Generally, investors use the Composite Stock Price Index (IHSG) as a parameter of stock performance listed on the Indonesian stock exchange. One of the factors that can affect the IHSG is macroeconomic factors such as economic growth, inflation, and interest rates. This study aims to determine the effect of economic growth, inflation rate, and interest rates of Bank Indonesia on the IHSG. The population and sample in this study are quarterly economic growth, inflation, Bank Indonesia interest rates, the monthly Composite Stock Price Index (IHSG) from 2015-2019. Testing the hypothesis of this study using validity and reliability tests with the SmartPLS version 3 application. The results showed that the variables of economic growth and inflation had no significant effect on the Composite Stock Price Index (IHSG). Meanwhile, the interest rate variable of Bank Indonesia has a significant effect on the IHSG.
Minat masyarakat untuk berinvestasi di pasar modal mulai menunjukkan perkembangan yang signifikan. Pasar modal dianggap sebagai sarana pembentukan modal dan akumulasi dana jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengerahan dana untuk menunjang pembiayaan pembangunan suatu negara.
Pasar modal memiliki peranan yang penting terhadap perekonomian suatu di negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai fungsi ekonomi dan fungsi keuangan[1]. Dalam fungsi ekonomi, pasar modal menyediakan sarana untuk pendanaa usaha atau sarana bagi perusahaan (emiten) untuk mendapatkan dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana (investor). Sedangkan pasar modal dikatakan sebagai fungsi keuangan karena memberikan kemungkinan dan kesempatan untuk memperoleh imbal hasil bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi.
Selain menggunakan analisis teknikal maupun analisis fundamental investor juga harus dapat mempertimbangkan faktor eksternal karena indeks harga saham lebih cepat menyesuaikan diri terhadap perubahan variabel makro ekonomi daripada kinerja perusahaan [2] Kondisi variabel makro ekonomi menjadi salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi indeks harga saham antara lain pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, dan suku binga Bank Indonnesia dll. Terlebih pada tahun 2015 sampai dengan 2019 pemerintah Indonesia mencoba untuk memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia dengan segala upaya salah satunya melalui pembangunan infrastuktur. Dimana dari pembangunan infrastruktur tersebut diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia diangka yang diharapkan serta dapat meminimalkan terjadinya inflasi.
Ketika terjadi krisis pada tahun 2008, indeks harga saham sempat mengalami penurunan yang sangat tajam. Selanjutnya fenomena krisis bursa Eropa yang mulai terasa pada tahun 2011 dikarenakan melonjaknya beban utang dan defisit fiskal negara anggota Uni Eropa, utamanya Yunani. Oleh karena itu berdampak pada bursa saham negara-negara lainnya termasuk pada saham-saham di Bursa Efek Indonesia yang dicerminkan oleh pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Signal menurut [3] adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Teori ini mengungkapkan bahwa investor dapat membedakan antara perusahaan yang memiliki nilai tinggi dengan perusahaan yang memiliki nilai rendah. Perusahaan yang profitable memberi signal tentang perusahaan yang relatif tidak mudah mengalami kebangkrutan dan bentuk lain dari financial distress, di banding perusahaan yang kurang profitable. Optimisme akan prospek yang lebih baik di masa depan ini akan ditunjukkan dengan peningkatan harga saham.
Menurut [2]Indeks Harga Saham Gabungan (composite stock price index-CSPI) merupakan indeks gabungan dari seluruh jenis saham yang tercatat di bursa efek. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diterbitkan oleh bursa efek. pihak di luar bursa efek tertarik menerbitkan IHSG karena indeks tersebut masih kalah manfaatnya dengan indeks harga saham parsial, seperti untuk keperluan bedging.
Pertumbuhan ekonomi adalah kondisi dimana terjadi peningkatan produk domestik bruto dari suatu negara atau daerah. menurut Case dan Fair (2007) dalam [4], pertumbuhan ekonomi umumnya didefinisikan sebagai peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk memberikan suatu gambaran kasar mengenai pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu negara, ukuran yang selalu digunakan adalah tingkat pertumbuhan pendapatan nasional riil yang dicapai [5].
Beberapa penelitian mengenai produk domestik bruto diantaranya yaitu penelitian [6] membuktikan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian yang dilakukan (Tandelilin, 1997) menyatakan bahwa GDP tidak berpengaruh terhadap indeks saham.
Inflasi merupakan fenomena terjadinya kenaikan harga barang atau jasa secara bersama-sama dan secara terus-menerus. Menurut [8] mendefinisikan secara ringkas dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain. Syarat adanya kecenderungan menaik yang terus menerus juga perlu diingat. Kenaikan harga-harga karena, misalnya, musiman, menjelang hari-hari besar, atau yang terjadi sekali saja (dan tidak mempunyai pengaruh lanjutan) tidak disebut Inflasi.
Beberapa penelitian mengenai inflasi diantaranya yaitu penelitian [9] dan [10] membuktikan bahwa Inflasi berpengaruh siginfikan terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG). Penelitian [11], [12], [13], [14], [6] membuktikan bahwa inflasi secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG.
Menurut Boediono, (1996:76) dalam [15], mendefinisikan suku bunga merupakan harga yang harus dibayar jika terjadi pertukaran antara satu Rupiah pada masa sekarang dan satu Rupiah ke depannya. Dengan meningkatnya suku bunga yang tidak sewajarnya maka dapat menyulitkan dunia usaha dalam pembayaran beban bunga dan kewajiban, karena suku bunga yang tinggi menyebabkan penambahan beban bagi setiap perusahaan yang dapat menyebabkan kurangnya profit perusahaan.
Beberapa penelitian mengenai tingkat suku bunga diantaranya yaitu penelitian [9] dan [11] membuktikan bahwa tingkat suku bunga berpengaruh siginfikan terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG). Penelitian [12] dan [10] membuktikan bahwa tingkat suku bunga secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka dalam penelitian ini penulis akan menganalisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Laju Inflasi, dan Tingkat Suku Bunga BI Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia Periode 2015-2019. Sehingga rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan, apakah tingkat suku bunga BI berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Desain penelitian tersaji pada Gambar 1.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah:
H1 : Pertumbuha Ekonomi berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
H2 : Laju Inflasi berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
H3 : Suku Bunga Bank Indonesia berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Penelitian ini menggunakan Metode ini disebut metode kauntitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik [16]. Jenis dan sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data data time series dari pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, tingkat suku bunga Bank Indonesia Serta Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) periode 2015-2019. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel menggunakan sampel jenuh. Sampel jenuh adalah teknik penentuan sempel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel [16].
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dari pertumbuhan ekonomi, laju inflasi, tingkat suku bunga Bank Indonesia Serta Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berupa. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel menggunakan sampel jenuh. Sampel pada penelitian ini diambil dari data time series dari laju inflasi, tingkat suku bunga Bank Indonesia, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berupa data periode bulanan bulanan. Sedangkan pertumbuhan ekonomi merupakan data pertumbuhan Produk Domestik Bruto tahunan menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2010 per triwulan yang dipublikasi oleh BPS.
Teknik pengumpulan data penelitian ini didasarkan pada teknik dokumentasi dan menggunakan data sekunder yang dikumpulkan berupa data time series. Sedangkan teknik analisis data menggunakan pendekatan Partial Least Squares (PLS).
Uji validitas data menggunakan convergent validity dan discriminant validity. Syarat convergent validityyaitu nilai loading factor > 0,50.
Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa masing-masing indikator memiliki nilainya > 0,50.Ini berarti masing-masing indikator dapat menjelaskan variabelnya dan data dapat dikatakan valid.
Discriminant validityyaitu nilai loading konstruk yang dituju harus lebih besar dari nilai loading konstruk yang lain. Dari tabel diatas menunjukkan bahwa nilai loading konstruk yang dituju lebih besar dari nilai loading konstruk yang lain sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini memenuhi kriteria diskriminan.
Uji Reliabilitas dilakukan dengan dua cara yaitu dengan melihat nilai cronbach’s alpha dan composite reliability. Nilai cronbach’s alpha harus > 0.6 sedangkan composite reliability >0.7.
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa nilai cronbach’s alpha untuk setiap konstruk memiliki nilai lebih dari 0.6 dan juga nilai composite reliability untuk setiap konstruk lebih dari 0.7. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pengukuran yang digunakan adalah reliabel.
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan nilai R square 0.309 untuk konstruk Kinerja Keuangan yang berarti bahwa Pertumbuha Ekonomi, Laju Inflasi, dan Suku Bunga Bank Indonesia mampu menjelaskan varian Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 30.0%.
Sehingga dengan demikian, hasil pengujian dapat disimpulkan sebagai berikut:
Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan variabel pertumbuhan ekonomi memiliki nilai T statistik sebesar 0,194 dan p-value 0,846, sedangkan nilai kritis (t tabel) sebesar 1,96 dan nilai p-value lebih dari 0,05 atau 5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai T-statistik< nilai kritis (t-tabel) dan p-value> 0,05 Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau dengan kata lain H1 ditolak. Ukuran yang selalu digunakan adalah tingkat pertumbuhan pendapatan nasional riil yang dicapai [5]. Ini berarti pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan pendapatan nasional atau produk domestik bruto riil karena terjadi penambahan jumalah produksi barang dan jasa sehingga mampu meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Namun ketika masyarakat Indonesia kemakmuran dan kesejahteraan meningkat belum tentu kesadaran untuk berinvestasi saham. Karena penyumbang PDB bukan hanya tentang konsumsi masyarakat , tetapi banyak faktor misal ekspor-impor, belanja pemerintah, maupun investasi seperti mendirikan perusahaan. Namun dalam kasus ini, walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kenaikan atau sentiment positif dari rilis angka pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap IHSG bisa disebabkan karena pelaku pasar masih memperhitungkan kinerja pasar saham di wilayah lain. Atau bahkan masyarakat lebih memilih sarana investasi yang lain bukan di pasar modal atau pasar saham.
Pernyataan ini diperkuat oleh penelitian [18] yang mengungkapkan bahwa GDP tidak berpengaruh terhadap indeks saham, namun begitu hasil ini bertentangan dengan hasil penelitian [6] mengungkapkan bahwa Variabel Produk Domestik Bruto (PDB) berpengaruh positif tidak signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan variabel inflasi memiliki nilai T statistik sebesar 0,011 dan p-value 0,991, sedangkan nilai kritis (t tabel) sebesar 1,96 dan nilai p-value lebih dari 0,05 atau 5%. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai T-statistik< nilai kritis (t-tabel) dan p-value> 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi tidak berpengaruh ke Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau dengan kata lain H2 ditolak. Implikasi teoritis ini tidak sejalan dengan Signalling Theory yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh kepada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), sehingga dapat ditarik kesimpulan bahawa informasi naik dan turunnya inflasi tidak terlalu diperhatikan oleh penanam modal. Penanam modal cenderung mengamati informasi selain inflasi. Implikasi praktis dalam penelitian ini ialah sebaiknya investor tidak menjadikan inflasi sebagai acuan atau pertimbangan dalam pengambilan keputusan ketika ingin berinvestasi saham di pasar modal Indonesia. Inflasi tidak berprngaruh terhadap IHSG bisa disebabkan karena inflasi yang terjadi selama periode penelitian tidak begitu tinggi. Rata-rata inflasi selama periode penelitian 2015-2019 cenderung stabil dan tergolong rendah dengan rata-rata sebesar 3,9 pesen. Inflasi ringan yaitu Inflasi yang besarnya kurang dari 10 persen [8]. Menurut [19] pasar masih bisa menerima jika tingkat inflasi masih dibawah 10 persen, akan tetapi jika tingkat inflasi berada diatas 10 persen maka pasar modal juga akan terganggu.
Secara umum hasil yang ditemukan di penelitian ini sama seperti penelitian yang telah dilakukan oleh [12] dan [13] yang menyatakan bahwa inflasi tidak mempunyai pengaruh significant atas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Berdasarkan Hipotesis ketiga menyatakan bahwa tingkat suku bunga Bank Indonesia berpengaruh terhadap (IHSG). Hasil pengujian menunjukkan variabel tingkat suku bunga Bank Indonesia memiliki nilai T statistik sebesar 1,963 dan p-value 0,050, sedangkan nilai kritis (t tabel) sebesar 1,96 dan nilai p-value lebih dari 0,05 atau 5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel tinggkat suku bunga Bank Indonesia berpengaruh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau dengan kata lain H3 diterima. Sehingga hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat suku bunga Bank Indonesia atau BI Rate merupakan salah satu faktor penentu yang menjelaskan keragaman atas perubahan indeks harga saham gabungan di BEI. Hal ini berarti pergerakantingkat suku bunga Bank Indonesia dapat mempengaruhi minat investor sehingga aktivitas investasi di BEI yang menimbulkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Oleh sebab itu dapat diambil kesimpulan bahwa meningkatnya tingkat suku bunga Bank Indonesia, dapat mendorong keinginan masyarakat/investor untuk menabung di pasar modal, namun semakin rendah tingkat suku bunga Bank Indonesiamaka rendah pula keinginan masyarakat untuk berinvestasi saham. mengakibatkan menurunnya harga saham yang akan tercermin melalui pergerakan indeks harga saham gabungan di BEI.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan [9] dan [11] yang menyatakan bahwa suku bung Bank Indonesia atau BI rate berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Berdasarkan pada pembahasan yang telah disajikan diatas, maka peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut, pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Ini menandakan bahwa meningkat dan menurunnya dari pertumbuhan ekonomi Indonesia kurang dapat mempengaruhi minat investor untuk menanamkan modalnya di pasar modal. Laju inflasi tidak berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Artinya pergerankan inflasi tidak terlalu diperhatikan oleh penanam modal. Penanam modal cenderung mengamati informasi selain inflasi. Implikasi praktis dalam penelitian ini ialah sebaiknya investor tidak menjadikan inflasi sebagai acuan atau pertimbangan dalam pengambilan keputusan ketika ingin berinvestasi saham di pasar modal Indonesia. Tingkat suku bunga Bank Indonesia berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Meningkatnya tingkat suku bunga Bank Indonesia, dapat mendorong keinginan masyarakat/investor untuk menabung di pasar modal, namun semakin rendah tingkat suku bunga Bank Indonesia maka rendah pula keinginan masyarakat untuk berinvestasi saham. Namun hal ini tidak sejalan dengan penelitian terdahulu.
Untuk mengembangkan penelitian ini supaya menjadi lebih baik lagi maka disarankan peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian dengan topik yang sama disarankan menambahkan atau mengganti variabel yang tidak signifikan dengan makro ekonomi yang lebih relevan serta mempertimbangkan faktor eksternal luar negeri seperti nilai dollar amerika. peneliti selanjutnya membandingkan periode antara sebelum terjadi pandemi covid 19 dan saat pandemi covid 19 agar dapat lebih diketahui konsistensi variabel makro ekonomi dalam mempengaruhi ihsg.