Finance Management
DOI: 10.21070/ijler.v12i0.733

Forms of Liability of Minimarket Businesses for the Transfer of Money Back


Bentuk Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Minimarket atas Pengalihan Uang Kembalian

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Consumer Protection Accountability of Business Actors Consumer Engagement Businessmen

Abstract

Donation, is one of the activities that has become a trend lately, many organizations and even individuals are competing in making donations. As is the case, what is done by minimarkets that carry out donation activities from the rest of the consumer's change. On this basis, a study entitled "Forms of Accountability of Minimarket Business Actors for the Transfer of Change" is carried out is one of the studies that aims to determine the form of accountability of business actors who carry out the act of transferring consumer change into the form of donations. Also, to analyze transaction engagements carried out by Consumers with business actors who take action to transfer Consumers' change in the form of donations. The research method that the author uses is a normative research method that uses a search for basic legal materials to make a legal decision on the legal case being studied. This study uses a statue approach and primary data which contains laws and regulations related to the legal issues under study. The results of the research, in this research, the activity of transferring the buyer's change into a legal donation is carried out if the buyer agrees to anything without any coercion or discrimination that harms the consumer. In addition, this study explores the law of engagement which regulates the engagement between consumers and transaction activities carried out by business actors. The engagement is considered valid if the transaction is carried out without any elements of coercion, fraud, extortion and discrimination. 

Pendahuluan

Salah satu aspek yang diperankan manusia sebagai, makhluk sosial adalah aspek ekonomi yang meliputi berbagai kegiatan seperti perdagangan, jual beli ataupun bisnis lainnya. Namun pada pelaksanaan kegiatan jual-beli ataupun perdagangan terdapat, tindakan merugikan yang dilakukan oleh pelaku usaha yang terkadang tidak disadari oleh konsumen. Suatu contoh nyata yang sering kali terjadi adalah pengubahan ataupun pengalihan uang kembalian konsumen misalnya, pengalihan bentuk uang kembalian menjadi donasi kegiatan amal. Pengalihan uang kembalian untuk digunakan sebagai dana sosial itu dapat membuat permasalahan serta dapat, menimbulkan penyimpangan etika bisnis yang ditetapkan. Apabila, tindakan tersebut dilakukan atas dasar keterpaksaan dari salah satu pihak. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah salah satu undang-undang yang ditujukan untuk melindungi Konsumen dari segala bentuk kecurangan ataupun tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha yang berpotensi merugikan konsumen atapun perbuatan pelaku usaha yang melanggar hak konsumen.

Dalam rangka mendukung penelitian yang penulis lakukan maka, penulis melakukan analisis dan mempelajari tentang hasil penelitian serupa ataupun pada karya-karya yang telah dilaksanakan dan memiliki keterhubungan dengan permasalahan yang penulis laksanakan. Seperti halnya, Penelitian yang dilakukan oleh Sindi Cahya Yuniar yakni penelitian tentang fenomena uang kembalian diganti permen dan meneliti tingkat kepuasan Konsumen dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Jenis penelitian yang dilakukan oleh beliau ialah penelitian kualitatif deskriptif. Pada pelaksanaan penelitian tersebut Sindi Cahya Yuniar menggunakan metode kuisioner mengenai tolak ukur tingkat kepuasan mereka dalam kebijakan pengembalian uang koin yang diganti permen. Penelitian kedua dilakukan oleh Supriadi dengan judul : “ Tinjauan Etika Bisnis Islam terhadap Kepuasaan Konsumen pada Pengembalian dalam Bentuk Donasi (study kasus konsumen minimarket Alfamart Almahera II kelurahan Surabaya kecamatan sungai serut kota Bengkulu)” tahun 2020. Jenis penelitian yang digunakan oleh Supriadi dalam pelaksanaan penelitiannya adalah penelitian kualitatif deskriptif. Pada pelaksanaan kegiatan penelitian tersebut melibatkan responden sebanyak 18 orang. Supriadi juga menggunakan metode pengambilan data melalui kegiatan observasi, wawancara serta, dokumentasi.

Namun, terdapat banyak perbedaan dalam pelaksanaan penelitain tersebut yakni, perbedaan waktu, tempat pelaksanaan penelitian, metode penelitian yang digunakan serta teori yang digunakan. Penelitian yang penulis laksanakan ini ditinjau dari segi yuridis guna, untuk meneliti sebuah kajian yang tidak hanya ditinjau dari segi moral tetapi juga ditinjau berdasarkan hukum dan undang-undang yang berlaku dan dibahas dalam ruang lingkup bentuk pertanggung jawaban pelaku usaha yang melakukan tindakan pengalihan uang kembalian konsumen kedalam bentuk sumbangan yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku serta, perikatan transaksi yang di lakukan oleh konsumen dengan pelaku usaha yang melakukan tindakan pengalihan uang kembalian konsumen dalam bentuk sumbangan. Sehingga, peneltian ini menjadi gebrakan baru untuk mengurangi potensi-potensi kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha terhadap konsumen dengan menyesuaikan pada undang-undang perlindungan konsumen yang berlaku.

Metode Penelitian

Metode penelitian hukum ini menggunakan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif menggunakan pokok kajian hukum yang dikonsepkan sebagai norma ataupun kaidah yang berlaku dalam masyarakat. Penggunaan metode penelitian normatif dilakukan dengan cara melakukan penelusuran terhadap bahan-bahan hukum dasar untuk membuat sesuatu keputusan hukum terhadap kasus hukum yang sedang diteliti oleh penulis. Metode pendekatan masalah yang digunakan penulis dalam pelaksanaan penelitian ini adalah Statute approach adalah pendekatan dengan menggunakan data primer yang berisi tentang peraturan perundang-undangan terkait dengan isu hukum yang diteliti. Pada, penelitian tersebut penulis menggunakan sumber bahan hukum primer yakni, KUHPerdata, undang-undang serta peraturan pemerintah. Sedangkan, bahan hukum sekunder yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah Jurnal Ilmiah, Buku, dan Literasi. Dari kedua sumber bahan hukum yang diperolah, maka penulis menggunakan metode analisis deduktif, yaitu dengan cara mengkaji kajian atas kebenaran secara (umum) yang terdapat dalam konstitusi dan undang-undang yang digunakan sebagai kerangka untuk menilai problematika yang bersifat spesifik (khusus).

Hasil dan Pembahasan

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Minimarket yang menjadi objek penelitian penulis adalah salah satu peritel minimarket waralaba di Indonesia. Minimarket ini, memiliki visi menjadi aset nasional dalam bentuk jaringan peritel waralaba yang unggul dalam persaingan global. Atas dasar visi dan misi tersebut, minimarket ini melaksanakan suatu kegiatan donasi guna, membantu masyarakat ataupun kelompok organisasi yang membutuhkan bantuan.

Sejalan dengan tujuan adanya perizinan mengenahi pelaksanaan donasi atau pengumpulan sumbangan, pemerintah juga telah mengatur dalam peraturan daerah yang mengatur izin tentang tatacara pengumpulan sumbangan atau donasi. Peraturan pelaksanaan donasi yang tercantum dalam Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2010 tentang pengumpulan sumbangan di provinsi jawa timur, dalam pasal 7 ayat 1 sampai ayat 4. Apabila menganalisis dari pelaksanaan donasi di minimarket menurut penulis, pihak minimarket telah melakukan berbagai langkah-langkah ataupun prosedur yang ditempuh sehingga, minimarket tersebut dapat mengantongi izin atas pelaskanaaan donasi yang sedang diselerenggarakan. Hal tersebut dapat diketahui, dengan adanya keterangan izin dari Menteri Sosial yang tertera dalam setiap banner ataupun poster ajakan berdonasi kepada konsumen. Sehingga, pelaksanaan donasi diminimarket tersebut dianggap legal dan sah mata hukum.

Pada pelaksanaannya, donasi yang dilakukan oleh minimarket dapat dilakukan dengan tiga cara. Cara kedua yang dapat dilakukan oleh konsumen untuk melakukan donasi dengan menambah jumlah uang kembalian apabila kasir menawarkan donasi sebesar 100-300 rupiah pembeli dapat menambahkan jumlah uang yang akan di donasikan. Cara yang ke tiga menyumbang tanpa berbelanja, masyarakat sekitar dapat melakukan donasi tanpa berbelanja terlebih dahulu dan masyarakat bisa datang langsung ke minimarket terdekat. Apabila konsumen melakukan donasi mereka mendapatkan tanda bukti struk dari minimarket sebagai bukti bahwa mereka telah melakukan donasi di minimarket. Akan tetapi, konsumen juga diberi hak untuk mempertimbangkan setuju atau tidaknya mereka dalam menyumbangkan uang kembalian.

Jika donasi yang dilaksanakan sudah terkumpul dalam periode tertentu maka, dana donasi yang tersebut akan, diserahkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan ataupun diserahkan pada target yang telah ditentukan sebelumnya. Pelaksanaan pengumpulan dana donasi dilakukan oleh setiap minimarket. Kemudian, penanggungjawab minimarket akan menyerahkan dana donasi yang telah terkumpul kepada coordinator donasi di kantor pusat. Coordinator donasi pusat, akan mengkoordinir peneyerahan dana donasi yang terkumpul tersebut kepada pihak-pihak yang dituju. Penyerahan donasi tersebut dilakukan secara langsung dan terbuka.

B. Bentuk Pertanggung jawaban minimarket dalam pengalihan uang kembalian konsumen dalam bentuk donasi 

Menganalisis dari alasan kehabisan uang koin yang akan dijadikan uang kembalian konsumen ataupun bukan karena kehendak ataupun keputusan konsumen sendiri maka, tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum yang diatur dalam undang-undang perlindungan konsumen. Pada Pasal 15 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Tindakan pihak minimakert yang melakukan pengalihan uang kembalian menjadi uang sumbangan atau donasi yang dikembalikan oleh pelaku usaha adalah tindakan yang bisa memicu konsumen merasa tidak senang/ tidak nyaman dalam melakukan transaksi jual beli. Jika terjadi kerugian atau konsumen yang merasa dirugikan maka, pihak pelaku usaha diwajibkan untuk memberikan ganti rugi sesuai dengan nominal yang dirugikan berdasarkan undang-undang.

Berdasarkan kajian dari hukum perdata pertanggungjawaban ada 2 yaitu kesalahan dan resiko. Apabila seseorang memiliki kewajiban bertangunggjawab karena ia bersalah baik kesalahan murni ataupun kelalaian hal tersebut disebut dengan tanggungjawab atas dasar kesalahan sedangkan seseorang yang bertangunggjawab bukan karena dia bersalah tetapi karena dia mengambil resiko dalam kedudukan hukumnya sedemikian rupa yang mewajibkan bertanggungjawab hal tersebut disebut tangunggjawab atas dasar resiko. Jika suatu peristiwa yang merugikan konsumen telah terjadi misalnya ada kerugian karena memakai atau mengkonsumsi suatu produk maka yang pertamakali dicari adalah penyebab terjadinya peristiwa yang merugikan apabila penyebab atas kerugian tersebut adalah disebbakan oleh kelalaian atau kesalahan pelaku usaha maka pelaku usaha dapat dikategorikan sebagai pihak wanprestasi dengan catatan pihak pelaku usaha tidak memenuhi bagian-bagian perjanjian. Sedangkan, jika kerugian itu tidak ada hubungan hukum yang berupa perjanjian antara pelaku usaha dan konsumen maka harus dicari kesalahan dengan mengonstruksikan fakta-fakta atau perbuatan yang melawan hukum.

Demikian pula, dengan adanya praktik pengalihan uang kembalian konsumen dalam bentuk lain tanpa adanya izin kepada konsumen terkait ataupun membulatkan uang kembalian tersebut maka pihak pelaku usaha telah melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. dan hal ini dapat berakibat hukum atau sanksi yang dikenakan atas pelanggaran tersebut. Kendati demikian pelaku usaha yang melanggar hak konsumen tidak akan selalu dijerat dengan ketentuan pasal tersebut mereka dapat melakukan ganti rugi/pertangunggjawaban yang didasarkan pada undang-undang yang berlaku dengan catatan gantirugi yang diberikan setara dengan kerugian yang di derita konsumen secara riil dan materiil, sebagaimana bentuk pertangunggjawaban tersebut dilakukan oleh minimarket dalam melaksanakan pemenuhan atas ganti rugi konsumen yang telah dirugikan. Berikut adalah skema mengenai bentuk pertanggungjawaban ganti rugi yang dapat dilakukan oleh pihak minimarket apabila, terdapat konsumen yang merasa dirugikan

Dari skema alur mengenai proses pelaksanaan tanggung jawab atau pemberian ganti rugi oleh pelaku usaha terhadap konsumen tersebut dapat diketahui bahwasannya, ganti rugi yang dilakukan oleh pelaku usaha dapat, berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. Ganti rugi atau pertanggungjawaban pelaku usaha dapat diterima atau dilakukan jika, terdapat konsumen yang menuntut adanya ganti rugi karena adanya hak-haknya yang dilanggar akan tetapi, pihak pelaku usaha tidak serta merta dapat memberikan ataupun mengganti nilai kerugian yang ditanggung oleh konsumen. Pelaku usaha terlebih dahulu menganalisis penyebab kerugian yang di alami konsumen berdasarkan Undang-Undang No 8 Tahun 1999 pasal 19 ayat 5.

Konsumen yang dirugikan, berhak menerima ganti rugi yang diberikan oleh pihak pelaku usaha namun penyelesaian ganti rugi tersebut tidak dapat menghapuskan tuntutan pidana. Namun apabila pelaku usaha menolak atau tidak memberikan tanggapan atas ganti rugi konsumen maka mereka dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa sebagaimana telah diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Pelindungan Konsumen Tahun 1999 yang berbunyi pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1),ayat (2), ayat(3), ayat(4) dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.

Dari data diatas penulis mempunyai pendapat dari pengalihan uang dalam bentuk sumbangan atau donasi ialah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen dan pihak pelaku usaha harus bertanggungjawab akan hal itu. Penulis juga mempunyai pendapat dari dialihkannya uang kembalian konsumen yang sudah dibahas di atas , bentuk pertanggungjawaban pihak pelaku usaha yang aslinya ialah tanggungjawab moral misalkan mempunyai etika berdagang dengan baik dan benar.

C. Perikatan antara konsumen dengan pelaku usaha

Berdasarkan pasal 1475 KHUP perdata menerangkan bahwa “perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.”Pelaksanaan jual beli pada umummnya adalah sebuah perjanjian konsensual dimana pada pelaksanannya mengikat para pihak saat terjadi kesepakatan antar pihak tersebut. Dimana dalam pelaksanaan perjanjian tersebut terdapat unsur esensial dan aksidentalia dari perjanjian yang dilakukan.Sedangkan menurut pasal 1321 KUHP perdata, kesepakatan tidak boleh disebabkan karena adanya suatu kekhilafan atau dwaling mengenai hakekat barang yang menjadi bahan pokook persetujuan atau kekhilafan mengenai diri para pihak yang bersangkutan dalam pelaksanaan perjanjian. Kemudian adanya paksaan ( dwamg) dimana seseorang melakukan perbuatan karena takut ancaman. Kesepalatan juga tidak dapat diperbolehkan apabila terdapat unsur penipuan (bedrog) yang tidak hanya mengenai kebohongan tetapi juga adanya tipu muslihat dalam kesepakatan jual beli. Kesepakatan yang dilakukan apabila terdapat unsur-unsur alasan yang telah disebutkan dapat dikatakan sebagai bentuk dari cacat kehendak. Cacat kehendak tidak hanya sebatas pemaparan yang telah dijelaskan diatas tetapi juga dikarenakan adanya penyalahgunaan keadaan. Penyalahgunaan keadaan dapat menyebabkan suatu perjanjian tidak memiliki kekuatan hukum.

Penyalahgunaan juga mengandung dua unsur yakni unsur kerugian bagi salah satu pihak dan penyalahgunaan kesempatan dari pihak lain. Dimana dua unsur tersebut dapat menimbulksn perbuatan penyalahgunaan ekonomis dan penyalahgunaan kejiwaan. Apabila menganalisis dari fenomena umum atau sebab umum dimana acapkali alasan kehabisan uang koin ataupun pembulatan guna, mempermudah proses transaksi maka tindakan tersebut yang berujung pada pemaksaan ataupun pengalihan tanpa sepengetahuan disebut cacat kehendak. Sebab konsumen dalam hal ini seharusnya mendapatkan uang kembalian sesuai dengan harga barang yang dibeli ataupun transaksi yang dilakukan.Tindakan tersebut dapat digolongkan sebagai bentuk pemaksaan apabila konsumen tidak ditanyakan persetujuannya atas pembulatan yang dilakukan pihak pelaku usaha.

Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dalam Pasal 15 yang menyatakan bahwa “ Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan / atau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen “. Maka pelaku usaha sebaliknya melakukan transaksi sesuai dengan jumlah yang tertera dalam struk atau nota pembelian tanpa harus membulatkan jumlah uang kembalian dengan dalih donasi terutama yang dilakukan dengan cara pemaksaan atau tindakan tertentu yang membuat konsumen mau tidak mau harus menyetujui tindakan tersebut.

Sehingga dapat disimpulkan perikatan tersebut dianggap batal atau tidak sah apabila tindakan dialihkannya uang kembalian kedalam donasi dilakukan dengan adanya unsur pemaksaan atau mendesak konsumen yang mau tidak mau harus merelakan uang kembaliannya untuk di donasikan. Sedangkan perikatan yang dianggap sah apabila konsumen yang melakukan transaksi menyetujui tindakan pengalihan uang kembalian ke dalam bentuk donasi tersebut. Hal tersebut sejalan dengan praktik yang dilakukan dalam minimarket jika, pihak pelaku usaha dengan sengaja melakukan pengalihan uang kembalian kedalam bentuk donasi dengan dalih kehabisan uang koin sehingga memaksa konsumen untuk merelakan uang kembaliannya di donasikan maka, perikatan jual beli yang dilakukan batal atau tidak sah secara hukum.

Kesimpulan

Apabila konsumen merasa keberatan terhadap tindakan dialihkannya uang kembaliaan pembeli kedalam sumbangan maka, tindakan tersebut dapat merugikan secara materiil maupun. Apabila pelaku usaha melanggar pasal 15 Undang-Undang Perlindungan Konsumen secara sengaja ataupun disebabkan oleh faktor kelalaian dimana pelaku usaha menawarkan barang atau jasa dengan cara pemaksaan ataupun cara lain yang menyebabkan gangguan fisik ataupun psikis dapat dipidanakan paling lama 2 tahun ( dua tahun ) atau pidana denda paling banyak 500.000,000 ( lima ratus jutah rupiah ). Terlepas dari tuntutan undang-undang tersebut pelaku usaha dapat, memberikan ganti rugi yang sesuai dengan nominal atau benda yang sesuai dengan nilai yang dirugikan dengan catatan, kesalahan/kelalaian atas kerugian tersebut dilakukan oleh pelaku usaha. Namun, pertanggungjawaban tersebut tidak dapat menutup adanya pidana. Jika, perikatan ataupun perjanjian yang dilakukan dalam transaksi jual beli di minimarket melanggar norma atau ketentuan Undang-Undang maka hukum perikatan tersebut tidak sah atau dapat dibatalkan demi hukum. Tetapi apabila perikatan yang dilakukan dianggap sah apabila konsumen yang melakukan transaksi menyetujui tindakan pengalihan uang kembalian ke dalam bentuk donasi tersebut.

References

  1. Ali, A. (2007). Menguak Teori Hukum Legal theory dan Teori Peradilan Judicalprudance. Makasar: Kencana.
  2. Kristiyanti, C. T. (2011). Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar Grafika.
  3. Nurmansyah, A. (2020). Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pengalihan Uang Kembalian Oleh Pelaku Usaha Indomaret di Kabupaten Tegal. Tegal : Universitas Pancasakti Tegal.
  4. Santoso, L. (2019). Aspek Hukum Perjanjian (Cetakan Ke I ed.). (Isa, Ed.) Bantul, Yogyakarta, Indonesia: Penebar Media Pustaka. Retrieved Juli 16, 2021
  5. Soekanto, S. (2006). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.
  6. Supriadi. (2020). Tinjauan Etika Bisnis Islam Terhadap Kepuasan Konsumen pada Pengembalian Uang dalam Bentuk Donasi. Bengkulu: Institut Agama Islam Negeri Bengkulu.
  7. Yuniar, S. C. (2010). Kepuasan Konsumen Terhadap Pengembalian Uang Koin Yang Diganti Permen. Surabaya: Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawatimur.
  8. Author. (2016, 01 16). Indomaret Official. Retrieved Juli 16, 2021, from Sejarah dan Visi: https://indomaret.co.id/korporat/seputarindomaret/pedulidanberbagi/2014/01/16/sejarah-dan-visi/
  9. Author. (2020, 02 28). Indomaret Official. Retrieved Juli 16, 2021, from Donasi indomaret: https://indomaret.co.id/korporat/seputarindomaret/donasi
  10. Hasanudin. (2016, Mei 18). Penyalahgunaan Keadaan Sebagai Alasan Pembatalan Perjanjian. Retrieved Juli 16, 2021, from Mahkamah Agung Republik Indonesia Pengadilan Negeri Tilamuta: https://pn-tilamuta.go.id/2016/05/18/penyalahgunaan-keadaan-sebagaialasan-pembatalan-perjanjian/
  11. Yusuf, A. E. (2020, Desember 17). Kedudukan Manusia Sebagai Maklhuk Sosial. Retrieved Juni 2021, 07, from binus.ac.id: https://binus.ac.id/characterbuilding/2020/12/kedudukan-manusia-sebagai-makhluk-sosial/
  12. Sagama, S. (2016, Juni 1). Analisis Konsep Keadilan, Kepastian Hukum dan Kemanfaatan
  13. Dalam Pengelolaan Lingkungan. Jurnal Pemikiran Hukum Islam, XV, 20-21. Retrieved Juni 7, 2021
  14. Kitab Undang-Undang hukum perdata
  15. Republik Indonesia. (1961). Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
  16. Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pengumpulan Sumbangan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
  17. Republik Indonesia. (2018). Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah. Jakarta : Pemerintah Republik Indonesia.
  18. Republik Indonesia. (1996). Keputusan Menteri Sosial Nomor 56 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan oleh Masyarakat. Jakarta : Pemerintah Republik Indonesia.
  19. Republik Indonesia. (1999). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
  20. AT. (2021, Juli 12). Pelaksanaan Donasi di Minimarket X. (Y. Ilman, Interviewer) Sidaorjo, Jawatimur, Indonesia.
  21. IM. (2021, Juli 13). Pelaksanaan Donasi di Minimarket X. (Y. Ilman, Interviewer) Sidoarjo, Jawatimur, Indonesia.