Background: The banking sector significantly contributes to Indonesia's economic growth, with profitability serving as a key measure of performance and credibility, particularly in sharia banking. Knowledge Gap: Despite the importance of factors like Financing to Deposit Ratio (FDR), Operating Expense to Operating Income (BOPO), and Non-Performing Financing (NPF), their combined impact on profitability in Islamic banking remains underexplored. Aims: This study examines the influence of FDR, BOPO, and NPF on the profitability of Indonesian sharia banks. Methods and Results: Using data from 11 sharia banks listed on the Indonesian Stock Exchange (2018–2022) and multiple linear regression analysis, the study finds FDR and NPF have no significant effect, while BOPO negatively impacts profitability, emphasizing the importance of operational efficiency. Novelty and Implications: This study highlights the critical role of prudential and efficient financial management in Islamic banking, offering insights for enhancing profitability and resilience in Indonesia's sharia banking sector.
Highlight :
Keywords: Sharia banking, profitability, FDR, BOPO, NPF
Perekonomian Indonesia terus berkembang, khususnya dalam sektor keuangan perbankan yang memainkan peran signifikan dalam perekonomian Indonesia. Di Indonesia, ada tiga jenis bank, yaitu bank sentral, bank umum, dan bank perkreditan rakyat (BPR). Bank umum terbagi menjadi dua kategori, yaitu bank konvensional dan bank syariah. Perbedaannya terletak pada prinsipnya yang diatur berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 (amandemen) dan UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah. Bank syariah menjalankan operasinya dengan berpegang pada prinsip-prinsip syariah yang berasal dari Al-Qur’an, Al-Hadist, dan fatwa ulama (MUI). Di sisi lain, bank konvensional menjalankan operasinya dengan prinsip bebas nilai, yang berarti mereka independen dan tidak terpengaruh oleh prinsip syariah[1]. Perbankan syariah semakin berkembang, dengan 11 Bank Umum Syariah (BUS), 20 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 167 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)[2].
Kemampuan suatu bisnis untuk menghasilkan laba atau profitabilitas dapat menjadi tolok ukur penting untuk kinerjanya. Kinerja keuangan perusahaan berkorelasi positif dengan profitabilitasnya. Kinerja perbankan menjadi sangat penting karena perbankan adalah perusahaan kepercayaan yang harus menunjukkan kredibilitasnya untuk menarik lebih banyak pelanggan, salah satunya dengan meningkatkan profitabilitas [3]. Salah satu cara untuk menilai kinerja bank adalah dengan melihat laporan keuangannya. Salah satunya adalah dengan melihat tingkat profitabilitas bank. Semakin tinggi profitabilitas, semakin baik kinerjanya. Return On Assets (ROA) adalah indikator yang tepat untuk menilai profitabilitas suatu bank karena dapat menilai seberapa efektif suatu bank memanfaatkan semua aktiva yang ada untuk menghasilkan laba yang paling besar [4].
Menurut perspektif Islam, profitabilitas bergantung pada Al-Qur'an, yang membantu mencapai tujuan keuntungan sambil mempertahankan fokus pada akhirat. Untuk mencapai profitabilitas atau penilaian kinerja dijelaskan dalam arti Q.S. At-Taubah ayat 105, yang berbunyi:"Dan katakanlah, 'Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan[5].'"
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa kerja keras diperlukan untuk mencapai profitabilitas. Dalam perspektif Islam, modal Islami juga berperan dalam mencapai keuntungan. Modal yang baik dalam kegiatan ekonomi akan menghasilkan keuntungan yang sama. Untuk mencapai profitabilitas Islami, modal harus Islami juga. Berawal dari modal Islami, seperti membangun jaringan sebagai modal silaturahmi, keakraban, kepercayaan, dan kejujuran, akan menghasilkan keuntungan yang diinginkan [6].
Penelitian ini juga berpedoman pada teori perusahaan syariah. Menurut syariah enterprise theory, Allah adalah sumber amanah utama karena Dia adalah pemilik tunggal dan mutlak. Sebaliknya, sumber daya yang dimiliki oleh pihak yang berkepentingan pada dasarnya adalah amanah dari Allah, yang diwajibkan untuk digunakan dengan cara dan tujuan yang ditetapkan oleh Sang Pemberi Amanah, seperti yang disebutkan dalam Surah Al-Baqarah ayat 254 dan 215. Dalam penelitian ini, teori bisnis syariah menunjukkan bahwa bank syariah harus berbasis pada teori bisnis syariah saat menjalankan fungsinya karena bank tersebut tidak hanya bertanggung jawab kepada pemilik, tetapi juga kepada stakeholder dan Allah SWT. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini pada bank syariah, kinerja bank akan menjadi lebih sehat dan akan menunjukkan kinerja keuangan yang baik karena manajemen akan mematuhi prinsip-prinsip tersebut [7]. Selain teori syariah enterprise, penelitian ini menggunakan teori signaling. Dalam kerangka teori sinyal disebutkan bahwa dorongan perusahaan untuk memberikan informasi adalah karena terdapat asimetri informasi antara manajer perusahaan dan pihak luar. Hal ini disebabkan karena manajer perusahaan mengetahui lebih banyak informasi mengenai perusahaan dan prospeknya yang akan datang dibandingkan dengan pihak luar. Kurangnya informasi bagi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan mereka melindungi diri dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan mengurangi asimetri informasi. Salah satu cara untuk mengurangi asimetri informasi adalah dengan memberikan sinyal informasi keuangan kepada pihak luar. Pada waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menganalisis informasi tersebut sebagai sinyal baik atau sinyal buruk. Secara garis besar, Signaling Theory kaitannya dengan ketersediaan informasi [8].
Beberapa rasio keuangan yang dapat memengaruhi profitabilitas di antaranya likuiditas, risiko kredit, dan efisiensi [9]. Likuiditas diukur dengan Financing to Deposit Ratio (FDR), efisiensi diukur dengan Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), dan risiko kredit diukur dengan rasio Non Performing Financing (NPF) [10]. Faktor pertama yang memengaruhi profitabilitas yaitu Financing to Deposit Ratio (FDR). Seberapa besar bank menggunakan dana pihak ketiga untuk mendanai pembiayaan diukur dengan rasio ini. FDR yang tinggi dapat memengaruhi profitabilitas bank syariah [11]. Faktor kedua yang memengaruhi profitabilitas yaitu Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). Rasio ini menunjukkan seberapa efisien operasi bank. Rasio yang lebih rendah menunjukkan bahwa bank syariah lebih menguntungkan [12]. Faktor ketiga yang memengaruhi profitabilitas yaitu Non Performing Financing (NPF). Jumlah NPF yang tinggi dapat memengaruhi profitabilitas bank syariah [11].
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini yaitu persamaannya pada variabel yang digunakan. Perbedaannya pada metode analisis data dan objek penelitian. Pada penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda, uji asumsi klasik, dan pengujian hipotesis untuk menentukan model yang tepat digunakan dalam penelitian ini. Sedangkan objek penelitian menggunakan Bank Syariah se-Indonesia, peneliti lain menggunakan uji Chow dan uji Hausman. Seharusnya menggunakan uji asumsi klasik karena mereka meneliti lebih dari satu Bank Syariah di Indonesia dan dalam beberapa periode waktu.
Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tambahan tentang masalah ini karena fenomena yang disebutkan di atas dan temuan penelitian sebelumnya yang dievaluasi masih tidak sesuai dengan teori yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis “Pengaruh Financing to Deposit Ratio (FDR), Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), dan Non-Performing Financing (NPF) terhadap Profitabilitas Bank Syariah di Indonesia”. Pentingnya penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang kinerja Bank Syariah di Indonesia berdasarkan tingkat kesehatan mereka sebagai cara untuk menilai kualitas bank tersebut.
Pengembangan Hipotesis
Pengaruh Financing to Deposit Ratio (FDR) Terhadap Profitabilitas
Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan ukuran likuiditas bank untuk membayar kembali penarikan dana yang dilakukan oleh deposan. FDR dihitung dengan membagi total pembiayaan yang diberikan oleh bank terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Semakin tinggi FDR, semakin banyak dana yang disalurkan ke DPK. Dengan demikian, FDR berpengaruh positif terhadap ROA bank [9]. Pengujian Financing to Deposit Ratio (FDR) dalam penelitian terdahulu yang dilaksanakan oleh [13][7][14] menyatakan bahwa FDR berpengaruh positif terhadap profitabilitas. Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitian [3][15][8] yang menyatakan FDR tidak berpengaruh atau bahkan berpengaruh negatif terhadap profitabilitas.
H1 : FDR berpengaruh terhadap profitabilitas (ROA)
Pengaruh Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) Terhadap Profitabilita
Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasional. Semakin rendah nilai BOPO, semakin baik kinerja manajemen bank, yang menunjukkan bahwa bank memanfaatkan sumber daya secara efisien untuk kegiatan operasional. Dengan efisiensi biaya, keuntungan dan profitabilitas akan meningkat [9]. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh signifikan sebagaimana disebutkan dalam penelitian [9][16]. Berbeda dengan hasil penelitian [17][15][7], yang menyatakan bahwa BOPO berpengaruh negatif terhadap profitabilitas.
H2 : BOPO berpengaruh terhadap profitabilitas (ROA)
Pengaruh Non Performing Fianancing (NPF) Terhadap Profitabilitas
Non-Performing Financing (NPF) adalah ukuran kemampuan bank untuk menangani risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur. NPF yang tinggi akan meningkatkan biaya dan menyebabkan kerugian bagi bank. Semakin tinggi NPF, semakin buruk kualitas kredit bank, yang berarti lebih banyak kredit bermasalah. Oleh karena itu, bank harus mengalami kerugian dalam kegiatan operasionalnya, yang berdampak pada penurunan nilai aset bersih (ROA) [9]. Non-Performing Financing (NPF) dalam penelitian terdahulu yang digunakan sebagai pembanding menunjukkan bahwa NPF memiliki pengaruh positif terhadap profitabilitas pada penelitian [3][18]. Namun, berbeda dengan hasil penelitian [19][20][15] yang menyatakan bahwa NPF berpengaruh negatif atau bahkan tidak berpengaruh terhadap profitabilitas.
H3 : NPF berpengaruh terhadap profitabilitas (ROA)
Kerangka Konseptual
Gambar 1 menunjukkan kerangka konseptual penelitian yang digunakan peneliti untuk menjelaskan isi dan kerangka kerja penelitian sebagai berikut :
Jenis dan Objek Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif. Menurut [21], pendekatan deskriptif kuantitatif adalah metode penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi dan fenomena yang terjadi secara sistematis, faktual, dan akurat berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif karena semuanya dimulai dengan pengumpulan data, penafsirannya, dan penyajian hasilnya. Tabel, grafik, dan diagram juga akan digunakan. Objek penelitian ini adalah Bank Syariah di Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2018-2022.
Jenis dan sumber Data
Jenis penelitian ini ialah penelitian kuantitatif. Menurut [3], penelitian kuantitatif berbasis positivisme dan digunakan untuk mempelajari populasi atau sampel tertentu. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data menggunakan instrumen penelitian, yang kemudian dianalisis secara kuantitatif atau statistik untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen dari laporan tahunan bank umum syariah, yaitu laporan keuangan tahunan 2018–2022 yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI).
Populasi dan sampel
Populasi pada penelitian ini adalah perusahaan perbankan syariah di Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2018 hingga 2022. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan cara menentukan kriteria-kriteria tertentu berdasarkan tujuan penelitian. Sampel yang didapat pada penelitian ini sebanyak 11 bank syariah di Indonesia. Penulis korespondensi (Corresponding Author) harus dicantumkan, termasuk alamat emailnya (lihat contoh). Komunikasi tentang revisi artikel dan keputusan akhir hanya akan disampaikan melalui email penulis korespondensi.
Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen (Y)
Variabel yang dipengaruhi atau timbulnya variabel terikat disebut sebagai variabel dependen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah rasio profitabilitas (Y), yang dihitung dengan menggunakan Return On Asset (ROA). Rasio ini menunjukkan kemampuan bank untuk menghasilkan laba secara relatif berdasarkan jumlah aset yang dimilikinya [22]. Rumus ROA adalah sebagai berikut:
ROA= (Laba Setelah Pajak)/(Total Aset) x 100%
2. Variabel Independen (X)
Variabel yang memengaruhi atau menyebabkan variabel dependen berubah atau muncul disebut variabel independen atau variabel bebas [23]. Dalam penelitian ini menggunakan variabel independen sebagai berikut:
a. Financingrto Deposit Ratio (FDR) Metode ini digunakan untuk menentukan seberapa banyak dana simpanan dari dana pihak ketiga yang digunakan untuk memberikan pembiayaan. FDR adalah perbandingan antara dana yang diberikan bank kepada pihak ketiga dan dana yang berhasil dihimpun dari pihak ketiga. Bank harus mampu mengimbangi jumlah pembiayaan yang diberikan kepada masyarakat atau nasabah dengan memenuhi kebutuhan deposan untuk penarikan kembali dana setiap saat [9]. Rumus FDR adalah sebagai berikut:
FDR= (Pembiayaan yang diberikan)/(Dana Pihak Ketiga (DPK) ) x 100%
b. Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) Rasio yang menunjukkan kemampuan bank untuk mengoperasikan bisnisnya dengan cara yang efektif. BOPO adalah perbandingan antara biaya operasional terhadap pendapatan operasional [9]. Rumus BOPO adalah sebagai berikut:
BOPO= (Biaya Operasional)/(Pendapatan Operasional) x 100%
c. Non Performing Financing (NPF) Rasio yang muncul sebagai hasil dari pembiayaan bermasalah atau risiko pembiayaan. NPF adalah rasio yang digunakan untuk menghitung total pembiayaan bermasalah dibandingkan dengan total pembiayaan yang diberikan oleh bank [9]. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
NPF= (Jumlah Pembiayaan Bermasalah)/(Total Pembiayaan yang Disalurkan) x 100%
Teknik Analisis Data
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dominasi dari tiga variabel independen terhadap satu variabel dependen. Selain itu, regresi linier berganda dipilih sebagai alat analisis. Penggunaan Statistical Program for Social Science (SPSS) membantu dalam pengolahan data.
Analisis Regresi Linear Berganda
Rumus untuk model regresi linier berganda adalah sebagai berikut :
Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + е
Keterangan :
Y : Profitabilitas
X1 : FDR
X2 : BOPO
X3 : NPF
α : Konstanta
β : Koefisien Regresi
е : Error Term (Kesalahan Pengganggu)
Uji normalitas
Uji normalitas adalah uji untuk mengetahui apakah data yang dikumpulkan atau diambil dari populasi memiliki distribusi normal. Uji Kolmogorov-Smirnov adalah metode untuk mengetahui apakah data tersebut terdistribusi normal. Nilai residu model regresi dianggap baik jika distribusi nilainya normal atau hampir normal[23]. Data dianggap normal jika nilai signifikansi lebih dari 0.05.
Uji Heteroskedastisitas
Untuk mengetahui apakah heteroskedasitas ini ada atau tidak, output scatterplot digunakan untuk melihat apakah titik menyebar atau membentuk pola tertentu pada residualnya. Jika titik tidak menyebar dan membentuk pola, heteroskedasitas terjadi, dan jika tidak, model regresi yang baik menunjukkan bahwa tidak ada heteroskedasitas atau homoskedasitas[24].
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara kekeliruan pengganggu periode tertentu dengan periode sebelumnya dalam model regresi. Uji Durbin Watson adalah uji autokorelasi yang paling umum digunakan untuk mengetahui apakah ada autokorelasi pada residual. Uji ini mampu mengendus munculnya autorkorelasi dengan melihat nilai DW, dan jika nilainya berada di antara -2 dan 2, autokorelasi tidak terbentuk. Autokorelasi dapat memengaruhi keandalan dan keakuratan model regresi, yang membuat uji ini penting. Hasil uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah model regresi mengalami autokorelasi atau tidak[25].
Uji Multikolinearitas
Tujuan dari uji multikolineritas adalah untuk mengetahui apakah model regresi menunjukkan bahwa ada korelasi antara variabel bebas. Dengan kata lain, uji ini menunjukkan bahwa model regresi yang baik menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara variabel bebas. Nilai toleransi dan Faktor Variasi Inflasi (VIF) dapat digunakan untuk mengidentifikasi multikolinearitas. Jika nilai toleransi kurang dari 0.10 dan nilai VIF lebih dari 10, maka multikolinearitas tidak ada masalah. Jika nilai toleransi lebih dari 0.10 dan nilai VIF lebih dari 10, maka multikolinearitas tidak ada masalah[26].
Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan dalam penelitian ini adalah uji t, dan uji koefisien determinasi (R2).
Uji T
Uji T adalah uji parsial atau individu yang menunjukkan tingkat signifikasi pengaruh satu variabel penjelas dalam persamaan regresi. Uji ini mengukur seberapa baik variabel bebas, atau variabel independen, dapat menjelaskan variabel terikat, atau variabel dependen, secara individual, pada tingkat signifikansi 0.05 (5%), dengan asumsi bahwa variabel bebas adalah nilai konstan[27].
Bila probabilitas signifikan > 0.05 maka H0 diterima, dan Ha ditolak
Bila probabilitas signifikan < 0.05 maka H0 ditolak, dan Ha diterima
Uji Koefisiensi Determinasi (R2)
Uji R2. Koefisiensi determinasi (R2) menunjukkan seberapa jauh kemampuan model untuk menjelaskan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi harus berada di antara nol dan satu, jika nilainya kecil atau hampir nol, variasi variabel dependen sangat terbatas dan jika nilainya besar atau hampir satu, variasi variabel dependen akan memiliki hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksinya[28].
Hasil
Statistik Descriptive
Descriptive Statistics | |||||
---|---|---|---|---|---|
N | Minimum | Maximum | Mean | Std. Deviation | |
X1 | 50 | 4.39 | 10.66 | 8.6195 | 1.28270 |
X2 | 51 | 8.56 | 10.67 | 9.1503 | .38342 |
X3 | 50 | .00 | 6.27 | 4.0923 | 1.94009 |
Y | 45 | 1.10 | 7.21 | 4.3928 | 1.62953 |
Valid N (listwise) | 45 |
Berdasarkan table 2 Financing to Deposit Ratio (FDR) tersebut hasil uji statistic (minimum) 4,39 dan nilai (maximum) sebesar 10,66. Sedangkan nilai rata-ratanya (mean) FDR sebesar 8,6195 Standar deviasi untuk variabel FDR sebesar 1,28270. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) memiliki mean sebesar 9,1503, nilai terendah (minimum) sebesar 8,56 dan nilai tertinggi (maximum) sebesar 10,67. Standar deviasi untuk variabel BOPO sebesar 0,38342. Non Performing Financing nilai terendah (minimum) sebesar 0,00 dan nilai terbesar (maximum) sebesar 6,27. Sedangkan nilai rata-rata (mean) sebesar 4,0923. Nilai standar deviasi sebesar 1,94009.
Analisis Regresi Linear Berganda
Coefficientsa | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Model | Unstandardized Coefficients | Standardized Coefficients | t | Sig. | Collinearity Statistics | |||
B | Std. Error | Beta | Tolerance | VIF | ||||
1 | (Constant) | 67.455 | 6.462 | 10.439 | .000 | |||
X1 | -.085 | .099 | -.068 | -.865 | .392 | .895 | 1.117 | |
X2 | -6.837 | .714 | -.792 | -9.579 | .000 | .803 | 1.245 | |
X3 | -.130 | .073 | -.156 | -1.792 | .080 | .728 | 1.374 |
Berdasarkan hasil uji analisis regresi linear berganda pada table 2 tersebut maka persamaan regresi dapat dirumuskan sebagai berikut :
ROA = 67,455 – 0,085X1 – 6,837X2 – 0,130X3 + e
Dimana :
a. Konstanta (α) = 67,455
Hal tersebut menunjukkan bahwa konstanta (α) sebesar 67,455 yang berarti bahwa variabel independen FDR, BOPO, dan NPF dianggap konstan, maka ROA sebesar 67,455.
b. Koefisien (β1) = -0,085 FDR
Nilai koefisien regresi β1 sebesar -0,085 artinya jika variabel BOPO naik sebesar 1% maka ROA akan turun sebesar 0,085% dengan asumsi variable lain dianggap tetap. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh negative antara variabel FDR terhadap ROA yang mana apabila FDR mengalami penurunan, maka ROA akan meningkat dengan asumsi variabel yang lain tetap. Dan begitupun sebaliknya.
c. Koefisien (β2) = -6,837 BOPO
Nilai koefisien regresi β2 sebesar -6,837 artinya jika variabel BOPO naik sebesar 1% maka ROA akan turun sebesar 6,837% dengan asumsi variable lain dianggap tetap. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh negative antara variabel BOPO terhadap ROA yang mana apabila BOPO mengalami penurunan, maka ROA akan meningkat dengan asumsi variabel yang lain tetap. Dan begitupun sebaliknya.
d. Koefisien (β3) = -0,130 NPF
Nilai koefisien regresi β3 sebesar -0,130 artinya jika variabel NPF naik sebesar 1% maka ROA akan turun sebesar 0,130% dengan asumsi variabel lain dianggap tetap. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh negative antara variabel NPF terhadap ROA yang mana jika rasio NPF turun, maka ROA akan meningkat dengan asumsi variabel yang lain tetap. Dan begitupun sebaliknya.
Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Unstandardized Residual | ||
---|---|---|
N | 45 | |
Normal Parametersa,b | Mean | -.0199454 |
Std. Deviation | .89036775 | |
Most Extreme Differences | Absolute | .128 |
Positive | .082 | |
Negative | -.128 | |
Test Statistic | .128 | |
Asymp. Sig. (2-tailed) | .064c |
Berdasarkan hasil uji Kolmogorov-Smirnov tersebut, dapat diketahui bahwa hasil nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada Standardized Residual sebesar 0,064 yang berarti bahwa lebih besar dari tingkat kekeliruan 0,05 (0,064 > 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa data penelitian ini terdistribusi normal.
2. Uji Heteroskedastisitas
Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji Glejser berikut.
Coefficientsa | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|
Model | Unstandardized Coefficients | Standardized Coefficients | t | Sig. | ||
B | Std. Error | Beta | ||||
1 | (Constant) | -2.075 | 3.985 | -.521 | .605 | |
X1 | -.028 | .061 | -.073 | -.453 | .653 | |
X2 | .323 | .440 | .125 | .735 | .467 | |
X3 | .031 | .045 | .125 | .699 | .488 |
Berdasarkan hasil uji Glejser, dapat diketahui bahwa nilai Sig. dari FDR adalah 0.653, nilai Sig. dari BOPO adalah 0.467 dan nilai Sig. dari NPF adalah 0.488, sehingga diketahui seluruh nilai Sig. Glejser > 0.05. Dengan demikian secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah heteroskedastisitas dalam penilitian ini.
3. Uji Multikolinearitas
Dalam penelitian ini pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat besarnya Tolerance Value dan Variance Inflation Factor (VIF).
Coefficientsa | |||
---|---|---|---|
Model | Collinearity Statistics | ||
Tolerance | VIF | ||
1 | X1 | .895 | 1.117 |
X2 | .803 | 1.245 | |
X3 | .728 | 1.374 |
Dari table hasil uji multikolinearitas diatas dapat diketahui bahwa nilai VIF FDR (1.117), BOPO (1.245), dan NPF (1.374) yang menunjukkan bahwa nilai VIF < 10 dan nilai Tolerance FDR (0.895), BOPO (0.803), dan NPF (0.728) yang menunjukkan bahwa nilai tolerance > 0,1. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa data tidak mengandung multikolinearitas.
4. Uji Auto Korelasi
Model Summaryb | |||||
---|---|---|---|---|---|
Model | R | R Square | Adjusted R Square | Std. Error of the Estimate | Durbin-Watson |
1 | .788a | .621 | .587 | 270.47501 | 1.809 |
Hasil regresi dengan tingkat signifikasi 0,05. Jumlah sampel 45 (n = 45) dan jumlah variabel independen 3 (k=3), didapat nilai DW hitung sebesar 1,809. Besarnya DW table untuk dL = 1,3832 dan besarnya DW table untuk dU = 1,6662 dan besarnya nilai 4 – dU = 4 – 1,6662 = 2,3338.
Karena dU < DW < 4 – dU = 1,6662 < 1,809 < 2,3338. Maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi.
Pengujian Hipotesis
1. Uji T
Coefficientsa | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|
Model | Unstandardized Coefficients | Standardized Coefficients | t | Sig. | ||
B | Std. Error | Beta | ||||
1 | (Constant) | 67.455 | 6.462 | 10.439 | .000 | |
X1 | -.085 | .099 | -.068 | -.865 | .392 | |
X2 | -6.837 | .714 | -.792 | -9.579 | .000 | |
X3 | -.130 | .073 | -.156 | -1.792 | .080 |
Berdasarkan perhitungan rumus t-tabel t = (α ; n - k) = (0,05 ; 45 - 3) = (0,05 ; 42) maka diperoleh nilai t-tabel sebesar 2,01808. Berdasarkan table diatas, diketahui nilai dari masing-masing variabel dengan penjabaran sebagai berikut :
1. Variabel FDR memiliki nilai t-hitung < t-tabel (-0,865 < 2,01808) dan mempunyai nilai sig > 0,05 yaitu (0,392 > 0,05) yang artinya 0,392 lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya tidak terdapat pengaruh FDR yang signifikan secara parsial terhadap ROA.
2. Variabel BOPO memiliki nilai t-hitung > t-tabel (-9,579 > 2,01808) dan mempunyai nilai sig < 0,05 yaitu (0,000 < 0,05) yang artinya 0,000 lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya terdapat pengaruh BOPO yang signifikan secara parsial terhadap ROA.
3. Variabel NPF memiliki t-hitung < t-tabel (-1,792 < 2,01808) dan mempunyai nilai sig > 0,05 yaitu (0,080 > 0,05) yang artinya 0,080 lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya tidak terdapat pengaruh NPF yang signifikan secara parsial terhadap ROA.
2. Uji Koefisiensi Determinasi (R2)
Model Summaryb | ||||
---|---|---|---|---|
Model | R | R Square | Adjusted R Square | Std. Error of the Estimate |
1 | .880a | .775 | .758 | .80087 |
Berdasarkan table 8 hasil uji koefisien determinasi nilai adjusted R Square sebesar 0,758, hal ini mengindikasikan bahwa secara bersama-sama variabel FDR, BOPO, dan NPF mampu menjelaskan perubahan dari variabel dependen ROA sebesar 75,8%. Sedangkan variabel lain yang tidak termasuk pada penelitian ini yang menjelaskan perubahan variabel dependen ialah sebesar 24,2% yang tidak masuk dalam penelitian ini.
Pembahasan
Pengaruh Financing to Deposit Ratio (FDR) terhadap Profitabilitas
Berdasarkan dari pemaparan diatas menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh antara variabel FDR yang signifikan terhadap ROA yang dibuktikan atas dasar penelitian uji t yang mana variabel FDR memiliki nilai t-hitung < t-tabel (-0,865 < 2,01808) dan mempunyai nilai sig > 0,05 yaitu (0,392 > 0,05) yang artinya 0,392 lebih besar dari 0,05.
Dalam teori menyatakan bahwa semakin tinggi FDR, maka semakin tinggi pembiayaan yang disalurkan dibandingkan dengan total dana pihak ketiganya. Hal ini menunjukkan semakin besar pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah, maka semakin besar pula perolehan laba yang diterima sehingga dapat meningkatkan profitabilitas yang di ukur dengan ROA. Sehingga arah hubungan FDR dengan ROA adalah positif.
Hasil penelitian ini mempunyai hubungan berlawanan dengan teori tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa FDR tinggi tetapi tidak memberikan jaminan akan tingginya pendapatan yang diperoleh bank akibat adanya pembiayaan yang bermasalah serta pembiayaan yang diberikan tidak dikelola dengan baik. Hal ini menyebabkan besarnya piutang yang belum diterima sehingga mengurangi pendapatan dari hasil pembiayaan yang sudah disalurkan yang seharusnya pada saat jatuh tempo sudah diterima tetapi dengan adanya pembiayaan yang bermasalah sehingga bank belum menerimanya, hal ini yang menimbulkan hubungan negative terhadap ROA. Hasil FDR yang tidak signifikan disebabkan oleh besarnya jumlah pembiayaan yang disalurkan Bank Syariah kepada masyarakat tetapi tidak diimbangi dengan besarnya tingkat pengembalian atas pembiayaan tersebut, sehingga FDR yang relative besar belum tentu dibarengi dengan ROA yang besar pula.
Dalam syariah enterprise theory, FDR mempunyai pengaruh negative terhadap ROA. Artinya, pembiayaan yang diberikan kepada nasabah yang belum tentu dibarengi dengan naiknya ROA memungkinkan kurang didistribusikannya hasil keuntungan dengan menggunakan konsep orientasi zakat kepada para pihak yang tidak berkepentingan langsung (penerima zakat, infaq, dan shadaqah) semakin berkurang. Dikarenakan kurangnya hasil pendapatan yang disebabkan karena munculnya pembiayaan yang bermasalah, nilai FDR yang tidak dapat memberikan keuntungan kepada Bank Syariah tersebut membuat Bank Syariah sebagai perusahaan perbankan yang berbasis nilai syariah, belum banyak membawa kemaslahatan bagi masyarakat yang tidak berkepentingan secara langsung (penerima zakat).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ellina Monica Septiani & Listyorini Wahyu Widati, (2022), Retno Puji Astuti, (2022), yang dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh FDR yang signifikan terhadap ROA.
Pengaruh Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap Profitabilitas
Berdasarkan dari pemaparan diatas menunjukkan bahwa secara parsial terdapat pengaruh antara variabel BOPO yang signifikan terhadap ROA yang dibuktikan atas dasar penelitian pada uji t yang mana variabel BOPO memiliki nilai t-hitung > t-tabel (-9,579 > 2,01808) dan mempunyai nilai sig < 0,05 yaitu (0,000 < 0,05) yang artinya 0,000 lebih kecil dari 0,05.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang mendasarinya bahwa semakin tinggi nilai BOPO, maka semakin rendah tingkat profitabilitas bank syariah. Semakin tinggi nilai BOPO diartikan semakin tinggi juga biaya operasionalnya dibandingkan dengan pendapatan operasional. Semakin tinggi biaya operasionalnya, maka akan semakin turun perolehan laba bank syariah. Tingginya biaya operasional yang menjadi tanggungan bank biasanya akan dibebankan pada pendapatan, sehingga akan menurunkan tingkat profitabilitas pada bank syariah. Biaya operasional yang tinggi disebabkan karena tingginya biaya pencadangan yang dibuat oleh bank yang digunakan untuk menutupi pembiayaan bermasalah dan juga untuk pembiayaan bagi hasil pemilik dana investasi. Biaya pencadangan dapat turun apabila bank berhasil menghimpun kembali pembiayaan-pembiayaan yang telah disalurkan, sehingga pendapatan akan bertambah. Dengan demikian, bank syariah perlu menjaga setiap kenaikan biaya operasional harus diikuti dengan peningkatan pendapatan operasionalnya. Dan bank syariah juga dapat memperbaiki rasio biaya operasional terhadap pendapatannya dengan mengurangi biaya yang sesungguhnya yang akan meningkatkan profit dari segi pengembalian aset dimasa yang akan datang. Atau dengan bagi hasil dari penempatan pada bank lain dapat menutup kerugian, dalam menyalurkan pembiayaan lebih dikaji ulang agar tidak terjadinya pembiayaan yang macet.
Hasil penelitian ini mendukung teori signaling, bahwa apabila nilai BOPO tinggi maka pendapatan yang akan diterima akan turun dan ROA bank syariah juga akan turun. Sehingga bank syariah akan memberikan informasi berupa laporan keuangan yang telah dilakukan oleh manajemen kepada pihak luar. Laporan keuangan tersebut akan memberikan sinyal negative, karena tingginya beban yang harus dibayar dibanding pendapatan yang akan diterima sehingga perolehan laba akan menurun dan akan mengurangi tingkat kepercayaan bagi investor dan masyarakat dalam pengambilan keputusan investasi selanjutnya apakah akan tetap bertahan atau justru akan menjual saham mereka.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Alfinatul Lutfi & Mulato Santosa, (2021), Ayu Gusmawanti, (2019), yang dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa terdapat pengaruh BOPO yang signifikan terhadap ROA.
Pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap Profitabilitas
Berdasarkan dari pemaparan diatas menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh antara variabel NPF yang signifikan terhadap ROA yang dibuktikan atas dasar penelitian uji t yang mana variabel NPF memiliki t-hitung < t-tabel (-1,792 < 2,01808) dan mempunya nilai sig > 0,05 yaitu (0,080 > 0,05) yang artinya 0,080 lebih besar dari 0,05.
Dalam teori menyatakan bahwa semakin tinggi NPF, maka semakin tinggi pembiayaan bermasalah yang ditanggung oleh bank sehingga akan menurunkan tingkat profitabilitas yang diukur dengan ROA. Sehingga arah hubungan yang timbul antara NPF dan ROA adalah negative.
Hasil penelitian ini mempunyai hubungan berlawanan dengan teori tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa NPF yang besar tidak memberikan penurunan terhadap ROA, hal ini dikarenakan Bank Syariah masih dapat mengatasi pembiayaan bermasalah tersebut dengan menutupinya dari biaya pencadangan kerugian atau penyisihan penghapusan aktiva produktif dari pembiayaan yang disalurkan. Dimana setiap pembiayaan yang diberikan oleh bank, maka bank akan membentuk cadangan kerugian aktiva produktif, karena kemungkinan risiko kerugian yang timbul sebagai akibat dari tidak dapat diterima kembali pembiayaan yang diberikan. Dari nilai penyisihan penghapusan aktiva produktif yang besar karena terlihat FDR juga besar dan banyaknya pembiayaan yang diberikan oleh bank, maka besar juga bank membuat cadangan kerugian tersebut sehingga NPF atau pembiayaan bermasalah ini dapat ditutupi. Hal ini yang menyebabkan NPF berpengaruh positif terhadap ROA.
Dalam teori signaling, karena rasio NPF bertanda positif mengindikasikan bahwa NPF yang tinggi tidak secara langsung memberikan penurunan terhadap ROA, hal ini memberikan suatu sinyal kepada investor bahwa untuk berinvestasi agar mendapatkan bagi hasil tidak perlu sangat khawatir apabila NPF tinggi, karena dalam periode tertentu NPF yang tinggi dapat diatasi oleh Bank Syariah dengan menutupnya dari cadangan kerugian.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ayu Gusmawanti, (2019), Alfinatul Lutfi & Mulato Santosa, (2021), yang dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh NPF yang signifikan terhadap ROA.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis FDR, BOPO, NPF terhadap profitabilitas bank syariah di Indonesia. Profitabilitas disini menggunakan rasio ROA. Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh hasil analisis uji t yang menunjukkan nilai t-hitung < t-tabel (-0,865 < 2,01808) dan mempunyai nilai sig > 0,05 yaitu (0,392 > 0,05). Hal ini menunjukkan hasil bahwa FDR tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap ROA. Artinya hasil penelitian ini mempunyai hubungan yang berlawanan dengan teori yang ada, hasil penelitian menunjukkan bahwa FDR tinggi tetapi tidak memberikan jaminan akan tingginya pendapatan yang diperoleh bank akibat adanya pembiayaan yang bermasalah serta pembiayaan yang diberikan tidak dikelola dengan baik. Hasil FDR yang tidak signifikan disebabkan oleh besarnya jumlah pembiayaan yang disalurkan bank syariah kepada masyarakat tetapi tidak diimbangi dengan besarnya tingkat pengembalian atas pembiayaan tersebut, sehingga FDR yang relative besar belum tentu dibarengi dengan ROA yang besar pula.
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh hasil analisis uji t yang menunjukkan nilai t-hitung > t-tabel (-9,579 > 2,01808) dan mempunyai nilai sig < 0,05 yaitu (0,000 < 0,05). Hal ini menunjukkan hasil bahwa BOPO terdapat pengaruh yang signifikan terhadap ROA. Hasil yang didapat arahnya negative maka apabila terjadi peningkatan pada Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) maka ROA akan mengalami penurunan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa semakin besar rasio BOPO suatu bank maka kinerja dan operasional bank akan menurun karena besarnya beban yang harus dibayar dibanding dengan pendapatan yang akan diterima dan pada akhirnya hal tersebut dapat menurunkan tingkat profitabilitas (ROA) pada bank syariah.
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh hasil analisis uji t yang menunjukkan t-hitung < t-tabel (-1,792 < 2,01808) dan mempunyai nilai sig > 0,05 yaitu (0,080 > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa NPF tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap ROA. Artinya hasil penelitian ini mempunyai hubungan yang berlawanan dengan teori yang ada, hasil penelitian menunjukkan bahwa NPF tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap ROA pada bank syariah. NPF yang besar tidak memberikan penurunan terhadap ROA, hal ini dikarenakan bank syariah masih dapat mengatasi pembiayaan bermasalah tersebut dengan menutupinya dari biaya pencadangan kerugian atau penyisihan penghapusan aktiva produktif dari pembiayaan yang disalurkan.