untuk memperoleh semua angsuran dan biaya yang tidak lagi dibayar oleh lessee dan telah hak untuk mengambil kembali barang sewa yang berada dalam penguasaan penyewa tanpa harus mengembalikan biaya tambahan.Untuk menghindari masalah dalam pengambilan kembali barang sewa yang bersangkutan, maka penyelesaian sewa dapat juga mencantumkan klausula yang dapat memudahkan lessor dalam melaksanakan haknya atas barang leasing. Kewajiban lessee kepada lessor atas obyek penyelesaian sewa/sewa adalah dalam praktek perjanjian leasing biasanya didorong dan ditentukan melalui jenis pembiayaan dalam perjanjian. Bentuk-bentuk pembiayaan yang umumnya digunakan dalam pelaksanaan easing agreement adalah jenis moneter lease dan operating lease. Dalam jenis sewa ekonomis ini, pengaturan mengenai bea atas objek sewa/penyelesaian sewa-menyewa sepenuhnya ditanggung oleh penyewa, termasuk semua risiko yang timbul dari penggunaan objek, pada saat yang sama dalam sewa berjalan. , pengaturan mengenai kewajiban atas barang-barang perjanjian sewa/leasing sepenuhnya ditanggung oleh lessor, beserta segala resiko yang timbul dari penggunaan barang tersebut. Asosiasi dalam sewa berjalan ini mirip dengan asosiasi di dalam perjanjian sewa normal

Dalam hal terjadi wanprestasi oleh penyewa yang merugikan lessor, Pasal 1239 KUH Perdata mengatur bahwa dalam hajatan wanprestasi, pihak lawan juga dapat meminta pembayaran kembali berupa biaya-biaya, kerugian dan bunga..

Selain itu, kewajiban-kewajiban yang timbul bagi pihak lessee atas wanprestasi yang dilakukannya tersebut dapat berupa :

  1. Mengganti kerugian.
  2. Benda yang dijadikan obyek dari perikatan sejak saat tidak dipenuhi kewajiban menjadi tanggung jawab pihak lessee.
  3. Jika perikatan itu timbul dari perjanjian yang timbal balik, pihak lessor dapat meminta pembatalan (pemutusan) atas perjanjian tersebut.
  4. Sertifikat dan Akte Fidusia (putusan inkrah) kreditur berhak menyita jaminan fidusia berdasarkan sertifikat dan akta fidusia yang sudah dibuat. Kreditur bias mengajukan permohonan sita ke pengadlan negeri stempat

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara di lokasi penelitian, Beraal perjanjian kredit kendaraan di PT. Batavia Propesrindo Cabang Sidoarjo merupakan perjanjian tertulis yang dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan. Perjanjian tersebut menggunakan perjanjian baku. Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) mendefinisikan Perjanjian baku sebagai aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha atau penyalur produk yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Intinya, si produsen atau pemberi jasa telah menyiapkan perjanjian standar dengan ketentuan umum dan konsumen hanya memiliki dua pilihan, yaitu menyetujui atau menolaknya.

Bahwa isi perjanjian pembiayaan kreditur dan debitur, telah memuat syarat standar sebagai syarat sahnya perjanjian. Dengan demikian, ketentuan dari Pasal 1388 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan, bentuk perjanjian diatas merupakan perjanjian umum kredit dan tidak bertentangan dengan aturan hukum yang ada, beraasas kebebasan berkontrak dan perjanjian tersebut telah sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu tentang syarat sah suatu perjanjian, sah dimuka hukum. Syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut:

  1. Adanya Kesepakatan diantara para pihak untuk mengikatkan dirinya yakni antara lain:
    1. PT Batavia Propesrindo Cabang Sidoarjo berkedudukan di Sidoarjo, Jawa Timur untuk selanjutnya disebut “Kreditur”
    2. Tuan / Nyonya bertempat tinggal di ….., untuk selanjutnya disebut “Debitur”.
    3. Tuan / Nyonya bertempat tinggal di ….. untuk selajutnya disebut “Pihak Ketiga”

Selain Kreditur dan Debitur, masih terdapat 1 (satu) pihak yakni Pihak Ketiga dimana kedudukannya tidak merupakan bagian dari pihak terkait dalam perjanjian pembiayaan.

Studi kasus wanprestasi salah satu debitur yaitu nasabah baru bayar 6 kali tapi sudah susah dihubungi, saat ditemui selalu menghindar. Debitur telah telat bayar dari tahun 2017 sampe akhirnya diblack-list. Kemudian pada tahun 2018 kantor pusat mem-follow-up dengan meminta ditangani lagi nasabah atau debitur tersebut, pihak cabang Sidoarjo sudah mencoba mendatangi ke rumahnya, namun tidak pernah ketemu, berdasarkan kesaksian dari tetangganya juga tidak tahu menau terkait keberadaannya, untuk kontak HP.nya pun sudah lama tidak aktif. akhirnya cabang mencoba ke jalur hukum dengan mengajukan laporan ke pihak polisi. akhirnya panggilan pertama nasabah atau debitur langsung datang hadir. Kemudian akhirnya dimediasi oleh polisi hingga akhirnya debitur minta jalur damai dengan permohonan pelunasan khusus. Setelah itu dicabut laporannya.

Berdasarkan studi kasus tersebut, pihak kreditur telah menuntut kepada debitur untuk pemenuhan prestasi saja, pemenuhan prestasi disertai ganti rugi (Pasal 1267 KUH Perdata), menuntut dan meminta ganti rugi (hanya mungkin kerugian karena keterlambatan, pembatalan perjanjian, pembatalan disertai ganti rugi)

Dalam suatu perjanjian debitur tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan maka dapat dikatakan bahwa Debitur telah melakukan wanprestai, atau juga lalai atau alpa atau ingkar janji bahkan melanggar perjanjian Debitur telah melakukan wanprestasi diantaranya:

  1. Bahwa Debitur tidak memenuhi salah satu atau lebih kewajiban sebagaimana ditentukan dalam perjanjian, tidak melakukan pembayaran angsuran hutang pembiayaan dengan lewatnya 30 (tiga puluh hari) hari sejak tanggal jatuh angsuran;
  2. Bahwa Debitur tidak memenuhi kewajiban seperti merawat dan menjaga keutuhan barang jaminan dari segala kemungkinan kerusakan, hilang atau musnah, satu dan lain hal atas resiko sendiri;
  3. Bahwa Debitur melakukan perbuatan yang seharusnya tidak boleh dilakukan yaitu memindah tangankan obyek pembiayaan yang bertujuan dan/atau berakibat beralihnya barang jaminan tersebut kepada pihak ketiga, dengan bentuk dan cara apapun juga, tanpa pemberitahuan kepada pihak kreditur.

Debitur masih terikat perjanjian kontrak dengan Kreditur maka dalam ketentuan Pasal 23 Ayat 2 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Debitur tidak boleh melakukan perbuatan seperti menjual, meminjamkan, memindahtangankan, atau melakukan perbuatan- perbuatan lain yang bertujuan dan/atau berakibat beralihnya obyek pembiayaan tersebut tanpa seizin Kreditur, kecuali telah mendapat persetujuan atau izi dari perusahaan leasing. Jika tidak maka Sanksi pidana bagi Debitur atau (dalam hal ini Penjual) telah melanggar ketentuan Pasal 36 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dan Pasal ancaman penjara paling lama 4 tahun.

Sedangkan, Sanksi pidana bagi Pihak Ketiga (dalam hal ini Pembeli/Penerima) gadai, telah melangar ketentuan Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tentang Pendahan dengan ancaman penjara paling lama 4 Tahun. PT. Batavia Prosperindo Cabang Sidoarjo sudah selama ini sudah melakukan sesuai dengan prosedur pengikatan jaminan & eksekusi jaminan.

Dalam wanprestasi yang ditemukan penulis di PT Batavia Propesrindo Cabang Sidoarjo, berdasarkan hasil wawancara, penyelesaian wanprestasi pada PT. Batavia Prosperindo Cabang Sidoarjo dilakukan melalui jalur Non Litigasi karena pihak PT. Batavia Prosperindo Cabang Sidoarjo melakukan Negosiasi dengan pihak debitur untuk mengetahui sebab dari debitur wanprestasi. Setelah itu jika debitur tetap tidak menanggapi, maka pihak debitur akan diberikan surat peringatan dan somasi masing-masing sebanyak 3 kali. Tetapi jika dengan cara tersebut debitur masih saja tidak memenuhi kewajiban, selanjutnya akan dilakukan proses penyitaan jaminan oleh PT. Batavia Prosperindo Cabang Sidoarjo dan dilakukan proses lelang atau juga dapat dengan jalur litigasi dengan mengajukan pelaporan ke pihak berwenang atau kepolisian dengan faktor diantaranya sebagai berikut:

  1. Keterlambatan Pembayaran
  2. Penarikan Obyek Pembiayaan
  3. Pengajuan Gugatan Perdata atau Pelaporan Tindak Pidana

Namun, berdasarkan Mahkamah Konstitusi No 18/PUU- XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020 perusahaan pembiayaan tidak dapat mengeksekusi sendiri (paksa) objek pembiayaan kepada Debitur, apabila Debitur tidak sukarela dalam penyerahan obyek pembiayaan tersebut, perusahaan pembiyaan masih dapat melakukan eksekusi dengan mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan Negri. Perusahaan pembiayaan dapat bekerjasama dengan pihak lain yang berbetuk badan hukum dalam hal ini Petugas Eksekusi Obyek Jaminan Fidusia “Debt Collector” yang sudah memiliki Sumber Daya Manusia bersertifikasi di bidang penagihan guna fungsi penagihan yang telah diatur oleh Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia No. 35/PJOK.05/2018 Tentang Penyelengaraan Usaha Perushaan Pembiayaan.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Perlindungan Hukum Bagi Krediur Pemegang Jaminan Fidusia Akibat Debitur Yang Wanprestasi (Study kasus di PT Batavia Prosperindo Finance, Tbk Cabang Sidoarjo bahwa perlindungan hukum preventif dan kekeluargaan lebih diutamakan oleh PT Batavia Prosperindo Finance dalam bentuk menuntut kepada debitur atas pemenuhan prestasi saja, pemenuhan prestasi disertai ganti rugi (Pasal 1267 KUH Perdata), menuntut dan meminta ganti rugi (hanya mungkin kerugian karena keterlambatan, pembatalan perjanjian, pembatalan disertai ganti rugi. Penyelesaian terhadap wanprestasi debitur dapat dilakukan melalui jalur litigasi dengan pelaporan ke pihak berwenang dan juga jalur non litigasi yaitu negoisasi dengan pihak debitur.

References

  1. Subekti, Prof., SH., dan R. Tjikrosudibio, 2008, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta : PT. Prodnya Paramita
  2. Mertokusumo, 1991.Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta
  3. Hermansyah, SH., M.Hum. 2005, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta : Kencana Predana Media Group
  4. Usman Rachmadi, SH., 2003, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
  5. Fuady, Munir, 2000. Jaminan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung
  6. Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatiif dan RnD. Alfabeta. Bandung
  7. Andrisman, Tri, 2009. Asas-Asas dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia, Bandar Lampung, Unila
  8. Nasution, Bahder Johan. 2008, Metode Penelitian Hukum, Bandung, Mandar Maju
  9. Hilmy, Umu. 2010. Metodologi Penelitian dari Konsep ke Metode: Sebuah Pedoman Praktis Menyusun Proposal dan Laporan Penelitian, Malang: Fakultas Hukum Brawijaya
  10. Marzuki, Peter Mahmud, 2010. Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta
  11. Sutedi Adrian, SH., MH., 2010, Hukum Hak Tanggungan, Jakarta : Sinar Grafika
  12. Utomo, Hatta Isnaini Wahyu. 2017. “Hukum Jaminan”, Bahan Ajar, Universitas Yos Sudarso, Surabaya
  13. Widyari, Ida Ayu Made, 2015. “Akibat Hukum Pendaftaran Jaminan Fidusia Dalam Sistem Online”, Tesis, Program Pasca Sarjana, Universitas Udayana, Denpasar