Abstract
Getting married is part of the worship which is sanctified by the Prophet Muhammad, but in Indonesia it has rules if there is someone who is underage married as stated in the law that if someone wants to do a marriage for the prospective bridegroom must be 19 years old and calom the bride must be 16, and can continue the marriage by requesting marriage dispensation permission to the Religious Court. This study aims to determine the judge's consideration of the early marriage dispensation based on the analysis of the Sidoarjo Religious Court Decision Number: 222 / Pdt.P / 2017 / Pa. . The research method used is a juridical-normative research method where data sources are obtained from secondary data and primary data. The results showed that the judgment of judges regarding the dispensation of early marriage was seen from a situation if it was not hastened to marry, something would happen that violated the law because the prospective bride had been pregnant for 1 month, even though the candidate had not reached 16 years but was seen from the evidence and witnesses that they were able to get married.
P E NDA H U L UAN
Menikah adalah suatu hal yang mendasar dan penting baik dalam agama maupun dalam kehidupan bermasyarakat, menikah yang disyariatkan dalam islam, dengan tujuan tujuan tertentu diantaranyta sebagai ibadah, dan ketentuan dalam hokum mengharuskan perkawinan dilaksanakan dengan syarat-syarat dan tukun-rukun perkawinan, salah satunya adalah masalah umur.
Di Indonesia batas usia merupakan salah satu syarat sah nya pernikahan menurut hokum positif, hal itu tercantum dalam pasal 15 KHI juga dijeleaskan pasal 7 ayat (1) UU No.1 tahun 1974 bahawasannya “perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita mencapai 16 (enam belas) tahun” namun dalam ayat (2) Undang-UNdang No.1 tahun 1974 menyatakan dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) bahawasannya dalam ayat (2) dapat meminta dispensasi nikah kepada Pengadilan atau penjabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita.[1]
Pernikahan harus hdidasarkan atas persetuuan kedua calon mempelai. Seorang calon mempelai akan melangsungkan pernikahan belum mencapai 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua sebagaimana dimaksud pasal 6 ayat (2),(3),(4) dan 5 Undang-Undang No.1 tahun 1974. Apabila seorang calon suami belum mecapai 19 tahun dan calon istri belum mencapai umur 16 tahun hendaknya melangsungkan perkawinan dengan mendapat dispensasi nikah dari pengadilan agama. Permohonan tersebut diajukan oleh kedua orang tua pria maupun wanita kepada Pengadilan Agama di daerah tempat tinggalnya.[2]
M ET O DE P E N E L I T I AN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Dalam penelitian ini, dilakukan terhadap hukum positif, yaitu dengan menelaah dan mengkaji ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia seperti Undang-Undang Perkawinan, Undang-Undang Perlindungan Anak, dan KHI yang mengatur pernikahan dini. Dilihat dari sifatnya tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi suatu gejala[3], sedangkan penelitian analitis merupakan penelitian yang bertujuan memberikan jalan keluar atau saran untuk mengatasi permasalahan terkait Putusan Pengadilan Agama Sidoarjo Nomor: 222/Pdt.P/2017/PA.Sda mengenai dengan pemberian surat dispensasi nikah untuk menikah dini.
Pada penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan, yang meliputi buku- buku mengenai perkawinan, pembatalan perkawinan, dan kedudukan anak, skripsi dan artikel. Sedangkan data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hakim Pengadilan Agama dan Anggota Majelis Ulama Indonesia untuk menunjang keakuratan data.
H AS I L D AN P E M B A H ASAN
Pernikahan dini adalah seseorang laki-laki dan wanita yang menikah sedangkan umurnya belum mencapai batas umur yang ditentukan. Di dalam hukum Indonesia dijelaskan dalam pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 bahwasannya perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 tahun, maka untuk menikah jikar umur calon mempelai belum mencapai batas minimal umur yang ditentukan harus ada dispensasi dari Pengadilan, hal yang sama juga dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 15 ayat 1 untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan pasal 7 Undang-Undang No.1 tahun 1974 yakni calon suami sekarang sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun, berdasarkan atas aturan-aturan hokum diatas bahwasannya calon mempelai wanita masih berumur 15 tahun jadi belum mencapai batas minimal umur.. Prosedur selanjutnya agar perkawinan ini dapat dilakukan maka kedua orang tua dari calon mempelai harus mengajukan dispensasi perkawinan kepada Pengadilan Agama. Berdasarkan pertimbangan hakim pengadilan Agama Sidoarjo tersebut yaitu memberi dispensasi perkawinan antara termohon I dengan termohon II, maka hal ini sudah sesuai dengan ketentuan yang ada Dalam Undang-Undang seperti Undang- Undang perkawinan dan Hukum Islam. Menimbang, bahwa para pemohon sebagai orang tua dari anak bernama anak pemohon mengajukan permohonan dispensasi kawin karena para pemohon ditolak untuk menikahkan anaknya oleh Kantor Urusan Anak Para Pemohon belum mencapai usia perkawinan, oleh karena itu berdasarkan pasal 7 ayat 2 Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 para pemohon mempunya legal standinguntuk mengajukan perkara permohonan tersebut. Menimbang, bahwa yang menjadi pokok permohonan para pemohon adalah agar Pengadilan Agama Sidoarjo memberi dispensasi kawin kepada anak para pemohon bernama anak para pemohon dengan calon suaminya bernama calon suami anak para pemohon dengan alas an pernikahan tersebut sangat mendesak untuk dilangsungkan sebab hubungan anak para pemohon dengan calon suaminya sulit untuk dipisahkan karena keduanya sudah saling mencintai dan sepakat untuk segera menikah bahkan mereka berdua pernah berhubungan badan sehingga calon istri hamil 1 bulan yang jika tidak disegerakan dihawatirkan akan semakin jauh melanggar ketentuan Hukum Islam.
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan tersebut terbukti meskipun usia anak para pemohon belum memenuhi batas usia perkawinan menurut pasal 7 ayat (1) undang-Undang Nomor.1 tahun 1974 namun ternyata anak pera pemohon telah melakukan hal-hal yang dilakukan orang dewasa sehingga anak para pemohon dipandang siap dan mampu secara fisik maupun mental untuk menjalankan kewajiban suami istridalam rumah tangga. Majelis juga berpendapat bahwa segera menikahkan anak para pemohon dan calon suaminya tersebut merupakan solusi terbaik untuk mencegah atau menghentikan terjadinya perbuatan melanggar hokum dan norma kesusilaan yang berkelanjutan.
Hakim Pengadilan Agama Sidoarjo menggunakan dasar hukum yang menerima permohonan yaitu dengan melihat fisik dan psikis melalui pertanyaan yang diutarakan saat para hakim menanyai calon suami dan calon istri didalam persidangan, dan menggunakan kaidah ushul fiqh yang sesuai, karena kalau tidak disegerakan dihawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
K E S I M PU L AN
Pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Agama Sidoarjo Nomor: 222/Pdt.P/2017/PA.Sda tentang dispensasi pernikahan dini antara Termohon I dengan Termohon II, maka hal ini sudah sesuai dengan kaidah ushul fiqh yang berbunyi “ menolak kemafsahadan adalah lebih utama daripada menarik kemaslahatan
Berdasarkan bukti-bukti dan saksi meskipun anak para pemohon belum mencapai umur dianggap mampu melaksana kewajiban suami istri, dan calon mempelai wanita telah hamil 1 bulan, jika tidak disegerakan dihawatirkan akan melakukan perbuatan melanggar hukum yang berkelanjutan.
References
- Kompilasi Hukum Islam pasal 15 ayat 1 dan 2/ Undang-Undang no.1 tahun 1974
- Mohd. Idris Ramulyo,SH,MH , hokum perkawinan islam analisi UU no 1 tahun 1974dengan kompilasi hokum islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2007), hlm 183
- Sri Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum
- Universitas Indonesia, 2005).