Labor Law
DOI: 10.21070/ijler.v2i1.1743

The Fragility of Workers in Temporary Employment Agreements in Indonesia


Kerapuhan dalam Perjanjian Kontrak Waktu Tertentu di Indonesia

Faculty of Law, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

type of the work legal protection working agreement of certain time

Abstract

Application employee for Working Agreement of Certain Time is a right step for the company in saving the production process, so that the company will be more benefited with the existence of such a specific time working agreement. In the legislation of the law has arranged employee a certain time work agreement, one of them related to the type and character of the work because of frequent violations in the implementation . This research aims to what form of legal protection for workers of certain time work agreement related to the type and characteristic of the work. This research uses normative method with approach of law. Protection for employee contract who get jobs that are not in accordance with the rules of the legislation related to the type and nature of work is to switch the status of being an unspecified worker. the legal protection of employee contract are jamsostek, PP, and PKB. This research is helpful as a reference of legal practitioners, increase the knowledge and insight of the community related to legal protection of contract workers.

Pendahuluan

Pekerja merupakan tulang punggung bagi perusahan karena dengan adanya pekerja perusahaan tersebut akan berkembang dan memperoleh hasil produksi yang maksimal, meskipun didalam suatu kegiatan proses produksi tersebut menggunakan peralatan moderen dan menggunakan mesin-mesin produksi. Akan tetapi mesin dan peralatan moderen tidak akan berjalan maksimal jika tidak adanya pekerja. Pekerja berperan sangat penting sebagai sumber daya manusia dalam proses produksi dan diharapkan pekerja dapat bekerja lebih produktif, profesional dengan di dorong oleh rasa aman dan lingkungan kerja yang baik[1]. Jadi lingkungan kerja yang baik akan berpengaruh terhadap kelancaran proses produksi yang dimana selalu di harapkan oleh perusahan.

Upah minimum merupakan langkah memperoleh penghasilan yang layak untuk kesejahteraan pekerja. Setiap tahun penentuan upah minimum menjadi pembahasan antara pengusaha, pemerintah dan serikat pekerja. Sehingga ada beberapa perusahaan yang mengubah sistem manajemennya menjadi lebih efektif dan biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam melakukan kegiatan produksi lebih kecil, yaitu dengan cara menggunakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu untuk selanjutnya disebut Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).[2] Sehingga ada beberapa perusahaan yang menggunakan sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) karena menguntungkan perusahaan serta dapat meningkatkan produksinya.

Pada saat ini di sidoarjo ada beberapa perusahaan makanan yang menerapkan sistem Kerja kontrak. seperti pada karyawan E yang bekerja di PT. SJ, karyawan A yang bekerja di PT.TR, karyawan R yang bekerja di PT. MR, karyawan T yang bekerja di PT. MM, karyawan I yang bekerja di PT. EM. Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengatur penerapan pekerja kontrak yang khususnya terkait dengan jenis dan sifat pekerjaan yang harus dilakukan oleh pekerja kontrak. Tetapi dalam prakteknya ada beberapa pekerja yang mendapatkan pekerjaan yang tidak sesuai dengan jenis dan sifat pekerja kontrak.[3]

Permasalah-permasalahan yang ada terkait dengan perjanjian kerja waktu tertentu yaitu apa perlindungan hukum bagi pekerja waktu tertentu jika mendapatkan pekerjaan tidak sesuai dengan jenis dan sifat pekerjaan. Adapun penelitian ini yang bertujuan Untuk mengetahui apa perlindungan hukum bagi pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang mendapatkan pekerjaan tidak sesuai terkait jenis dan sifat pekerjaan sesuai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Metode Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Adapun sumber bahan primer yaitu berupa Bahan hukum peraturan perundang-undangan yaitu Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan[4], Undang-undang No 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industri[5], Keputusan Menteri 100 Tahun 2004 tentang Tenaga Kerja dan Transmigrasi.[6] Sumber bahan sekunder yang mendukung penelitian ini berupa dari buku, jurnal dan artikel ilmiah yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang selanjutnya untuk di teliti.

Pembahasan

Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum merupakan upaya untuk mendapatkan hak dasar yang khususnya bagi pekerja ataupun menjamin kesamaan kesempatan bekerja tanpa ada diskriminasi dari pihak manapun bertujuan mewujudkan kesejahteraan terhadap pekerja.[7] Terciptanya suatu perlindungan hukum dapat melindungi pekerja yang khususnya pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Perjanjian Kerja

Pengertian perjanjian pada KUHPerdata pada pasal 1313 suatu perbuatan yang dilakukan satu orang ataupun lebih yang mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih. Pada perjanjian mengatur tentang syarat sahnya perjanjian yaitu kesepakatan antara kedua belah pihak, cakap bagi para pembuatnya, adanya suatu hal, sebab yang halal.[8] Perjanjian kerja di dalam Undang-undang Ketenagakerjaan adalah suatu perjanjian antara pekerja dengan pengusaha terdapat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak yang .[9]

Jenis Dan Sifat Pekerjaan

Pada undang-undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada pasal 59 menjelaskan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang terkait dengan jenis dan sifat yaitu pekerjaan yang sekali selesai dan bersifat sementara, di perkirakan penyelesaianya dalam waktu 3 tahun, bersifat musiman, berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, ataupun produk tambahan dalam masa percobaan

Pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tidak boleh melakukan pekerjaan yang bersifat tetap.[10] Harus bekerja sesuai dengan yang sudah di atur pada Undang-Undang Ketenagakerjaan mengenai sifat dan jenis pekerjaan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pekerja yang mempunyai kedudukan yang lebih rendah dari pengusaha maka diperlukan peran pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum bagi pekerja[11], karena perlindungan hukum tersebut bertujuan untuk mendapatkan hak dan kewajiban yang diberikan oleh pengusaha kepada pekerja, khususnya pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) kerena ada perbedaan antara pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dengan pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Adanya perbedaan tersebut di mungkinkan terjadinya pelanggaran terhadap pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu seperti tidak terpenuhinya hak pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Suatu perjanjian kerja dikatakan sah apabila ada kesepakatan antara pekerja dan pengusaha, cakap dalam melakukan perbuatan hukum, adanya pekerjaan, dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika perjanjian itu sah maka akan timbul suatu kepastian hukum yang terdapat hak dan kewajiban para pihak didalam nya. Sahnya suatu perjanjian itu sangat penting bagi kedua belah pihak, maka dalam pembuatan perjanjian tidak lah sembarangan agar mempunyai kekuatan yang mengikat dan memaksa.[12] Dalam pembutan perjanjian kerja sudah diatur dalam undang-undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjan.

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) harus dibuat secara tertulis dan berangkap dua yang akan menimbulkan kekuatan hukum bagi pekerja kontrak dengan pengusaha. Isi perjanjian kerja bagi pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu di atur pada pasal 54 ayat 1 undang-undang ketenagakerjaan yang memuat salah satu perjanjian kerja yaitu upah, hak dan kewajiban

Pada pasal 54 (ayat 2) bahwa huruf e dan f tidak boleh bertentangan dengan Peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan.Salah satu hak pekerja perjanjian kerja waktu tertentu yaitu mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan jenis dan sifat pekerjaan. Adapun di dalam undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada pasal 59 ayat 1 yang memuat jenis dan sifat sebuah pekerjaan harus dilakukan oleh pekerja kontrak. Dengan adanya peraturan tersebut maka dapat dikatakan adanya pembeda antara pekerja perjanjian kerja waktu tertentu dengan pekerja perjanjian kerja waktu tidak tertentu dalam melakukan sebuah pekerjaan. Oleh kerena itu pengusaha harus memperhatikan perundang-undangan yang berlaku dalam menerapkan pekerjaan kepada pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

Akan tetapi fakta yang terjadi masih ada pengusaha mempekerjakan pekerja perjanjian kerja waktu tertentu melanggar ketentuan undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan terkait dengan jenis dan sifat pekerjaan pada pasal 59 ayat 1 . Hal ini akan merugikan pekerja perjanjian kerja waktu tertentu karena pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja tidak sesuai dalam aturan perundang-undangan. Status sosial ekonomi pekerja lebih rendah dari pengusaha dapat menimbulkan dampak ketidakharmonisan dalam lingkungan perusahaan, jika terjadi suatu masalah di lingkungkan perusahaan pekerja lebih memilih diam dan tidak berani menutut haknya karena status pekerja yang membutuhkan lapangan pekerjaan di perusahaan, Sehingga terjadi penyelewengan yang dilakukan oleh pengusaha terhadap pekerja perjanjian kerja waktu tertentu.[13]

Selaian itu pekerja masih ada yang tidak paham apa maksud dari peraturan undang-undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan tidak mengerti apa maksud dari isi perjanjian terserbut sehingga sering kali dimanfaatkan oleh pengusaha untuk maraup keuntungan, mengingat yang terjadi saat ini masih adanya pelanggaran mengenai ketenagakerjaan. Adapun pekerjaan yang dilakukan pekerja kontrak diatur dalam Keputusan Mentri No 100 tahun 2004 pada pasal 3-6 yang memuat pekerjaan yang dilakukan sekali selesai bersifat sementara dan mempunyai batas maksimal 3 tahun dalam melakukan pekerjaannya, pekerjaan tersebut bersifat musiman, adanya produk baru, kegiatan baru, yang dalam masa proses percobaan. Dengan adanya peraturan tersebut akan menjadi kepastian hukum bagi pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Di dalam putusan mentri 100 tahun 2004 pada pasal 13 menyebutkan Perjanjian Kerja Waktu tertentu (PKWT) yang dibuat oleh pengusaha dan wewengang perusahaan maka wajib dicatatkan ke dinas dalam bidang Ketenegakerjaan setempat, agar pihak dinas dalam bidang Ketenagakerjaan mengetahui informasi tentang pekerja yang bekerja di perusahaan tersebut.[14] Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PWKT) tersebut yang dibuat pengusaha sudah sesuai atau bertentangan dengan undang-undang ketenagakerjaan hal ini bertujuan meminimalisir terjadinya perselisihan dalam mendapatkan suatu hak dan kewajiban. Jika jenis dan sifat pekerjaan yang dilakukan pekerja tidak sesuai, maka dapat dipastikan pengusaha tersebut telah melanggar undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan seperti pada pasal 59 ayat 7 sehingga status pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), demi hukum menjadi pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu atau pekerja tetap Pasal tersebut menjadi bentuk perlindungan hukum bagi pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu jika mendapatkan pekerjaan bukan jenis dan sifat pekerja kontrak dalam undang-undang. adapun perbedaan antara pekerja perjanjian kerja waktu tertentu dengan pekerja perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Perbedaan perlindungan hukum pekerja perjanjian kerja waktu tertentu ( PKWT ) dengan Perjanjian kerja waktu tertentu menurut Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 dapat di lihat pada tabel 1.

No Perlindungan Hukum PKWT PKWTT
1. Perjanjian Kerja Tertulis ( pasal 57 ) Tertulis ( pasal 51 ) lisan pasal ( 63 )
2. Jenis Dan Sifat Pekerjaan Sekali selesai yang sementara sifat nya ( pasal 59 ayat 1 )Pekerjaan yang dilakukan tidak terlalu lama, paling lama 3 tahun ( pasal 59 ayat 1 )Pekerjaan yang bersifat musiman ( pasal 59 ayat 1 )Adanya produk baru, dalam masa percobaan dan penjajakan ( pasal 59 ayat 1 )Tidak ada masa percobaan ( pasal 58 ayat 1 ) TetapAdanya masa percobaan ( pasal 60 )
3. Hak Pekerja Tidak ada kewajiban pengusaha untuk memberikan uang penghargaan maupun pesangon terjadi PHK saat kontrak berakhir ( pasal 61 ayat 1)Mendapatkan uang ganti rugi ketika terjadi PHK sebelum perjanjin berakhir (pasal 62 ) Dapat pesangon dan uang penghargaan ( pasal 156 )
Table 1.Perbedaan Perlindungan Hukum PKWT dan PKWTT

Proses Penyelsaian Perselisihan Hubungan Industrial

Proses penyelesaian perselisihan hubungan Industrial diatur pada Undang-Undang No.02 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian. Adapun proses yang harus di tempuh dalam perselisihan hubungan industri mengenai perselisihan hak tentang jenis dan sifat pekerjaan yaitu Melalui bipartit, Mediasi/ Konsiliasi atau Arbitrase, Pengadilan hubungan industrial.[15]

Jika terdapat perselisihan hak yang khususnya terkait dengan jenis dan sifat pekerjaan antara pekerja maupun pengusaha maka, pekerja ataupun pengusaha melakukan perundingan bipartit secara bermusyawarah untuk mencapai kesepakatan. Proses perundingan secara bipartit dijelaskan pada undang-undang No 2 Tahun 2004 tentang Penyelesain Perselisihan Hubungan Industri pada pasal 3. Apabila melalui proses perundingan bipartit mencapai kesepakatan antara pekerja dan pengusaha wajib membuat perjanjian bersama ditanda tangani oleh para pihak yang bersangkutan, sesuai undang-undang No 2 tentang Penyelesain Perselisihan Hubungan Industri pada pasal 7 ayat 1. Perjanjian bersama tersebut wajib di daftarkan oleh para pihak. Sesuai dengan undang-undang No 2 tentang Penyelesaian Perselisihan hubungan Industri pada pasal 7 ayat 3. Proses perundingan bipartit dalam waktu 30 hari tanpa kejelasan dan belum mencapai kesepakatan dapat dikatakan perundingan secara bipartit tersebut gagal sehingga para pihak yang bersangkutan mencatatkan perselisihannya ke dinas Ketenagakerjaan hal ini sesuai undang-undang N0 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industri pada pasal 4.

Pada undang-undang No2 Tahun 2004 tentang Penyelesain Perselisihan Hubungan Industri pasal 8 menjelaskan penyelesaian perselisihan hak melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang bertempat di dinas Ketenagakerjaan. Pada pasal 10 menjelaskan dalam waktu paling lama 7 hari mediator setelah menerima pelimpahan Penyelesaian perselihan mediator harus segera meneliti permasalahan tersebut dan segera mengadakan sidang. Apabila kedua belah pihak sepakat maka dibuatkan perjanjian bersama sesuai dengan pasal 13. Apabila dari kedua belah pihak belum mencapai kesepakatan maka pihak mediator mengeluarkan anjuran tertulis sesuai pada pasal 13 ayat 2. Anjuran tertulis berlaku sampai 10 hari yang diberikan kepada kedua belah pihak, apabila anjuran tertulis tersebut sampai batas yang ditentukan berakhir maka mediasi dianggap gagal. Selanjutnya salah satu pihak mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industri karena gugatan nya mengenai perselisihan hak. Sesuai dengan undang-undang N0 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industri pada pasal 56 bahwa Pengadilan hubungan Industri berwewenang memeriksa dan mengutus tingkat pertama tentang perselisihan hak, tingkat pertama dan terakhir tentang perselisihan kepentingan, di tingkat pertama tentang pemutusan hubungan pekerjaan, di tingkat pertama dan terakhir tentang perselisihan anatara serikat kerja dalam satu perusahaan.

Selanjutnya pada pasal 103 menjelaskan majelis hakim wajib memberikan putusan penyelesaian hubungan industri dalam waktu 50 hari terhitung sejak sidang pertama dilakukan. Adapun pasal 110 menjelaskan bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industri tentang perselisihan hak maupun perselisihan pemutusan hubungan kerja merupakan kekuatan hukum yang tetap. Apabila tidak mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung dalam waktu 14 hari sejak putusan Pengadilan Hubungan Industri tersebut dibacakan. Pada pasal 111 mengatakan jika salah satu pihak tidak setuju dengan Putusan Pengadilan Hubungan Industri dapat mengajukan kasasi dan dibuat secara tertulis melalui kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industri . pada pasal 115 menjelaskan Penyelesaian perselisahan hak ataupun Perselisihan pemutusan hubungan kerja melalui Mahkamah Agung 30 hari sejak penerimaan permohonan kasasi. Putusan Mahkamah Agung mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan putusan akhir.

Kesimpulan

Ketika pekerja perjanjian kerja waktu tertentu ( PKWT ) mendapatkan pekerjaan yang tidak sesuai dengan jenis dan sifat pekerja perjanjian kerja waktu tertentu ( PKWT ) maka demi hukum menjadi pekerja perjanjian kerja waktu Tidak Tertentu (PKWTT), sesuai dengan undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketengakerjaan pada pasal 59 ayat 7. Pasal tersebut menjadi bentuk perlindungan hukum bagi pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Perjanjian tertulis

Proses Perselisihan hak yang pertama mengadakan perundingan secara bipartit dilakukan terlebih dahulu, jika tidak sepakat maka selanjutnya ke dinas Ketenagakerjaan melalui mediasi jika sepakat akan membuat perjanjian bersama dan didaftarkan ke Pengadilan Hubungan industri, apabila tidak sepakat mediasi mengeluarkan anjuran tertulis jika gagal selanjutnya salah satu pihak menggugat ke Pengadilan hubungan Industri, karena Putusan Pengadilan hubungan Industri tingkat pertama dan akhir mengenai perselisihan hak. selanjutnya mengajukan permohonan kasasi yang kemudian berakhir ke Mahkamah agung.

References

  1. H. Haeder, Saharrudin, “Pengaruh Lingkungan Kerja Dan Masa Kerja Terhadap Kepuasan Karywan Pada Pt. Hadji Kalla Palopo,” Manajemen, vol. 2, no. 1, pp. 11–22, 2015.
  2. R. S. Izzaty, “Kebijakan Penetapan Upah Minimum Di Indonesia,” Hurnal Ekon. Kebijak. Publik, Vol. 04, vol. 4, no. 2, pp. 131–145, 2013.
  3. Sandra Imam Mustofa, “Interview Pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ( PKWT ) di Sidoarjo.” 2018.
  4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. .
  5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. .
  6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor KEP.100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Terntentu. 2004.
  7. I Made Hendra Gunawan, “Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Berkaitan Dengan Adanya Non competition Clause Dalam Sebuah Perjanjian Kerja,” pp. 1–5.
  8. Gerry R. Weydekamp, “Pembatalan Perjanjian Sepihak Sebagai Suatu Perbuatan Melawan Hukum,” Lex Priv., vol. 1, no. 4, pp. 148–158, 2013.
  9. Agus Tri Khoirudin, “Perjanjian Kerja Jangka Waktu Terentu Antara Karywan Dengan Pt. Yogaatama Anugerah Gemilang ( Di Tinjau Menurut Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ),” Skripsi, no. 13, pp. 1–76, 2013.
  10. F. Tampongangoy, “Penerapan Sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Di Indonesia,” Lex Priv., vol. 1, no. 1, pp. 146–158, 2013.
  11. F. Shalihah, “Implementasi Perjanjian Hubungan Kerja Di Indonesia,” Hurnal Selat, vol. 4, no. 1, pp. 71–100, 2016.
  12. R. Amalia, “NON-COMPETITION CLAUSE DALAM PERJANJIAN KERJA,” pp. 117–128, 2010.
  13. M. Fajrin Pane, “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT Di Tinaju Dari Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,” Tesis, pp. 1–129, 2008.
  14. Ary Hermawan, “Kompleksitas Permasalahan Dalam Pembuatan Peraturan Perusahaan Di Indonesia,” J. Huk. Perdata, vol. 2, no. 1, pp. 1–13, 2013.
  15. Joni Bambang, Hukum Ketenagakerjaan. Bandung: Pustaka Setia, 2013.