BPJS health is a government program to guarantee the health of the people. In fact there are still health-care providers who do not perform their functions properly because they refuse patients participating BPJS health. This study aims to determine the legal protection for patients participating BJPS health and find out whether the hospital in bekasi violate. This research uses normative method with approach of regulation of law. Patient's legal protection of health BPJS that is rejected by the hospital ie the patient can sue through general court or special authorized institution. The rejection of the patient by the hospital home is the responsibility of BPJS Health and the hospital is responsible for the negligence of his medical personnel. This research is useful for writers and readers to increase knowledge about legal protection of BPJS participants' patients, for legal practitioner is expected to give input about solving problem of patient protection of patient health BPJS for hospital rejection to give health service.
Menurut William Jr dan Heins, mengikuti program asuransi sebagai alat untuk memindahkan risiko adalah yang terbaik. Asuransi sebagai alat risk sharing dapat dipakai sebagai salah satu cara untuk berbagi risiko.[1]
Banyak orang yang peduli dengan kesehatannya dengan melakukan pencegahan dan penaggulangan sakit demi menjaga kesehatan. Di sisi lain menjamin kesehatan warganya adalah kewajiban negara. Oleh karena itu, program jaminan kesehatan dibuat bagi rakyat Indonesia untuk memberikan jaminan kesehatan.[2]
Penyelenggaraan BPJS berasaskan kemanusiaan, berkeadilan sosial dan bermanfaat untuk segenap rakyatnya dengan tujuan memenuhi kebutuhan kesehatan rakyatnya.
Namun pada kenyataannya, tujuan program tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya seperti di program BPJS kesehatan. Penolakan pada pasien peserta BPJS kesehatan masih dilakukan oleh beberapa penyedia fasilitas kesehatan. Sebagaimana kasus yang terjadi pada Hari Kustanti, warga Perumahan Pejuang Pratama, Blok L20, Kelurahan Pejuang, Kecamatan Medan Satria, Kota Bekasi. Upaya menyelamatkan istrinya (Reny Wahyuni usia 40 tahun) yang sedang mengandung anak keempatnya setelah lahir melalui operasi caesar pada hari Sabtu 10 Juni 2017 berakhir duka lantaran banyaknya rumah sakit yang menolak peserta pasien BPJS dengan alasan Ruang ICU penuh.[3]
Berkaitan dengan penelitian ini terdapat rumusan masalah yang timbul yakni tentang perlindungan hukum bagi pasien peserta BPJS kesehatan atas tindakan Rumah Sakit di bekasi yang menolak memberikan pelayanan kesehatan dan Apakah tindakan menolak memberikan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Bekasi melanggar Undang-Undang. Sedangkan untuk tujuannya yaitu, mengetahui tentang adanya perlindungan hukum bagi pasien peserta BJPS atas tindakan Rumah Sakit di Bekasi yang menolak memberikan pelayanan kesehatan dan mengetahui apakah Rumah Sakit di Bekasi melanggar ketentuan per undang-undangan yang terkait BPJS yang ada
Metode penelitian ini yang digunakan adalah normatif. Yaitu suatu penelitian berdasarkan aturan perundang-undangan yang terkait masalah pada skripsi ini, yaitu: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang - Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Perpres RI no 19 th 2016 tentang BPJS, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
Setiap cabang keilmuan memiliki metodologi penelitian masing-masing. Metode penelitian merupakan penelitian yang menunjukkan cara juga langkah disusun dengan logis juga sistematis agar kebenarannya bisa dipertanggung jawabkan.[4] Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menggunakan cabang ilmu hukum sebagai landasan penelitian.
Perlindungan adalah melakukan perlindungan terhadap suatu subjek dengan menggunakan semua cara, bisa diartikan juga sebagai tempat untuk berlindung dari segala sesuatu yang mengancam.[5] Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki subyek hukum sesuai ketentuan hukum dari kesewenangan.[6]
BPJS yaitu badan usaha yang didirikan pemerintah untuk diberikan kepada setiap orang atau masyarakat yang sudah membayar iuran atau yang sudah dibayarkan oleh pemerintah bagi yang mengalami kondisi perekonomian yang kurang mampu dalam rangka memberikan jaminan dan perlindungan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.[7]
Badan penyelenggara jaminan social (BPJS) adalah penyelenggaraan program jaminan social yang dibentuk oleh badan hukum public. BPJS sendiri terdiri atas BPJS ketenagakerjaan juga BPJS kesehatan. BPJS kesehatan berarti badan hukum yang diadakan atau sengaja dibentuk untuk mengadakan program jaminan kesehatan. BPJS mempunyai jaminan social yang mencakup penjaminan atas kesehatan, hari tua, kecelakaan kerja, pensiun dan kematian. BPJS bisa dinikmati bagi semua orang Indonesia yang sudah membayar iuran atau iuran yang dibayarkan oleh pihak pemerintah dan juga orang asing yang sudah bekerja di Indonesia setidaknya selama enam bulan dan sudah membayar iuran.[8]
Di BPJS juga terdapat iuran namun tidak serta merta menutup atau menghilangkan begitu saja sifat kesosialannya lantaran iuran tersebut tetap tidak mencukupi jika dibuat untuk mengcover biaya kesehatan seandainya ternyata benar dibutuhkan.[9]
Rumah sakit adalah tempat pelayanan kesehatan juga bantuan medis yang dibutuhkan bagi mereka yang sakit juga mereka yang hanya ingin berkonsultasi terkait dengan keluhan yang dialami tiap orang, Rumah sakit juga menyediakan fasilitas pelayanan berupa rawat jalan, rawat inap dan unit gawat darurat. Gawat darurat adalah pasien dengan kondisi yang parah untuk segera ditangani guna mencegah hal-hal yang lebih buruk terjadi. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi di rumah sakit guna mendapatkan perawatan medis secara langsung ataupun tidak.[10]
Rumah sakit merupakan lembaga kesehatan yang dibutuhkan semua orang dan juga seluruh masyarakat guna meningkatkan kesehatan menuju yang lebih baik dari sebelumnya baik itu lapisan masyarakat yang perorangan juga masyarkat keseluruhan. Dalam rangka memenuhi kebutuhan yang memuaskan juga memadai pihak rumah sakit terus berupaya sebaik mungkin meningkatkan kualitas pelayanan dalam banyak hal dan banyak bidang yang mampu mendukung factor peningkatan tersebut juga pendokumentasian rekam medis yang berkualitas.[11]
Bisa dikatakan juga rumah sakit merupakan system pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan secara keseluruahan yang bersifaat preventif yang berarti pencegahan penyakit, promotif yang berarti melakukan pembinaan kesehatan, kuratif yang berarti mengobati penyakit, rehabilitasi yang berarti tempat penyembuhan atau pemulihan dan juga bisa difungsikan untuk tempat melakukan pendidikan tenaga kesehatan dan juga tempat dilakukan penelitian. Upaya penyehatan lingkungan wajib dilakukan oleh pihak rumah sakit karena ruamh sakit juga menyelenggarakan pelayanan gawat darurat, pelayanan rawat jalan pelayanan medis dan non medis menggunakan suatu teknologi yang bisa berdampak pada lingkungan disekitarnya.[12]
Perlindungan Hukum Bagi Peserta Bpjs Kesehatan Yang Ditolak Rumah Sakit Dalam Memberikan Pelayanan Kesehatan
Pemerintah mempunyai peran yang penting bagi para peserta BPJS dalam mensejahterakan kesehatan masyarakat secara menyeluruh dan merata. Tanpa adanya perlindungan dari pemerintah tidak akan tercipta jaminan kenyamanan bagi peserta BPJS. Hal ini diwujudkan oleh pemerintah dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 dimana tujuan negara adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Adapun hubungan hukum antara Peserta BPJS dengan BPJS yakni hubungan kontrak yang harus saling dipenuhi oleh kedua belah pihak sesuai dengan isi perjanjian dalam kontrak yang melibatkan pihak penyedia fasilitas kesehatan. Sedangkan hubungan hukum antara BPJS dengan penyedia fasilitas kesehatan yaitu hubungan keperdataan (hukum perjanjian). Dalam hal ini maka sanksi hukum akan dilimpahkan kepada salah satu pihak yang melanggar perjanjian sesuai dengan isi kontrak.
Perlindungan hukum bagi pasien secara umum melalui Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen, untuk hak pasien terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang Praktek Kedoteran pasal 4 nomor 52 yang mana terkait dengan praktik dan pelayanan oleh dokter, Undang-Undang Republik Indonesia pasal 32 nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit menjelaskan tentang Perlindungan Hak Setiap Pasien, sedangkan upaya hukum yang bisa dilakukan atau digunakan pasien jika ternyata haknya sudah dilanggar adalah pasien bisa menggugat pihak Rumah Sakit melalui peradilan umum ataupun lembaga khusus yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa yang terkait sesuai dengan pasal 45 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 1999 dan melaporkan pihak rumah sakit kepada pihak berwenang atau penyidik yang lain dikarenakan semua undang-undang yang sudah disebutkan atas pelanggaran hak pasien terdapat sanksi pidana.
Tindakan Menolak Memberikan Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit Bekasi
Dalam kasus ini benar adanya penyalah gunaan wewenang dan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak rumah sakit menolak pasien peserta BPJS yang sudah memenuhi prosedur standrat karena sudah tidak sesuainya dengan peraturan pemerintahan terkait dengan program pemerintahan tentang kesehatan.
Bahwa dalam keadaan darurat pihak rumah sakit dilarang menolak pasien dikarenakan membutuhkan pelayanan medis kesehatan karena menyangkut keselamatan seseorang, terkait pelayananan fasilitas kesehatan baik itu pelayanan kesehatan swasta maupun pemerintah wajib diberikan demi keselamatan nyawa seorang pasien dan mencegah terjadinya kecacatan serta dilarang meminta uang muka dan apapun bentuknya, ketentuan ini sesuai dengan pasal 32 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Oleh sebab itu sehubungan dengan adanya pelanggaran yaitu penolakan terhadap peserta BPJS oleh rumah sakit, tindakan tersebut akan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam pasal 190 Undang-undang Kesehatan yaitu: tenaga medis atau kepala rumah sakit yang menolak pasien dalam keadaan darurat bisa dipidanakan dan mendapat denda.
Tenaga medis atau kepala rumah sakit yang sengaja menolak tindakan medis terkait pasien yang membutuhkan tindakan pelayanan medis secara darurat dapat dipidanakan paling lama 2 (dua) tahun dengan denda paling besar Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah) sedangkan yang menyebabkan kematian atau kecatatan, tenaga medis atau kepala rumah sakit bisa dipidanakan paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling besar Rp.1000.000.000 (satu miliar rupiah)
Bagi pasien peserta BPJS kesehatan atas tindakan Rumah Sakit di bekasi yang menolak memberikan pelayanan kesehatan mendapat perlindungan hukum, yaitu perlindungan hukum preventif: mendapat fasilitas pelayanan kesehatan yang berkualitas baik, harga terjangkau, aman dan nyaman. Untuk kondisi gawat darurat pihak rumah sakit dilarang menolak pasien baik itu pelayanan kesehatan swasta maupun pemerintah terkait pelayanan fasilitas kesehatan demi keselamatan pasien dan mencegah terjadinya cacat wajib diberikan serta dilarang meminta uang muka dan apapun bentuknya. Sedangkan Perlindungan hukum represif: pasien dapat mengajukan gugatan melalui peradilan umum ataupun lembaga khusus yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa dan melakukan pelaporan kepada pihak berwenang atau penyidik yang lain dikarenakan semua undang-undang yang sudah disebutkan atas pelanggaran hak pasien terdapat sanksi pidana.
Tindakan menolak memberikan pelayanan kesehatan oleh Rumah Sakit Bekasi merupakan perbuatan melanggar undang-undang yaitu pasal 32 UU. No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.