Private Law
DOI: 10.21070/ijler.v19i3.1198

Evaluating Legal Protections for Pedestrians and Infrastructure in Indonesia.


Mengevaluasi Perlindungan Hukum bagi Pejalan Kaki dan Infrastruktur di Indonesia.

Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Indonesia

(*) Corresponding Author

Pedestrian Rights, Road Law Infrastructure Safety Urban Development

Abstract

Abstract: The term "pedestrian" refers to individuals utilizing designated areas for walking, which is an essential form of transportation. Despite the provisions outlined in Law 22 of 2009 regarding pedestrian rights, many facilities remain underdeveloped, reflecting a governmental focus on motorized transport. Specific Background: Law 2 of 2022 aims to enhance road infrastructure and legal protections for pedestrians in Indonesia. This study examines the effectiveness of these laws in safeguarding pedestrian rights amidst ongoing urban development. Knowledge Gap: The current regulatory frameworks lack sufficient enforcement mechanisms and public awareness regarding pedestrian rights, particularly concerning safety and infrastructure availability. Aims: This research employs a statutory approach and sociological interviews to analyze existing pedestrian regulations and infrastructure conditions in Sidoarjo, Indonesia. Results: The findings indicate that while there has been substantial progress in constructing sidewalks and enhancing infrastructure, pedestrian rights are still inadequately addressed, particularly for individuals with disabilities. Novelty: This study uniquely combines legal analysis with primary data collection to highlight the real-world implications of legislative changes on pedestrian safety and rights. Implications: The insights gained emphasize the need for increased governmental attention to pedestrian infrastructure and awareness campaigns to educate the public about their rights. This research serves as a foundation for further studies aimed at improving urban pedestrian conditions and informs policymakers on effective implementation of Law 2 of 2022 to enhance the quality of life in urban areas.

Highlights:

 

  1. Enhanced Protections: Law 2 of 2022 strengthens pedestrian rights in Indonesia.
  2. Infrastructure Growth: Improved sidewalks and pedestrian facilities in urban areas.
  3. Knowledge Deficits: Public awareness of pedestrian rights needs significant improvement.

 

Keywords: Pedestrian Rights, Road Law, Infrastructure, Safety, Urban Development

Introduction

Peningkatan mobilitas masyarakat di Indonesia, seiring dengan perkembangan ekonomi dan urbanisasi sangat memberikan dampak signifikan terhadap lalu lintas. Ketersediaan infrastruktur terhadap transportasi memiliki peran yang sangat vital dan esensial dalam mendukung kemajuan pembangunan di berbagai sector, dibalik kemajuan transportasi ada infrastruktur yang sangat penting dan menjadi peran utama dalam perkembangan di negara Indonesia yaitu Jalan. Jalan merupakan hal yang dibutuhkan dan sangat penting untuk penunjang aktivitas pada transportasi darat. Jalan memberikan suatu kemudahan bagi masyarakat karena dapat terhubungnya daerah ke daerah dengan sangat mudah sehingga dapat terhubungnya antar individu suatu wilayah, hal tersebut sangat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan daerah. Peran pemerintah dalam pengelolaan,pembangunan serta pengawasan terhadap Jalan sangat dibutuhkan untuk mendapatkan sebuah evektifitas infrastruktur jalan untuk masyarakat.[1]

Dalam pembangunan sebuah infrastruktur jalan tidak hanya jalan utama saja yang harus dibangun untuk menunjang mobilitas kehidupan, namun pendukung dalam infrastruktur jalan juga harus dibangun. Sesuai dengan Undang-Undang 2 Tahun 2022 Tentang Jalan ada di Pasal 11 menjabarkan setiap jalan harus memiliki bagian-bagian jalan dan bagian jalan yang dimaksud salah satunya ruang manfaat jalan. Pada ruang manfaat jalan yang akan kita bahas yaitu dalam jalan adanya jalur pejalan kaki terkecuali di jalan bebas hambatan atau jalan tol, jalur pejalan kaki yang dimaksud ialah trotoar dan juga tempat penyebrang jalan kaki zebra cross sangat penting dalam pembangunan jalan dan membantu dalam mobilitas kehidupan. Trotoar merupakan jalur terperuntukan untuk masyarakat yang berjalan kaki Untuk menjamin keselamatan pejalan kaki, trotoar dibuat sejajar dengan jalan utama dan agak tinggi di atas jalan raya. Keberadaan trotoar sangat penting karena dapat mencegah interferensi antara pejalan kaki dan kendaraan, yang bisa merugikan mereka dan menghambat kelancaran lalu lintas. Selain itu, trotoar berfungsi sebagai area aktivitas untuk pejalan kaki, bertujuan meningkatkan kenyamanan dan keamanan mereka. Selain aspek praktisnya, trotoar juga memiliki peran sosial sebagai tempat interaksi masyarakat dan sebagai area umum. Dengan demikian, tujuan utama pembangunan trotoar adalah untuk memberikan ruang tersendiri dan tidak tercampur antara pejalan kaki dari kendaraan bermotor tanpa mengganggu keduanya secara signifikan.[2]

Pada Undang-Undang LLAJ telah memberikan aturan terkait hak serta kewajiban bagi para pejalan kaki pada pasal 131 dan pasal 132 yang menjelaskan bahwasannya pejalan kaki berhak untuk mendapatkan sertra prioritas sebuah fasilitas jalan yang mendukung aktivitas mereka. Tetapi realitasnya di Indonesia sendiri undang-undang tersebut hanya menjabarkan aturan tentang bagaimana pejalan kaki harus berjalan pada tempatnya sehingga tidak kuat untuk memberikan kepastian hukum terhadap pejalan kaki akan mendapatkan fasilitasnya, untuk memenuhi hak nya maka adanya undang-undang tentang jalan menjadi opsi untuk hak pejalan kaki karena memberikan aturan yang fokusnya pada pembangunan inftrastruktur jalan agar pejalan kaki mendapatkan fasilitas untuk memenuhi hak nya, pada pembangunan jalan terdapat sebuah aturan harus adanya fasilitas pejalan kaki efektifnya undang-undang jalan membantu para pejalan kaki mendapatkan fasilitas.[3]

Namun dalam pembangunan infrastruktur Jalan hal tersebut banyak dikesampingkan banyak pembangunan-pembangunan jalan tidak memperhatikan ruang manfaat jalan sehingga para pejalan kaki tidak mendapatkan fasilitas yang mereka butuhkan. Hak pejalan kaki untuk berjalan di trotoar terampas sehingga kini para pejalan kaki menjadi was-was karena tidak adanya ruang untuk mereka. Para pejalan kaki tentunya harus berada pada posisi yang aman demi keselamatan dan kenyamanan mereka tak hanya itu juga terhadap pada Lalu Lintas jika mereka tidak mendapatkan fasilitasnya tentunya para pejalan kaki di posisi tidak aman mereka bercampur dengan kendaraan yang membahayakan keselamatan lalu lintas maka dari itu manajemen pada pembangunan jalan memberikan ruang manfaat jalan untuk memisahkan antara pejalan kaki dari arus kendaraan.[4]

Berjalan kaki dengan kenyamanan dan keselamatan menjadi impian para pejalan kaki karena berjalan termasuk dalam transportasi dasar di kalangan masyarakat dunia hal tersebut sangatlah menjadi perhatian yang penting utnuk pemerintah saat melakukan pembangunan pada infrastruktur jalan. Infrastruktur yang tidak memadai menyebabkan para pejalan kaki tidak mendapatkan hak nya sehingga mereka berjalan dalam jalan bercampur dengan arus kendaraan dan menyebabkan resiko kecelakaan yang tinggi dikarenakan para pejalan kaki tidak mendapatkan keanyamanan dan jaminan keselamatan.[5] Penelitian terkait Hak pejalan kaki sudah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, M.Kaunang, Hizzkia A. dengan judul Tanggung Jawab Hukum Pemerintah Dalam Ketersediaan Fasilitas Masyarakat Pejalan Kaki dan Penyandang Cacat, Hasil penelitian menjelaskan bahwa pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 menjadi dasar untuk pennyelenggaraan terhadap fasilitas di public sehingga para pengguna jalan mendapatkan kepastian hukumnya, tanggungjawab pemerintah yang kurang maksimal salah satu faktor yang mempengaruhi para pejalan kaki tidak mendapatkan fasilitasnya tak hanya itu masyarakat juga harus bertanggung jawab atas fasilitas umum trotoar karena masih sering disalah gunakan sebagai tempat berjualan sehingga para pejalan kaki dan penyandang cacat tidak mendapatkan fasilitasnya.[6] Aditya Pratama, Arinto Nurcahyono berjudul Hak Pejalan Kaki dalam Perspektif Hukum dan Hak Asasi Manusia, dikaitkan dengan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya menjelaskan pada Undang-Undang LLAJ telah mengatur hak para pejalan kaki serta perlindungan bagi pejalan kakinamun di jalan cicadas masih banyak trotoar digunakan PKL para pejalan kaki tergerus haknya Undang-Undang tersebut masih tidak maksimal dalam memberikan hak untuk ppejalan kaki tetapi dalam HAM juga tidak bisa memberikan hak pejalan kaki secara penuh relevan dengan tanggung jawab memastikan bahwa hak-hak pejalan kaki tidak dilanggar dan memberikan perlindungan oleh negara.[7] Syifa Nurfajriana , Zainab Cahya Rosuli , Mulyadi berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Pejalan Kaki Yang Menjadi Korban Penyalahgunaan Trotoar di Indonesia memberikan hasil bahwa UU LLAJ No 22 Tahun 2009 telah mengatur hak para pejalan kaki namun kegunaan trotoar yang disalahgunakan di Indonesia sudah biasa hal tersebut menggambarkan bahwa aturan di Indonesia belum kuat dan lemah Hak-Hak pejalan kaki belum terealisasikan.[8]

Berbeda dengan penelitian yang telah ada penelitian yang saat ini yang akan saya kaji berfokus pada Hak-Hak pengguna jalan terutama Pejalan Kaki saat setelah di berlakukannya Undang-Undang 2 Tahun 2022 Tentang Jalan. Penelitian terdahulu berdasar pada peraturan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada peraturan tersebut membeberkan aturan tentang angkutan serta lalu lintas jalan termasuk pengendara,angkutan,pejalan kaki serta pengendara sepeda. Namun dipenilitian kali ini peneliti mengkaji pada Undang-Undang Jalan yang focus undang-undang tersebut terhadap infrastruktur jalan termasuk pengelolaan,pengawasan serta pembangunan dan juga mengkaji pada Undang-Undang lalu lintas dan jalan mengkaitkan dua aturan dengan bertujuan mencari system yang disediakan yang telah diatur apakah dengan infrastruktur yang ada sudah memenuhi hak pejalan kaki dan serta telah melindungi keselamatan para pejalan kaki.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara hukum pada para pengguna jalan yaitu pejalan kaki yang hak-haknya telah dirampas dan tidak mendapatkan fasilitas untuk mereka,tak hanya pejalan kaki penyandang disabilitas pun membutuhkan kepastian hak yang mereka butuhkan maka melalui artikel penelitian yang akan dikaji semoga dapat memberikan mafaat serta pemahaman terutama subjek pada penelitian ini pejalan kaki dan objek pada penelitian ini kepada pemerintah yang bertanggung jawab atas pengelolaan,pembangunan serta pengawasan jalan dan lalu lintas untuk memberikan fasilitas-fasilitas yang memadahi terutama trotoar yang layak dan ramah disabilitas agar memudahkan aktivitas masyarakat dengan berjalan kaki. Berdasar permasalahan diatas penelitian ini menganalisis Hak Pejalan Kaki yang tidak didapatkan oleh pejalan kaki banyak pembangunan infrastruktur jalan namun mengabaikan ruang manfaat jalan hal ini merugikan para pejalan kaki dan juga untuk memudahkan mendapatkan sebuah data secara realistis tentang infrastruktur pejalan kaki yang ada di Indonesia maka peneliti akan melakukan studi kasus pada salah satu kabupaten besar yang ada di Jawa Timur tepatnya pada Kabupaten Sidoarjo karena pada Kabupaten Sidoarjo banyak juga trotoar yang rusak serta Sidoarjo saat ini sedang berupaya keras untuk meningkatkan kualitas lingkungan perkotaannya melalui pembangunan,pelebaran jalan dan juga revitalisasi trotoar, Kabupaten Sidoarjo belum bisa disebut sebagai "kota" dengan karakteristik khusus terkait hal ini.

Rumusan masalah: Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap hak pejalan kaki di Indonesia pasca disahkannya Undang-Undang No 2 Tahun 2022?

Pertanyaan penelitian: 1. Sudahkah para pejalan kaki di Indonesia mendapatkan hak-nya?

2. Sistem peraturan yang disediakan dengan infrastruktur yang ada apakah sudah memberikan perlindungan serta fasilitas pada pejalan kaki (Studi Kasus di Sidoarjo)?

Kategori SDGs: Pada kategori SDGs 9

Methods

Dengan judul serta permasalahan diatas maka peneliti menerapkan metode pendekatan perundang-undangan (Statue Approach) dan pendekatan sosiologis dengan menggunakan metode yuridis sosiologis. Dengan metode dan dua pendekatan tersebut make peneliti mengkaji dengan pendekatan statue approach pada dua peraturan yang saling bersangkutan pada pejalan kaki tentang jaminan keselamatan dan juga hak ketersediaan fasilitas ruang pejalan kaki pada negara Indonesia yaitu pada peraturan yang relevan terdapat peraturan pejalan kaki pada Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta peraturan utama pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Jalan dan juga peneliti menggunakan pendekatan sosiologis dalam bentuk wawancara yang bertujuan untuk mengetahui kondisi secara langsung infrastruktur yang ada pada Kabupaten Sidoarjo. Wawancara dilakukan pada Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air Sidoarjo karena Kabupaten Sidoarjo merupakan kota urban yang memiliki sumber daya dan infrastruktur yang dapat merepresentasikan sebagai kota berkembang karena rata-rata daerah di Indonesia ini merupakan kota yang berkembang atau kota penyangga daripada kota besar. Maka peneliti dengan data primernya menggunakan sumber data pada penelitian ini dengan berlandaskan pada peraturan dan juga Undang-Undang yang mengatur tentang hal tersebut, tak hanya itu peneliti menggunakan sumber data lainnya pada sumber data sekunder berupa hasil wawancara, buku, jurnal-jurnal yang ada, artikel ilmiah atau sumber bacaan yang mirip serta sesuai pada pembahasan dengan menerapkan metode studi kepustakaan.

Result and Discussion

Peran utama dalam kehidupan sebagai factor penggerak utama pada aktifitas kehidupan masyarakat serta perekonomian untuk pengembangan usaha dan juga mendukung pada kehidupan ekonomi melalui perkembangan wilayah satu dengan lainnya dalam mewujudkan pembangunan nasional yaitu Jalan. Jalan memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat, jalan merupakan fasilitas yang disediakan dan wajib ada untuk mendukung segala kepentingan kehidupan, perawatan serta pembangunan jalan sebagai tanggung jawab pemerintah negara untuk menunjang fasilitas-fasilitas yang ada pada jalan agar para pengguna jalan mendapatkan manfaatnya dengan sebagaimana mestinya jalan tersebut.[9]

Infrastruktur jalan adalah elemen penting dalam sistem transportasi suatu negara. Jalan merupakan jalur atau koridor yang dirancang dan dibangun untuk memfasilitasi pergerakan kendaraan, orang, dan barang dari satu lokasi ke lokasi lain. Jalan dapat berupa jalan raya, jalan tol, jalan arteri, jalan lingkar, jalan pedesaan, dan lain sebagainya. Jalan juga dapat berupa jalur yang diaspal, tanah, atau material lainnya, tergantung pada kondisi geografis, volume lalu lintas, dan kebutuhan pengguna.

Dalam sistem transportasi multimodal, jalan sering menjadi titik awal atau akhir perjalanan, terhubung dengan moda transportasi lain seperti kereta api, pesawat, dan kapal laut. Negara ini memiliki banyak kota metropolitan besar yang sangat padat bahkan terdiri dari berbagai populasi yang berbeda-beda. Tentu saja hal tersebut kerap menimbulkan berbagai permasalahan terkait transportasi. Oleh karena itu, pemerintah sebagai penyedia layanan bagi seluruh masyarakat tentunya mempunyai kewajiban untuk memberikan solusi atas permasalahan tersebut. Dan sangat penting untuk merencanakan, membangun, dan memelihara jalan dengan baik agar dapat mendukung mobilitas yang lancar dan efisien bagi semua pengguna[10]

Jalan adalah infrastruktur vital dalam sistem transportasi yang menghubungkan berbagai lokasi dan mendukung pergerakan kendaraan, orang, dan barang. Fungsi utamanya meliputi menghubungkan lokasi, fasilitas transportasi, meningkatkan aksesibilitas, dan mendukung pengembangan ekonomi. Dalam konteks infrastruktur transportasi, jalan memiliki peran yang krusial dalam memfasilitasi mobilitas dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Oleh karena itu, perencanaan, pembangunan, dan pemeliharaan jalan yang efektif sangat penting untuk mendukung sistem transportasi yang berkelanjutan dan efisien.

Di Indonesia, definisi jalan secara hukum tercantum dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jalan Pasal 1 ayat (1) UU Jalan mendefinisikan jalan sebagai:

Permukaan tanah yang diperkeras dan dipergunakan untuk lalu lintas orang, kendaraan dan/atau hewan, baik pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, maupun di bawah permukaan tanah

Orang-orang beraktivitas menggunakan jalan untuk kehidupan sehari-harinya dengan berlalu lintas serta bergerak berpindah dari suatu tempat orang-orang tersebut dapat kita kenal sebagai para Pengguna jalan. Pengguna Jalan tak hanya para pengendara motor namun kendaraan lainnya seperti becak ataupun sepeda dan juga para pejalan kaki merupakan pengguna jalan. Para pengguna jalan ini memiliki kehendak serta hak mereka untuk menggunakan jalan yang telah ada, Para pengguna jalan juga berhak atas pemenuhan fasilitas jalan seperti ruang pemanfaatan jalan yang meliputi pemberhentian, penyebrangan, ruang jalan kaki, jalan khusus pesepeda dan sebagainya. Ruang tersendiri bagi para pengguna jalan memiliki berbagai tujuan yang merujuk utamanya mementingkan kepentingan masing-masing pengguna jalan dan demi keselamatan ,kesejahteraan, dan kelancaran lalu lintas.[11]

Pengguna jalan salah satunya ialah Pejalan Kaki, Pedestrian atau dapat dikenal dalam Bahasa kita Pejalan Kaki namun pejalan kaki memiliki Bahasa latin yaitu pedesterpedestris yang memiliki arti orang-orang atau masyarakat yang berjalan kaki. Dalam Bahasa Yunani kaki adalah pedos atau dapat diartikan orang yang berjalan kaki atau pedestrian.Sirkulasi perpindahan masyarakat dari satu tempat ke tempat lain dapat kembali ketempat asal sebagai tujuan dengan berjalan kaki dapat diartikan Pedestrian.[12]

"Pejalan kaki" adalah istilah dalam bahasa Indonesia yang merujuk kepada seseorang yang berjalan kaki, biasanya di trotoar, jalan setapak, atau lintasan pejalan kaki. Ini adalah mode transportasi yang paling dasar dan umum digunakan oleh manusia untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan kaki. Pejalan kaki bisa berjalan untuk berbagai tujuan, seperti berbelanja, berolahraga, atau sekadar berjalan-jalan untuk bersantai. Dalam konteks keselamatan jalan raya, pejalan kaki sering kali memiliki hak yang didukung oleh undang-undang dan regulasi lalu lintas untuk memastikan keselamatan mereka di jalan.

Kebiasaan pejalan kaki adalah faktor penting dalam perencanaan fasilitas pejalan kaki. Perilaku pejalan kaki bervariasi, mulai dari berjalan searah dengan lalu lintas, berlawanan arah, berjalan sendirian, berkelompok, hingga membawa barang. Berdasarkan moda perjalanannya, pejalan kaki dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu pejalan kaki penuh, pejalan kaki yang menggunakan kendaraan pribadi, dan pejalan kaki yang menggunakan kendaraan umum atau pribadi sebagai moda antara dalam perjalanan mereka.[13]

Namun para masyarakat di Indonesia masih minim melakukan kebiasaan sehat tersebut hanya beberapa di daerah tertentu pada kota-kota besar yang melakukan segala aktivitasnya dengan berjalan kaki,hal tersebut dilatar belakangi suatu hal yang tidak mendukung aktivitas para pejalan kaki tersebut untuk mendapatkan segala haknya salah satunya untuk menikmati fasilitas nya karena dari pembangunan fasilitas sendiri masih banyak yang tidak merata hanya pembangunan fasilitas jalan tertentu,tidak memperhatikan kebutuhan masyarakat sehingga para masyarakat yang ingin berjalan kaki takut akan keamanan serta keselamatan dalam lalu lintas mereka. Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam karena dengan seiringnya perkembangan jaman berjalan kaki menjadi trend untuk memulai aktivitas para masyarakat selain sehat juga hemat namun untuk keamanan serta keselamatan masih menjadi hal yang abu-abu, karena negara Indonesia terkenal dengan negara hukumnya maka pemerintah membuat aturan undang-undang untuk memberikan kepastian hukum kepada para pengguna jalan salah satunya pejalan kaki. Perlindungan Hukum Pejalan Kaki terdapat pada aturan undang-undang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat serta memberikan kepastian hukum bagi pejalan kaki, namun sebelum itu belum dipastikan undang-undang tersebut dapat memberikan perlindungan hukum, sehingga pembahasan dibawah ini perlu dibahas dengan membeberkan dua topik tentang peraturan yang ada seberapa efektifnya aturan lama dengan aturan baru.

Diambil dari berita liputan CNN Indonesia pada tanggal 16 Mei 2024 bahwasannya masih sangat sulit menyebrang di jalanan Jakarta meski sudah dilengkapi rambu-rambu perilaku pengendara motor masih sangat nakal serta fasilitas yang tidak merata. Sebenarnya penyebrangan jalan di Jakarta terutama di jalan protocol juga sudah memadai fasilitasnya namun belum merata, Sejumlah warga mengaku kerap merasa kurang aman saat menyebrang dan fasilitas di luar jalan protocol masih banyak yang kurang cukup aman dan belum merata. Pengamat tata kota Abdi Miftahul menjelaskan penyebrangan jalan yang terbilang aman harus memiliki kelengkapan infrastruktur secara menyeluruh karena pejalan kaki dan pengendara yang tertib menjadi bagian penting untuk menjaga keamanan penyeberangan jalan karena hal tersebut menjadi salah satu factor penting bagi kemajuan sebuah kota.

Tak hanya itu di ambil dari laman Liputan 6 pada tanggal 29 April 2024 WNA Kritik Pengendara Motor yang Naik ke Trotoar di Jakarta: Mengintimidasi Pejalan Kaki. WNA mengunggah video pada social media dengan menyatakan bahwasannya WNA tersebut kecewa melihat kelakuan para pengendara motor yang menggunakan trotoar hal ini membuat hak pejalan kaki tergerus karena tidak dapat jalan di trotoar, ia juga mengatakan bahwa di Jakarta ada lebih banyak pengendara motor daripada pejalan kaki di trotoar. Salah satu alasannya adalah pejalan kaki terintimidasi untuk memakai trotoar karena sudah diambil alih oleh kendaraan roda dua. Meski sudah dibangun tiang-tiang pembatas, para pengendara motor tersebut masih bisa melewati celah yang cukup lebar untuk motor.

A. Pelindungan Hukum Bagi Pejalan Kaki di Indonesia

1. Perlindungan Hukum Bagi Pejalan Kaki di Indonesia Sebelum Disahkannya Undang-undang No2 Tahun 2022

Aktivitas pada jalan raya lalu lintas tidak hanya dilalui para pemotor dengan kendaraannya namun juga banyak dilalui pesepeda serta pejalan kaki, hal tersebut memerlukan adanya perlindungan untuk para pejalan kaki terkhusus dikarenakan rentan kecelakaan lalu lintas untuk para pejalan kaki, factor kecelakaan tersebut dikarenakan pejalan kaki tidak pernah mendapatkan fasilitas yang memadai. Negara kita Indonesia yang terkenal sebagai negara dengan menerapkan dasar pada undang-undang, sebagai negara hukum yang seharusnya dapat memberikan perlindungan hukum terhadap seseorang serta memenuhi hak-hak yang diberikan, berkaitan dengan hal tersebut untuk pemenuhan hak serta memberikan perlindungan hukum yang pasti sangat membutuhkan bantuan dari kebijakan pemerintah untuk memberikan aturan yang berdasar pada Undang-Undang. Memberikan keleluasaan ruang kepada rakyat untuk ikut serta dalam mempertahankan dan memenuhi hak-hak mereka bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi juga tugas pemerintah sebagai negara hukum yang demokratis.[14]

Jalan raya memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam urusan sosial, ekonomi, maupun kepentingan negara. Salah satu fungsinya yang krusial adalah sebagai sarana transportasi bagi seluruh masyarakat untuk kelancaran lalu lintas namun untuk para pejalan kaki dalam hal sarana untuk mereka masih minim,padahal untuk saat ini berjalan kaki merupakan transportasi pilihan dengan mobilitas yang terjangkau dan mudah diakses oleh masyarakat. Meskipun hak-hak pejalan kaki telah dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 131 Ayat 1, yang menyatakan bahwa mereka berhak atas fasilitas pendukung seperti trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lainnya, masih banyak sarana yang belum memadai. Hal ini mengakibatkan pejalan kaki terpaksa menggunakan jalur yang sama dengan kendaraan bermotor, yang garis besarnya ketika para pejalan kaki bercampur dengan kendaraan lainnya, karena hal tersebut dapat membahayakan keselamatan para pengguna jalan. Oleh karena itu, pemenuhan fasilitas pendukung yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan menjadi sangat penting untuk menjamin keamanan dan kenyamanan pejalan kaki.[15]

Di era globalisasi ini, transportasi menjadi kebutuhan pokok manusia. Namun, kemudahan akses ini diiringi dengan sisi gelap, yaitu meningkatnya pelanggaran lalu lintas, terutama oleh pengendara motor. Mereka sering mengabaikan rambu-rambu dan menerobos lampu merah, membahayakan pejalan kaki dan sesama pengendara. Tak hanya itu, pengendara motor kerap melewati trotoar untuk mendahului, mengganggu pejalan kaki dan mencemari trotoar. Hal ini menunjukkan kurangnya kesadaran dan kepedulian terhadap keselamatan dan ketertiban bersama. Para pengguna jalan memiliki aturannya masing-masing termasuk untuk pejalan kaki sekalipun tanpa terkecuali, para pengguna jalan tersebut diberikan aturan yang tertera pada Undang-Undang Dasar 1945 pada UU No 22 pada tahun 2009 yang membeberkan aturan-aturan lalu lintas untuk memberikan keselamatan dan kelancaran dalam lalu lintas serta meminimalisir kecelakaan, tak hanya itu pemerintah juga memberikan hak khusus untuk pengguna jalan terutama pada pejalan kaki pada undang-undang tersebut menjabarkan beberapa hak pejalan kaki. Dengan adanya hal tersebut pemerintah harus memenuhi hak yang telah mereka berikan, terdapat pada pasal 45 ayat 1(a) cara pemerintah memberikan dukungan terhadap berjalannya lalu lintas dengan memenuhi hak pejalan kaki.[16]

Memberikan fasilitas untuk para pengguna jalan merupakan tanggung jawab pemerintahan terkait namun untuk pemenuhan fasilitas pejalan kaki juga sudah tertera pada Undang-Undang dasar 1945 yang memberikan sebuah amanat tentang pemerintah harus bertanggung jawab atas pemenuhan fasilitas pelayanan umum yang dalam konteks nya mencakup pada pemenuhan pada hak pejalan kaki dengan menyediakan fasilitas seperti trotoar,tempat penyebrangan jalan, jembatan penyebrangan serta bebeberapa fasilitas lainnya untuk memberikan keamanan serta kesalamatan para pengguna jalan.

Pada Undang-Undang LLAJ tersebut memberikan beberapa hak dan kewajiban untuk para pejalan kaki bahwasannya hak pejalan kaki untuk mendapatkan keamanan serta kenyamanan di jalan, mendapatkan fasilitas pendukung trotoar, JPO atau Jembatan Penyebrangan Orang serta tempat penyebrangan di jalan atau zebra cross. Karena hal tersebut maka pejalan kaki harus mendapatkan hak prioritas pada penggunaan penyebrangan jalan tak hanya haknya saja namun pada Undang-Undang tersebut juga memberikan kewajiban pada pejalan kaki agar menyebrang pada tempat penyebrangan jalan JPO maupun Zebra Cross dengan memperhatikan rambu-rambu lalu lintas agar tidak menyebrang sesukanya sehingga menimbulkan kecelakaann serta mengganggu kelancaran lalu lintas dan menggunakan trotoar jika tersedia, hal ini membuat kurangnya tanggung jawab pemerintah dalam pemenuhan hak serta kewajiban dikarenakan trotoar serta zebra cross tidak selalu ada jikapun ada biasanya trotoar disalahgunakan untuk kepentingan pribadi seperti berjualan serta kondisi rusak dan tidak sesuai standar nasional.

Hal tersebut sangat merugikan para pejalan kaki karena kepentingan pribadi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab mengakibatkan pejalan kaki tidak dapat hak nya menikmati fasilitas berjalan pada tempat semestinya yaitu trotoar dan pembangunan yang tidak merata seperti zebracross yang jarang dan penyebrangan jalan mengakibatkan pejalan kaki menyebrang dengan sembarangan hal tersebut menunjukan angka kecelakaan meningkat dari pejalan kaki ditunjukkan dengan data yang saya liput dari laman Global Road Safety Facility, kematian pejalan kaki di Indonesia sebesar 38% dari 31.282 kematian di jalan raya yang dilaporkan pada tahun 2016.[17]

Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah memberikan beberapa hak dan kewajiban untuk pejalan kaki tetapi dalam kehidupan nyata real life nya untuk perlindungan hukum bagi pejalan kaki sendiri tersebut hanya sekedar tulisan atau masih belum optimal memberikan hak serta kewajiban untuk pejalan kaki, undang-undang dikatakan sudah optimal apabila aturan tersebut telah ditaati . Namun ada beberapa factor yang mempengaruhi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ini tidak optimal, patokan optimal dalam implementasi aturan hukum menurut Soerjono Soekanto yaitu Faktor Masyarakat, Penegak Hukum Fasilitas Pendukung dan Sarana, Kebudayaan,[18] berikut pemaparannya antara lain :

1. Faktor Masyarakat

Kurangnya kesadaran masyarakat dalam mematuhi peraturan lalu lintas, terutama dalam hal memberikan prioritas kepada pejalan kaki, telah menjadi masalah serius yang perlu segera ditangani. Banyak pengemudi kendaraan bermotor yang tidak memperhatikan hak pejalan kaki di trotoar atau perlintasan zebra, meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan. Fenomena ini menunjukkan perlunya peningkatan kesadaran dan disiplin dalam berlalu lintas agar dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan nyaman bagi semua pihak. Tindakan preventif seperti penegakan hukum yang lebih ketat dan kampanye kesadaran publik perlu dilakukan secara terus-menerus guna mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih peduli dan menghargai keselamatan pejalan kaki di jalan raya.

2. Faktor Penegak Hukum

Penegakan hukum yang lemah terhadap pelanggaran lalu lintas yang berkaitan dengan pejalan kaki telah menjadi masalah serius di banyak kota. Pelanggaran seperti parkir sembarangan di trotoar, melanggar lampu merah di persimpangan, atau bahkan mengemudi di trotoar sering terjadi tanpa hukuman yang memadai. Akibatnya, pejalan kaki sering kali merasa tidak aman dan terancam di jalanan. Kurangnya penegakan hukum ini juga memperburuk kualitas trotoar, karena kendaraan yang sembarangan parkir atau berkendara di trotoar merusak infrastruktur yang seharusnya diperuntukkan bagi pejalan kaki. Oleh karena itu, diperlukan tindakan tegas dari pihak berwenang untuk meningkatkan penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas yang merugikan pejalan kaki, demi menciptakan lingkungan yang lebih aman dan nyaman bagi semua pengguna jalan.

3. Faktor Fasilitas Pendukung atau Sarana

Kurangnya infrastruktur yang memadai untuk pejalan kaki, seperti trotoar yang tidak terawat atau bahkan tidak tersedia di banyak tempat, telah menjadi masalah serius di banyak kota. Kondisi trotoar yang tidak terawat bisa menjadi hambatan besar bagi pejalan kaki, terutama bagi mereka yang memiliki mobilitas terbatas atau yang menggunakan kursi roda. Selain itu, ketiadaan trotoar membuat pejalan kaki terpaksa berbagi jalan dengan kendaraan bermotor, meningkatkan risiko kecelakaan dan cedera. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian yang lebih besar dari pemerintah dan lembaga terkait untuk memperbaiki dan memperluas infrastruktur pejalan kaki guna meningkatkan keselamatan dan kenyamanan bagi semua warga.

4. Faktor Kebudayaan

Para pengendara bermotor di Indonesia masih melekat pada budaya lalu lintas yang memiliki budaya tidak peduli pada aturan, lemahnya kesadaran, kedisiplinan serta mereka selalu harus diawasi oleh apparat penegak hukum polisi Doktrinisasi pemikiran masyarakat Indonesia para pengendara motor bahwasannya ada hukum ketika ada penegak hukum yaitu polisi namun jika tidak ada pengawasan dari petugas kepolisian, maka tidak ada hukum. Realitasnya adalah banyak pengemudi kendaraan bermotor yang melanggar dengan menginjak zebra cross saat lampu berwarna merah menyala, namun petugas tidak secara langsung untuk melakukan tindakan penilangan atau pelanggaran.

Terwujudnya lalu lintas yang aman, tertib, dan lancar memerlukan perhatian terhadap berbagai aspek di ruang lalu lintas jalan, termasuk kepada pejalan kaki. Pada tahun 2009 Pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) sebagai langkah untuk melindungi dan memenuhi hak-hak pejalan kaki. UU LLAJ mengamanatkan kepada pemerintah untuk mengatur, mengendalikan, serta melakukan pengawasan di jalan umum, mengingat pejalan kaki juga merupakan pengguna jalan yang berhak atas keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam menggunakan ruang lalu lintas. Meskipun UU LLAJ telah mengatur hak-hak pejalan kaki, kenyataannya masih banyak kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan dan perlindungan pejalan kaki di jalan. Contohnya, Jalan Raya Tanjungsari sepanjang 3,35 km di Kabupaten Sumedang, yang merupakan bagian dari Jalan Nasional dengan nomor ruas 085 sampai 086, belum memiliki fasilitas pejalan kaki yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa hak pejalan kaki di wilayah tersebut belum terpenuhi. Terdapat kesenjangan antara peraturan perundang-undangan dan realitas di lapangan terkait pemenuhan hak dan perlindungan pejalan kaki di Indonesia.[19]

Sebelum disahkannya Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Jalan, Perlindungan Hak bagi pejalan kaki di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Meskipun perlindungan ini tidak seluas yang diamanatkan oleh UU No. 2 Tahun 2022 untuk mengatur tentang Jalan, namun tetap memberikan dasar hukum untuk hak-hak para pejalan kaki dalam beraktivitas di jalan raya. Meskipun UU No. 22 Tahun 2009 memberikan dasar hukum bagi hak-hak pejalan kaki,untuk penegakan hukum pada pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara kendaraan bermotor terhadap pejalan kaki dengan aturan tersebut masih seringkali kurang efektif dalam realitasnya. Hal ini disebabkan oleh berbagai factor terutama pada fasilitas pendukung dan kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya memberikan prioritas kepada pejalan kaki serta keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh aparat penegak hukum. Meskipun sebelum disahkannya UU No. 2 Tahun 2022 tentang Jalan, perlindungan hukum serta hak-hak bagi pejalan kaki di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, namun masih terdapat tantangan dalam penegakan hukum seperti pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara kendaraan bermotor terhadap pejalan kaki, serta kurangnya fasilitas yang memadai. Maka untuk pemenuhan hak serta kewajiban pejalan kaki harus diberikan fasilitas yang memadai untuk keamanan,kenyamanan dan keselamatan para pengguna jalan dengan disahkannya Undang-Undang Jalan memberikan kepastian pada fasilitasnya.

2. Perlindungan Hukum Bagi Pejalan Kaki di Indonesia Setelah Disahkannya UU No.2 Tahun 2022

Pejalan kaki adalah bagian yang sangat penting dari lalu lintas jalan raya, dan mereka adalah kelompok yang paling rentan karena sering kali menjadi korban kecelakaan. Berjalan kaki merupakan cara transportasi yang paling sederhana dan umum, terutama di perkotaan. Namun, risiko kecelakaan bagi pejalan kaki sering kali tinggi, terutama di kota-kota besar di mana lalu lintas kendaraan bermotor sangat padat. Faktor-faktor seperti kecepatan kendaraan, kurangnya infrastruktur pejalan kaki yang memadai, dan perilaku pengemudi yang kurang disiplin dapat meningkatkan risiko kecelakaan bagi pejalan kaki. Hasil riset mendapatkan dari laman berita WHO yang diupload pada tanggal 13 Des 2023 menunjukkan bahwa 1.19 juta orang meninggal setiap tahun akibat kecelakaan lalu lintas dan lebih dari setengahnya semua kematian oleh pengguna jalan yang rentan yaitu pejalan kaki meninggal dunia setiap tahun dan factor salah satunya ialah infrastruktur jalan yang tidak memadai dan tidak aman.[20]

Pada era urbanisasi yang pesat, transportasi menjadi salah satu aspek penting dalam kehidupan kota. Fasilitas pejalan kaki menjadi bagian integral dari infrastruktur transportasi yang berperan penting dalam mendukung mobilitas masyarakat di lingkungan perkotaan. Di Indonesia, ditengah pertumbuhan kota yang cepat, kualitas fasilitas pejalan kaki seringkali menjadi perhatian utama dalam upaya menciptakan kota yang lebih ramah pejalan kaki.

Pejalan kaki merupakan komponen penting dalam sistem transportasi perkotaan. Di Indonesia, fasilitas untuk pejalan kaki telah menjadi fokus utama dalam upaya meningkatkan aksesibilitas, keselamatan, dan kenyamanan bagi masyarakat yang beraktivitas di kota-kota besar. Berbagai fasilitas telah dikembangkan untuk memfasilitasi mobilitas pejalan kaki di Indonesia, termasuk trotoar, pedestrian bridge, penyeberangan zebra, serta jalur pedestrian khusus. Meskipun penting, banyaknya kendala yang dihadapi dalam perancangan, implementasi, dan pemeliharaan fasilitas pejalan kaki di Indonesia sering kali menimbulkan berbagai masalah. Dari segi perancangan, kurangnya perhatian terhadap aspek keselamatan, kenyamanan, dan aksesibilitas seringkali menghasilkan fasilitas pejalan kaki yang tidak optimal. Sementara itu, masalah implementasi seperti kurangnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap penggunaan fasilitas pejalan kaki oleh kendaraan bermotor menjadi kendala utama dalam menjaga kualitas dan fungsi fasilitas tersebut.

Di tengah pertumbuhan kendaraan bermotor yang pesat dan kemacetan lalu lintas yang semakin parah, penting bagi Indonesia untuk meningkatkan fasilitas pejalan kaki sebagai bagian dari upaya menuju kota yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Fasilitas pejalan kaki yang baik tidak hanya meningkatkan kualitas hidup penduduk kota, tetapi juga mempromosikan mobilitas yang berkelanjutan dan mengurangi polusi udara. Rentannya resiko kecelakaan pada pejalan kaki dengan angka kecelakaan yang tinggi paling banyak dilator belakangi oleh factor para pengguna jalan terutama pejalan kaki mereka yang sepenuhnya masih belum mendapatkan pemenuhan fasilitas untuk mereka, hal tersebut juga mempengaruhi para pejalan kaki dalam hal pemenuhan hak dan kewajiban pejalan kaki di jalan raya yang sesuai dengan Undang-Undang no 22 Tahun 2009. Maka karena hal tersebut memberikan teguran kepada para pemerintah negara untuk memberikan sebuah aturan yang mengatur untuk pemenuhan fasilitas para pengguna jalan terutama untuk pejalan kaki mereka membutuhkan kepastian hukum atas pemenuhan hak untuk berjalan pada tempatnya dan menikmati fasilitas yang disediakan agar memberikan keamanan serta keselamatan satu sama lain dalam lalu lintas.

Pada Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan telah mengatur berbagai hak dan kewajiban untuk para pejalan kaki, namun untuk undang-undang LLAJ tersebut dinilai masih kurang efektif dan masih minim untuk memberikan kepastian hukum pejalan kaki, maka untuk pejalan kaki dapat memenuhi hak dan kewajiban tersebut yaitu salah satunya dengan memperhatikan factor yang mempengaruhinya salah satunya fasilitas yang tersedia masih minim. Maka pemerintah memberikan sebuah aturan baru untuk memberikan kepastian kepada pejalan kaki dalam hal pemenuhan kebutuhann tersebut, untuk memenuhi kebutuhan itu pemerintah Indonesia menetapkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Jalan. Pada Undang-Undang No 2 Tahun 2022 tentang Jalan yang focus undang-undang tersebut terhadap infrastruktur jalan termasuk pengelolaan,pengawasan serta pembangunan dapat membantu para pejalan kaki serta pengguna jalan lainnya mendapatkan kepastian hukumnya pada pemenuhan fasilitas agar mengurangi resiko kecelakaan dalam berlalu-lintas.

Selain Undang-Undang LLAJ terdapat peraturan pendukung pada lalu lintas lainnya, dengan adanya aturan UU Jalan ini menjadi tombak pertama dalam pengaturan,pengawasan dalam penyelenggaraan prasarana lalu lintas dengan berfokus pada subjek bangunan,infrastruktur,konstruksi pada bangunan jalan guna memberikan kelancaran lalu lintas jalan. Untuk lingkup pengaturan sendiri terutama pada kelompok masyarakat dengan diperkuat peran masyarakat dalam penyelenggaraan jalan, termasuk dalam perencanaan, pembangunan, dan pengawasan. Tak hanya itu focus terutama pada uu ini sesuai dengan pembahasan yang menuju pada kebutuhan jalan tentang pembangunan jalan termasuk fasilitas jalan.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jalan ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas dan efisiensi jalan di Indonesia. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 ini mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan yang tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum. Tujuan dari perubahan ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi jalan di Indonesia, serta memantapkan lajur perkembangan ekonomi.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jalan mempengaruhi pengembangan jalan di Indonesia dengan berbagai cara. Pertama, undang-undang ini memungkinkan pengembangan jalan yang lebih baik dengan memperhatikan aspek-aspek seperti keselamatan, keamanan, dan kualitas lingkungan. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas jalan sekaligus memperkuat lajur perkembangan ekonomi. Selain itu, undang-undang ini juga mempengaruhi pengelolaan jalan dengan memperbarui ketentuan-ketentuan terkait. Pembaruan ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan jalan, memastikan bahwa jalan-jalan di Indonesia dapat digunakan secara efektif dan efisien.

Pemerintah memiliki peran penting dalam menerapkan Undang-Undang Jalan. Peran ini mencakup beberapa aspek pengawasan yang krusial. Pertama, pemerintah bertanggung jawab mengawasi pelaksanaan undang-undang tersebut, yang meliputi pengawasan kualitas jalan untuk menciptakan keamanan dan keselamatan jalan, serta penggunaan dana yang dialokasikan untuk pengembangan jalan. Pengawasan kualitas meliputi pemantauan kualitas bahan bangunan, kualitas konstruksi, dan kualitas jalan setelah selesai dibangun. Selain itu, pemerintah juga mengawasi keamanan dan keselamatan jalan, termasuk keamanan lalu lintas, keselamatan pengguna jalan, serta keamanan dan keselamatan pekerjaan konstruksi. Tidak kalah penting, pemerintah mengawasi penggunaan dana yang dialokasikan untuk pengembangan jalan, yang mencakup pengawasan dana untuk konstruksi, perawatan, serta pengembangan infrastruktur lainnya. Dengan pengawasan yang komprehensif ini, diharapkan pelaksanaan undang-undang dapat berjalan dengan baik, sehingga kualitas dan keamanan jalan di Indonesia dapat terus meningkat.

Peraturan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jalan, yang merupakan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004, bertujuan untuk meningkatkan kepastian hukum dan kualitas infrastruktur jalan di Indonesia. Dalam konteks kepastian hukum bagi pejalan kaki, peraturan ini memberikan beberapa kontribusi signifikan. Pertama, peraturan ini memperbarui definisi pada “Jalan” untuk mencakup prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,bagian-bagian jalan yang dimaksud ialah meliputi ruang manfaat jalan terdiri dari jalur pejalan kaki termasuk trotoar hal tersebut menunjukkan perhatian terhadap kebutuhan pejalan kaki akan fasilitas yang aman dan nyaman. Selain itu, peraturan ini memperbarui definisi "Pembinaan Jalan" untuk mencakup kegiatan penyusunan pedoman dan standar teknis, pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia, serta penelitian dan pengembangan jalan , yang menunjukkan perhatian terhadap kepentingan pejalan kaki dalam memiliki fasilitas yang baik. Definisi "Pembangunan Jalan" juga diperbarui untuk mencakup kegiatan penyusunan program dan anggaran, perencanaan teknis, pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian jalan, dan/atau preservasi jalan, yang mengindikasikan perhatian terhadap keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki. Lebih lanjut, peraturan ini memperbarui ketentuan tentang keselamatan dan keamanan di jalan, termasuk pengawasan dan pengawasan keamanan jalan (Pasal 20-34), yang menegaskan komitmen untuk menyediakan fasilitas jalan yang aman dan nyaman bagi pejalan kaki. Dengan berbagai pembaruan ini, peraturan ini diharapkan dapat meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki serta kualitas infrastruktur jalan secara keseluruhan di Indonesia.

Figure 1.Data Korlantas POLRI korban kecelakaan Pejalan Kaki[21]

Merujuk pada data tahun 2023 dari Korlantas Polri menunjukkan bahwa kecelakaan yang melibatkan pejalan kaki sebanyak 10.428 korban di seluruh Indonesia dan korbannya sering kali menghasilkan cedera serius bahkan kematian.[21] Data yang didapatkan ini menunjukkan bahwasannya perhatian khusus terhadap pejalan kaki ini harus terus ditingkatkan karena pejalan kaki merupakan pengguna jalan yang sangat rentan, dengan adanya Undang-Undang No 2 Tahun 2022 memberikan kepastian hukum pada pejalan kaki untuk dapat memenuhi haknya karena undang-undang tersebut memberikan penjelasan terhadap pembangunan jalan dengan memberikan keamanan dan keselamatan untuk para pengguna jalan. Dari data-data yang telah didapatkan sebelum disahkannya Undang-Undang jalan terdapat data pada tahun 2016 sebesar 38% pejalan kaki dari 31.282 kecelakaan di Indonesia yang artinya sebanyak 11.887 pejalan kaki mengalami kecelakaan, Setelah disahkannya Undang-Undang Jalan menunjukkan penurunan data pada tahun 2023 sebanyak 10.428 pejalan kaki menjadi korban kecelakaan, hal ini menunjukkan undang-undang tersebut memberikan kepastian pada pembangunan jalan walaupun masih belum merata dan masih belum optimal namun telah memberikan dampak yang sangat baik.

B. Perlidungan Hak Pejalan Kaki Dalam Pembangunan Infrastuktur Jalan di Indoesia (Studi kasus di Sidoarjo)

Pembangunan infrastruktur jalan di Indonesia telah mengalami perkembangan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Pembangunan ini bertujuan untuk meningkatkan konektivitas antar daerah, mempercepat pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Namun, pembangunan infrastruktur jalan di Indonesia sering kali lebih memprioritaskan kendaraan bermotor daripada pejalan kaki. Dalam proses pembangunan, seringkali hak pejalan kaki terabaikan. Banyak trotoar yang tidak layak, fasilitas penyeberangan yang minim, dan kurangnya perhatian terhadap keselamatan pejalan kaki. Hal ini berimbas pada rendahnya kualitas dan kuantitas fasilitas pejalan kaki, yang menyebabkan kurangnya perlindungan terhadap hak pejalan kaki.

Kondisi fasilitas pejalan kaki di banyak daerah di Indonesia masih jauh dari ideal masih banyak trotoar yang tidak layak digunakan karena rusak, terhalang oleh pedagang kaki lima, atau dijadikan tempat parkir kendaraan bermotor ditunjukkan pada Gambar 2. Di beberapa daerah, trotoar tersebut bahkan tidak tersedia,sehingga hal tersebut memaksa pejalan kaki berjalan di badan jalan yang sangat berbahaya termasuk daerah pada penelitian ini di Kabupaten Sidoarjo.

Figure 2.Kondisi Trotoar di Sidoarjo

Secara keseluruhan, masalah fasilitas pejalan kaki masih belum dapat diselesaikan secara menyeluruh di Indonesia, termasuk di Kabupaten Sidoarjo. Hal ini disebabkan oleh pembangunan infrastruktur jalan yang belum sepenuhnya memperhatikan kebutuhan pejalan kaki sebagai bagian integral dari desain kota. Pembangunan trotoar dan jalur pejalan kaki seringkali tidak dilakukan secara menyeluruh, terputus-putus, dan kurang terawat. Akibatnya, pejalan kaki kerap menghadapi tantangan seperti trotoar yang rusak, terhalang oleh tiang listrik atau pohon,bahkan disalahgunakan serta tidak adanya penyeberangan jalan yang aman ditunjukkan pada Gambar 2. Selain itu, dalam banyak kasus, perencanaan kota lebih memprioritaskan kendaraan bermotor, sehingga alokasi ruang dan anggaran untuk fasilitas pejalan kaki menjadi terbatas. Kendala-kendala ini tidak hanya mengurangi kenyamanan, tetapi juga membahayakan keselamatan pejalan kaki. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya yang lebih serius dan terencana dari pemerintah daerah dan pusat, termasuk perencanaan yang komprehensif dan partisipasi aktif dari masyarakat dalam proses pembangunan infrastruktur. Dengan demikian, fasilitas pejalan kaki yang memadai dapat terwujud, sehingga mendukung mobilitas dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Studi Kasus di Sidoarjo kali ini bersumber dari Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air Sidoarjo dengan metode pendekatan sosiologis dalam bentuk wawancara dengan Kabid Jalan dan Jembatan Bapak Rizal Asnan, S.Si.T., MT,. Pembangunan infrastruktur jalan di Indonesia memang menjadi salah satu prioritas untuk pengembangan ekonomi serta pemenuhan kualitas jalan di Indonesia, pada Sidoarjo sendiri pembangunan atau pelebaran jalan sudah sangat banyak terbukti dari tahun 2022 terdapat 57 ruas jalan yang dibangun maupun dilebarkan telah diselesaikan tak hanya itu untuk tahun 2023 sebanyak 21 ruas jalan perbaikan maupun betonisasi pada tahun saat ini juga telah menyelesaikan beberapa ruas dari banyaknya ruas yang akan di rencanakan yaitu sebanyak 9 ruas jalan dari 20 rencana ruas jalan yang akan dibangun maupun diperbaiki. Pada banyaknya pembangunan atau pelebaran jalan pada Kab.Sidoarjo Bapak kabid juga memberikan penjelasan bahwa pada pembangunan tersebut juga dibersamai dengan pembangunan fasilitas pejalan kaki yaitu trotoar namun untuk fasilitas pejalan kaki lainnya seperti zebra cross penyebrangan jalan itu tangggung jawab pihak dinas perhubungan setempat, dengan adanya pembangunan dan perbaikan jalan pada setiap tahunnya juga memberikan dampak yang sangat baik pada kondisi infrastruktur jalan dan trotoar yang semakin bagus dan layak namun disamping dampak baik tersebut ada beberapa tantangan pemerintah menyediakan trotoar karenanya kapasitas jalan dan anggaran skala prioritas .

Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air Sidoarjo memiliki rencana jangka panjang untuk memperbarui dan meningkatkan infrastruktur trotoar, peningkatan direncanakan dengan perencanaan pembangunan jalan bebarengan dengan menyesuaikan aturan yang ada, bahwasannya bagian jalan harus dikaitkan dalam pembangunan jalan pada Undang-Undang 2 Tahun 2022 namun dalam pembangunan jalan juga memperhatikan kondisi lapangan mengukur lebar atau kapasitas jalan jika ukuran sesuai dengan standar nasional maka akan dibangun trotoar secara bertahap dan berskala besar. Tak hanya peningkatan pada infrastruktur jalan pemerintah juga melakukan pemeliharaan trotoar serta memiliki rencana program-program baik di beberapa ruas jalan kabupaten untuk meningkatkan kenyamanan dan keselamatan pejalan kaki,terbukti pemerintah memiliki program inisiatif khusus adanya peningkatan fasilitas pejalan kaki pada jalan raya ponti dari lebar 2 meter ditingkatkan ke 6 meter ditunjukkan pada Gambar 3 hal ini bertujuan untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan pejalan kaki dan pemerintah juga melakukan sebuah evaluasi setiap tahunnya apabila adanya keluhan terhadap kerusakan trotoar maka segera diperbaiki secara bertahap dengan melihat beberapa point yang dibutuhkan.

Figure 3.Trotoar di Sidoarjo yang sudah sesuai

Upaya pemerintah kabpuaten Sidoarjo untuk memastikan infrastruktur trotoar di Sidoarjo sendiri sudah sangat sesuai dengan kebijakan nasional walaupun bertahap dalam penyesuaiannya karena pembangunan trotoar sendiri di Sidoarjo dibersamai dengan pembangunan jalan dan melihat kondisi jalan sekitar, jika kapasitas sesuai dengan standar nasional maka dibangunkan fasilitas pejalan kaki trotoar tersebut dan untuk skala prioritas dengan menyesuaikan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Infrastruktur trotoar di Sidoarjo sudah sangat sesuai dengan kebijakan nasional tentang standar nasional ukuran yang telah diatur oleh Kementrian PUPR pada Surat Edaran NOMOR: 18/SE/Db/2023 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN TEKNIS FASILITAS PEJALAN KAKI dimana pedoman tersebut beracuan normatif pada Undang-Undang No 2 Tahun 2022 tentang Jalan.

Figure 4.Perbedaan kondisi trotoar dalam pembangunan dan tidak

Pemerintah daerah Sidoarjo sendiri sudah berkoordanisasi hingga berkolaborasi dengan pemerintahan pusat dalam pembangunan jalan terkait hal tersebut pembangunan beberapa Fly Over serta Frontage Road dimana pembangunan tersebut hasil dari kolaborasi pemerintah daerah dan pusat atas dasar Peraturan Presiden No 80 tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Gresik - Bangkalan - Mojokerto - Surabaya - Sidoarjo - Lamongan, Kawasan Bromo - Tengger - Semeru, serta Kawasan Selingkar Wilis dan Lintas Selatan. Dalam pembangunan tersebut telah mengimplementasikan kebijakan nasional dalam pembangunan jalan harus menyertakan bagian-bagian jalan yang diantaranya ada ruang manfaat jalan yaitu fasilitas pejalan kaki ialah trotoar saat sebelum dibangunnya fly over aloha dan frontage road trotoar minim dan kecil serta rusak hal ini sangat merugikan pejalan kaki,namun saat ini sudah sangat bagus dan layak ditunjukkan pada Gambar 4. Masih banyak jalan yang membutuhkan trotoar namun telah dikatakan oleh kabid jalan bahwasannya tidak sepenuhnya jalan menjadi tanggung jawab pemda ada beberapa jalan menjadi tanggung jawab nasional oleh pemerintah pusat PUPR dimana untuk skala pembangunan nasional sangat bertahap namun pemda juga sering berkordinasi dengan pemerintah pusat dalam keluhan masyarakat agar segera diperbaiki sehingga pemenuhan hak pejalan kaki dapat sepenuhnya terpenuhi.

Conclusion

Undang-Undang No 2 Tahun 2022 tentang Jalan telah menetapkan kerangka regulasi yang lebih jelas dan terfokus untuk perlindungan hak pejalan kaki melalui penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur jalan terbukti saat ini sudah sangat banyak pembangunan trotoar di berbagai kota-kota besar di Indonesia salah satu contoh pada Sidoarjo dengan standar nasional untuk menciptakan keamanan,kenyamanan serta memberikan perlindungan terhadap pejalan kaki, Undang-Undang Jalan sangat berpengaruh baik untuk pemenuhan Hak pejalan kaki, pejalan kaki di Indonesia sudah mulai mendapatkan perlindungan terhadap Hak nya dalam berlalu lintas dengan menikmati bagian jalan yang diperuntukannya dan para pejalan kaki sudah mulai mendapatkan Hak nya walaupun belum maksimal. Artikel ini meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan hak pejalan kaki dan menyediakan informasi berharga bagi pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan yang lebih efektif. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi penelitian lanjutan dengan mendorong perbaikan infrastruktur, dan berfungsi sebagai materi edukasi hukum. Dengan adanya artikel ini, implementasi Undang-Undang No 2 Tahun 2022 dapat dievaluasi secara lebih mendalam, dan kualitas hidup masyarakat, terutama di kota-kota besar, diharapkan meningkat dalam hal kenyamanan dan keselamatan saat berjalan kaki.

References

  1. Z. Hasan, A. F. Firmansyah, M. Putri, and V. Elyvia, “Implikasi Yuridis terhadap Penyalahgunaan Penggunaan Trotoar di Jalan Za Pagar Alam Kota Bandar Lampung,” Sol Justicia, vol. 6, no. 1, pp. 1-14, Jul. 2023, doi: 10.54816/sj.v6i1.680.
  2. L. R. Verlliawan, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Penyalahgunaan Fungsi Trotoar (Studi Kasus Di Kawasan Kecamatan Jatinegara),” Bachelor Thesis, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Indonesia, 2021. [Online]. Available: https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/58118. [Accessed: Jan. 15, 2024].
  3. Y. Arizka, “Kesadaran Masyarakat Terhadap Penggunaan Fasilitas Zebra Cross di Kota Samarinda (Studi Komperatif Antara Hukum Islam dan Undang-Undang),” 2021. [Online]. Available: http://repository.uinsi.ac.id/handle/123456789/1767. [Accessed: Feb. 27, 2024].
  4. N. W. Astuti, “Efektivitas Penerbitan Pedagang Kaki Lima Terhadap Hak Pejalan Kaki Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2015 Persepektif Hukum Islam,” Diploma Thesis, S1 Hukum Ekonomi Syariah/Muamalah, IAIN Syekh Nurjati, Cirebon, Indonesia, 2022. [Online]. Available: http://web.syekhnurjati.ac.id. [Accessed: Jan. 15, 2024].
  5. F. Lestari, “Identifikasi Fasilitas Pejalan Kaki Di Kota Bandar Lampung,” J. Infrastructural Civ. Eng., vol. 1, no. 1, pp. 1-8, Oct. 2020, doi: 10.33365/jice.v1i01.703.
  6. H. A. M. Kaunang, “Tanggungjawab Hukum Pemerintah Dalam Ketersediaan Fasilitas Masyarakat Pejalan Kaki dan Penyandang Cacat menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009,” LEX Soc., vol. 7, no. 11, pp. 1-10, Jan. 2020, doi: 10.35796/les.v7i11.27373.
  7. A. Pratama and A. Nurcahyono, “Hak Pejalan Kaki dalam Perspektif Hukum dan Hak Asasi Manusia dikaitkan dengan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya,” Pros. Ilmu Huk., no. 0, pp. 1-8, Jul. 2019, doi: 10.29313/.v0i0.16598.
  8. S. Nurfajriana, Z. C. Rosuli, and M. M, “Perlindungan Hukum Terhadap Pejalan Kaki Yang Menjadi Korban Penyalahgunaan Trotoar di Indonesia,” Madani J. Ilm. Multidisiplin, vol. 1, no. 4, pp. 1-10, May 2023. [Online]. Available: https://jurnal.penerbitdaarulhuda.my.id/index.php/MAJIM/article/view/115. [Accessed: Jan. 16, 2024].
  9. A. W. Harun, D. E. Ismail, and J. Puluhulawa, “Penegakan Hukum Terhadap Penyelenggara Jalan Rusak Yang Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas,” Hakim, vol. 2, no. 1, pp. 1-8, 2024, doi: 10.51903/hakim.v2i1.1541.
  10. E. D. Febriyanti, R. R. Phahlevy, E. Rosnawati, and F. Ahrorov, “Cycling Rights and Road Infrastructure Policy in Indonesia,” in Proceedings of the 3rd Annual International Conference on Natural and Social Science Education (ICNSSE 2023), Atlantis Press, 2024, pp. 430–437, doi: 10.2991/978-2-38476-242-2_42.
  11. Ramadhani, V. H. Puspasari, and Dewantoro, “Analisis Faktor Keselamatan dan Kenyamanan Pengguna Jalan Pada Pekerjaan Perbaikan Jalan di Kota Palangka Raya (Studi Kasus: Jalan Bukit Kaminting),” J. Tek. J. Teor. Dan Terap. Bid. Keteknikan, vol. 4, no. 2, pp. 1-8, Apr. 2021, doi: 10.52868/jt.v4i2.2723.
  12. I. R. Ipak, “Pengembangan Ruang Pejalan Kaki Dalam Menunjang Sudirman City Walk Di Kota Pekanbaru,” Undergraduate Thesis, Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, 2015. [Online]. Available: https://repository.uir.ac.id/407/. [Accessed: Mar. 16, 2024].
  13. A. I. C. Sari, “Jalur Pedestrian Adalah Hak Ruang Bagi Pejalan Kaki (Studi Kasus: Pada Ruang Publik; Lapangan Taruna dan Taman Kota, Kota Gorontalo),” Radial J. Perad. Sains Rekayasa Dan Teknol., vol. 2, no. 1, pp. 1-8, 2014, doi: 10.37971/radial.v2i1.46.
  14. L. Fitria, M. Faisol, and B. Tamam, “Tafsir Hak Asasi Manusia dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Politik Dinasti Perspektif Fiqh Siyasah,” Rechtenstudent, vol. 3, no. 3, pp. 1-8, 2022, doi: 10.35719/rch.v3i3.185.
  15. Sekertariat Negara Republik Indonesia, “Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 131 Ayat,” 2009. [Online]. Available: https://peraturan.bpk.go.id/Details/38654/uu-no-22-tahun-2009.
  16. I. Rofita, “Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Hak Pejalan Kaki Menurut Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Persepektif Fiqih Siyasah: Studi Persimpangan Lampu Merah Argopuro Kecamatan Kaliwates,” Undergraduate Thesis, UIN KH Achmad Siddiq, Jember, Indonesia, 2023. [Online]. Available: http://digilib.uinkhas.ac.id/31940/. [Accessed: May 24, 2024].
  17. Global Road Safety Facility, “Indonesia’s Road Safety Country Profile,” [Online]. Available: https://www.roadsafetyfacility.org/country/indonesia.
  18. A. Kurniawijaya, “Efektivitas Undang-Undang Lalu Lintas Terhadap Pelanggaran Hak Pejalan Kaki Di Kota Surakarta Dalam Perspektif Sosiologi Hukum,” 2020. [Online]. Available: https://digilib.uns.ac.id/dokumen/80692/Efektivitas-Undang-Undang-Lalu-Lintas-Terhadap-Pelanggaran-Hak-Pejalan-Kaki-Di-Kota-Surakarta-Dalam-Perspektif-Sosiologi-Hukum. [Accessed: May 24, 2024].
  19. A. F. Rahmat, “Pemenuhan hak pejalan kaki di Kabupaten Sumedang dihubungkan dengan Pasal 45 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” Diploma Thesis, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, Indonesia, 2020. [Online]. Available: https://digilib.uinsgd.ac.id/32012/. [Accessed: May 24, 2024].
  20. World Health Organization, “Road Traffic Injuries,” Dec. 13, 2023. [Online]. Available: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/road-traffic-injuries.
  21. Pusiknas Bareskrim Polri, “Ratusan Pejalan Kaki Jadi Korban Kecelakaan Lalu Lintas,” 2023. [Online]. Available: https://pusiknas.polri.go.id/detail_artikel/ratusan_pejalan_kaki_jadi_korban_kecelakaan_lalu_lintas.