Abstract: This study investigates the legal dynamics surrounding electronic contracts between TikTok and its affiliates, particularly focusing on commission payment delays before and after TikTok's sale and purchase agreement with Tokopedia. The general background highlights the growing importance of affiliate marketing in e-commerce and the need for clear contractual obligations. The specific background identifies recurring issues related to late commission payments in TikTok’s affiliate agreements, underscoring a significant gap in the legal framework governing these contracts. The primary aim of this research is to analyze changes to TikTok's affiliate agreement post-transaction with Tokopedia, employing normative research methods with a statutory and conceptual approach. The results indicate that the updated TikTok Shop affiliate agreement offers enhanced legal protection, allowing affiliates to file lawsuits in case of violations, and outlines alternative dispute resolution mechanisms, such as complaints at the Seller Center and customer support. The novelty of this study lies in its comprehensive analysis of the amendments to the affiliate agreement, including stricter payment schedules and improved reporting procedures, addressing previous inconsistencies. The implications suggest that these enhancements contribute to better legal protection for affiliates and foster transparency in payment processes, which is crucial for affiliate trust and the overall efficacy of e-commerce operations in Indonesia.
Highlights:
Keywords: TikTok, Tokopedia, affiliate agreements, electronic contracts, commission payments
TikTok, sebuah platform media sosial, diperkenalkan pada tahun 2016 dan segera menarik perhatian banyak orang karena berbagai pilihan musik dan fitur menarik yang ditawarkannya. Pada tahun 2018, jumlah pengguna aktif bulanan TikTok telah mencapai lebih dari 500 juta, dan perkiraan menunjukkan bahwa platform ini mencapai puncak sejarah dengan mencapai 1 miliar pengguna pada akhir tahun 2019. Dengan pertumbuhan yang pesat, TikTok telah menjadi salah satu platform yang paling populer di dunia, menawarkan pengalaman berbagi video yang unik kepada jutaan pengguna di seluruh dunia.[1]
Pada tahun 2020, aplikasi TikTok mengalami perkembangan yang pesat di Indonesia, dan dengan cepat menjadi bagian dari budaya baru di negara ini. Melalui video-video dan lagu-lagu yang ditampilkan di platform ini, TikTok diprediksi akan mencapai lebih dari satu miliar pengguna aktif bulanan secara global pada Mei 2023. Menurut laporan yang sama, sebanyak 47 persen pengguna TikTok mengaku tergoda untuk membeli sesuatu setelah menonton konten di platform tersebut, sementara 67 persen mengatakan bahwa TikTok menginspirasi mereka untuk membeli barang yang sebelumnya tidak direncanakan. Salah satu bentuk promosi yang semakin populer adalah melalui pengguna influencer TikTok, yang menawarkan program afiliasi dengan komisi. Dengan demikian, para influencer TikTok ini memiliki peran yang signifikan dalam memasarkan produk dan layanan dengan menggunakan aplikasi ini.[2]
Pada tanggal 26 September 2023, Indonesia resmi menetapkan dan memberlakukan kebijakan penutupan TikTok Shop yang berlaku sejak pukul 17.00 WIB pada tanggal 4 Oktober 2023. Revisi Permendag Nomor 31 Tahun 2023 yang menyertai kebijakan ini memberikan dampak yang signifikan pada model bisnis social commerce, terutama TikTok Shop. Akibatnya, kemampuan PPMSE, termasuk TikTok Shop, untuk melakukan transaksi perdagangan langsung pada sistem elektroniknya, kini terbatas, hanya diperbolehkan untuk aktivitas promosi. Kendala tambahan muncul terkait pencairan dana di TikTok, di mana Afiliasi TikTok, sebagai content creator yang menjual produk melalui platform, menghadapi kesulitan dalam menerima komisi sesuai kesepakatan. Meskipun barang telah berhasil dikirim kepada konsumen, ketidaksesuaian dalam pencairan komisi setelah 7 hari sejak pemesanan menjadi sumber pertentangan dengan klausul perjanjian yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang terlibat.[3]
Pada program Afiliasi TikTok, telah ada perjanjian atau kesepakatan yang ditentukan oleh aplikasi Tik Tok itu sendiri. Menurut perjanjian tersebut, Afiliasi berhak mendapatkan komisi sebesar 5% sampai dengan 10% dari setiap produk yang berhasil dijual. Perjanjian ini dianggap sebagai kontrak elektronik berdasarkan Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik Pasal 1 angka (17), yang menyatakan bahwa kontrak elektronik adalah perjanjian yang dibuat melalui Sistem Elektronik. Selain itu, Pasal 18 ayat (1) mengungkapkan bahwa transaksi elektronik yang dicatat dalam kontrak elektronik mengikat para pihak. Oleh karena itu, hubungan antara Afiliasi dan penjual dianggap sebagai hubungan hukum karena menggunakan kontrak elektronik. Jika salah satu pihak melakukan pelanggaran atau kelalaian dalam perjanjian, mereka bertanggung jawab secara hukum untuk menyelesaikan masalah tersebut.[1]
Penelitian ini bertujuan menganalisis perjanjian kemitraan di platform TikTok sebelum dan sesudah terjadinya Jual beli dengan PT Tokopedia, serta kerangka hukum yang terkait dengan program afiliasi tersebut. Pada penelitian ini, analisis akan difokuskan pada hak dan tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian afiliasi. Tujuan utama penelitian ini untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang skema perjanjian afiliasi sebelum dan sesudah Jual beli untuk membantu afiliasi beradaptasi dengan perubahan dan memastikan hak-hak mereka tetap terlindungi.[4]
Penelitian ini memiliki manfaat yang signifikan dalam bidang yuridis, terutama pada konteks perlindungan hukum terhadap Afiliasi TikTok. Fokusnya adalah memberikan pemahaman mendalam tentang perubahan skema perjanjian afiliasi TikTok Shop sebelum dan sesudah Jual beli dengan PT Tokopedia, serta menguraikan perlindungan hukum yang tersedia bagi afiliasi. Memahami risiko regulasi pada konteks Jual beli bagi kreator konten dan pelaku usaha untuk memastikan hak dan kewajiban mereka terpenuhi.[5]
Pada penelitian pertama oleh I. D. Humairoh and M. Rosmiawati pada Tahun 2023 yang berjudul " Problematika Normatif dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 Terkait Larangan Social-Commerce pada Tiktok Shop" membahas pelarangan TikTok Shop di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan data sekunder untuk menganalisis dampak larangan tersebut terhadap pelaku usaha dan afiliasi. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa larangan tersebut tidak memenuhi tujuan kedayagunaan dan kehasilgunaan, serta dapat menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat.[6] Sementara itu peneliti kedua oleh M.C. Kwan berjudul "The Use of Tiktok Affiliate Marketing for e-Commerce and Online Business" membahas strategi pemasaran afiliasi di Tiktok untuk bisnis online dengan metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan dampak positif pemasaran afiliasi di TikTok bagi pengusaha online, dan memberikan saran praktis.[7] Dan pada penelitian Terakhir oleh V.S. Purborini berjudul "Legal Analysis of the Parties Partnership Agreement in the TikTok Affiliate Program" fokusnya adalah perjanjian kemitraan antara TikTok dan kreator konten dengan menggunakan metode penelitian normatif dengan Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang- undangan dan pendekatan konseptual. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa kemitraan dalam program afiliasi TikTok sesuai dengan prinsip-prinsip hukum.[5] Maka yang menjadi pembeda antara penelitian terdahulu dan peneliti saat ini berfokus pada analisis perlindungan hukum bagi afiliasi Tiktok sebelum dan sesudah Jual beli dengan Tokopedia. Serta bagaimana skema perjanjian Tiktok sebelum dan sesudah terjadinya Jual beli dengan Tokopedia terkait keterlambatan pencairan komisi. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan memberikan pemahaman mendalam tentang hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam program afiliasi TikTok, khususnya pada konteks keterlambatan komisi dan perlindungan hukum yang tersedia. Sehingga dapat meningkatkan keadilan dalam program afiliasi TikTok.[7]
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dengan meneliti dan mengkaji literatur yang relevan mengenai topik penelitian, serta analisis konseptual terhadap asas, doktrin, dan norma hukum terkait. Penelitian ini juga mencakup analisis perjanjian antara TikTok dan Tokopedia, yang melibatkan perjanjian investasi dan akuisisi saham berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Pasal 34), serta prinsip-prinsip Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 yang mengatur perizinan e-commerce. Dan Perlindungan Konsumen dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Pasal 26 dan 28) juga dianalisis untuk memahami pengaturan hak dan kewajiban dalam transaksi elektronik.
A. Konsep dan Implementasi Program Afiliasi TikTok Shop
TikTok, yang diluncurkan oleh perusahaan teknologi Tiongkok ByteDance pada September 2016, telah menjadi platform media sosial yang sangat populer di seluruh dunia. Awalnya dikenal sebagai Douyin di Tiongkok, aplikasi ini menawarkan video pendek dengan musik latar dan efek kreatif yang menarik. Tiktok menjadi fenomena global yang sangat diminati oleh generasi muda dan telah diunduh lebih dari 2 miliar kali. Selain sebagai sumber hiburan, platform ini juga mendukung perilaku belanja konsumen melalui fitur seperti keranjang kuning dan program afiliasi.[8]
Program Afiliasi TikTok memungkinkan promosi produk di TikTok Shop melalui konten menghibur. Kreator afiliasi menyebarkan link produk menggunakan keranjang kuning yang disediakan oleh TikTok. Volume penjualan menjadi ukuran keberhasilan strategi pemasaran ini. Setiap kreator yang bergabung dalam program ini dapat memperoleh keuntungan dari komisi penjualan. Kerjasama ini menguntungkan kedua belah pihak dan mengikat mereka dalam perjanjian serta aturan yang telah ditetapkan oleh TikTok.[9]
Para kreator afiliasi di TikTok Shop dapat menambahkan produk dari penjual setelah mendaftar dalam program TikTok Afiliasi. Jika konsumen membeli produk yang ditambahkan, transaksi akan dicatat atas nama member afiliasi, dan kreator akan mendapatkan penghasilan. Komisi langsung masuk ke dashboard akun kreator setelah pembelian berhasil melalui link promosi. Informasi mengenai komisi dapat dilihat melalui dashboard di akun TikTok Shop, yang memberikan rincian pesanan afiliasi, termasuk pengiriman dan tanggal pemesanan.[10]
Afiliasi perlu memeriksa isi perjanjian dengan teliti, termasuk syarat-syarat pembayaran komisi dan ketentuan penghentian kerjasama. Mereka juga harus mengerti kewajiban serta tanggung jawab masing-masing pihak. Perjanjian dianggap sah menurut Pasal 1320 KUHPerdata jika memenuhi syarat kesepakatan yang bebas, kemampuan membuat perjanjian, dan objek perjanjian yang sah. Jika syarat-syarat ini terpenuhi, TikTok bertanggung jawab membayar komisi sesuai kesepakatan. Bukti seperti rekaman transaksi dan laporan analitik dapat mendukung afiliasi dalam menegakkan hak mereka dan mencapai penyelesaian yang adil.[11]
Perjanjian TikTok mengatur hak dan kewajiban pengguna dalam platform tersebut. Ketentuan penggunaan menjelaskan persyaratan dan larangan yang harus diikuti. Kebijakan privasi fokus pada perlindungan data pengguna. Pengguna diberikan hak untuk menggunakan fitur-fitur yang disediakan oleh TikTok, seperti mengunggah konten dan berinteraksi. Perjanjian ini memberikan perlindungan hukum bagi pengguna dan memastikan bahwa TikTok mematuhi aturan perlindungan data yang berlaku. Selain itu, pelaku usaha dan afiliasi dapat memiliki perjanjian kerjasama endorse yang mengatur hak dan kewajiban mereka. Afiliasi berkewajiban mempromosikan produk pelaku usaha dengan prestasi berupa fee atau pembayaran. Pada beberapa kasus, afiliasi juga diminta untuk memberikan kesan positif terhadap produk yang dipromosikan.[12]
Afiliasi diharuskan mematuhi aturan promosi konten, termasuk larangan terhadap pelanggaran hak kekayaan intelektual dan penyebaran informasi palsu. Mereka bertanggung jawab untuk menjaga reputasi dan tidak merugikan kepentingan bisnis TikTok. Di sisi lain, TikTok memiliki hak untuk mengatur dan memantau kegiatan afiliasi. TikTok berwenang memberikan sanksi atau menghentikan kerjasama jika terjadi pelanggaran. TikTok juga berkomitmen untuk melindungi pengguna dan menciptakan lingkungan yang aman dari konten yang melanggar hukum, merugikan, atau melanggar hak kekayaan intelektual. Namun demikian, TikTok memiliki batasan tanggung jawab terhadap klaim atau kerugian hukum, terutama dalam hal kerugian langsung atau tidak langsung. Pengguna tetap bertanggung jawab sepenuhnya atas konten yang mereka unggah ke platform.[13]
B. Perlindungan Hukum dan Implementasi Perjanjian Afiliasi dalam Platform Digital
Perjanjian dalam sistem hukum Indonesia merupakan bagian dari perikatan, yang tercipta melalui persetujuan atau undang-undang sesuai Pasal 1233 KUHPerdata. Perjanjian terbentuk ketika seseorang berkomitmen untuk melakukan sesuatu yang menimbulkan konsekuensi hukum, melibatkan hubungan hukum yang melibatkan kekayaan, di mana satu pihak berhak menerima prestasi dan pihak lain berkewajiban memenuhinya. Agar sah dan mengikat, perjanjian harus memenuhi syarat-syarat tertentu menurut Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu kesepakatan para pihak, kecakapan untuk berkontrak, objek perjanjian yang jelas, dan sebab yang halal. Syarat pertama dan kedua bersifat subjektif, mengacu pada pihak yang berperjanjian, sedangkan dua syarat terakhir bersifat objektif, berkaitan dengan objek perjanjian. Jika syarat subjektif tidak terpenuhi, perjanjian dapat dibatalkan; jika syarat objektif tidak terpenuhi, perjanjian dianggap batal demi hukum.[14]
Pada era digital saat ini, platform E-commerce telah mengubah lanskap perdagangan global. Perubahan ini mendorong masyarakat untuk lebih banyak berbelanja secara online. Sebagai bagian dari strategi pengembangan bisnis, promosi online meningkat pesat. Salah satu strategi yang efektif adalah melalui program afiliasi di aplikasi TikTok, yang memungkinkan pelaku bisnis untuk menjangkau audiens lebih luas. Di dalam program ini, afiliator mempromosikan produk tanpa memproduksinya, sementara komisi diperoleh dari penjualan produk melalui tautan afiliasi.[15]
Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa persetujuan yang sesuai dengan hukum berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang terlibat. Persetujuan tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik dan tidak dapat ditarik kembali tanpa kesepakatan bersama atau alasan hukum. Pada perjanjian elektronik, Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Pasal 46 ayat (2) PP PSTE menegaskan keabsahan perjanjian afiliasi TikTok. Perjanjian ini tidak hanya mengikat secara hukum tetapi juga tidak dapat dibatalkan secara sepihak.[16] Melalui perjanjian ini, tercipta hubungan hukum antara afiliator dan TikTok, dimana afiliator bertugas mempromosikan produk-produk TikTok sesuai dengan Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Perdagangan.
Pada konteks perjanjian antara afiliator dan TikTok, perjanjian tersebut dibuat dengan bentuk baku atau klausula baku. "Terms and Conditions" yang dibuat oleh TikTok harus diterima atau ditolak oleh afiliator.
Pada Kebijakan Afiliasi TikTok Shop, terdapat beberapa klausul yang memberikan perlindungan secara preventif untuk afiliasi. Poin-poin penting terkait perlindungan bagi afiliasi (kreator yang mempromosikan produk) dapat dilihat dari Gambar 1 dan 2, yang menggambarkan Kebijakan Afiliasi TikTok Shop "Terms and Conditions" sebelum dan sesudah jual beli:
1. Klarifikasi Kebijakan dan Persyaratan
TikTok Shop menyediakan deskripsi yang jelas tentang apa itu Pemasaran Afiliasi, bagaimana affiliasi dapat berpartisipasi, dan apa yang diharapkan dari mereka dalam hal promosi produk. Ini membantu affiliasi memahami peran dan tanggung jawab mereka secara detail.
2. Perlindungan Terhadap Produk Tidak Sah atau Dilarang
Affiliasi dilindungi dengan ketatnya kebijakan terkait produk yang dilarang atau tidak diizinkan di TikTok Shop. Hal ini memastikan bahwa affiliasi tidak akan mempromosikan produk yang melanggar hukum atau kebijakan platform.
3. Transparansi Komisi dan Kondisi Pembayaran:
Affiliasi memiliki hak untuk mengetahui dengan jelas tentang komisi yang mereka terima dan kondisi pembayaran yang berlaku. Ini menciptakan kepercayaan antara penjual dan affiliasi serta mengurangi potensi konflik terkait kompensasi.
4. Klarifikasi Mengenai Penghentian atau Sanksi:
TikTok Shop memberikan penjelasan yang detail mengenai kondisi-kondisi di mana affiliasi dapat dikenai sanksi atau penghentian dari program Pemasaran Afiliasi. Ini membantu affiliasi untuk menghindari tindakan yang dapat menyebabkan sanksi atau penghentian, dengan memberikan kesempatan untuk mengajukan banding jika diperlakukan tidak adil.
Pada Kebijakan Afiliasi TikTok Shop, terdapat beberapa klausul yang memberikan perlindungan secara represif untuk afiliasi. Poin-poin penting terkait perlindungan bagi afiliasi (kreator yang mempromosikan produk) dapat dilihat dari Gambar 1 dan 2, yang menggambarkan Kebijakan Afiliasi TikTok Shop "Terms and Conditions" sebelum dan sesudah jual beli:
1. Mekanisme Banding:
Affiliasi memiliki hak untuk mengajukan banding jika mereka merasa bahwa mereka telah dihukum atau didiskualifikasi secara tidak adil. Ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk menjelaskan atau memperbaiki kesalahan yang mungkin terjadi.
2. Mekanisme Pelaporan dan Perlindungan:
Afiliasi memiliki hak untuk melaporkan produk yang dianggap melanggar kebijakan atau tidak pantas, Ini memberikan perlindungan terhadap produk yang mungkin mencoreng reputasi afiliasi atau melanggar kepercayaan konsumen.
Jika afiliator menyetujui syarat dan ketentuan tersebut, ia telah menyetujui isi perjanjian. Perjanjian ini menciptakan kerjasama kemitraan baku antara kedua belah pihak. Sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan memenuhi syarat sahnya perjanjian menurut KUHPerdata, maka perjanjian ini memiliki kekuatan hukum mengikat.[17]
Apabila pelaksanaan perjanjian, ketidaksesuaian isi atau kelalaian dalam memenuhi kewajiban sering terjadi. Penyelesaiannya harus mengacu pada substansi dalam perjanjian baku yang telah disepakati dan tidak dapat dibatalkan sepihak. Upaya pencegahan harus dicantumkan dalam "Terms and Conditions" TikTok sesuai dengan Pasal 1243 KUHPerdata. Afiliator perlu melakukan pemeriksaan teliti terhadap isi perjanjian, terutama syarat pembayaran komisi dan ketentuan penghentian kerjasama. Dengan memahami perjanjian dengan jelas, afiliator dapat menegakkan hak-hak mereka terutama terkait pembayaran komisi.
Apabila terjadi keterlambatan ataupun ketidaksesuaian pada pencairan komisi dengan sesuai perjanjian maka Afiliasi dapat melakukan mekanisme Alternative Dispute Resolution (ADR). Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh Afiliator:
1. Pengaduan melalui Seller Center:
Afiliasi yang mengalami masalah dengan pembayaran komisi dapat mengajukan tiket pengaduan melalui Seller Center. Pihak TikTok Shop akan menyelidiki kasus tersebut dan mengambil tindakan yang diperlukan.
2. Ketentuan Layanan dan Kebijakan Komunitas:
Penjual dan afiliasi harus mematuhi Ketentuan Layanan Penjual dan Pedoman Komunitas TikTok Shop. Sehingga apabila terjadi sengketa, pedoman ini dapat menyediakan mekanisme untuk penyelesaian.
3. Hubungi Dukungan Pelanggan TikTok Shop:
Afiliasi dapat menghubungi dukungan pelanggan TikTok Shop untuk mendapatkan bantuan dan klarifikasi terkait keterlambatan pembayaran komisi.
Pada perjanjian afiliasi ini TikTok memiliki hak untuk mengatur dan memantau kegiatan afiliasi, serta memberikan sanksi atau menghentikan kerja sama jika terjadi pelanggaran termasuk keputusan mengenai komisi atau imbalan yang diberikan kepada afiliasi berdasarkan kesuksesan promosi. Tetapi, afiliasi juga memiliki hak untuk mendapatkan komisi secara tepat waktu dan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Jika hak-hak ini dilanggar, afiliasi berhak untuk menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa yang tersedia dan menuntut keadilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.[7]
C. Perlindungan Hukum dan Risiko Regulasi dalam Perjanjian Afiliasi TikTok Shop Pasca Jual Beli
Perjanjian dengan TikTok secara hukum merupakan bagian dari ByteDance, setiap konten kreator berhak atas komisi dari penjualan produk. Jika mengalami kesulitan dalam menerima komisi, konten kreator dapat merujuk pada ketentuan yang disepakati dalam perjanjian tersebut. Gagalnya TikTok atau ByteDance dalam memenuhi kewajiban pembayaran memungkinkan kreator untuk menuntut haknya. Tindakan hukum yang diambil bisa melalui negosiasi, mediasi, arbitrase, atau pengadilan, tergantung pada prosedur penyelesaian sengketa yang tercantum dalam perjanjian.
Pelanggaran ketentuan perjanjian afiliasi TikTok dapat mengakibatkan sanksi perdata, termasuk tuntutan ganti rugi dari Affiliasi jika pemilik platform tidak membayar komisi yang seharusnya. Denda atau bunga atas pembayaran tertunda juga dapat dikenakan, dan pelanggaran dapat berujung pada pemutusan perjanjian serta pembayaran denda. Para afiliasi TikTok memiliki hak perlindungan hukum terkait pembayaran komisi dan ketidakpatuhan terhadap kesepakatan. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) melindungi konsumen, termasuk afiliasi, dari praktik merugikan dalam transaksi elektronik, dan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik menegaskan kewajiban penyedia jasa elektronik untuk memenuhi kewajiban kontraktual. Jika TikTok tidak membayar komisi, afiliasi dapat mengacu pada pasal ini untuk menuntut pemenuhan kewajiban, sementara Pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik menjamin hak-hak konsumen dalam transaksi elektronik, seperti kepastian, informasi yang jelas, dan perlindungan data pribadi.[18]
Pada Gambar 3, ditampilkan Kebijakan Afiliasi "Terms and Conditions" Tokopedia, yang diatur secara mandiri oleh Tokopedia dan sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023. Peraturan ini menetapkan bahwa Tokopedia memiliki izin resmi untuk beroperasi sebagai badan hukum e-commerce. Setelah penutupan resmi TikTok Shop, pada 27 Maret 2023, Kementerian Perdagangan mengumumkan bahwa PT Tokopedia menyelesaikan integrasi dengan TikTok dengan membeli 75,01% saham Tokopedia, memanfaatkan izin Penyelenggara Sistem Elektronik (PMSE) yang dimilikinya. TikTok Shop kini dikelola sepenuhnya oleh PT Tokopedia dan beroperasi kembali sejak 12 Desember 2023. Hubungan hukum antara TikTok dan Tokopedia diatur oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, khususnya Pasal 34 mengenai perubahan kepemilikan saham, serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, terutama Pasal 26 dan Pasal 28 yang mengatur kewajiban serta hak penyelenggara sistem elektronik dan perlindungan data pribadi.[19] Berikut merupakan skema perbandingan terkait perjanjian afiliasi sebelum terjadinya jual beli dan pasca terjadinya jual beli dengan Tokopedia:
Refleksi terhadap perubahan menunjukkan dua kondisi hukum yang mempengaruhi afiliasi TikTok dalam perjanjian afiliasinya, khususnya terkait TikTok Shop. Pada Gambar 4 memperlihatkan skema sebelum jual beli, di mana TikTok Shop mengelola seluruh aspek e-commerce secara mandiri, termasuk pengelolaan data pengguna, pembayaran komisi, transaksi, strategi pemasaran afiliasi, serta layanan pelanggan. Sebaliknya, Pada Gambar 5 menggambarkan skema setelah jual beli, di mana TikTok tetap sebagai pihak utama dalam hubungan hukum tetapi Tokopedia berperan sebagai pihak ketiga yang menerima investasi utama dan bertanggung jawab atas operasional e-commerce termasuk pengelolaan data pengguna, pembayaran komisi, dan strategi pemasaran afiliasi. Dalam skema baru ini, Tokopedia juga menangani integrasi dan implementasi kebijakan baru yang menjadikannya sebagai pengelola utama e-commerce melalui platformnya sementara TikTok berfungsi sebagai mitra strategis. Alur perubahan ini bisa dilihat dengan jelas pada gambar-gambar yang menunjukkan transisi dari manajemen mandiri TikTok ke kolaborasi terintegrasi dengan Tokopedia.[20]
Jual beli antara TikTok dengan Tokopedia menekankan perlindungan hukum melalui kontrak kerja sama antara penjual dan platform afiliasi, dengan penegakan kontrak yang mengacu pada hukum perdagangan elektronik dan undang-undang konsumen yang berlaku. Setelah Jual beli, perlindungan hukum menjadi lebih terstruktur dan komprehensif dengan integrasi kebijakan privasi dan kontrak afiliasi dari kedua entitas Ini mencakup penyesuaian kebijakan privasi yang memastikan data pengguna termasuk data merchant, afiliator, dan konsumen yang dikelola sesuai dengan standar keamanan dan privasi yang ketat dari kedua perusahaan. Kontrak afiliasi juga diperbarui untuk mencerminkan perubahan dalam tanggung jawab dan prosedur operasional, termasuk ketentuan yang lebih jelas tentang keterlambatan pencairan komisi, hak-hak banding, dan resolusi sengketa. Pengendalian data utama oleh Tokopedia dan dukungan TikTok Pte. Ltd. dalam fungsi tertentu meningkatkan efisiensi dan respons terhadap pengaduan. Selain itu, peningkatan keamanan data dan manajemen risiko memastikan kepatuhan hukum dan keamanan data yang lebih baik. Prosedur banding dan pengaduan juga diintegrasikan dalam satu platform yang lebih diawasi, memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat dan transparan.[21]
Skema perjanjian afiliasi TikTok mengalami perubahan sebelum dan sesudah jual beli dengan Tokopedia, khususnya terkait keterlambatan pencairan komisi. Sebelum terjadinya jual beli antara TikTok dan Tokopedia, skema perjanjian terkait pencairan komisi sering kali menghadapi masalah keterlambatan, dengan ketentuan yang kurang terperinci dan mekanisme yang tidak konsisten. Setelah terjadinya jual beli kedua belah pihak ( TikTok & Tokopedia ) memperbarui perjanjian untuk menangani masalah pencairan komisi dengan lebih efektif. Perubahan ini meliputi penetapan jadwal pembayaran yang lebih ketat dan jelas serta implementasi prosedur pelaporan dan verifikasi yang lebih baik untuk memastikan pencairan komisi dilakukan secara tepat waktu. TikTok dan Tokopedia juga memperkenalkan mekanisme komunikasi yang lebih efisien untuk mengatasi keterlambatan yang mungkin terjadi guna meningkatkan transparansi, kepastian, efektivitas pelaksanaan perjanjian. Yang menunjukkan perbaikan dalam perlindungan hukum dan pengelolaan pembayaran yang penting bagi afiliasi untuk memahami dan memanfaatkan mekanisme penyelesaian sengketa yang telah disediakan.